Anda di halaman 1dari 7

BAB II

LATAR BELAKANG SEJARAH

II.1.

Kotabaru Dalam Potret Budaya


Kawasan

Kota

Baru

dikembangkan

tidak

berselang

lama setelah dikerjakannya Menteng, kota taman pertama


di Indonesia oleh Ir. P.A.J. Mooejen di tahun 1913.
Meskipun tidak seluas dan selengkap Menteng, kawasan
ini pernah menjadi "kota mandiri" yang kaya fasilitas
dan

paling

tertata

pada

masanya.

Kota

baru

menjadi

perluasan perkampungan Eropa yang berkembang sebelumnya


di

Loji

Kecil

(sebelah

timur

beteng

Vredeburg)

dan

Bintaran. Pada masanya, kompleks permukiman tersebut


banyak

dihuni

perkebunan

oleh

pensiunan

dan

(www.asitajogja.org).

pegawai
Pemukiman

prajurit,

pengusaha

pabrik
Kota

Baru

gula
sendiri

merupakan pemukiman masyarakat Belanda yang mempunyai


karakteristik tersendiri karena batas pemukiman Kota
Baru sisi barat berpola mengikuti alur lembah Sungai
Code dan tidak mengikuti bentuk pemukiman dan jaringan
jalan

yang

berpotongan

secara

tegak

lurus

seperti

penataan pemukiman pada umumnya (Junawan, 1998:47).

Kota Baru ditandai oleh bangunan-bangunan tunggal


bergaya art deco dan berarsitektur indis. Gaya indis
ini dikatakan sebagai arsitektur campuran antara gaya
yang terdapat di Eropa Barat pada umumnya dan Belanda
pada

khususnya

1997:01).

dengan

Mengingat

arsitektur

bahwa

lokal

bangunan-bangunan

(Ronal,
tunggal

yang ada di kawasan ini bukan merupakan bangunan versi


Belanda asli melainkan sudah memperhatikan faktor iklim
tropis

basah

di

Indonesia.

Dalam

pembangunannya

dipertimbangkan pula aspek lingkungan dan keindahan.


Standar bangunan yang didirikan adalah memiliki teras
depan, atap permanen (atap yang masih tampak sampai
saat ini) dan memiliki gang (Junawan, 1998:44). Selain
itu juga Bangunan-bangunannya dilengkapi halaman luas
dan diteduhi pepohonan besar, tertata rapi dalam blokblok hunian yang dipisahkan ruas-ruas jalan lebar dan
teratur yang menjadikan Kota Baru sebagai salah satu
kawasan paling nyaman di Yogyakarta, bahkan hingga saat
ini. Beberapa bagian memang masih dipertahankan menjadi
kawasan

hunian

yang

nyaman,

dengan

rumah-rumah

berarsitektur asli dan halaman lebar yang teduh. Akan


tetapi,
telah

mulai
beralih

tahun

1980-an

peruntukan

sebagian
menjadi

besar

tempat

bangunan
kegiatan

ekonomi, terutama di sepenghadap Jl. Jendral Soedirman

dan Jl.Suroto. Terletak hanya dua kilometer dari pusat


kota, Kota baru masa kini mewarisi fasilitas publik
yang cukup lengkap, mulai dari gereja, masjid, gedung
pertemuan,

stadion

dan

gelanggang

hingga

perguruan

dasar,

menengah

sakit.

Pusat-pusat

muncul

belakangan

kebudayaan
namun

olahraga,
tinggi

yang

mampu

sekolah

dan

ramai

menjadikan

rumah

aktifitas
Kota

Baru

sebagai salah satu kantung budaya yang cukup penting di


Yogyakarta. Dari sisi kesejarahan, kawasan ini pernah
mejadi ajang pertempuran dahsyat melawan tentara Jepang
saat

peralihan

kekuasaan.

Puluhan

pejuang

gugur

dan

sebagian nama mereka kemudian diterakan menjadi nama


jalan di seputaran Kota Baru.
Salah satu sudut Kota Baru yang paling menarik
justru terletak di sisi yang "terlupakan": yakni tepi
Kali Code. Mulai tahun 1970-an sisi timur bantaran kali
di

sebelah

selatan

Jembatan

Gondolayu

ini

dirambah

pemukim liar. Berkali-kali terlanda banjir dan dianggap


mengotori pemandangan kota, pemerintah daerah berupaya
menggusur pemukiman ini dan menjadikannya taman kota.
Namun berkat sentuhan YB Mangunwijaya, pastor, arsitek
dan

budayawan

sana,

mulai

yang

tahun

sempat
1982

tinggal

pemukiman

bertahun-tahun
bantaran

kali

di
ini

terlihat

indah

dengan

bangunan

berarsitektur

unik,

bercat warna- warni dan menjadi momen diakomodasinya


kelompok marjinal dalam struktur kota.
Kota

Baru

masa

kini

lebih

kental

nuansa

ekonominya. Median-median jalan menjadi tempat mangkal


pedagang kaki lima, rumah-rumah tinggal beralih fungsi
menjadi kantor - kantor, lembaga pendidikan, factory
outlet,

cafe,

pulalah

yang

toko
telah

buku,

dll.

mengubah

sebagai bekas pemukiman

Kepentingan

wajah

asli

ekonomi

Kota

Baru

kolonial.

II.2. Sejarah Biara


Ketika para uskup, khususnya uskup Roma semakin
terlibat di dalam urusan-urusan duniawi, sejumlah orang
beriman

ingin

menjauhkan

diri

mereka

sendiri

dari

kehidupan sekuler dan mengabdikan seluruh diri mereka


kepada

Tuhan.

Maka,

disebutkan

abad

ke-4

juga

menyaksikan bangkitnya kebiaraan. Sebuah gerakan yang


dipelopori oleh para pertapa yang ingin menyamai yesus
yang tingggal di hutan selama beberapa waktu. Mereka
menjalani hidup yang tenang dan sederhana jauh dari
berbagai

godaan

duniawi.

Biara-biara

paling

awal

terbentuk di Mesir. Kata biara berasal dari kata Yunani

monos yang berarti sendiri


rahib-rahib
berkumpul
kelompok

awal
untuk

hidupo
berdoa

awal

atau single, karena

menyendiri
di

kapel

rahib-rahib

yang

dan

dan

yang

hanya

sama.

hidup

Dari

bebas

ini

memunculkan komunitas yang memiliki sistem dan doktrindoktrin yang tersentralisasi (Keeler, 2004: 42).
Menjelang abad ke-5, biara-biara telah didirikan
di seluruh daerah di dunia yang berpenduduk di Afrika,
kekaisaran Romawi yang makin mengecil, prancis, Jerman,
dan

bahkan

untuk

Irlandia,

merubah

Kristen.
menjadi

orang-0orang

Selama
oase

dimana

abad

Santo

Patrick

Irlandia

pertengahan,

perdamaian

dan

berkarya

memeluk

agama

biara-biara

ketertiban,

ini

menyediakan

makanan, pakaian, dan tempat berteduh. Masa-masa itu


memang

sangat

terhadap

berat

wabah

bagi

penyakit

kaum

miskin

merajalela

yang

dan

rentan

kelompok-

kelompok feudal yang bermusuhan. Biara-biara ini tetap


memelihara

nyala

sejarah Eropa

Kristen

selama

periode

sulit

dalam

(Keeler, 2004: 43).

Dikatakan bahwa baik umat pria maupun wanita dari


kehidupan

biara

melaksanakan

fungsi-fungsi

penting.

Mereka melayani kaum miskin dan sakit, mereka menyambut

para pengembara, mereka mendirikan perpustaakaan dan


pendidikan bagi anak-anak (Keeler, 2004: 44).
=====#
Susteran atau yang juga disebut biara ini adalah
sebuah Kongregasi dari Amal Kasih Darah Mulia yang
didirikan

pada

Nederland

untuk

tanggal

18

menjawab

Juni

1862

permintaan

di

Sittard

gereja

akan

kebutuhan untuk melayani mereka yang miskin, orang tua


yang terlantar, dan anak jalanan akibat Perang Dunia
II.

Suster-suster

yang

pertama

sampai

di

Indonesia

tepatnya di Batavia pada tanggal 10 Juni 1933 dan mulai


berkarya di Kutoarjo pada tanggal 20 Juni 1933. Alasan
pemilihan

nama

kongregasi

Amal

Kasih

Darah

Mulia

karena dalam pelayanan para suster sendiri mengalami


kemiskinan dan kesulitan. Sering kali para suster tidak
mempunyai makanan untuk mereka yang dilayani dan para
suster sendiri. Dalam situasi semacam ini para suster
mengandalkan diri pada Kasih Ilahi. Mereka senantiasa
berdoa di bawah Salib Yesus yang mencurahkandarah demi
kasih

dan

keselamatan

keselamatan

itu

dialami

orang-orang

datang

umat
oleh

membantu

manusia.
para

suster

denganmemberi

Kasih

dan

pada

saat

makan

dan

dana. Dengan pengalaman ini maka para suster memberi


nama Amal Kasih Darah Mulia

Anda mungkin juga menyukai