Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

ISOLASI SOSIAL
1.1. Diagnosa
Menarik diri : Isolasi Sosial
1.2. Tinjauan Teori
1.2.1. Pengertian
Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau kelompok
mengalami, atau merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih terlibat
dalam aktivitas bersama orang lain, tetapi tidak mampu mewujudkannya
(Carpenito, 2009).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. Individu mungkin merasa ditolak, tidak diterima,
kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang
lain (Stuart & Sundeen, 2006).
1.2.2. Rentang Respon Marah
Adapun rentang sosial dari adaptif sampai terjadi respon yang maladaptif
(Stuart & Sundeen, 2006), yaitu :

Respon Adaptif

Respon

Maladaptif
Menyendiri

Merasa sendiri

Manipulasi

Otonomi

Menarik diri

Impulsif

Bekerjasama

Tergantung

Saling tergantung
Gambar 1. Rentang respon sosial

Narcissisme

1.2.3.

Perilaku Yang Berhubungan Dengan Diagnosis

Respon adaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara


yang dapat diterima oleh norma-norma masyarakat. Menurut Sujono &
Teguh (2009) respon adaptif meliputi :
a. Solitude atau menyendiri
Respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang
telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam
menentukan rencana-rencana.
b. Autonomy atau otonomi
Kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan
ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial. Individu mampu
menetapkan untuk interdependen dan pengaturan diri.
c. Mutuality atau kebersamaan
Kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi,
dan menerima dalam hubungan interpersonal.
d. Interdependen atau saling ketergantungan
Suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar
individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah dengan cara-cara yang bertentangan dengan norma-norma agama
dan masyarakat. Menurut Sujono & Teguh (2009) respon maladaptif
tersebut adalah :
a. Manipulasi
Gangguan sosial dimana individu memperlakukan orang lain
sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang
lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku
mengontrol digunakan sebagai pertahanan terhadap kegagalan atau
frustasi dan dapat menjadi alat untuk berkuasa pada orang lain.
b. Impulsif
Respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek
yang tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu
merencanakan, tidak mampu untuk belajar dari pengalaman dan miskin
penilaian.

c. Narkisisme
Respon sosial ditandai dengan individu memiliki tingkah laku
egosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan mudah marah jika tidak mendapat dukungan dari
orang lain.
Sedangkan gangguan hubungan sosial yang sering terjadi pada
rentang respon maladaptif (Stuart & Sundeen, 2006), yaitu :
a.

Menarik diri ; individu menemukan kesulitan dalam


membina hubungan dengan orang lain.

b.

Tergantung (dependen) ;

individu sangat tergantung

dengan orang lain, individu gagal mengembangkan rasa percaya diri.


c.

Manipulasi ; Individu tidak dapat dekat dengan orang


lain, orang lain hanya sebagai objek.

d.

Curiga ; tertanam rasa tidak percaya terhadap orang lain


dan lingkungan.

1.2.4. Faktor predisposisi dan faktor prespitasi


Menurut Stuart dan Sundeen, perilaku menarik diri dipengaruhi
oleh faktor predisposisi atau faktor yang mungkin mempengaruhi
terjadinya gangguan jiwa.
a.

Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yaitu faktor yang bisa menimbulkan respon sosial
yang maladaptif. Faktor yang mungkin mempengaruhi termasuk :
1). Perkembangan
Tiap

gangguan

mencetuskan

dalam

seseorang

pencapaian
akan

tugas

mempunyai

perkembangan
masalah

respon

maladaptif.
2. biologik
Adanya keterlibatan faktor genetik, status gizi, kesehatan umum
yang lalu dan sekarang.Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya
neurotransmiter dalam perkembangan gangguan ini, tetepi masih
perlu penelitian.

3. Sosiokultural
Isolasi karena mengadopsi norma, prilaku dan sistem nilai yang
berbeda dari

kelompok

budaya

mayoritas, seperti tingkat

perkembangan usia, kecacatan, penyakit kronik, pendidikan,


pekerjaan dan lain-lain.
b.

Faktor Presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh stress yang mempengaruhi kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1). Stressor sosiokultural
Menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah dari orang yang
berarti, misalnya perceraian, kematian, perpisahan kemiskinan,
konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) dan
sebagainya.
2). Stressor Psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan dan bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya, misalnya perasaan
cemas yang mengambang, merasa terancam.

1.3. Patofisiologi
Pohon masalah pada klien dengan Isolasi sosial : menarik diri, yaitu:

Risiko perilaku
kekerasan terhadap
diri sendiri

Ketidakefektifan
penatalaksanaan
program terapeutik

Akibat

Gangguan
sensori/persepsi:
halusinasi pendengaran

Gangguan
Penyebab
pemeliharaan
kesehatan

Defisit perawatan
diri: Mandi dan
berhias

Isolasi sosial: menarik diri


Masalah utama

Ketidakefektifan
koping keluarga:
ketidakmampuan
keluarga merawat klien
di rumah

Gangguan konsep diri:


Harga diri rendah kronis

Penyebab

Gambar 2. Pohon masalah isolasi sosial : menarik diri (Keliat, B. A., 2005)
1.4. Data Yang Perlu Di Kaji
1.

Pengkajian
a.

Identitas klien
1)

Perawat yang merawat melakukan kontak dengan klien


tentang : nama klien, nama panggilan klien, nama perawat,

panggilan perawat, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik


pembicaraan.
2)

Usia

3)

Nomor rekam medik

4)

Perawat menuliskan sumber data yang didapat

b.

Keluhan
utama/alasan masuk
Menanyakan pada klien atau keluarga penyebab klien datang ke rumah
sakit saat ini dan bagaimana koping keluarga yang sudah dilakukan
untuk mengatasi masalah ini dan bagaimana hasilnya.

c.

Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami
gangguan jiwa di masa lalu, pernah melakukan, mengalami,
menyaksikan penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal, baik itu yang
dilakukan, dialami , disaksikan oleh orang lain, apakah ada anggota
keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pengalaman yang tidak
menyenangkan.

d.

Aspek fisik
Meliputi pengukuran tanda vital, tinggi badan, berat badan dan adanya
keluhan fisik, misalnya tampak lemah, letih dan sebagainya.

e.

Aspek psikososial
1). Membuat genogram yang memuat minimal 3 generasi yang
menggambarkan hubungan klien dengan keluarganya yang terkait
dengan

komunikasi,

pengambilan

keputusan,

pola

asuh,

pertumbuhan individu dan keluarga.


2). Konsep diri, meliputi :
Kaji lebih dalam secara bertahap dengan komunikasi yang sering
dan singkat, meliputi :
a).

Citra tubuh
Tanyakan dan observasi persepsi pasien terhadap tubuhnya,
bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.

b).

Identitas diri

Tanyakan dan observasi tentang status dan posisi klien


sebelum dirawat, kepuasan

klien terhadap status dan

posisinya (sekolah, tempat kerja, kelompok), kepuasan klien


sebagai perempuan atau laki-laki.
c).

Peran
Tanyakan tentang tugas / peran yang diemban dalam
keluarga/kelompok, kemampuan klien dalam melaksanakan
tugas / peran.

d). Ideal diri


Tanyakan tentang harapan terhadap tubuh; posisi, status,
tugas/peran dan harapan klien terhadap lingkungan (keluarga,
sekolah, tempat kerja, masyarakat).
e). Harga diri.
Tanyakan dan nilai melalui observasi lingkungan hubungan
klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi no. 2). (a), (b),
(c) dan penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan
kehidupannya.
3). Hubungan sosial (di rumah dan di rumah sakit)
a).

Tanyakan pada klien / keluarga siapa orang yang


paling berarti dalam kehidupannya, tempat mengadu, tempat
bicara, minta bantuan atau sokongan.

b).

Tanyakan pada klien / keluarga, kelompok apa saja


yang diikuti dalam masyarakat.

c).

Tanyakan pada klien / keluarga pada klien sejauh


mana klien terlibat dalam kelompok di masyarakat.

4). Spiritual, meliputi pandangan, nilai dan keyakinan klien terhadap


gangguan jiwa sesuai dengan agama yang dianut, kegiatan ibadah
yang biasa dilakukan di rumah.
f.

Status mental
Nilai aspek-aspek meliputi :
1). Penampilan (rapi / tidak) , penggunaan dan cara berpakaian.
2). Pembicaraan; cepat, keras, gagap, membisu, apatis, lambat,
inkoheren, atau tidak dapat memulai pembicaraan.

3).

Aktifitas motorik; tampak adanya kelesuan, ketegangan,


kegelisahan, agitasi, tik (gerakan involunter pada otot), grimasen
(gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak dapat dikontrol
klien), tremor atau kompulsif.

4).

Alam perasaan; sedih, gembira, putus asa, ketakutan, atau


khawatir.

5). Afek; datar, tumpul, labil, tidak sesuai.


6).

Interaksi selama wawancara; bermusuhan, tidak kooperatif,


kontak mata kurang, defensif, curiga atau mudah tersinggung.

7). Persepsi; menentukan adanya halusinasi dan jenisnya.


8).

Proses pikir; sirkumstansial (pembicaraan berbelit-belit, tapi


sampai pada tujuan pembicaraan), tangensial (pembicaraan
berbelit-belit tidak sampai pada tujuan pembicaraan), kehilangan
asosiasi (pembicaraan yang tidak ada hubungan satu dengan yang
lainnya), flight of ideas (pembicaraan yang meloncat-loncat),
blocking (pembicaraan terhenti sejenak tanpa gangguan eksternal,
kemudian dilanjutkan kembali), perseverasi (pembicaraan yang
diulang berkali-kali).

9).

Isi pikir; obsesi (pikiran yang selalu muncul walaupun klien


berusaha menghilangkannya), phobia (ketakutan patologis pada
objek / situasi tertentu), hipokondria (keyakinan terhadap adanya
gangguan organ di dalam tubuh yang sebenarnya tidak ada),
depersonalisasi (merasa asing terhadap diri sendiri, orang lain atau
lingkungan), ide yang terkait (keyakinan klien terhadap kejadian
yang banyak di lingkungan yang bermakna dan terkait pada
dirinya), pikiran magis dan waham.

10).Tingkat kesadaran; bingung, sedasi, stupor, orientasi waktu,


tempat dan orang.
11). Memori; adanya gangguan daya ingat jangka panjang, gangguan
daya ingat jangka pendek, gangguan daya ingat saat ini,
konfabulasi.
12).Tingkat konsentrasi dan berhitung; perhatian klien yang mudah
dialihkan, tidak mampu memperbaiki, tidak mampu berhitung.

13).Kemampuan penilaian; gangguan penilaian ringan dan gangguan


kemampuan penilaian bermakna.
14).Daya tilik diri; pengingkaran terhadap penyakit yang diderita,
menyalahkan hal-hal di luar dirinya.
g. Kebutuhan persiapan pulang
Observasi kemampuan klien akan; makan, BAB/BAK, mandi,
berpakaian, istirahat dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan
kesehatan, aktifitas di dalam dan di luar rumah
h. Mekanisme koping
Kaji koping adaptif ataupun maladaptif yang biasa digunakan
klien dengan menarik diri, seperti regresi (kemunduran ke tingkat
perkembangan yang lebih rendah dengan respon yang kurang matang),
represi (koping yang menekan keadaan yang tidak menyenangkan ke
alam bawah sadar), isolasi (respon memisahkan diri dari lingkungan
sosial).
i. Aspek medik
Jenis obat-obatan klien saat ini, baik obat fisik, psikofarmaka dan
terapi lainnya.
Data yang didapat dapat dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu
data objektif dan subjektif. Data objektif ditemukan secara nyata dan
didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung, sedangkan
data subjektif merupakan data yang disampaikan oleh klien secara lisan
dan keluarga yang didapat melalui wawancara perawat kepada klien
dan keluarga.
1.5. Penentuan Diagnosis Keperawatan
1.5.1.

Batasan karakteristik
1.

Aspek fisik, antara lain tekanan darah meningkat kulit


muka merah, pandangan mata tajam, otot tegang, denyut nadi
meningkat, pupil dilatasi, frekuensi BAK meningkat.

2.

Aspek emosi, antara lain emosi labil, tak sabar, ekspresi


muka tampak

tegang, bicara dengan nada suara tinggi, suka

berdebat, klien memaksanakan kehendak.

3.

Aspek perubahan perilaku, antara lain agresif menarik


diri, bermusuhan sinis, curiga, psikomotor meningkat, nada bicara
keras dan kasar .

1.5.2. Tanda mayor


1. Tidak mau bergaul
2. Tidak mau merawat diri
3. Curiga
1.5.3. Tanda minor
1. Simptomatologi psikotik (halusinasi : auditori, visual, perintah,
paranoid, delusi, kehilangan, rambling atau proses pikir tak logis)
2. Riwayat penyalah gunaan obat/alcohol
3. Bahasa tubuh (acuh tak acuh pada lingkungan sekitar)
4. Kerusakan kognisi (tidak mampu belajar, gangguan penurunan
perhatian, penurunan fungsi intelektual)
1.6. Rencana Tindakan Keperawatan
Keliat, B. A. (2005) merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan
gangguan isolasi sosial : menarik diri, mencakup beberapa aspek,sebagai
berikut :
a. Isolasi sosial
b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
c. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d. Koping individu tidak efektif
e. Defisit perawatan diri
f. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1.6.1. Tujuan dan tindakan keperawatan pada klien
Menurut (Workshop Standar Asuhan & Bimbingan Keperawatan
Jiwa RSJ Prof. Dr. Soeroyo Magelang, 2007) strategi pelaksanaan
tindakan keperawatan menggunakan SP, yaitu :
a.

Diagnosa 1. Isolasi Sosial


Tujuan:
Dapat berinteraksi dengan orang lain secara bertahap

I.

Pasien
SP 1 (pasien) :
1.1. Membina hubungan saling percaya
1.2. Mengidentifikasi penyebab isolasi sosia pasien.
1.3. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi
dengan orang lain.
1.4. Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi
dengan orang lain.
1.5. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang.
1.6. Menganjurkan pasien memasukan kegiatan latihan berbincangbincang dengan orang lain dalam kegiatan harian.
SP 2 (pasien) :
2.1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
2.2. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekan cara
berkenalan dengan dua orang.
2.3. Membantu pasien memasukan kegiatan berbincang-bincang
dengan orang lain sebagai salah satu kegiatan harian.
SP 3 (pasien) :
3.1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
3.2. Memberikan kesempatan kepada pasien berkenalan dengan
dua orang atau lebih.
3.3. Menganjurkan pasien memasukan dalam jadwal kegiatan
harian.

II.

Keluarga
SP 1 (keluarga) :
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien.
1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala isolasi sosial yang
dialami pasien beserta proses terjadinya.
1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien isolasi sosial
SP 2 (keluarga) :
2.1. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien dengan
isolasi sosial.

2.2. Melatih keluarga cara merawat langsung kepada pasien isolasi


sosial.
SP 3 (keluarga) :
3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat (discharge planning).
3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
b.

Diagnosa 2. Perubahan konsep diri :


harga diri rendah
Tujuan:
Pasien mempunyai konsep diri yang positif
I.

Pasien
SP 1 (Pasien)
1.1. Mengidenfikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien.
1.2. Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih
dapat digunakan.
1.3. Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai
dengan kemampuan pasien.
1.4. Melatih pasien kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan.
1.5. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
SP 2 (Pasien)
2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2.2. Melatih kegiatan kedua (atau selanjutnya) yang dipilih sesuai
kemampuan
2.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.

II.

Keluarga
SP 1 (Keluarga)
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien

1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah


yang dialami pasien beserta proses terjadinya
1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien harga diri rendah
SP 2 (Keluarga)
2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
harga diri rendah
2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien harga diri rendah
SP 3 (Keluarga)
3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat (Discharge planning)
3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
c.

Diagnosa 3. Perubahan persepsi sensori :


halusinasi
Tujuan :
Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
I.

Pasien
SP 1 (Pasien)
1.1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien
1.2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
1.3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien
1.4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
1.5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
1.6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap halusinasi
1.7. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan menghardik
1.8. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
SP 2 (Pasien)
2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2.2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan berbincang
dengan orang lain
2.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

harian
SP 3 (Pasien)
3.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
3.2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi dengan kegiatan (yang
biasa dilakukan pasien).
3.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
SP IV (Pasien)
4.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
4.2. Menjelaskan cara kontrol halusinasi dengan teratur minum
obat (prinsip 5 benar minum obat)
4.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
II.

Keluarga
SP 1 (Keluarga)
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala halusinasi, dan jenis
halusinasi yang dialami pasien beserta proses terjadinya
1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien halusinasi
SP 2 (Keluarga)
2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
halusinasi
2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien halusinasi
SP 3 (Keluarga)
3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat (discharge planning)
3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

d.

Diagnosa 4. Koping individu tidak efektif


Tujuan :
Koping individu kembali efektif
I.

Pasien

SP 1 (Pasien)
1.1. Identifikasi koping yang selama ini digunakan.
1.2. Membantu menilai koping yang biasa digunakan.
1.3. Mengidentifikasi cita-cita atau tujuan yang realistis.
1.4. Melatih koping: berbincang / assertif technics (meminta,
menolak, dan mengungkapkan / membicarakan masalah secara
baik).
1.5. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
SP 2 (Pasien)
2.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
2.2. Melatih koping: beraktivitas.
2.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
SP 3 (Pasien)
3.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
3.2. Melatih koping: olah raga.
3.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
SP 4 (Pasien)
4.1. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
4.2. Melatih koping: relaksasi.
4.3. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.
II.

Keluarga
SP 1 (Keluarga)
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala koping individu
inefektif yang dialami pasien beserta proses terjadinya
1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien koping individu
inefektif
SP 2 (Keluarga)
2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien koping
individu inefektif
2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien
koping individu inefektif

SP 3 (Keluarga)
3.1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah
termasuk minum obat
3.2. Mendiskusikan sumber rujukan yang bisa dijangkau oleh
keluarga.
e.

Diagnosa 5. Defisit perawatan diri


Tujuan:
Pasien dapat mandiri melakukan perawatan diri
I.

Pasien
SP 1 (Pasien)
1.1. Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
1.2. Menjelaskan cara menjaga kebersihan diri
1.3. Melatih pasien cara menjaga kebersihan diri
1.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
SP 2 (Pasien)
2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2.2. Menjelaskan cara makan yang baik
2.3. Melatih pasien cara makan yang baik
2.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
SP 3 (Pasien)
3.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
3.2. Menjelaskan cara eliminasi yang baik
3.3. Melatih cara eliminasi yang baik.
3.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
SP 4 (Pasien)
4.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
4.2. Menjelaskan cara berdandan
4.3. Melatih pasien cara berdandan

4.4. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan


harian.
II.

Keluarga
SP 1 (Keluarga)
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
1.2. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala defisit perawatan diri
dan jenis defisit perawatan diri yang dialami pasien beserta
proses terjadinya
1.3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien defisit perawatan diri
SP 2 (Keluarga)
2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
defisit perawatan diri
2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien defisit perawatan diri
SP 3 (Keluarga)
3.1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat (Discharge planning)
3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang

f.

Diagnosa 6. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain


dan lingkungan
Tujuan:
Pasien dapat mengontrol resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
I.

Pasien
SP 1 (Pasien)
1.1. Mengidentifikasi penyebab PK
1.2. Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
1.3. Mengidentifikasi PK yang dilakukan
1.4. Mengidentifikasi akibat PK
1.5. Mengajarkan cara mengontrol PK

1.6. Melatih pasien cara kontrol PK fisik I (nafas dalam).


1.7. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
SP 2 (Pasien)
2.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
2.2. Melatih pasien cara kontrol PK fisik II (memukul bantal /
kasur / konversi energi).
2.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
SP 3 (Pasien)
3.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
3.2. Melatih pasien cara kontrol PK secara verbal (meminta,
menolak dan mengungkapkan marah secara baik).
3.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
SP 4 (Pasien)
4.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
4.2. Melatih pasien cara kontrol PK secara spiritual (berdoa,
berwudhu, sholat).
4.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian.
SP 5 (Pasien)
5.1. Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.
5.2. Menjelaskan cara kontrol PK dengan minum obat (prinsip 5
benar minum obat).
5.3. Membimbing pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan
harian
II. Keluarga
SP 1 (Keluarga)
1.1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien.
1.2. Menjelaskan pengertian PK, tanda dan gejala, serta proses

terjadinya PK.
1.3. Menjelaskan cara merawat pasien dengan PK.
SP 2 (Keluarga)
2.1. Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan
PK.
2.2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada
pasien PK.
SP 3 (Keluarga)
3.1. Membantu keluarga membuat jadual aktivitas di rumah
termasuk minum obat (discharge planning).
3.2. Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
1.6.2. Tujuan dan tindakan keperawatan pada keluarga
TUK : Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol
perasaan menarik diri. Kriteria Evaluasi : Keluarga dapat menyebutkan cara
merawat

klien yang menarik diri, mengungkapkan

rasa

puas dalam

merawat klien.
Intervensi yang ditetapkan : Buat kontrak dengan klien pada saat
membawa klien untuk dirawat di rumah sakit, pertemuan rutin dengan
perawat, bantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki, pertemuan
keluarga-keluarga, siapa yang dapat merawat klien, fasilitas yang dimiliki
keluarga di rumah, jelaskan cara merawat klien pada keluarga, latihan
keluarga cara-cara merawat klien di rumah.
1.6.3. Terapi aktivitas kelompok (TAK)
TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK (TAK)
ISOLASI SOSIAL : MENARIK DIRI
A. TOPIK
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)Isolasi sosial:
Sesi I : Mengenal isolasi sosial menarik diri

B. TUJUAN
1. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab menarik diri
2. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan (tanda dan gejala)
3. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat menarik diri
4. Klien dapat menyebutkan akibat menarik diri
5. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
C. LANDASAN TEORI
1. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) adalah terapi yang dirancang untuk
meningkatkan kesehatan psikologis dan emosional pasien dengan masalah
keperawatan jiwa dan bertujuan membantu anggota dalam meningkatkan
koping dalam mengatasi stressor dalam kehidupan. TAK memiliki tujuan
terapeutik dan tujuan rehabilitatif.
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas
kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi
sensori, terapi aktivitas stimulasi realita, dan terapi aktivitas kelompok
sosialisasi. Pada kesempatan ini perawat akan berfokus pada TAK
stimulasi persepsi.
Terapi aktivitas kelompok berdasarkan masalah keperawatan
jiwa yang paling banyak ditemukan dikelompokkan sebagai berikut :

TAK sosialisasi (untuk klien dengan menarik diri yang sudah sampai
pada tahap mampu berinteraksi dalam kelompok kecil dan sehat secara
fisik

TAK stimusi sensori (untuk klien yang mengalami gangguan sensori)

TAK orientasi realita (untuk klien halusinasi yang telah dapat


mengontrol halusinasinya, klien paham yang telah dapat berorientasi
kepada realita dan sehat secara fisik)

TAK stimulasi persepsi: halusinasi (untuk klien dengan halusinasi)

TAK stimulasi persepsi adalah TAK yang menstimulasi pasien untuk


mengolah pikiran sesuai dengan stimulasi yang diberikan (berpersepsi).
TAK jenis ini diindikasikan untuk pasien yang mengalami koping yang

tidak efektif dalam bentuk terjadinya harga diri rendah, halusinasi,


perilaku kekerasan,ansietas, defisit perawatan diri dan sebaginya. Bentuk
kegiatannya adalah diskusi dan latihan bersama keterampilan koping untuk
mengatasi masalah masing-masing.

TAK peningkatan harga diri (untuk klien dengan harga diri rendah)

TAK penyaluran energy ( untuk klien perilaku kekerasan yang telah

dapat mengekspresikan marahnya secara konstruktif, klien menarik diri


yang telah dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap dan
sehatsecara fisik).
2. Isolasi Sosial : Menarik Diri
A. Pengertian
Isolasi sosial merupakan kondisi ketika individu atau kelompok
mengalami, atau merasakan kebutuhan, atau keinginan untuk lebih
terlibat dalam aktivitas bersama orang lain, tetapi tidak mampu
mewujudkannya (Carpenito, 2009).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami
penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain disekitarnya. Individu mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 2006).
B. Etiologi
Menurut Budi Anna Keliat (2009), salah satu penyebab dari
menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian
individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat
digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang
kepercayaan
Terjadinya

diri,
gangguan

merasa
ini

gagal

dipengaruhi

mencapai
oleh

faktor

keinginan.
predisposisi

diantaranya perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan dapat


mengakibatkan individu tidak percaya pada diri, tidak percaya pada
orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang lain,

tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Keadaan ini


dapat menimbulkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang
lain, lebih menyukai berdiam diri, menghindar dari orang lain, dan
kegiatan sehari-hari terabaikan (Farida Kusumawati dan Yudi Hartono,
2012).
C. Faktor-Faktor yang Menyebabkan isolasi sosial
Menurut Stuart dan Sundeen, perilaku menarik diri dipengaruhi
oleh faktor predisposisi atau faktor yang mungkin mempengaruhi
terjadinya gangguan jiwa.
c.

Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yaitu faktor yang bisa menimbulkan respon sosial
yang maladaptif. Faktor yang mungkin mempengaruhi termasuk :
1). Perkembangan
Tiap

gangguan

mencetuskan

dalam

seseorang

pencapaian
akan

tugas

mempunyai

perkembangan
masalah

respon

maladaptif.
2. biologik
Adanya keterlibatan faktor genetik, status gizi, kesehatan umum
yang lalu dan sekarang. Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya
neurotransmiter dalam perkembangan gangguan ini, tetepi masih
perlu penelitian.
3. Sosiokultural
Isolasi karena mengadopsi norma, prilaku dan sistem nilai yang
berbeda dari

kelompok

budaya

mayoritas, seperti tingkat

perkembangan usia, kecacatan, penyakit kronik, pendidikan,


pekerjaan dan lain-lain.
d.

Faktor Presipitasi
Stressor pencetus pada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang
penuh stress yang mempengaruhi kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
Stressor pencetus dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
1). Stressor sosiokultural

Menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah dari orang yang


berarti, misalnya perceraian, kematian, perpisahan kemiskinan,
konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan) dan
sebagainya.
2). Stressor Psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan dan bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya, misalnya perasaan
cemas yang mengambang, merasa terancam.
D. Tanda dan Gejala
Observasi yang ditemukan pada klien dengan perilaku menarik diri akan
ditemukan (data objektif), yaitu apatis, ekspresi sedih, afeks tumpul,
menghindari dari orang lain (menyendiri), klien tampak memisahkan diri
dari orang lain, misalnya pada saat makan, komunikasi kurang/tidak ada,
klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien atau perawat, tidak ada
kontak mata, klien lebih suka menunduk, berdiam diri di kamar/tempat
terpisah, klien kurang mobilitas, menolak berhubungan dengan orang lain,
klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap, tidak
melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah
tangga sehari-hari tidak dilakukan, posisi janin pada saat tidur. Data
subjektif sukar didapat jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data
subjektif adalah menjawab dengan kata-kata singkat dengan kata-kata
tidak, ya, atau tidak tahu.
Menurut buku panduan diagnosa keperawatan NANDA (2005)
isolasi sosial memiliki batasan karakteristik meliputi:
Data Obyektif :
1) Tidak ada dukungan dari orang yang penting (keluarga, teman,
kelompok)
2) Perilaku permusuhan
3) Menarik diri
4) Tidak komunikatif
5) Menunjukan perilaku tidak diterima oleh kelompok kultural dominant
6) Mencari kesendirian atau merasa diakui di dalam sub kultur

7) Senang dengan pikirannya sendiri


8) Aktivitas berulang atau aktivitas yang kurang berarti
9) Kontak mata tidak ada
10) Aktivitas tidak sesuai dengan umur perkembangan
11) Keterbatasan mental/fisik/perubahan keadaan sejahtera
12) Sedih, afek tumpul
Data Subyektif:
1) Mengekpresikan perasaan kesendirian
2) Mengekpresikan perasaan penolakan
3) Minat tidak sesuai dengan umur perkembangan
4) Tujuan hidup tidak ada atau tidak adekuat
5) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
6) Ekspresi nilai sesuai dengan sub kultur tetapi tidak sesuai dengan
kelompok kultur dominant
7) Ekspresi peminatan tidak sesuai dengan umur perkembangan
8) Mengekpresikan perasaan berbeda dari orang lain
9) Tidak merasa aman di masyarakat
Sesi-sesi TAK stimulasi persepsi: Isolasi Sosial
Dalam Terapi Aktifitas Kelompok Isolasi sosial dibagi dalam 5 sesi, yaitu:
1.

Sesi 1 : Mengenal Isolasi sosial : Menarik Diri yang Biasa Dilakukan

2.

Sesi 2: Mencegah Isolasi sosial : Menarik Diri secaraFisik

3.

Sesi 3: Mencegah Isolasi sosial : Menarik Diri secaraSosial

4.

Sesi 4: Mencegah Isolasi sosial : Menarik Diri secara Spiritual

5.

Sesi 5: Mencegah Isolasi sosial : Menarik Diri dengan Patuh


Mengkonsumsi Obat Klien

D. KLIEN

Kriteria klien
a.

Klien Isolasi sosial : Menarik Diri yang sudah mulai mampu bekerja

sama dengan perawat.

b.

Klien Isolasi sosial : Menarik Diri yang dapat berkomunikasi dengan

perawat.

Proses seleksi
a.

Mengobservasi klien yang masuk kriteria.

b.

Mengidentifikasi klien yang masuk kriteria.

c.

Mengumpulkan klien yng masuk kriteria.

d.

Membuat kontrak dengan klien yang setuju ikut TAK PK, meliputi:
menjelaskan tujuan TAK PK pada klien, rencana kegiatan kelompok,
dan aturan main dalam kelompok.

Jumlah peserta TAK


a

Perawat yang terdiri dari :


Leader
:
Co leader
:
Fasilitator
:
Observer
:
b Klien terdiri dari :
E. PENGORGANISASIAN
1. Waktu
-

Hari/tanggal :

Waktu

: 10.00 s.d 10.40 WIB (40 menit)

Tempat

2. Tim terapis
-

Setting: peserta dan terapis duduk di kursi melingkar

Ruangan nyaman dan tenang


CL

L
K

F/O

K
K

Keterangan:
K

: Klien

: Leader

: Fasilitator

: Observer

CL

: Co Leader

Tim terapis dan uraian tugas


Leader:
Uraian tugas:
a. Menyusun proposal kegiatan TAK
b. Menjelaskan tujuan pelaksanaan TAK
c. Menjelaskan peraturan kegiatan TAK sebelum kegiatan dimulai
d. Mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam kelompok
e. Mampu memimpin TAK dengan baik
Co Leader:
Uraian tugas:
a. Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktifitas
klien
b. Mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang
c. Mengingatkan leader tentang waktu
Fasilitator:
a. Memfasilitasi klien yang kurang aktif
b. Berperan sebagai role model bagi klien selama kegiatan
berlangsung
c. Mempertahankan kehadiran peserta
d. Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok
e. Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan.
f. Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk melaksanakan
kegiatan.
g. Membimbing kelompok selama permainan diskusi
h. Membantu leader dalam melaksanankan kegiatan
i. Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah.
Observer:

Uraian tugas:
a. Mengobservasi jalannya/proses kegiatan
b. Mencatat perilaku verbal dan nonverbal klien selama kegiatan
Berlangsung
3. Metode dan media
a. Metode yang digunakan, antara lain:
-

Dinamika kelompok

Diskusi dan tanya jawab

Bermain peran/simulasi

b. Media dan alat


-

Nametag (Papan nama)

Spidol (alat tulis)

Botol berisi manik-manik

Speaker

laptop

F. PROSES PELAKSANAAN
1. Persiapan
a. Memilih klien Isolasi sosial : Menarik Diri yang sudah kooperatif
b. Membuat kontrak dengan klien
c. Mempersiapkan media, alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
Dilaksanakan selama 5 menit, terdiri dari:
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis
2) Perkenalkan nama dan panggilan
3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)
b. Evaluasi/validasi: Menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
-

Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu


Menarik Diri

Menjelaskan aturan main

mengenal Isolasi sosial :

Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok, harus


meminta ijin kepada terapis

Lama kegiatan 40 menit

Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir

Setiap klien yang telah memberikan penjelasan atau pendapat


akan diberikan pujian dan tepuk tangan.

2. Tahap kerja
Tahap kerja dilaksanakan selama 40 menit, terdiri dari:
a. Hidupkan lagu pada laptop dan edarkan botol berlawanan dengan
arah jarum jam.
b. Pada saat lagu dimatikan, anggota kelompok yang memegang botol
mendapat giliran untuk:

Mendiskusikan penyebab Isolasi sosial : Menarik Diri (Tanyakan

tiap klien)
Mendiskusikan tanda dan gejala yang dirasakan klien saat terpapar

oleh penyebab Isolasi sosial : Menarik Diri


Mendiskusikan Isolasi sosial : Menarik Diri yang pernah dilakukan

klien
Mendiskusikan dampak/akibat Isolasi sosial : Menarik Diri
Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan oleh klien
c. Ulang a dan b sampai semua anggota kelompok mendapat giliran.
d. Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan
memberi tepuk tangan.
3. Tahap terminasi
Tahap terminasi dilaksanakan selama 5 menit, terdiri dari:
a. Evaluasi
- Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
- Terapis

memberikan

preinforcement

positif

(pujian)

atas

keberhasilan klien
b. Rencana tindak lanjut
-

Menganjurkan klien menggunakan cara yang biasa dilakukan jika


stimulus Isolasi sosial : Menarik Diri

Menganjurkan klien melatih secara teratur cara yang telah dipelajari

Memasukkan pada jadwal kegiatan harian klien

c. Kontrak yang akan datang


- Menyepakati kegiatan berikutnya ,yaitu mengontrol dengan latihan
fisik 1 dan 2 (tarik nafas dalam dan tepuk bantal)
- Menyepakati waktu dan tempat.
3. EVALUASI
1. 100% klien mengikuti TAK dari awal sampai akhir
2. 80% kegiatan dilakukan sesuai dengan jadual kegiatan yang telah
dibuat
3. Klien dapat menyebutkan stimulasi penyebab Isolasi sosial : Menarik
Diri
4. Klien dapat menyebutkan respon yang dirasakan saat menarik diri
(tanda dan

gejala)

5. Klien dapat menyebutkan reaksi yang dilakukan saat Isolasi sosial :


Menarik Diri
6. Klien dapat menyebutkan akibat Isolasi sosial : Menarik Diri
7. Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
4. FORMAT EVALUASI
Stimulasi Persepsi : Isolasi sosial : Menarik Diri Sesi I
Mengenal Prilaku dan Kemampuan Mencegah Isolasi sosial : Menarik Diri

No
1

3
4

Nama Klien

Aspek yang dinilai


Klien

dapat

menyebutkan

stimulasi

penyebab Isolasi sosial : Menarik Diri


Klien dapat menyebutkan respon yang
dirasakan saat

Menarik Diri (tanda dan

gejala)
Klien dapat menyebutkan reaksi yang
dilakukan saat menarik diri
Klien dapat menyebutkan akibat menarik
diri

Klien dapat menyebutkan kegiatan fisik

yang biasa dilakukan klien


Klien mengikuti kegiatan TAK dari awal

sampai akhir
Jumlah
1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
2. Untuk tiap klien, beri penilaian tentang kemampuan klien mengikuti,
peran

klien

(aktif),

mengekspresikan

perasaannya

dan

mampu

mendemonstrasikan cara mencegah Isolasi sosial : Menarik Diri .Beri


tanda jika klien mampu dan tanda jika klien tidak mampu.
Keterangan:
= Bisa
X = Tidak bisa
Penilaian: Rekomendasi

Klien dikatakan mampu

: 6-8 Lanjutkan

Klien dikatakan cukup mampu

: 4-5 Lanjutkan

Klien dikatakan kurang mampu

: 2-3 Ulangi

Klien dikatakan gagal

: 0-1 Mundur

DAFTAR PUSTAKA
Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).
St.Louis Mosby Year Book, 1995
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC,
1999
Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino
Gonohutomo, 2003
Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung,
RSJP Bandung, 2000
Carpenito, L.J.2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 8. Jakarta : EGC
Keliat, B.A.1998. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Rasmun.2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri terintegrasi dengan
Keluarga. Jakarta : Fajar Inter Pratama
Stuart dan Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3 (diterjemahkan
oleh Yuni A). Jakarta : EGC
Tim Pengembangan Model Praktek Keperawatan

RS Jiwa Marzuki Mahdi,

Bogor. 1997. SOP dengan II Masalah Keperawatan. Bogor ; tidak


dipublikasikan
Townsend, MC. 1998. Buku saku diagnosa keperawatan psikiatri Edisi 3. Jakarta
: EGC.

Anda mungkin juga menyukai