Anda di halaman 1dari 6

Lasjkar Rakjat

Pada revolusi fisik, laskar bermakna satuan bersenjata di laur tentara


reguler, yang secara umum berafiliasi pada kepentingan politik tertentu. Bibit dari pada laskar
rakyat di Indonesia dianggap bermula dari sikap gerakan-gerakan politik tertentu terhadap
kolonialisme Belanda dan fasisme Jepang. Contohnya PNI Baru yang dibetuk akhir tahun
1931 pimpinan Hatta-Sjahrir dan Gerindo (Gerakan Indonesia Raya), yang didirikan 24 Mei
1937, yang mengambil sikap anti fasis dan anti kolonialisme.
Paska kemerdekaan 17 Agustus 1945, anggota gerakan-gerakan bawah tanah itu dan pemudapemuda Indonesia lainnya mengalami euforia politik setelah hidup di bawah bayang-bayang
penjajahan dan merasa terpanggil untuk menyelamatkan revolusi serta membela republik
dengan membentuk beberapa gerakan yang sesuai dengan afiliasi politiknya.
Pada awal revolusi, Pemerintah Indonesia tidak membentuk tentara resmi. Elemen
pembentukan BKR, TKR, TRI hingga TNI dibangun dengan tiga unsur utama yang masingmasing memiliki latar belakang yang berbeda yakni mantan anggota KNIL, mantan anggota
PETA, dan laskar rakyat.
Pada September 1945, para pemimpin RI meresmikan pembentukan Lasjkar Rakjat
Alasannya, perjuangan nasional lewat diplomasi tidak akan berhasil tanpa perjuangan rakyat
di desa dan kota. LR diharapkan akan bisa menyatukan semua organisasi para militer dan
mendukung Tentara Keamanan Rakyat. Pada akhir November 1945, para pemimpin pusat di
Jakarta menyatakan bahwa pembentukan organisasi itu resmi disahkan.
Sembilan organisasi bekerja sama erat dalam kegiatan militer: (1) Angkatan Pemoeda
Indonesia (2) Angkatan Pemoeda Indonesia Ambon (3) PKI (4) Gaboengan Gerakan Pegawai
Angkatan Moeda (5) Partai Rakjat Djelata (6) Pelopor (7) Ikatan Peladjar Indonesia (8) TKR
(9) KRIS. Sekalipun persenjataannya kurang mobilisasi massa yang sampai di kampungkampung telah membuat LR suatu kekuatan yang hebat.
Pada mulanya, LR dibentuk untuk menyatukan berbagai kesatuan perjuangan, tapi setelah
beberapa bulan jelas terlihat keengganan untuk itu. Lebih lagi, cabang-cabang LR
mempunyai susunan organisasi yang berbeda hingga menyulitkan penyeragaman dan
koordinasi. Guna memperkuat organisasi, suatu kongres nasional diselenggarakan pada akhir
Februari 1946. Dalam kongres itu dinyatakan bahwa LR adalah federasi dari berbagai
kesatuan perjuangan dan merupakan bagian khusus dari Persatuan Perdjuangan, yang
menjadi payung dari semua badan perjuangan.
Hisbullah dibentuk atas anjuran Masjoemi pada 21 Juli 1945. Selain untuk dipertahanan
Pulau Jawa, organisasi ini juga ditujukan untuk membela dan menyebarkan Islam. Pedoman
llmu yang ditentukan oleh Masjoemi, sedang pimpinannya dipegang oleh ulama dan kiai.
Sebagian besar anggotanya berasal dari pesantren dan madrasah. Dalam kongres Masjoemi.
pada 7 dan 8 November 1945, diputuskan untuk membentuk suatu badan perjuangan lain,

Sabilillah. Pimpinannya terdiri dari K.H Masjkoer, Wondoamiseno, H. Hasjim dan Soelio
Adikoesoemo. Pria di bawah usia 35 tahun menjadi anggota Hisbullah, sedang yang berumur
di atasnya masuk Sabilillah. Organisasi untuk pemuda adalah GPII (Gerakan Pemuda Islam
Indonesia).
Dalam 3 bulan pertama setelah Proklamasi Kemerdekaan, BPRI (Barisan Pemberontak
Republik Indonesia) menjulang tinggi dan menyebar luas ke seluruh Jawa. Pusatnya di
Surabaya sedang kegiatannya terutama bertumpu pada pemimpinnya, Bung Tomo 24
tahun yang sangat populer berkat pidato-pidato radionya yang bersemangat dan membakar.
Bung Tomo dan pengikutnya bangga dengan julukan mereka kaum ekstremis. Ideologi
mereka yang ekstrim-revolusioner diterima oleh masyarakat luas termasuk pengikut
Masjoemi. Pada kenyataannya, berkat agitasi massanya yang terus menerus, BPRI berhasil
memainkan peranan sebagai pemersatu. Perkembangannya yang cepat menimbulkan juga
kekacauan organisasi seiring dengan kecondongan anarki mereka. Beberapa cabang di Jawa
Barat pernah dituduh menjadi tempat penampungan perampok dan penjahat.
Radikal Revolusioner Barisan Banteng Republik Indonesia, juga disingkat Barisan Banteng,
semula dibentuk atas anjuran penguasa Jepang. Pada Desember 1942, Soekarni diminta oleh
Shimizu dari Sendenbu (Biro Propaganda) untuk membentuk suatu organisasi yang tujuannya
membangkitkan semangat rakyat dan melakukan latihan militer. Organisasi ini, Barisan
Pelopor, berkembang menjadi barisan penggempur yang memperoleh latihan militer yang
intensif. Segera setelah Proklamasi, Barisan Pelopor bersama Seinandan dan Kebodan
dimobilisasikan untuk menjaga keamanan dan ketertiban serta melakukan tugas kepolisian
Pada Desember 1945 namanya diubah menjadi Barisan Banteng RI. Pimpinannya ditunjuk
Presiden Soekarno, antara lain Soepeno, Singgih. Moeffreni Moemin, Asmara Hadi, Sajoeti
Melik dan Moewardi sebagai komandannya.
Kelompok sosialis tidak membentuk badan perjuangan. Yang dimiliki adalah suatu organisasi
pemuda, Pemoeda Sosialis Indonesia atau Pesindo yang kemudian berkembang menjadi
badan perjuangan. Organisasi ini dibentuk dalam kongres Nasional Pemuda pada 10 dan 11
November 1945 di Yogyakarta. Revolusi Dalam Revolusi Sejak akhir 1946 Pesindo berpaling
ke kiri dan bergabung pada Sayap Kiri, yang terdiri dari PKI, PBI (Partai Buruh) dan Lasjkar
Rakjat yang dibentuk pada 11 Desember 1945 oleh Cordian, seorang anggota Barisan
Banteng dan sekaligus juga anggota PKI.
Sekitar akhir masa pendudukan Jepang, kelompok Manado di bawah pimpinan Maramis
membentuk suatu organisasi pemuda bernama Angkatan Moeda Soelawesi yang kemudian
bergabung dengan Barisan Pelopor. AMS memainkan peranan penting dalam kesatuan
tempur ini karena ketrampilan militer sebagian anggotanya. Setelah Proklamasi, AMS dilebur
dalam BKR, karenanya kemudian dibentuk suatu organisasi baru: KRIS (Kebaktian Rakjat
Indonesia Soelawesi). Patut dicatat, KRIS bekerjasama erat dengan badan-badan proRepublik lain seperti Pemoeda Indonesia Maloekoe, Ikatan Perdjoeangan Kalimantan dan
Gerakan Rakjat Indonesia Soenda Ketjil.
Di samping Pesindo sebagai anggota Dewan Pimpinan Perserikatan Pemoeda RI, ada 131
badan perjuangan dan parpol kiri yang hadir dalam konperensi di Solo pada 15-16 Januari
1946. Program yang minimum yang diusulkan Tan Malaka diterima bulat. Begitu juga
usulnya untuk mengubah nama Front Persatuan menjadi Front Rakyat. Program itu antara
lain meliputi (1) kemerdekaan 100% (2) pembentukan pemerintahan rakyat (3) pembentukan
tentara rakyat, (4) nasionalisasi modal Belanda. Program itu merupakan tantangan pada

pemerintah, malah pelaksanaannya akan berarti revolusi dalam revolusi. Ini merupakan
konfrontasi langsung antara Tan Malaka dan Soekarno. Tatkala dihadapkan pada pilihan
antara keduanya, sebagian besar peserta dipimpin oleh Bung Tomo dari BPRI dan Ibnu lama
dari Pesindo memihak Soekarno-Hatta. Ini mengakibatkan pecahnya Front Persatuan.
Dari BKR ke TKR
Setelah Indonesia Merdeka 17 Agustus 1945, PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) membentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat) sebagai bagian daripada Badan
Pertolongan Korban Perang. BKR bukan badan militer dan semata-mata semacam Hansip
Wanra saja saat itu. Pada tanggal 5 Oktober 1945, B.K.R ini dengan maklumat Pemerintah
no.6, telah ditransformasikan menjadi T.K.R (Tentara Keamanan Rakyat). Isi maklumat :
untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan satu Tentara Keamanan
Rakyat. Pada tanggal 6 Oktober 1945 keluar maklumat tambahan yaitu, sebagai menteri
keamanan rakyat diangkat Soeprijadi. Ternyata Soeprijadi sang tokoh pimpinan
pemberontakan PETA Blitar ini, tidak pernah muncul. Namun Pemerintah tetap
mempertahankan namanya sampai nanti Soedirman diangkat sebagai Panglima T.K.R.
Perihal TKR ini dibicarakan untuk pertama kali oleh kabinet R.I pertama (Kabinet
Presidentiel dipimpin Presiden Soekarno) pada tanggal 15 Oktober 1945 bertempat dirumah
Soekarno jalan Pegangsaan Timur no.56 Jakarta. Semua menteri hadir kecuali Soekarno. Para
mantan tentara KNIL (tentara Hindia Belanda) yang hadir adalah Oerip Soemohardjo,
Soedibjo, Samidjo dan Didi Kartasasmita. Mantan PETA yang hadir adalah Dr Soetjipto dan
Kafrawi. Saat itu berhasil ditetapkan bahwa Oerip Soemohardjo, mantan mayor KNIL yang
sudah pensiun, sebagai Kepala Markas Besar Oemoem dan juga sebagai formatir organisasi.
Markas besar T.K.R (MBT) segera dibentuk dengan kota Yogya sebagai pusatnya. Untuk
pengembangan di Sumatera, pada tanggal 5 November 1945 Dr AK Gani diangkat sebagai
organisator dan koordinator T.K.R diseluruh Sumatrera.
Tanggal 20 Oktober 1945, Kementerian Keamanan Rakyat mengumumkan secara resmi
pengangkatan Soeprijadi selaku Panglima dan Oerip Soemohardjo sebagai Kepala Staf.
Nama lain yang disebut-sebut adalah Moehamad Soeljoadikoesoemo sebagai menteri
keamanan ad interim. Tapi karena penolakan dari berbagai pihak dia tidak pernah memangku
jabatan tersebut. Menteri Keamanan Rakyat baru diisi oleh Amir Sjariifudin dalam Kabinet
Sjahrir pertama (kabinat RI ke II) pada Bulan Oktober 1945.
Pada tanggal 27 Oktober 1945 Pemerintah mengeluarkan maklumat tentang T.K.R. yaitu
sebagai bagian dari maklumat pemerintah tentang pemberian perintah dan petunjuk kepada
penduduk. Dikatakan : Pemerintah R.I lagi berusaha menyusun secepat-cepatnya TENTARA
KEAMANAN RAKYAT untuk menanggung kemanan Dalam Negeri.. Kemudian agar para
pemuda yang berminat berpartisipasi pada lembaga militer ini.
Pada tanggal 2 Nopember 1945, pemerintah nasional kota Jakarta misalnya, memang
menyerukan agar para bekas PETA, HEIHO, militer Hindia Belanda, Pelopor, Hisbullah, dan
para pemuda lainnya yang berumur 18 tahun keatas supaya mendaftarkan namanya bagi
tentara keamanan rakyat. Pendaftaran dilakukan dibalai agung kota (kira-kira sekarang kator
DKI Jaya), Gambir Selatan no.9. mulai tanggal 3 November 1945 jam 8 pagi sampai jam 2
siang.
Konferensi TKR

Intinya, untuk mengisi kekosongan pos panglima tertinggi TKR (karena Supriyadi yang tak
kunjung muncul), Markas Besar Tertinggi TKR yang diorganisir Kepala Staf Letjen Urip
Sumohardjo mengundang para pimpinan TKR se-Jawa dan Sumatera. Mereka yang mendapat
fax kawat undangan adalah para komandan resimen dan Divisi. Saat itu di Jawa ada 10 Divisi
dan Sumatera ada 6 Divisi. Sementara resimen jumlahnya puluhan.
(Yang masih menjadi tanda tanya, ketika itu pada struktur di atas Divisi ada institusi yang
diberi nama Komandemen. Jika Divisi dikepalai kolonel, maka Komandemen dikepalai
seorang jenderal mayor. Jawa Barat misalnya, 3 divisi yang ada di situ dibawah
Komandemen I yang dipimpin Didi Kartasasmita. Namun, dalam literatur manapun hak suara
seorang kepala komandemen pada Konperensi TKR 1945 tak disebutkan sama sekali. Dan
kemudian makin janggal, karena di antara nama-nama yang muncul sebagai kandidat
panglima TKR nanti, tak satupun dari kepala komandemen.)
Pada hari H, 12 November bermunculan-lah para komandan TKR disertai pengawalnya di
Jogja. Tak komplet memang. Sebagian komandan dari Jawa Timur tidak datang, karena masih
sibuk menghadapi Inggris dalam peristiwa 10 November di Surabaya. Sedangkan dari 6
divisi di Sumatera, ternyata diwakili oleh satu perwira yakni Kolonel Moh Noeh. Walaupun
demikian konperensi tetap dibuka pada pukul 10.00 WIB.
Urip Sumohardjo menjadi pimpinan rapat di sesi pertama. Saat memasuki agenda pemilihan
panglima TKR, rapat menjadi ricuh karena masing-masing komandan tak siap membawa
usulan siapa yang akan dijadikan panglima besar TKR. Dalam situasi ini, Sudirman yang saat
itu komandan Divisi V melakukan interupsi. Ia mengusulkan agar rapat di-skors sementara
yang lalu disetujui perwira. (Keberanian Sudirman mengusulkan skors, bisa jadi poin
tersendiri bagi kemenangannya dalam bursa calon panglima TKR, mengingat terbatasnya
waktu yang dimiliki para komandan untuk men-scan calon pilihannya.)
Rapat sesi kedua dipimpin oleh Letkol Holland Iskandar. Kali ini jalannya rapat lebih lancar.
Di papan tulis, beberapa nama terpampang masuk bursa calon panglima TKR. Persisnya ada
8 nama; (1) M Nazir KNIL laut? (2) Sri Sultan HB IX KNIL KMA Breda (3) Wijoyo
Suryokusumo ? (4) GPH Purwonegoro ? (5) Urip Sumohardjo KNIL Meester Cornelis
(6) Sudirman PETA (7) Suryadi Suryadarma KNIL KMA Breda (8) M Pardi KNIL
Laut?.
Setelah disaring lewat beberapa tahapan, mengkerucutlah pada 2 nama yakni Sudirman dan
Urip. Setelah di-voting diperoleh hasil 22 suara mendukung Sudirman, sedangkan Urip
didukung oleh 21 suara. Satu suara tambahan lagi diperoleh Sudirman dari wakil Sumatera,
Kolonel Moeh Noeh yang mengaku mengantungi mandat 6 kepala divisi se-Sumatera. Jadilah
Sudirman sebagai pemenang. Rapat juga memutuskan Urip tetap sebagai kepala staf dan
yang tak diduga karena bukan kewenangan tentara -, juga menunjuk Sri Sultan HB IX
sebagai menteri pertahanan.
Terpilihnya Sudirman memang mengejutkan. Namun dalam buku tersebut, Sardiman juga
menulis Sudirman bukanlah sosok coming from behind. Bakat kepemimpinannya sudah
dikenal luas di kalangan perwira PETA, rekan satu korpsnya dulu. Dia lah perwira PETA
yang mampu menjinakkan pemberontakan PETA Gumilir agar tak bernasib sama seperti
pemberontakan PETA Blitar yang berakhir dipenggalnya 6 perwira PETA. Sudirman pula
yang memimpin para perwira PETA kharismatis yang tengah diisolasi Jepang di Bogor
melarikan diri dari kamp, pada saat terjadinya proklamasi 1945.

Dan yang juga tak boleh diabaikan, kenyataan bahwa para komandan TKR pada saat
berlangsungnya konperensi hampir semuanya alumnus PETA. Ambilah sampel komposisi
panglima16 divisi, hanya 2 yang berasal dari KNIL, yakni Divisi III Kolonel AH Nasution
dan Divisi IV Kolonel Jatikusumo. Itupun Jatikusumo tak sepenuhnya beraoroma KNIL,
karena ia pun sempat menjalani pendidikan PETA di Bogor. Para komandan dari PETA ini
sebagian besar jelas ragu untuk memilih Urip mengingat ia sekian lama mengabdi untuk
Belanda. Bagi mereka, lebih aman memilih Sudirman yang sesama PETA.
Sungguh pun demikian bukan berarti segalanya berjalan mulus. Pemerintah pusat rupanya
ragu dengan pilihan para tentara. Baik Soekarno maupun PM Sjahrir tak yakin, Sudirman
yang baru 2 tahun menjadi tentara bisa memanggul tugas berat memimpin TKR. Karenanya,
dibutuhkan waktu lebih dari 1 bulan untuk melantik Sudirman. Itupun sebelum pelantikan,
Soekarno konon meminta bicara 4 mata dengan Urip Sumohardjo mengenai kapabilitas
Sudirman. Baru setelah Urip yang mungkin sudah mengatasi kekecewaannya tak jadi
panglima menggaransi, Soekarno akhirnya mau melantik Sudirman pada 18 Desember
1945.
Meskipun Kepala Staf dan MBT sudah ada tapi Panglima T.K.R baru saja terpilih pada tgl 12
November 1945 dalam konperensi tentara di Yogya. Kolonel Soedirman mantan Daidancho
PETA dan komandan batalyon Banyumas terpilih secara aklamasi dalam konperensi T.K.R di
Yogyakarta itu. Tapi dirinya baru pada tanggal 18 Desember 1945 atau dalam masa
pemerintahan kabinet Sjahrir I, resmi ditetapkan sebagai Panglima Besar. Penundaan
pelantikan ini menurut Anderson menandakan adanya persaingan dan pertentangan antara
pemerintah dan komando tertinggi militer.
Dari TKR menjadi TRI
Soedirman sendiri setelah konperensi TKR di Yogya sempat kembali dahulu kepada induk
pasukannya di Kroya dan memimpin pertempuran di Ambarawa. Bintangnya memuncak naik
ketika sebagai Panglima Perang berhasil dengan gemilang mengusir tentara Sekutu dari
Ambarawa pada tanggal 15 Desember 1946. Organisasi T.K.R awal sangat besar. Organisasi
ini menganut konsep struksur organisasi KNIL yaitu berbentuk Komandemen, Divisi, dan
Resimen. Komandemen yang telah dibentuk saat itu adalah Komandemen Sumatera, Jawa
Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Komandemen membawahi sejumlah Divisi. Misalnya
Jawa Barat yang dipimpin oleh jenderal mayor Didi Kartasasmita dan bermarkas di
Purwakarta, memiliki tiga Divisi. Dibawah Divisi terdapat sejumlah resimen dan selanjutnya.
Baik Komandemen maupun Divisi pada dasarnya sudah menganut konsep teritorial. Selama
Pemerintahan Sjahrir, tentara berhasil mengkonsolidasikan diri dengan baik dan menuju
kesempurnaan organisasi. Pada tanggal 7 Januari 1946 dikeluarkan maklumat no.2 tentang
perubahan nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan rakyat (juga
disingkat T.K.R). Kementerian keamanan diganti namanya menjadi kementerian pertahanan.
Tanggal 25 Januari 1946 T.K.R dirubah lagi menjadi T.R.I (Tentara Republik Indonesia).
Sementara itu TKR diganti menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia). Perpecahan di
berbagai badan perjuangan di pusat kemudian menyebar ke daerah dan cabang. Persaingan
keras muncul antara BPRI dan Pesindo di suatu pihak, dengan Barisan Banteng dan Lasjkar
Rakjat di pihak lain. Peristiwa Cirebon merupakan puncak permusuhan. Antara 8-10 Februari
1946, Mohamad Jusuf menyelenggarakan kongres Front Persatuan di Cirebon tanpa
mengundang badan-badan perjuangan dan pemuda yang mendukung pemerintah SoekarnoHatta. Sekitar 200 anggota pasukan Lasjkar Merah hadir. Tatkala Mohamad Jusuf

memerintahkan agar bendera nasional diturunkan, TRI bertindak dan pertempuran terjadi.
Baru pada 14 Februari, dengan datangnya bala bantuan, TRI berhasil merebut kembali
Cirebon. Pertikaian antara kelompok Tan Malaka dan kelompok PKI belum berakhir. Yang
satu tergabung dalam Gerakan Rakjat Revolusi sedang yang lain dalam Front Demokrasi
Rakjat. Dalam Peristiwa Madiun FDR berusaha merebut kekuasaan dengan senjata.
Bentrokan akibat pertikaian antara kekuatan pemerintah terutama TRI dengan organisasiorganisasi kiri antara lain Lasjkar Rakjat terjadi di banyak tempat. Di timur Jakarta, pengikutpengikut Tan Malaka menyusupi banyak badan perjuangan, khususnya Lasjkar Rakjat
Djakarta Raja. Salah satu tokoh organisasi ini adalah Soetan Akbar yang pernah beberapa kali
ditahan oleh TRI. Memimpin Lasjkar Rakjat, ia menyerang TRI pada Maret 1947 tatkala ia
menentang perundingan Indonesia-Belanda. Setelah kalah, ia bergabung dengan TNI namun
secara diam-diam membentuk pasukan Bamboe Roentjing di Jawa Barat. Dia juga terlibat
dalam perdagangan senjata yang menguntungkan.
Referensi
1. Laskar-laskar rakyat, Arsip Majalah Tempo 11 Oktober 1980
2. http://anusapati.blogdetik.com/2008/08/04/konperensi-tkr-1945/
3. http://sejarahkita.blogspot.com/2008/06/dari-tkr-sampai-tri.html
4. http://cenya95.wordpress.com/2009/07/07/laskar-rakyat-dalam-sejarah-perangnasional/
5. http://catatankecil-indonesia.blogspot.com/2009/07/laskar-laskar-rakyat-tahun1945.html
6. Gambar : http://sigitsusinggih.net/wp-content/uploads/2008/03/laskar-rakyat.jpg

https://serbasejarah.wordpress.com/2011/03/01/lasjkar-rakjat/

Anda mungkin juga menyukai