P E N DA H U L U A N
1.1 Latar Belakang
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tergolong tinggi, jika
dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN. Berdasarkan Human
Development Report 2010, AKB di Indonesia mencapai 31 per 1.000 kelahiran.
"Angka itu, 5,2 kali lebih tinggi dibandingkan Malaysia. Juga, 1,2 kali lebih tinggi
dibandingkan Filipina dan 2,4 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan Thailand
(Ali, 2010).
Hasil sementara survey demografis dan kesehatan indonesia menunjukan
bahwa kematian neonatal tidak menurun dan stagnan di angka 19 kematian per
1000 kelahiran hidup. Sementara kematian post natal hanya turun dari
sebelumnya 15 di tahun 2007 ke angka 13 per 1000 kelahiran hidup.Indikator bayi
juga menunjukan penurunan yang sangat kecil yaitu di angka 32 per 1000
kelahiran hidup serta masih tingginya angka kematian balita yaitu 40 dari
sebelumnya yaitu 44 per 1000 kelahiran hidup di tahun 2007 (Ali, 2010)
Tiga penyebab utama kematian bayi menurut Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) 1995 adalah infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), komplikasi
perinatal, dan diare. Gabungan ketiga penyebab ini memberi andil bagi 75 persen
kematian bayi. Pada 2001 pola penyebab kematian bayi ini tidak banyak berubah
dari periode sebelumnya, yaitu karena sebab-sebab perinatal, kemudian diikuti
oleh infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), diare, tetanus neotarum, saluran
cerna, dan penyakit saraf. Pola penyebab utama kematian balita juga hampir sama
2%.16 Terlihat bahwa Diare sebagai salah satu penyebab utama tingginya angka
kematian anak di dunia (Agtini, 2011).
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat kecenderungan insidens naik.
Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR yang
masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah kasus
8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24
Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR
1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah
penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.) (Agtini, 2011).
Distribusi penyakit diare berdasarkan orang (umur) sekitar 80% kematian
diare tersebut terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun. Data Tahun 2004
menunjukkan bahwa dari sekitar 125 juta anak usia 0-11 bulan, dan 450 juta anak
usia 1-4 tahun yang tinggal di negara berkembang, total episode diare pada balita
sekitar 1,4 milyar kali per tahun. Dari jumlah tersebut total episode diare pada
bayi usia di bawah 0-11 bulan sebanyak 475 juta dan anak usia 1-4 tahun sekitar
925 juta kali per tahun (Amiruddin, 2007).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Bidang P2P Dinas Kesehatan Kota
Makassar tahun 2007 , jumlah penderita diare sebanyak 52.278 orang dan 14.493
atau sebesar 28 % diantaranya adalah balita. Secara keseluruhan dilaporkan 10
penderita diare meninggal dunia (Anonim, 2007).
Gambar. Jumlah Kasus Penderita dan Kematian akibat Diare di Kota Makassar
Tahun 2005 s/d 2007
Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat
baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Untuk menurunkan kematian karena
diare perlu tata laksana yang cepat dan tepat. Salah satu langkah dalam
pencapaian target MDGs (Goal ke-4) adalah menurunkan kematian anak menjadi
2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada 2015. Berdasarkan Survei Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT), Studi Mortalitas dan Riset Kesehatan Dasar dari tahun ke
tahun diketahui bahwa diare masih menjadi penyebab utama kematian balita di
Indonesia. (Agtini, 2011)
Pada era sekarang 80% bayi di Indonesia tidak lagi menyusu sejak 24 jam
pertama sejak mereka lahir, dimana seharusnya ibu memberikan ASI yang
merupakan makanan utama yang sangat diperlukan bayi. Berdasarkan hasil
penelitian Unicef di Indonesia setelah krisis ekonomi dilaporkan bahwa hanya
14% bayi yang disusui dalam 12 jam setelah kelahiran. Kolostrum dibuang oleh
kebanyakan ibu karena dianggap kotor dan tidak baik bagi bayi. Unicef juga
mencatat penurunan yang tajam dalam menyusui berdasarkan tingkat umur dari
pengamatannya diketahui bahwa 63% disusui hanya pada bulan pertama, 45%
bulan kedua, 30% bulan ketiga, 19% bulan keempat, 12% bulan kelima dan hanya
6% pada bulan keenam bahkan lebih dari 200.000 bayi atau 5% dari populasi bayi
di Indonesia saat itu tidak disusui sama sekali (Roesli, 2000).
Hasil penelitian terhadap 900 ibu di sekitar Jabotabek (1995) diperoleh
fakta bahwa yang dapat memberikan ASI eksklusif selama 4 bulan pertama
kelahiran bayi hanya sekitar 5%, padahal 98% ibu-ibu tersebut menyusui bayinya.
Dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa 37,9% ibu-ibu tidak pernah
mendengar informasi tentang ASI sedangkan 70,4% ibu-ibu tidak pernah
mendengar informasi tentang ASI eksklusif (Roesli, 2000).
Proses menyusui memerlukan pengetahuan dan latihan yang tepat, supaya
proses menyusui dapat berjalan dengan baik, namun sering kali proses menyusui
dilakukan tidak tepat, akhirnya ASI tidak keluar dan ibu tidak mau menyusui dan
bayinya pun tidak mau menyusu (Utami Roesli, 2000). Tidak heran bila hasil
survei membuktikan masih sedikit bayi yang menerima ASI eksklusif sampai bayi
berusia minimal 4 bulan. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air Susu Ibu (ASI)
2.1.1. Pengertian ASI
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan alamiah yang terbaik dan dapat
diberikan oleh seorang ibu kepada anak yang dilahirkannya, dimana komposisinya
sesuai untuk pertumbuhan bayi (Pudjiadi, 2005). Pemberian ASI merupakan cara
pemberian makanan alami dan terbaik bagi bayi dan anak bayi dua tahun, baik
dalam situasi normal terlebih dalam situasi darurat. Frekuensi pemberian ASI
dianjurkan setiap 2-3 jam sekali (Depkes, 2006).
Syahmien Moehji mengatakan bahwa ASI merupakan makanan yang
mutlak untuk bayi yaitu pada usia 4-6 bulan pertama kehidupannya. ASI
mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh bayi dengan komposisi yang
sesuai dengan kebutuhan bayi. Jika dibandingkan dengan susu sapi, Air Susu Ibu
(ASI) mempunyai kelebihan antara lain mampu mencegah penyakit infeksi, ASI
mudah didapat dan tidak perlu dipersiapkan terlebih dahulu. Melalui ASI dapat
dibina kasih sayang, ketenteraman jiwa bagi bayi yang sangat penting untuk
pertumbuhan dan perkembangan jiwa bayi. Dengan demikian ASI merupakan
makanan terbaik bagi bayi dan mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh
susu sapi (Moehji, 2002).
Oleh karena ASI harus diberikan pada bayi, sekalipun produksi ASI pada
hari-hari pertama baru sedikit, namun mencukupi kebutuhan bayi.
ASI merupakan susu dengan kadar garam dan mineral yang rendah sehingga
tidak merusak fungsi ginjal bayi. Berikut beberapa mineral yang dapat
terdapat dalam ASI :
1. Zat Besi
Jumlah zat besi dalam ASI termaksud sedikit dan mudah diserap oleh bayi.
2. Seng
Seng diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan dan imunisasi. Selain
itu juga diperlukan untuk mencegah penyakit kulit dan sistem pencernaan
yang fatal bagi bayi (Resy, 2010)
2.1.3.Pembagian ASI dalam Stadium Laktasi
Jenis air susu yang dikeluarkan oleh ibu memiliki 3 stadium dan memiliki
kandungan yang berbeda (Saleha, 2009) membagi stadium laktasi sebagai berikut:
1) Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar
mammae yang mengandung jaringan debris dan residual material yang terdapat
dalam alveoli dan duktus dari kelenjar mammae sebelum dan segera sesudah
melahirkan anak. Kolostrum ini berlangsung 3 sampai 4 hari setelah ASI pertama
keluar. Kolostrum mempunyai karakteristik yaitu:
a) Cairan ASI lebih kental dan berwarna lebih kuning dari pada ASI mature.
b) Kolostrum lebih banyak mengandung protein dimana protein umumnya adalah
gamma globulin.
c)
d) Kadar karbohidrat dan lemaknya lebih rendah dari pada ASI mature
e) Lebih tinggi mengandung mineral terutama sodium dibandingkan ASI mature
PH lebih alkali
f) Kandungan vitamin yang larut lemak lebih banyak dibandingkan ASI mature,
sedangkan vitamin yang larut air dapat lebih tinggi atau lebih rendah
g) Lipidnya lebih banyak mengandung kolesterol dan lecitinin dibandingkan
dengan ASI mature.
h) Volume kolostrum berkisar 150-300 ml/24 jam (Fanny, 2010)
Peran kolostrum sampai hari ke-3 setelah persalinan selain sebagai
imunisasi pasif juga mempunyai fungsi sebagai pencahar untuk mengeluarkan
mekonium dari usus bayi. Oleh karenanya, bayi sering defekasi dan faces
berwarna hitam. Proses ini dapat membersihkan mekonium yang ada dalam
sistem pencernaan bayi, tetapi kondisi ini sering disalah artikan oleh para ibu.
Mereka mengira bayi tidak cocok untuk mendapatkan asi sehingga ibu takut untuk
menyusui dan memberinya susu buatan (formula). Hal ini tidak akan terjadi bila
pihak kesehatan menjelaskan kepada ibu tentang peran dan fungsi kolostrum yang
sangat bermanfaat bagi bayi. Ketika sistem pencernaan telah bersih, usus bayi siap
mencerna ASI (Purwanti, 2004)
2) ASI Peralihan (Prematur)
Air susu ibu (ASI) peralihan merupakan ASI peralihan dari kolostrum
sampai menjadi ASI mature. ASI peralihan berlangsung dari hari ke empat sampai
hari ke sepuluh dari masa laktasi. Beberapa karakteristik ASI peralihan meliputi
kadar protein lebih rendah, sedangkan kadar lemak dan karbohidrat lebih tinggi
dibandingkan kolostrum serta volume ASI peralihan ini lebih tinggi dibandingkan
dengan kolostrum (Fanny, 2010)
3) ASI Mature
Air Susu Ibu (ASI) mature adalah ASI yang diekskresikan pada hari ke
sepuluh atau setelah minggu ke tiga sampai minggu keempat dan seterusnya.
Komposisi ASI mature ini adalah:
1. Cairan berwarna kekuning-kuningan
2. Tidak menggumpal bila dipanaskan PH 6,6-6,9
3. Kadar air daam ASI mature 88 grm/100 ml
4. Volume ASI mature 300-850 ml/24 jam
5. Mengandung faktor anti mikrobakterial yaitu antibodi terhadap bakteri dan
virus, cell (phagocyle, granulocyle, macrophage, lymphocyle type T), enzim
(lysozime, lactoperosidese), protein (lactoferrin, B 12 ginding protein), dan
faktor resisten terhadap staphylococcus, complecment (C3 dan c4) (Fanny,
2010).
2.1.4. Imunitas Air Susu Ibu
(yang
dapat
menimbulkan
gejala
penyakit
paru),
1. Waktu menyusukan
Menyusukan bayi sesuai kebutuhan. Artinya kita harus memberikan ASI
kepada bayi setiap kali ia lapar dan bukan berdasarkan interval yang teratur
2. Perlekatan
Adalah istilah yang digunakan untuk menyebut cara bayi menahan puting
dalam mulutnya. Ini adalah langkah paling penting dalam menyusukan bayi.
Ada dua cara untuk mengetahui apakah bayi melekat dengan benar atau tidak:
a. Jika bayi melekat dengan benar, bibir bawah akan terlipat ke bawah dan
dagu akan medekat ke payudara. Lidah seharusnya ada di bawah areola
dan puting melengket ke langit-langit mulut bayi
b. Seluruh areola dan puting berada dalam mulut bayi
3. Posisi
Berbagai cara menggendong bayi selama menyusukan bayi:
a. Menggendong dengan topangan menyilang
Posisi ini juga disebut gendongan transisi, gendongan seberang, atau
gendongan menyilang dan ideal untuk memantapkan menyusukan setelah
kehamilan pertama atau segera setelah persalinan. Karena posisi ini
memungkinkan ibu memegang kendali yang lebih besar terhadap bayi dan
payudaranya
b. Gendongan futbol
Cara ini disebut juga cara menjepit bola. Posisi ini ideal setelah persalinan
dengan operasi caecar agar bayi tidak berkontak dengan bekas operasi.
Gendongan ini juga ideal bagi wanita yang memiliki payudara yang besar
karena memberikan lebih banyak ruang bagi bayi untuk bernafas
c. Gendongan biasa
Posisi ini lebih cocok bagi bayi yang sudah lebih besar dan ketika
menyusukan di tempat yang ramai
d. Posisi terbaring miring
Posisi ini juga disebut posisi miring, paling cocok untuk menyusukan
pada malam hari dan setelah persalinan dengan operasi caecar
Menyusukan dengan teknik yang tidak benar dapat mengakibatkan puting susu
menjadi lecet, ASI tidak keluar optimal sehingga mempengaruhi produksi ASI
selanjutnya atau bayi enggan menyusu.
2.2. ASI Eksklusif
2.2.1. Pengertian Asi Ekslusif
Yang dimaksud dengan ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI
secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain
seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan
padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Pemberian
ASI secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 4
bulan, tetapi bila mungkin sampai 6 bulan. Setelah bayi berumur 6 bulan, ia harus
mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan
sampai bayi berusia 2 tahun atau bahkan lebih dari 2 tahun. (Roesli, 2008).
Para ahli menemukan bahwa manfaat ASl akan sangat meningkat bila bayi
hanya diberi ASI saja selama 6 bulan pertama kehidupannya. Peningkatan ini
sesuai dengan lamanya pemberian ASI eksklusif serta lamanya pemberian ASI
bersama-sama dengan makanan padat setelah bayi berumur 6 bulan (Nur, 2008)
Berdasarkan hal-hal di atas, WHO/UNICEF membuat deklarasi yang
dikenal dengan Deklarasi Innocenti (Innocenti Declaration). Deklarasi yang
dilahirkan di Innocenti, Italia tahun 1990 ini bertujuan untuk melindungi,
agar cara pemberian ASI dilakukan sebaik mungkin. Apabila setelah 1-2 minggu
ternyata upaya perbaikan di atas tidak menyebabkan peningkatan berat badan,
barulah dipikirkan pemberian makanan tambahan/padat bagi bayi berusia di atas 4
bulan tetapi belum mencapai 6 bulan. (Roesli, 2008)
Terlepas dan isi rekomendasi baru UNICEF tadi, masih ada pihak yang
tetap mengusulkan pemberian makanan padat mulai pada usia 4 bulan sesuai
dengan isi Deklarasi Innocenti (1990), yaitu Hanya diberi ASI sampai bayi
berusia 4-6 bulan. Namun, pengetahuan terakhir tentang efek negatif pemberian
makanan padat yang terlalu dini telah cukup menunjang pembaharuan definisi
ASI eksklusif menjadi, ASI saja sampai usia sekitar 6 bulan. (Kresnawan, 2006)
Pemberian makanan padat/tambahan yang terlalu dini dapat mengganggu
pemberian ASI eksklusif serta meningkatkan angka kesakitan pada bayi. Selain
itu, tidak ditemukan bukti yang menyokong bahwa pemberian makanan
padat/tambahan pada usia 4 atau 5 bulan lebih menguntungkan. Bahkan
sebaliknya, hal ini akan mempunyai dampak yang negatif terhadap kesehatan bayi
dan tidak ada dampak positif untuk perkembangan pertumbuhannya. (Roesli,
2008)
2.2.2. Manfaat ASI Ekslusif
1. ASI merupakan nutrisi dengan kualitas dan kwantitas yang terbaik.
ASI yang dihasilkan oleh seorang ibu yang melahirkan secara premature
komposisinya akan berbeda dengan ASI yang yang dihasilkan ibu yang
melahirkan cukup bulan. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik
kualitas maupun kuantitasnya. Dengan melaksanakan manajemen laktasi secara
baik, ASI sebagai makanan tunggal akan mencukupi kebutuhan tumbuh bayi
hingga usia 6 bulan.
2. ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh
Bayi baru lahir secara alamiah mendapat imunoglobulin (zat kekebalan atau
daya tahan tubuh) dari ibunya melalui plasenta, tetapi kadar zat tersebut dengan
cepat akan menurun segera setelah kelahirannya. Badan bayi baru lahir akan
memproduksi sendiri immunoglobulin secara cukup saat mencapai usia sekitar
empat bulan. Pada saat kadar immunoglobulin dari ibu menurun dan yang
dibentuk sendiri oleh tubuh bayi belum mencukupi, terjadilah suatu periode
kesenjangan immunoglobulin pada bayi. Kesenjangan tersebut hanya dapat
dihilangkan atau dikurangi dengan pemberian ASI. Air Susu Ibu merupakan
cairan yang mengandung kekebalan atau daya tahan tubuh sehingga dapat menjadi
pelindung bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus dan jamur.
3. ASI Eksklusif Mengembangkan Kecerdasan
Perkembangan kecerdasan anak sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan
otak. Faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan otak anak adalah nutrisi
yang diterima saat pertumbuhan otak, terutama saat pertumbuhan otak cepat.
Lompatan pertumbuhan pertama atau growth sport sangat penting pada periode
inilah pertumbuhan otak sangat pesat.
4. ASI Jalinan Kasih Sayang
Bayi yang sering berada dalam dekapan ibunya karena menyusui dapat
merasakan kasih sayang ibu dan mendapatkan rasa aman, tenteram dan terlindung.
Perasaan terlindung dan disayang inilah yang menjadi dasar perkembangan emosi
anak, yang kemudian membentuk kepribadian anak menjadi baik dan penuh
percaya diri. e. ASI bebas dari segala penyakit Jika payudara terkena radang,
justru ASI langsung diminum secara mentah dan segar. Ini berarti semua zat hidrat
arang, zat putih telur dan lemak serta segala vitamin dan mineral tetap baik
mutunya. ASI mengandung semua zat yang dibutuhkan oleh bayi dalam
perbandingan yang tepat sehingga mudah dicerna dan diserap oleh usus. f. ASI
mengandung zat lactoferin yang mengikat unsur besi, sehingga selama di usus
tidak ada zat besi yang hilang. (Danuatmaja, 2006)
2.3. Susu Formula
2.3.1. Pengertian Susu formula
Susu formula adalah cairan yang berisi zat-zat didalamnya tidak
mengandung antibodi, sel darah putih, zat pembunuh bakteri, enzim, hormon dan
faktor pertumbuhan (Roesli, 2005). Susu formula adalah susu yang dibuat dari
susu sapi dengan mengubah susunannya hingga dapat diberikan pada bayi (Kj,
2007). Susu botol adalah susu komersial yang dijual di pasar atau di toko yang
terbuat dari susu sapi atau kedelai diperuntukkan khusus untuk bayi dan
komposisinya disesuaikan mendekati komposisi ASI, serta biasanya diberikan di
dalam botol (Husaini, 2001).
2.3.2. Komposisi Susu Formula
Komposisi zat gizi susu formula selalu sama untuk setiap kali minum
(sesuai aturan pakai), hanya sedikit mengandung imunoglobulin yang sebagian
besar merupakan jenis yang salah (tidak diperlukan oleh tubuh). Kandungan zat
gizi dalam susu formula diantaranya terdiri dari lemak, protein, karbohidrat dan
mineral lainnya. Akan tetapi di dalam susu formula tidak mengandung sel-sel
darah putih dan sel-sel lain dalam keadaan hidup.
2.3.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian Susu Formula
Menurut Arifin (2004), ada beberapa faktor ibu mempengaruhi pemberian
susu formula pada bayi yaitu faktor pendidikan, pengetahuan, pekerjaan,
ekonomi, budaya, psikologis, informasi susu formula, kesehatan.
1. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu proses pertumbuhan dan perkembangan manusia,
usaha mengatur pengetahuan semula yang ada pada seorang individu itu.
Pendidikan menjadi tolak ukur yang penting dan manfaat menentukan status
ekonomi, status sosial dan perubahan-perubahan positif (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Arifin (2004) seseorang berpendidikan tinggi dan berpengetahuan luas
akan lebih bisa menerima alasan untuk memberikan ASI eksklusif karena pola
pikirnya yang lebih realistis dibandingkan yang tingkat pendidikan rendah.
Kriteria pendidikan yaitu sebagai berikut (Soekanto, 2002) :SD/ sederajat, SMP/
sederajat, SMA/ sederajat,Perguruan Tinggi.
2. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang
terhadap objek malalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya) (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan hal yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang, salah satunya kurang
memadainya pengetahuan ibu mengenai pentingnya ASI yang menjadikan
penyebab atau masalah dalam peningkatan pemberian ASI (Roesli, 2005). Ibu
juga pendidikan, dan semakin tinggi juga pengetahuan (Soekanto, 2002). Hal ini
memberikan hubungan antara pemberian ASI dengan ekonomi/ penghasilan ibu
dimana ibu yang mempunyai ekonomi rendah mempunyai peluang lebih memilih
untuk memberikan ASI dibanding ibu dengan sosial ekonomi tinggi.
5. Budaya
Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu botol.
Persepsi masyarakat gaya hidup mewah membawa dampak menurutnya kesediaan
menyusui. Bahkan adanya pandangan bagi kalangan tertentu bahwa susu botol
sangat cocok buat bayi dan terbaik. Hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup yang
selalu mau meniru orang lain. Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya.
Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara barat mendesak para
ibu untuk segera menyapih anaknya dan memilih air susu buatan sebagai jalan
keluarnya (Arifin, 2004).
6. Psikologis
Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita. Adanya anggapan para
ibu bahwa menyusui akan merusak penampilan. Padahal setiap ibu yang
mempunyai bayi selalu mengalami perubahan payudara, walaupun menyusui atau
tidak menyusui (Arifin, 2004).
7.
Kesehatan
Masalah kesehatan seperti adanya penyakit yang diderita sehingga dilarang
oleh dokter untuk menyusui, yang dianggap baik untuk kepentingan ibu dan bayi
(seperti: gagal jantung, Hb rendah dan HIV-AIDS) (Arifin, 2004).
2.3.4.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
b. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai dua minggu atau lebih dengan
kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama masa diare
tersebut.
2.4.3. Etiologi diare
Menurut Widoyono (2008), penyebab diare dapat dikelompokan menjadi:
a. Virus: Rotavirus.
b. Bakteri: Escherichia coli, Shigella sp dan Vibrio cholerae.
c. Parasit: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia dan Cryptosporidium.
d. Makanan (makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak,
sayuran mentah dan kurang matang).
e. Malabsorpsi: karbohidrat, lemak, dan protein.
f. Alergi: makanan, susu sapi.
g. Imunodefisiensi.
2.4.4. Gejala diare
Menurut Widjaja (2002), gejala diare pada balita yaitu:
a. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun meninggi.
b. Tinja bayi encer, berlendir, atau berdarah.
c. Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.
d. Anusnya lecet.
e. Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang.
f. Muntah sebelum atau sesudah diare.
g. Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).
h. Dehidrasi.
mempunyai
risiko
tinggi
terjangkitnya
penyakit
diare.
Intoleransi Laktosa
Pemberian Susu Formula
Diare
Status gizi
Kebersihan
Penyakit lain
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Variabel Independen
(Variabel Bebas)
Pemberian ASI
Pemberian Susu
Formula
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
3.2.Variabel Penelitian
3.2.1.Variabel bebas (X)
Variabel Dependen
(Variabel Terikat)
Diare
Variabel bebas dalam penelitian adalah pemberian ASI Eksklusif dan Susu
Formula.
Skala : Nominal
Kategori:
a. Bayi dengan diberi ASI eksklusif
b. Bayi dengan diberi Susu Formula.
3.2.2. Variabel terikat (Y)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah diare.
Skala : Nominal
Kategori:
Bayi dengan diare dan bayi yang tidak diare
3.3. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan perumusan masalah maka hipotesis atau
dugaan sementara yang dapat diajukan yaitu:
Ha = Ada perbedaan frekuensi diare antara bayi yang diberi ASI secara
Eksklusif dengan bayi yang diberi Susu Formula.
H0 = Tidak Ada perbedaan frekuensi diare antara bayi yang diberi ASI
secara Eksklusif dengan bayi yang diberi Susu Formula.
3.4. Definisi Operasional
3.4.1. variabel bebas
1. Pemberian ASI eksklusif: bayi yang hanya diberikan ASI tanpa
tambahan makanan lain minimal sampai usia 6 bulan.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional, dengan
pendekatan cross sectional, yaitu studi dimana pengukuran terhadap variabel
bebas dan terikat dilakukan pada titik waktu yang sama (Sastroasmoro, 2011)
4.2.
Populasi penelitian adalah seluruh bayi yang berusia 6-12 bulan di wilayah
kerja Puskesmas ------ yang berjumlah 120 bayi.
4.3.2. Sampel
Sampel adalah bayi yang diambil dari populasi yang memenuhi kriteria,
dengan cara purposif sampling. Menentukan jumlah sampel minimal dengan
120
120
N
92 n
2 n
1 0,3
1 120 x0,05
1 Ne 2
menggunakan
rumus
slovin
kesalahan
pengisian
dapat
segera
dilengkapi
atau
4.5.2.Koding
Koding yaitu memberikan kode angka pada atribut variabel agar lebih mudah
dalam analisa data. Koding dilakukan dengan cara menyederhanakan data
yang terkumpul dengan cara memberi kode atau simbol tertentu.
4.5.3.Tabulasi data
Pada tahapan ini data dihitung, melakukan tabulasi untuk masing-masing
variabel. Dari data mentah dilakukan penyesuaian data yang merupakan
BAB V
HASIL PENELITIAN
DAFTAR PUSTAKA
Agtini, M. D. 2011 Morbiditas dan Mortalitas Diare pada Balita di Indonesia,
Tahun 2000-2007. Situasi Diare di Indonesia. Kementrian Kesehatan RI.
Ali, A. 2010. Angka Kematian Bayi Masih Tinggi. (Online), diakses Desember
2012).
Anonim 2005 Tujuan 4 menurunkan angka kematian anak.
Anonim 2007 Porfil Kesehatan Kota Makassar.
Anonim. 2010. Laporan Nasional Riskesdas. (Online),
(www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/2010/, diakses 15 september 2012).