ISOLASI SOSIAL
1.1. Diagnosa
Menarik diri : Isolasi Sosial
1.2. Tinjauan Teori
1.2.1. Pengertian
Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau kelompok
mengalami, atau merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat
dalam aktivitas bersama orang lain, tetapi tidak mampu mewujudkannya
(Carpenito, 2009).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. Individu mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang
lain (Stuart & Sundeen, 2006).
1.2.2. Rentang Respon Marah
Adapun rentang sosial dari adaptif sampai terjadi respon yang maladaptif
(Stuart & Sundeen, 2006), yaitu :
Respon Adaptif
Respon
Maladaptif
Menyendiri
Merasa sendiri
Manipulasi
Otonomi
Menarik diri
Impulsif
Bekerjasama
Tergantung
Saling tergantung
Gambar 1. Rentang respon sosial
Narcissisme
1.2.3.
c. Narkisisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku
egosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari
orang lain.
Sedangkan gangguan hubungan sosial yang sering terjadi pada
rentang respon maladaptif (Stuart & Sundeen, 2006), yaitu :
a.
b.
Tergantung (dependen) ;
d.
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yaitu faktor yang bisa menimbulkan respon sosial
yang maladaptif. Faktor yang mungkin mempengaruhi termasuk :
1). Perkembangan
Tiap
gangguan
mencetuskan
dalam
seseorang
pencapaian
akan
tugas
mempunyai
perkembangan
masalah
respon
maladaptif.
2. biologik
Adanya keterlibatan faktor genetik, status gizi, kesehatan umum
yang lalu dan sekarang.Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya
neurotransmiter dalam perkembangan gangguan ini, tetepi masih
perlu penelitian.
3. Sosiokultural
Isolasi karena mengadopsi norma, prilaku dan sistem nilai yang
berbeda dari
kelompok
budaya
Faktor Presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh stress yang mempengaruhi kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1). Stressor sosiokultural
Menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah dari orang yang
berarti, misalnya perceraian, kematian, perpisahan kemiskinan,
konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) dan
sebagainya.
2). Stressor Psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan dan bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya, misalnya perasaan
cemas yang mengambang, merasa terancam.
1.3. Patofisiologi
Pohon masalah pada klien dengan Isolasi sosial : menarik diri, yaitu:
Risiko perilaku
kekerasan terhadap
diri sendiri
Ketidakefektifan
penatalaksanaan
program terapeutik
Akibat
Gangguan
sensori/persepsi:
halusinasi pendengaran
Gangguan
Penyebab
pemeliharaan
kesehatan
Defisit perawatan
diri: Mandi dan
berhias
Ketidakefektifan
koping keluarga:
ketidakmampuan
keluarga merawat klien
di rumah
Penyebab
Gambar 2. Pohon masalah isolasi sosial : menarik diri (Keliat, B. A., 2005)
1.4. Data Yang Perlu Di Kaji
1.
Pengkajian
a.
Identitas klien
1)
Usia
3)
4)
b.
Keluhan
utama/alasan masuk
Menanyakan pada klien atau keluarga penyebab klien datang ke rumah
sakit saat ini dan bagaimana koping keluarga yang sudah dilakukan
untuk mengatasi masalah ini dan bagaimana hasilnya.
c.
Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa di masa lalu, pernah melakukan, mengalami,
menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal, baik itu yang
dilakukan, dialami , disaksikan oleh orang lain, apakah ada anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman yang tidak
menyenangkan.
d.
Aspek fisik
Meliputi pengukuran tanda vital, tinggi badan, berat badan dan adanya
keluhan fisik, misalnya tampak lemah, letih dan sebagainya.
e.
Aspek psikososial
1). Membuat genogram yang memuat minimal 3 generasi yang
menggambarkan hubungan klien dengan keluarganya yang terkait
dengan
komunikasi,
pengambilan
keputusan,
pola
asuh,
Citra tubuh
Tanyakan dan observasi persepsi pasien terhadap tubuhnya,
bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.
b).
Identitas diri
Peran
Tanyakan tentang tugas / peran yang diemban dalam
keluarga/kelompok, kemampuan klien dalam melaksanakan
tugas / peran.
b).
c).
Status mental
Nilai aspek-aspek meliputi :
1). Penampilan (rapi / tidak) , penggunaan dan cara berpakaian.
2). Pembicaraan; cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat,
inkoheren, atau tidak dapat memulai pembicaraan.
3).
4).
9).
Batasan karakteristik
1.
2.
3.
I.
Pasien
SP 1 (pasien) :
1.1. Membina hubungan saling percaya
1.2. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosia pasien.
1.3. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi
dengan orang lain.
1.4. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain.
1.5. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang.
1.6. Menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincangbincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.
SP 2 (pasien) :
2.1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
2.2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara
berkenalan dengan dua orang.
2.3. Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
SP 3 (pasien) :
3.1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
3.2. Memberikan kesempatan kepada pasien berkenalan dengan
dua orang atau lebih.
3.3. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan
harian.
II.
Keluarga
SP 1 (keluarga) :
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien.
1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang
dialami pasien beserta proses terjadinya.
1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial
SP 2 (keluarga) :
2.1. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan
isolasi sosial.
Pasien
SP 1 (Pasien)
1.1. Mengidenfikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien.
1.2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih
dapat digunakan.
1.3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai
dengan kemampuan pasien.
1.4. Melatih pasien kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan.
1.5. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
SP 2 (Pasien)
2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2.2. Melatih kegiatan kedua (atau selanjutnya) yang dipilih sesuai
kemampuan
2.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
II.
Keluarga
SP 1 (Keluarga)
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
Pasien
SP 1 (Pasien)
1.1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
1.2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
1.3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
1.4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
1.5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
1.6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
1.7. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan menghardik
1.8. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
SP 2 (Pasien)
2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2.2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan berbincang
dengan orang lain
2.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
SP 3 (Pasien)
3.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
3.2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan kegiatan (yang
biasa dilakukan pasien).
3.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
SP IV (Pasien)
4.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
4.2. Menjelaskan cara kontrol halusinasi dengan teratur minum
obat (prinsip 5 benar minum obat)
4.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
II.
Keluarga
SP 1 (Keluarga)
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis
halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya
1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi
SP 2 (Keluarga)
2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
halusinasi
2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien halusinasi
SP 3 (Keluarga)
3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat (discharge planning)
3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
d.
Pasien
SP 1 (Pasien)
1.1. Identifikasi koping yang selama ini digunakan.
1.2. Membantu menilai koping yang biasa digunakan.
1.3. Mengidentifikasi cita-cita atau tujuan yang realistis.
1.4. Melatih koping: berbincang / assertif technics (meminta,
menolak, dan mengungkapkan / membicarakan masalah secara
baik).
1.5. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
SP 2 (Pasien)
2.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
2.2. Melatih koping: beraktivitas.
2.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
SP 3 (Pasien)
3.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
3.2. Melatih koping: olah raga.
3.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
SP 4 (Pasien)
4.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
4.2. Melatih koping: relaksasi.
4.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
II.
Keluarga
SP 1 (Keluarga)
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala koping individu
inefektif yang dialami pasien beserta proses terjadinya
1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien koping individu
inefektif
SP 2 (Keluarga)
2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien koping
individu inefektif
2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien
koping individu inefektif
SP 3 (Keluarga)
3.1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah
termasuk minum obat
3.2. Mendiskusikan sumber rujukan yang bisa dijangkau oleh
keluarga.
e.
Pasien
SP 1 (Pasien)
1.1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
1.2. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
1.3. Melatih pasien cara menjaga kebersihan diri
1.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
SP 2 (Pasien)
2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2.2. Menjelaskan cara makan yang baik
2.3. Melatih pasien cara makan yang baik
2.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
SP 3 (Pasien)
3.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
3.2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik
3.3. Melatih cara eliminasi yang baik.
3.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
SP 4 (Pasien)
4.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
4.2. Menjelaskan cara berdandan
4.3. Melatih pasien cara berdandan
Keluarga
SP 1 (Keluarga)
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri
dan jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien beserta
proses terjadinya
1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri
SP 2 (Keluarga)
2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
defisit perawatan diri
2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien defisit perawatan diri
SP 3 (Keluarga)
3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat (Discharge planning)
3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
f.
Pasien
SP 1 (Pasien)
1.1. Mengidentifikasi penyebab PK
1.2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
1.3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan
1.4. Mengidentifikasi akibat PK
1.5. Mengajarkan cara mengontrol PK
terjadinya PK.
1.3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan PK.
SP 2 (Keluarga)
2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
PK.
2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien PK.
SP 3 (Keluarga)
3.1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah
termasuk minum obat (discharge planning).
3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
1.6.2. Tujuan dan tindakan keperawatan pada keluarga
TUK : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol
perasaan menarik diri. Kriteria Evaluasi : Keluarga dapat menyebutkan cara
merawat
rasa
puas dalam
merawat klien.
Intervensi yang ditetapkan : Buat kontrak dengan klien pada saat
membawa klien untuk dirawat di rumah sakit, pertemuan rutin dengan
perawat, bantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki, pertemuan
keluarga-keluarga, siapa yang dapat merawat klien, fasilitas yang dimiliki
keluarga di rumah, jelaskan cara merawat klien pada keluarga, latihan
keluarga cara-cara merawat klien di rumah.
1.6.3. Terapi aktivitas kelompok (TAK)
TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK (TAK)
ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
A. TOPIK
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)Isolasi sosial:
Sesi I : Mengenal isolasi sosial menarik diri
B. TUJUAN
1. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab menarik diri
2. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan (tanda dan gejala)
3. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat menarik diri
4. Klien dapat menyebutkan akibat menarik diri
5. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
C. LANDASAN TEORI
1. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) adalah terapi yang dirancang untuk
meningkatkan kesehatan psikologis dan emosional pasien dengan masalah
keperawatan jiwa dan bertujuan membantu anggota dalam meningkatkan
koping dalam mengatasi stressor dalam kehidupan. TAK memiliki tujuan
terapeutik dan tujuan rehabilitatif.
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi
sensori, terapi aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok
sosialisasi. Pada kesempatan ini perawat akan berfokus pada TAK
stimulasi persepsi.
Terapi aktivitas kelompok berdasarkan masalah keperawatan
jiwa yang paling banyak ditemukan dikelompokkan sebagai berikut :
TAK sosialisasi (untuk klien dengan menarik diri yang sudah sampai
pada tahap mampu berinteraksi dalam kelompok kecil dan sehat secara
fisik
TAK peningkatan harga diri (untuk klien dengan harga diri rendah)
diri,
gangguan
merasa
ini
gagal
dipengaruhi
mencapai
oleh
faktor
keinginan.
predisposisi
Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yaitu faktor yang bisa menimbulkan respon sosial
yang maladaptif. Faktor yang mungkin mempengaruhi termasuk :
1). Perkembangan
Tiap
gangguan
mencetuskan
dalam
seseorang
pencapaian
akan
tugas
mempunyai
perkembangan
masalah
respon
maladaptif.
2. biologik
Adanya keterlibatan faktor genetik, status gizi, kesehatan umum
yang lalu dan sekarang. Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya
neurotransmiter dalam perkembangan gangguan ini, tetepi masih
perlu penelitian.
3. Sosiokultural
Isolasi karena mengadopsi norma, prilaku dan sistem nilai yang
berbeda dari
kelompok
budaya
Faktor Presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh stress yang mempengaruhi kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1). Stressor sosiokultural
2.
3.
4.
5.
D. KLIEN
Kriteria klien
a.
Klien Isolasi sosial : Menarik Diri yang sudah mulai mampu bekerja
b.
perawat.
Proses seleksi
a.
b.
c.
d.
Membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK PK, meliputi:
menjelaskan tujuan TAK PK pada klien, rencana kegiatan kelompok,
dan aturan main dalam kelompok.
Hari/tanggal :
Waktu
Tempat
2. Tim terapis
-
L
K
F/O
K
K
Keterangan:
K
: Klien
: Leader
: Fasilitator
: Observer
CL
: Co Leader
Uraian tugas:
a. Mengobservasi jalannya/proses kegiatan
b. Mencatat perilaku verbal dan nonverbal klien selama kegiatan
Berlangsung
3. Metode dan media
a. Metode yang digunakan, antara lain:
-
Dinamika kelompok
Bermain peran/simulasi
Speaker
laptop
F. PROSES PELAKSANAAN
1. Persiapan
a. Memilih klien Isolasi sosial : Menarik Diri yang sudah kooperatif
b. Membuat kontrak dengan klien
c. Mempersiapkan media, alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
Dilaksanakan selama 5 menit, terdiri dari:
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis
2) Perkenalkan nama dan panggilan
3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)
b. Evaluasi/validasi: Menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
-
2. Tahap kerja
Tahap kerja dilaksanakan selama 40 menit, terdiri dari:
a. Hidupkan lagu pada laptop dan edarkan botol berlawanan dengan
arah jarum jam.
b. Pada saat lagu dimatikan, anggota kelompok yang memegang botol
mendapat giliran untuk:
tiap klien)
Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar
klien
Mendiskusikan dampak/akibat Isolasi sosial : Menarik Diri
Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien
c. Ulang a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.
d. Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan
memberi tepuk tangan.
3. Tahap terminasi
Tahap terminasi dilaksanakan selama 5 menit, terdiri dari:
a. Evaluasi
- Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
- Terapis
memberikan
preinforcement
positif
(pujian)
atas
keberhasilan klien
b. Rencana tindak lanjut
-
gejala)
No
1
3
4
Nama Klien
dapat
menyebutkan
stimulasi
gejala)
Klien dapat menyebutkan reaksi yang
dilakukan saat menarik diri
Klien dapat menyebutkan akibat menarik
diri
sampai akhir
Jumlah
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien mengikuti,
peran
klien
(aktif),
mengekspresikan
perasaannya
dan
mampu
: 6-8 Lanjutkan
: 4-5 Lanjutkan
: 2-3 Ulangi
: 0-1 Mundur
DAFTAR PUSTAKA
Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).
St.Louis Mosby Year Book, 1995
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999
Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung, 2000
Carpenito, L.J.2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta : EGC
Keliat, B.A.1998. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Rasmun.2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri terintegrasi dengan
Keluarga. Jakarta : Fajar Inter Pratama
Stuart dan Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3 (diterjemahkan
oleh Yuni A). Jakarta : EGC
Tim Pengembangan Model Praktek Keperawatan