Anda di halaman 1dari 11

AHMAD SHOLIHIN SAAD

G1A112079
1)

ACYCLOVIR
Kontra indikasi:
Asiklovir jangan diberikan kepada penderita yang hipersensitif atau alergi terhadap antibiotik asiklovir.
Efek samping
1) Bintik-bintik merah yang bengkak dan gatal
2) Ruam atau kulit melepuh
3) Gatal
4) Sulit bernafas atau sulit menelan
5) Pembengkakan pada wajah, tenggorokan, lidah, mata, tangan, kaki, pergelangan kaki atau
tungkai bawah
6) Serak
7) Jantung berdebar
8) Kelemahan
9) Kulit pucat
10) Sulit tidur, demam, nyeri tenggorokan, menggigil, batuk dan gejala infeksi lainnya,
memar atau pendarahan yang tidak biasa
11) Hematuria
12) Nyeri atau kram lambung
13) Diare berdarah
14) Penurunan produksi urin
15) Sakit kepala
16) Halusinasi (melihat atau mendengar sesuatu yang sebenarnya tidak ada)
17) Bingung
18) Tingkah laku agresif
19) Sulit bicara
20) Mati rasa, seperti terbakar, atau sensasi gatal pada lengan atau kaki
21) Ketidakmampuan sementara untuk menggerakkan bagian badan
22) Tremor yang tidak dapat dikontrol
23) Kejang
24) Kehilangan kesadaran

AHMAD SHOLIHIN SAAD


G1A112079
Keamanan pada ibu hamil dan menyusui
Acyclovir
Lactation Risk Categories

2)

L2

Pregnancy Risk Categories

L1 (Paling Aman)

A (studi terkontrol menunjukkan tanpa resiko)

L2 (Aman)

B (tidak ada bukti risiko pada manusia)

L3 (Cukup Aman)

C (risiko tidak dapat dikesampingkan)

L4 (Kemungkinan Barbahaya)

D (bukti positif resiko)

L5 (Kontra Indikasi)

X (dikontraindikasikan untuk Ibu Hamil)

ANTIVIRUS UNTUK INFLUENZA


Pengobatan untuk infekksi antivirus pada saluran pernapasan termasuk influenza tipe A & B, virus
sinsitial pernapasan (RSV).
A. Amantadin dan Rimantadin
Amantadin & rimantadin memiliki mekanisme kerja yang sama. Efikasi keduanya terbatas hanya pada
influenza A saja.
1. Mekanisme kerja : Amanatadin dan rimantadin merupakan antivirus yang bekerja pada protein M2
virus, suatu kanal ion transmembran yang diaktivasi oleh pH. Kanal M2 merupakan pintu masuk ion ke
virion selama proses uncoating. Hal ini menyebabkan destabilisasi ikatan protein serta proses transport
DNA virus ke nucleus. Selain itu, fluks kanal ion M2 mengatur pH kompartemen intraseluler, terutama
aparatus Golgi.
2. Resistensi : Influenza A yang resisten terhadap amantadin dan rimantidin belum merupakan masalah
klinik, meskipun beberapa isolate virus telah menunjukkan tingginya angka terjadinya resistensi tersebut.
Resistensi ini disebabkan perubahan satu asam amino dari matriks protein M2, resistensi silang terjadi
antara kedua obat.
3. Indikasi : Pencegahan dan terapi awal infeksi virus influenza A ( Amantadin juga diindikasi untuk
terapi penyakit Parkinson ).
4. Farmakokinetik : Kedua obat mudah diabsorbsi oral. Amantadin tersebar ke seluruh tubuh dab mudah
menembus ke SSP. Rimantadin tidak dapat melintasi sawar darah-otak sejumlah yang sama. Amantadin
tidak dimetabolisme secara luas. Dikeluarkan melalui urine dan dapat menumpuk sampai batas toksik
pada pasien gagal ginjal. Rimantadin dimetabolisme seluruhnya oleh hati. Metabolit dan obat asli
dikeluarkan oleh ginjal.
5. Dosis : Amantadin dan rimantadin tersedia dalam bentuk tablet dan sirup untuk penggunaan oral.
Amantadin diberikan dalam dosis 200 mg per hari ( 2 x 100 mg kapsul ). Rimantadin diberikan dalam
dosis 300 mg per hari ( 2 x sehari 150 mg tablet ). Dosis amantadin harus diturunkan pada pasien dengan

AHMAD SHOLIHIN SAAD


G1A112079
insufisiensi renal, namun rimantadin hanya perlu diturunkan pada pasien dengan klirens kreatinin 10
ml/menit.
6. Efek samping : Efek samping SSP seperti kegelisahan, kesulitan berkonsentrasi, insomnia, hilang nafsu
makan. Rimantadin menyebabkan reaksi SSP lebih sedikit karena tidak banyak melintasi sawar otak
darah. Efek neurotoksik amantadin meningkat jika diberikan bersamaan dengan antihistamin dan obat
antikolinergik/psikotropik, terutama pada usia lamjut.
B. Inhibitor Neuraminidase ( Oseltamivir, Zanamivir )
Merupakan obat amtivirus dengan mekanisme kerja yang sam terhadap virus influenza A dan B.
Keduanya merupakan inhibitor neuraminidase; yaitu analog asam N-asetilneuraminat ( reseptor
permukaan sel virus influenza ), dan disain struktur keduanya didasarkan pada struktur neuraminidase
virion.
1. Mekanisme kerja : Asam N-asetilneuraminat merupakan komponen mukoprotein pada sekresi respirasi,
virus berikatan pada mucus, namun yang menyebabkan penetrasi virus ke permukaan sel adalah aktivitas
enzim neuraminidase. Hambatan terhadap neuraminidase mencegah terjadinya infeksi. Neuraminidase
juga untuk penglepasan virus yang optimaldari sel yang terinfeksi, yang meningkatkan penyebaran virus
dan intensitas infeksi. Hambatan neuraminidase menurunkan kemungkinan berkembangnya influenza dan
menurunkan tingkat keparahan, jika penyakitnya berkembang.
2. Resistensi : Disebabkan adanya hambatan ikatan pada obat dan pada hambatan aktivitas enzim
neuraminidase. Dapat juga disebabkan oleh penurunan afinitas ikatan reseptor hemagglutinin sehingga
aktivitas neuraminidase tidak memiliki efek pada penglepasan virus pada sel yang terinfeksi.
3. Indikasi : Terapi dan pencegahan infeksi virus influenza A dan B.
4. Dosis : Zanamivir diberikan per inhalasi dengan dosis 20 mg per hari ( 2 x 5 mg, setiap 12 jam )selama
5 hari. Oseltamivir diberikan per oral dengan dosis 150 mg per hari ( 2 x 75 mg kapsul, setiap 12 jam )
selama 15 hari. Terapi dengan zanamivir /oseltamivir dapat diberikan seawal mungkin, dalam waktu 48
jam, setelah onset gejala.
5. Efek samping : Terapi zanamivir : gejala saluran nafas dan gejala saluran cerna., dapat menimbulkan
batuk, bronkospasme dan penurunan fungsi paru reversibel pada beberapa pasien. Terapi oseltamivir :
mual, muntah, nyeri abdomen , sakit kepala.
C. Ribavirin
Ribavirin merupakan analog sintetik guanosin, efektif terhadap virus RNA dan DNA.
1. Mekanisme kerja : Ribavirin merupakan analog guanosin yang cincin purinnya tidak lengkap. Setelah
mengalami fosforilasi intrasel , ribavirin trifosfat mengganggu tahap awal transkripsi virus, seperti proses
capping dan elongasi mRNA serta menghambat sintesis ribonukleoprotein.

AHMAD SHOLIHIN SAAD


G1A112079
2. Resistensi : Hingga saat ini belum ada catatan mengenai resistensi terhadap ribavirin, namun pada
percobaan diLaboratorium menggunakan sel, terdapat sel-sel yang tidak dapat mengubah ribavirin
menjadi bentuk aktifnya.
3. Spektrum aktivitas : Virus DNA dan RNA, khusunya orthomyxovirus ( influenza A dan B ), para
myxovirus ( cacar air, respiratory syncytialvirus (RSV) dan arenavirus ( Lassa, Junin,dll ).
4. Indikasi : Terapi infeksi RSV pada bayi dengan resiko tinggi. Ribavirin digunakan dalam kombinasi
dengan interferon-/ pegylated interferon untuk terapi infeksi hepatitis C.
5. Farmakokinetik : Ribavirin rfektif diberikan per oral dan intravena. Terakhir digunakan sebagai aerosol
untuk kondisi infeksivirus pernapasan tertemtu, seperti pengobatan infeksi RSV. Penelitian distribusi obat
pada primate menunjukkan retensi dalam semua jaringan otak. Obat dan metabolitnya dikeluarkan dalam
urine.
6. Dosis : Per oral dalam dosis 800-1200 mg per hari untuk terapi infeksi HCV/ dalam bentuk aerosol
( larutan 20 mg/ml ).
7. Efek samping : Pada penggunaan oral / suntikan ribavirin termasuk anemia tergantung dosis pada
penderita demam Lassa. Peningkatan bilirubin juga telah dilaporkan Aerosol dapat lebih aman meskipun
fungsi pernapasan pada bayi dapat memburuk cepat setelah permulaan pengobatan aerosoldan karena itu
monitoring sangat perlu. Karena terdapat efek teratogenikpada hewan percobaan, ribavirin
dikontraindikasikan pada kehamilan.
ANTIVIRUS UNTUK HBV DAN HC
A. Lamivudin
1. Mekanisme kerja : Merupakan L-enantiomer analog deoksisitidin. Lamivudin dimetabolisme di
hepatositmenjadi bentuk triposfat yang aktif. Lamivudin bekerja dengan cara menghentikan sintesis
DNA, secara kompetitif menghambat polymerase virus. Lamivudin tidak hanya aktif terhadao HBV wildtype saja, namun juga terhadap varian precorel core promoter dan dapat mengatasi hiperresponsivitas sel
T sitotoksik pada pasien yang terinfeksi kronik.
3. Resistensi : disebabkan oleh mutasi pada DNA polymerase virus.
4. Indikasi : Infeksi HBV ( wild-type dan precore variants).
5. Farmakokinetik : Bioavailabilitas oral lamivudin adalah 80% C max tercapai dalam 0,5-1,5 jam setelah
pemberian dosis. Lamivudin didistribusikan secara luas dengan Vd setara dengan volume cairan tubuh.
Waktu paruh plasmanya sekitar 9 jam dan sekitar 70% dosis diekskresikan dalam bentuk utuh di urine.
Sekitar 5% lamivudin dimetabolisme menjadi bentuk tidak aktif. Dibutuhkan penurunan dosis untuk
insufisiensi ginjal sedang ( CLcr <50 ml /menit ). Trimetoprim menurunkan klirens renal lamivudin.

AHMAD SHOLIHIN SAAD


G1A112079
6. Dosis : Per oral 100 mg per hari ( dewasa ), untuk anak-anak 1mg/kg yang bila perlu ditingkatkan
hingga 100mg/hari. Lama terapi yang dianjurkanadalah 1 tahun pada pasien HBeAg (-) dan lebih dari 1
tahun pada pasien yang HBe(+).
7. Efek Samping : mual, muntah, sakit kepala, peningkatan kadar ALT dan AST dapat terjadi pada 3040% pasien.
B. Adefovir
1.Mekanisme kerja dan resistensi : adefovir merupakan analog nukleotida asiklik. Adefovir telah
memiliki satu gugus fosfat dan hanya membutuhkan satu langkah fosforilasi saja sebelum obat menjadi
aktif. Adefovir merupakan penghambat replikasi HBV sangat kuat yang bekerja tidak hanya sebagai DNA
chain terminator, namun juga meningkatkan aktivitas sel NK dan menginduksi produksi interferon
endogen.
2.Spektrum aktivitas : HBV, HIV, dan retrovirus lain. Adefovir juga aktif terhadap virus herpes.
3.Indikasi : Adefovir terbukti efektif dalam terapi infeksi HBV yang resisten terhadap lamivudin.
4.Farmakokinetik : Adefovir sulit diabsorbsi, namun bentuk dipivoxil prodrugnya diabsorbsi secara cepat
dan metabolisme oleh esterase di mukosa usus menjadi adefovir dengan bioavailibilitas sebesar 50%.
Ikatan protein plasma dapat diabaikan, Vd setara dengan cairan tubuh total. Waktu paruh eliminasi setelah
pemberian oral adefovir dipivoxil sekitar 5-7 jam. Adefovir dieliminasi dalam keadaan tidak berubah oleh
ginjal melalui sekresi tubulus aktif.
5.Dosis : Per oral dosis tinggal 10 mg per hari.
6.Efek samping : Adefovir 10mg/hari dapat ditoleransi dengan baik. Setelah terapi selama 48 minggu
terjadi peningkatan kreatinin serum 0,5 mg/dL di atas baseline pada 13% pasien yang umumnya
memiliki factor resiko disfungsi renal sejak awal terapi.
C. Entekavir
1.Mekanisme kerja dan resistensi : Entekavir merupakan analog deoksiguanosin yang memiliki aktivitas
anti-hepadnavirus yang kuat. Entekavir mengalami fosforilasi menjadi bentuk trifosfat yang aktif, yang
berperan sebagai kompetitorsubstrat natural (deoksiguanosin trifosfat) serta menghambat HBV
polymerase.
2.Spektrum aktivitas : Entekavir aktif terhadap CMV, HSV1 dan 2 serta HBV.
3.Indikasi : Infeksi HBV.
4.Farmakokinetik :Entekavir diabsorbi baik per oral. Cmax tercapai antara 0,5-1,5 jam setelah pemberian,
tergantung dosis. Entekavir dimetabolisme dalam jumlah kecil dan bukan merupakan substrat system
sitokrom P450. Tnya pada pasien dengan fungi ginjal normal adalah 77-149 jam. Entekavir dieliminasi
terutama lewat filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus. Tidak perlu dilakukan penyesuaian dosis pada
pasien dengan penyakit hati sedang hingga berat.

AHMAD SHOLIHIN SAAD


G1A112079
5.Dosis : Per oral 0,5 mg/hari dalam keadaan perut kosong, pada pasien yang gagal terapi dengan
lamivudin, pemberian entekavir ditingkatkan hingga 1 mg/hari.
6.Efek samping : Sakit kepala, infeksi saluran nafas atas, batuk, nasofaringitis, fatigue, pusing, nyeri
abdomen atas dan mual.
D.

Interferon

Merupakan glikoprotein yang terjadi alamiah jika ada perangsangan dan menggangugu kemampuan virus
menginfeksi sel. Meskipun interferon menghambat pertumbuhan berbagai virus in vitro, aktivitas in vivo
pada virus mengecewakan. Pada waktu ini, interferon disintesis dengan teknologi DNA rekombinan.
Setidaknya terdapat 3 jenis interferon; alfa, beta, gama. Satu dari 15 jenis -interferon, -2b telah
disetujui untuk pengobatan hepatitis B dan C. Dan terhadap kanker seperti leukemia sel berambutdan
sarcoma Kaposi.
Mekanisme kerja antivirus belum diketahui seluruhnya tetapi menyangkut induksi enzim sel pejamu yang
menghambat translasi RNA virus dan akhirnya menyebabkan degadrasi mRNA dan tRNA virus.
Interferon diberikan i.v dan masuk ke cairan sum-sum tulang
Efek samping : demam, alergi, depresi sum-sum tulang, gangguan kardiovaskular seperti gagal jantung
kongestif dan reaksi hipersensitif akut, gagal hati infiltrasi paru jarang.
Antipiretik
Indikasi pemberian
Obat antipiretik diindikasikan untuk segala penyakit yang menghasilkan gejala demam. Sejumlah
pedoman menyatakan bahwa obat antipiretik sebaiknya diberikan jika demam lebih dari 38,5 oC. Demam
yang kurang dari 38,50C sebaiknya jangan cepat-cepat diberi obat. Selain untuk menurunkan demam,
sebagian besar obat-obat antipiretik tersebut juga memiliki khasiat untuk mengurangi nyeri.
Untuk Anak :
Indikasi utama pemberian obat antipiretik adalah membuat anak merasa nyaman dan mengurangi
kecemasan orangtua, bukan menurunkan suhu tubuh. Pemberian obat penurun panas diindikasikan untuk
anak demam dengan suhu 38 oC (pengukuran dari lipat ketiak). Dengan menurunkan suhu tubuh maka
aktivitas dan kesiagaan anak membaik, dan perbaikan suasana hati (mood) dan nafsu makan juga semakin
membaik
3) Obat yang NSAID yang mempunyai efek antipiretik
ASPIRIN
Pemakaian aspirin yang lama dan kemudahan memprolehnya tanpa resep telah menghapus
daya tariknya di bandingkan dengan NSAID yang lebih baru. Akan tetapi, aspirin adalah standart

AHMAD SHOLIHIN SAAD


G1A112079
ukuran bagi semua agen-agen antiinflamasi, hingga mulai adanya ibuprofen bebas yang seefektif
aspirin tetepi lebih aman. Aspirin sekarang kurang dipakai sebagai pengobatan antiinflamasi daripada
sebelumnya. Ibuprofen dan naproxen mengikuti aspirin sebagai NSAID bebas di Amerika Serikat.
Keduanya memiliki catatan keamanan yang baik hingga baik sekali., dan khusus ibuprofen sekarang
merupakan setandart umum terhadap NSAID lain yang dibandingkan.
Farmakokinetika
Asam salisilat adalah asam organic sederhana dengan pKa 3,0. Aspirin mempunyai pKa 3,5.
Sodium salisilat dan aspirin adalah obat antiinflamasi yang sama efektifnya , walaupun aspirin
mungkin lebih efektif sebagai analgesik. Salicylate dengan cepat diserap oleh lambung dan usus kecil
bagian atas, menghasilkan kadar puncak plasma salysilate dalam 1-2 j1m. Aspirin diserap dalam cara
yang sama dan dihidrolisis cepat menjadi acetic acid dan salicylate oleh esterase-esterase dalam
jaringan dan darah.
Farmakodinamika
1)

Efek-efek anti inflamasi. Aspirin adalah penghambat non-selektif kedua isoform COX , tetapi
salicylate jauh lebih kurang efektif dalam menghambat kedua isoform. Salicylate yang tidak di
asetilasi mungkin bekerja sebagai pemangsa (scavenger) radikal oksigen. Dari catatan diketahui
bahwa berbeda dari kebanyakan AINS lainnya, aspirin menghambat COX secara irreversible, dan
bahkan dosis rendah bisa efektif dalam keadaan tertentu, misalnya penghambatan agregasi platelet.
Selain mengurangi sintesis mediator-mediator eicosanoid, aspirin juga mempengaruhi mediatormediator kimia dari sistem kallikrein. Sebagai akibatnya, aspirin menghambat melekatnya granulosit
pada vasculature yang rusak, menstabilkan lysosome, dan menghambat migrasi leukosit
polimorfonuklear danb makrofag ke dalam daerah inflamasi.

2)

Efek-efek analgesik. Aspirin paling efektif untuk mengurangi nyeri dengan intensitas ringan sampai
sedang. Ia bekerja secara perifer melalui efeknya terhadap inflamasi, tetapi mungkin juga
menghambat rangsangan nyeri pada daerah subkortikal.

3)

Efek-efek antipiretik. Aspirin menurunkan suhu yang meningkat, sedangkan suhu badan normal
hanya terpengaruh sedidkit. Efek antipiretik aspirin mungkin diperantarai oleh hambatan kedua COX
dalam sistem saraf pusat dan hambatan IL-1 (yang dirilis dari makrofag selama episode inflamasi).
Turunnya suhu, dikaitkan dengan meningkatnya panas yang hilang karena vasodilatasi dari pembuluh
darah permukaan (superfisial) dan disertai keluarnya keringat yang banyak.

4)

Efek-efek platelet. Aspirin mempengaruhi hemostasis. Dosis rendah tunggal aspirin (kira-kira 80
mg sehari) menyebabkan sedikitnya perpanjangan waktu pendarahan, yang menjadi dua kali lipat bila

AHMAD SHOLIHIN SAAD


G1A112079
pemberiannya dilanjutkan selama seminggu. Perubahan disebabkan oleh hambatan platelet COX
yang irreversible, sehingga efek antiplatelet dari aspirin berlangsung 8-10 hari (umur platelet). Secara
umum, aspirin harus dihentikan satu minggu sebelum pembedahan untuk menghindari komplikasi
perdarahan.
Pemakaian Klinis
Aspirin adalah salah satu dari obat-obat yang paling sering dipakai untuk meredakan nyeri
ringan sampai nyeri sedang yang sebabnya beragam,tetapi tidak efektif untuk nyeri organ dalam,
seperti infraktus miokardium atau kolik ginjal atau empedu. Aspirin sering dikombinasikan dengan
analgesik ringan lain dal lebih dari 200 produk semacam itu bisa dibeli tanpa resep. Kombinasi yang
lebih mahal ini tidak pernah menunjukkan lebih efektif atau kurang toksik daripada aspirin saja.
Aspirin dan NSAID lainnya telah dikombinasikan dengan analgesik opoid untuk meredakan nyeri
pada kanker, yang efek antiinflamasi mereka bekerja secara sinergis dengan opoid untuk
menungkatkan analgesia.
Dosis
Dosisi analgesik atau antipiretik yang optimal dari aspirin yang secara umum dipergunakan
adalah kurang dari 0,6 gram dosisi oral. Dosis yang lebih besar mungkin memprpanjang efek. Dosisi
biasa tersebut bisa di ulang setiap 4 jam dan dosisi yang lebih kecil (0,3 g) setiap 3 jam sekali. Dosisi
untuk anak-anak adalah 50-75 mg/kg/hari dalam dosisi yang terbagi.
Dosis antiinflamasi rata-rata dapat sampai 4 gram per hari. Untuk anak-anak 50-75
mg/kg/hari. Kadar dalam darah 15-30 mg/dl. Waktu paro 12 jam. Biasanya dosi terbagi 3 kali/hari,
sesudah makan.
Pemilihan Obat
Aspirin dapat diperoleh dari berbagai macam pabrik, dan meskipun bisa bervariasi dalam
tekstur dan penampilan, kandungn aspirin tetap. Tes disintegrasi adalah bagian dari standart resmi,
dan sedikit bukti yang menunjukkan bahwa perbedaan antara tablet tersebut memiliki keamanan
klinis. Buffered Aspirin yang paling popular tidak mengandung cukup alkali untuk mengurangi iritasi
lambung dan tidak ada bukti bahwa preparat yang lebih mahal ini dikaitkan kadar darah yang lebih
tinggi atau evektivitas klinis yang lebih besar.
Efek Samping Obat

AHMAD SHOLIHIN SAAD


G1A112079
Pada dosis yang biasa, efek aspirin yang paling berbahaya adalah gangguan lambung. Efek ini
bisa dikurangi denggan penyanggaan yang sesuai (menelan aspirin bersamaan dengan makanan
diikuti dengan segelas air atau antacid).
Dengan dosisi lebih tinggi , pasien-pasien mungkin mengalami salicylism, muntah - muntah,
tinnitus, pendengaran yang berkurang, dan vertigo yang reversible dengan mengurangi dosis. Dosis
salicylate yeng lebih tinggi menyebabkan hiperpne melalui efek langsung pada medulla batang otak,
sedangkan dosis salicylate yang lebih rendah alkalosisi respiratorik mungkin terjadi.
Terkadang juga dapat menyebabkan hepatitis ringan dan penurunan filtrasi glomeruli. Pada
dosisi harian 2 gr atau kurang, akan menaikan kadar asam urat dalam serum.

Obat Obat Antiinflamasi Yang Lebih baru


Obat antiinflamasi dapat dikelompokkan dalam 7 kelompok besar :
1.

Derivat asam propionate

2.

Derivat inidol

3.

Fenamat

4.

Asam pirolalkanoat

5.

Derivate Pirazolon

6.

Aksikam

7.

Asam salisilat
Aktifitas anti inflamasi dari obat NSAID tersebut mempunyai mekanisme yang sama dengan
aspirin, terutama karena kemampuannya menghambat biosintesis prostaglandin.
Proses inflamasinya dikurangi dengan penurunan pelepasan mediator dari granulosit, basofil,
dan sel must. Obat-obat NSAID juga menurunkan sensitivitas pebuluh darah terhadap bradikinin dan
histamine, mempengaruhi produksi limfokin dari limfosit T dan meniadakan vasodilatasi. Semuanya
ialah penghambat sintesis protrombin, walau derajatnya berbeda-beda. Mereka semua juga :

1.

Analgesik

2.

Antiinflamasi

3.

Antipiretik

4.

Menghambat agregasi platelet

5.

Menyebabkan iritasi lambung

6.

Bersifat nofrotoksik

AHMAD SHOLIHIN SAAD


G1A112079
1.

Ibuprofen
Ibuprofen

merupakan

derivate

dari

asam

fenilpropionat.

Pada

dosis

2400

mg,

efekantiinflamasinya setara dengan 4gr aspirin. Pada dosis lebih rendah, hanya efek analgesiknya
yang jelas, sedangkan efek antiinflamasinya sedikit. Waktu paro 2 jam , metabolism di hati, 10%
diekskresi tanpa di ubah.
2.

Fenoprofen
Merupakan derivate asam propionate. Waktu paronya 2 jam . Dosis anti atritis (inflamasi) ialah
600-800 mg, 4 kali sehari. Efek smpingnya menyerupai ibuprofen yaitu nefrotoksis, interik, nausea,
dispepsi, udema perifer, rash pruritas, efek sistem saraf pusatdan kardiovaskuler.

3.

Indomethacin
Indometasin merupakan derifat indol. Walaupun lebih toksik dari aspirin, tetapi efektivitasnya
juga lebih tinggi. Ia juga penghambat sintesis prostaglandin. Metabolisme di hati. Waktu paro serum 2
jam.

4.

Sulindac
Suatu obat sulfosid, yang baru aktif setelah di ubah oleh enzim hati menjadi sulfide, duraksi aksi
16 jam. Indikasi dan reaksi buruknya menyerupai obat NSAID yang lain. Dapat juga terjadi sindrom
Stevens-Jhonson, trombositipenia, agranulositosi dan sindrom nefrotik. Dosis rata-rata untuk arthritis
inflamasi ialah 200mg, 2 kali sehari.

5.

Maclofenamate
Derifat fenamat, mencapai kadar puncak dalam plasma darah 30-60 menit, waktu paro 2 jam.
Ekskresi lewat urin sebagai besar dalam bentuk konjungasi glukuronid. Efek sampingnya menyerupai
obat NSAID lain, nampaknya tidak mempunyai keistimewaan disbanding yang lain.
Kontraindikasi : hamil, belum terbukti keamanan dan efekasinya pada anak. Dosis untuk atritis
inflamasi ialah 200-400 mg/hari, terbagi dalam 4 dosis.

6.

Asam Mefenamat
Juga drifat fenamat, mempunyai efek analgesik, tapi sebagai antiinflamasi kurang kuat
disbanding aspirin serta lebih toksik. Obat ini tidak boleh di berikan berturut-turut lebih dari 1
minggu dan tidak diindikasikan untuk anak-anak. Dosis awal 500mg 9dewasa), selanjutnya 250 mg.

AHMAD SHOLIHIN SAAD


G1A112079
7.

Tolmetin
Suatau derivate dari asam pirololkanoat, menyerupai aspirin dalam efektivitasnya terhadap
arthritis rematoid dan osteortritis pada penderita dewasa dan remaja. Waktu paronya pendek 1 jam.
Rata-rata dosis dewasanya ialah 400mg, 4 kali sehari

8.

Fenilbutazon
Merupakan derifat pirazolon, mempunyai efek antiinflamasi yang kuat. Akan tetapi di temukan
berbagai pengaruh buruknya seperti : agranulositosis, anemia aplastika, anemia hemolitik, sindrom
nefrotik, neuritis optic, tuli, reaksi alergi serius, dermatitis eksfoliotif serta nekrosis hepar dan tubuler
ren.

9.

Piroxicam
Waktu paronya 45 jam, oleh karena itu pemakaiannya cukup sekali sehari. Obat ini cepat
diabsorbsidari lambung, dan dalam 1 jam konsentrasi dalam plasma mencapai 80% dari kadar
puncaknya. Keluhan gastrointestinal di alami oleh sekitar 20 % penderita, efek buruk lainnya ialah
dizziness, tinnitus, nyeri kepala dan ruam kulit.

10. Diflunisal
Diflunsial ialah derivate difluorofenil asam salisilat. Waktu paronya dalam plasma ialah 8-12 jam
dan mencapai steady state setelah beberapa hari. Seperti halnya aspirin, ia mempnyai efek analgesik
dan antiinflamasi akan tetapi efek antipiretiknnya kecil. Indikasinya ialah nyeri dan osteoarthritis.
Efek buruknya menyerupai NSAID yang lain
11. Meloxicam
Merupakan generasi baru NSAID. Suatu penghambat sikloogsigenase-2 selektif (COX-2).
Banyak study menunjukkan bahwa meloxicam mempunyai efek samping pada saluran
gastrointestinal lebih renfdah di banding dengan NSAID yang lain, dengan kekuatan antiinflamasi,
analgetik dan antipiretik. Pemakaian meloxicam 15 mg tidak memperlihatkan perbedaan dalam hal
efek sampingnya terhadap saluran gastrointestinal yang dinilai sebelum dan sesudah pengobatan.

Anda mungkin juga menyukai