Anda di halaman 1dari 7

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang merupakan kesepakatan negara-negara ASEAN

dalam meningkatkan kerja sama bidang perekonomian akan diberlakukan pada 31 Desember
2015. Bentuk kerja sama ini bertujuan agar terciptanya aliran bebas barang, jasa, dan tenaga
kerja terlatih, serta aliran investasi yang lebih bebas.
Indonesia yang merupakan salah satu negara yang ikut ambil bagian dalam MEA 2015
memiliki potensi dan peluang yang besar untuk meningkatkan perekonomian nasional. Dari
data Bank Dunia 2011 memperlihatkan bahwa Indonesai mengalami pertumbuhan ekonomi
tertinggi di negara-negara ASEAN dan berada pada urutan ke tiga di Asia setelah China dan
India. Selain itu, realisasi investasi Indonesia pada tahun 2012 mencapai Rp 313,2 triliun
yang merupakan nilai tertinggi sepanjang sejarah Indonesia.
Kekuatan Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 terletak pada pertumbuhan makroekonomi yang meningkat terlihat dari data yang dihimpun dalam Bank Dunia tahun 2011
menjelaskan Debt to GDP Ratio (Rasio Hutang terhadap PDB) Indonesia cukup rendah
dibanding negara ASEAN lainnya yaitu 24%. Total PDB Indonesia sebesar US$ 846 milyar
pada tahun 2011 yang merupakan terbesar di ASEAN dan ke-16 di dunia. Indonesia juga
merupakan satu-satunya anggota ASEAN yang menjadi anggota G20.
Kekuatan dan kesempatan Indonesia untuk menjadi pemenang dalam persaingan yang akan
diberlakukan mulai 2015 mendatang memang sangat tinggi, tetapi dibalik kekuatan yang
dimiliki Indonesia masih mempunyai banyak kelemahan. Kelemahan utama Indonesia
terletak pada sinkronisasi program dan kebijakan antar pemerintah daerah dan pusat serta
mind-set masyarakat khususnya para pelaku usaha yang belum seluruhnya melihat peluang
pengembangan perekonomian di MEA 2015 mendatang.
Melihat keadaan yang terjadi sekarang ini Indonesia sebenarnya belum siap menghadapi
MEA 2015 walaupun mempunyai peluang dan kekuatan tinggi. Laporan Kementerian
Koordinator Perekonomian mengungkapkan bahwa Neraca Perdagangan Indonesia sejak
tahun 2005 setiap tahunnya mengalami defisit yang meningkat di negara-negara ASEAN.
Indonesia dengan kekayaan alam yang besar ternyata ekspornya hanya didominasi oleh
barang-barang berupa bahan baku alam (raw material), seperti batubara, minyak nabati, gas,
dan minyak bumi. Indonesia masih kalah bersaing dengan negara-negara industri utama
ASEAN seperti Singapura, Malaysia dan Thailand. Pengolahan bahan baku alam yang
merupakan hasil Indonesia masih selalu dilakukan oleh negara lain, Indonesia belum mampu
menguasai kekayaan alamnya sendiri.

Peran Generasi Muda dalam MEA

Kondisi seperti ini perlu adanya penyadaran bagi kaum-kaum muda sebegai generasi penerus
bangsa ini. Generasi muda harus mempersiapkan dirinya ketika pasar bebas ASEAN sudah
diberlakukan. Keberlanjutan negara ini ada di tangan kaum muda-mudi, ketika kesadaran
akan pentingnya membenahi diri untuk menghadapi MEA bagi para generasi muda tidak ada,
Indonesia nantinya akan terjual ke negara lain dan negara indonesai akan dikuasai oleh
negara lain.
Dukungan dari generasi muda untuk menghadapi MEA merupakan salah satu kekuatan
Indonesia untuk dapat bertahan dalam persaingan pasar bebas. Generasi muda perlu membuat
berbagai kegiatan diantaranya yaitu menciptakan usaha sendiri selagi mahasiswa,
mensosialisasikan MEA dan mengajak kaum muda lain untuk meningkatkan daya wirausaha
sehingga usaha-usaha baru akan muncul dan bisa mempertahankan perekonomian negara.
Generasi muda merupakan salah satu tonggak keberhasilan tujuan negara, karena kaum
mudalah pemegang keberlanjutan negara.

Mungkin masih ada yang bingung bedanya AEC/MEA (Asean Economic Community/
Masyarakat Ekonomi Asean) dengan AFTA (Asean Free Trade Area)? Pada prinsipnya,
kedua hal tersebut adalah sama. AFTA adalah nama perjanjian yang ditandatangani,
sedangkan AEC seperti sebuah sebutan kesepakatan bagi masyarakat negara ASEAN yang
ikut serta dalam penandatangan AFTA.

TURIS MENGAGUMI KEBUDAYAAN KITA

BATIK MENDUNIA
Dalam menyambut AFTA ini, banyak peluang dan tantangan yang harus kita hadapi.
Tantangan yang mungkin dihadapi adalah pendidikan di Indonesia yang masih belum merata
dan sikap bangsa Indonesia yang konsumtif terhadap barang luar negeri. Selain itu,
peluangnya yang bisa diraih seperti mengenalkan budaya Indonesia di kancah Internasional
dan lebih mudah mendirikan usaha. Namun langkah mendasar apa yang mampu kita lakukan
sebagai mahasiswa akuntansi?

Peran kita sebagai mahasiswa akuntansi adalah berusaha untuk bisa meningkatkan
kemampuan dalam akuntansi. Tidak hanya hardskill yang perlu terus dikembangkan, tetapi
juga berbagai macam softskill harus terus digalih. Ada niat dalam diri kita untuk mau
mengembangkan diri. Sejujurnya, tidak ada kesuksesan ataupun perubahan untuk menjadi

yang lebih baik dari hari ini jika tidak ada kesadaran/kemauan diri sendiri (awareness).
Softskill yang bisa kita asah semenjak mahasiswa dan menjadi aktivis dalam organisasi ini
adalah latihan berkomunikasi, bernegosiasi, inisiatif, disiplin, kreatif, dan lain sebagainya.

Mau tidak mau dan sangat segera, Indonesia menghadapi pasar bebas antar negara-negara
ASEAN. Sebagai mahasiswa kita tidak bisa menutup mata atau bersikap acuh tak acuh
terhadap hal ini, tetapi kita bisa memulai mengembangkan diri untuk dari hal-hal yang kecil.
Misalnya, berlatih bahasa inggris dan mandarin selama ada waktu senggang pada saat
perkuliahan (walaupun menjadi mahasiswa dan pekerjaan sebagai aktivis di organisasi sangat
menyita waktu, tetapi sebisa mungkin menyempatkan untuk latihan secara otodidak dengan
membaca buku asing dan lain sebagainya), latihan berkomunikasi di depan umum, tidak
hanya menjadi followers dalam suatu diskusi kelompok tetapi juga ikut berkontribusi secara
partisipatif menyumbangkan ide-ide, dan bisa juga dengan membaca artikel-artikel untuk
mempelajari budaya-budaya negara ASEAN. Saya sebagai mahasiswa yang mengambil
jurusan perpajakan, ingin mencoba mempelajari mengenai tarif impor ekspor lebih lagi.
Hampir dapat dipastikan dengan adanya AFTA ini peran tenaga ahli dalam bidang perpajakan
sangat penting.
Memiliki nilai bagus diujian saat menjadi mahasiswa tidak bisa menjamin atau
menjadi indikator bahwa kita akan menjadi orang yang sukses, tetapi hal yang terpenting
adalah keluasan wawasan kita terhadap hal-hal lain di luar sana dan ada jiwa pembelajar
dalam diri kita. Menekuni profesi sebagai akuntan tidak seharusnya menjadi suatu yang
membatasi kita (boundary) untuk tahu-menahu tentang hal-hal lain di luar profesi akuntan.

Menurut pendapat saya pribadi, seseorang yang memiliki pengetahuan yang luas dan
punya jiwa pembelajar dalam dirinya bisa menjadi sebuah pangkal kesuksesan dalam hidup
seseorang. Contohnya, bapak Ignasius Jonan yang sekarang menjadi Menteri Perhubungan
ternyata adalah seorang alumni mahasiswa UNAIR jurusan Akuntansi. Tetapi mengapa beliau
bisa menjadi Menteri Perhubungan? Dimana akuntansi dan bidang transportasi tidak ada
hubungannya. Dan beliau mempelajari tentang hal tersebut kurang lebih hanya 3 bulan. Hal
ini dikarenakan adanya jiwa pembelajar dalam diri beliau.

from ZARA to Damn I Love Indonesia

Dengan adanya AFTA ini diharapkan Indonesia bisa menjual barang Indonesia pada
negara-negara ASEAN serta mengenalkan budaya kita. Namun, kenyataannya sekarang ini
banyak masyarakat (termasuk saya) yang lebih percaya diri dengan memakai barang buatan
luar negeri. Untuk membangun suatu kesadaran berpartisiasi dalam AFTA ini saya ingin
mencoba memulainya dari hal yang terkecil, yaitu belajar mencintai produk kita sendiri.
Indonesia terkenal dengan kerajinan tangannya yang unik, karena buatan tangan sendiri inilah
nilai plusnya agar bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi. Selain itu, jika dilihat dari
wisatawan mancanegara sangat menggemari sesuatu yang berbau kerajinan tangan
(handmade).
Saya sendiri juga merasa bahwa sekarang inilah saatnya kita harus belajar untuk
menemukan kelebihan dari diri kita sendiri. Hal ini bisa menimbulkan sifat percaya diri dan
menghargai kemampuan diri kita sendiri. Contohnya, kebiasaan banyak orang setelah
berlibur dari luar negeri sering kita diberi oleh-oleh berupa gantungan kunci. Tetapi saat ada
gantungan kunci produksi Indonesia, kita malas untuk membelinya. Menurut saya hal ini
dikarenakan kita kurang percaya diri untuk mengonsumsi produk Indonesia. Bangsa Jepang
sangat mencintai produksi dalam negeri, sampai-sampai produk luar yang dijual di negara
mereka sangat kecil persentasenya untuk laku. Produk negara Jepang pun digemari oleh
negara lain karena kualitas produksinya tidak asal-asalan. Kita perlu belajar dari hal tersebut
untuk menumbuhkan rasa memiliki dan peduli terhadap produk-produk Indonesia. Siapa lagi
yang bertanggungjawab atas produk bangsa kita sendiri jika kita tidak mencintai produk kita?

Pada intinya, kerja keras dan kesadaran untuk ikut ambil bagian dalam AFTA adalah hal yang
penting. AFTA tidak perlu menjadi sesuatu yang ditakutkan. Ubah cara pandang kita bahwa
Indonesia akan menjadi bangsa yang tertinggal dengan adanya AFTA ini, justru kita harus
melihat peluang dan kemanfaatan dari adanya AFTA di Indonesia. Akan ada sangat banyak
peluang penandatanganan perjanjian AFTA ini, Indonesia bisa diperkenalkan di kancah

internasional. Investasi diharapkan semakin meningkat di Indonesia dan secara legal lebih
mudah untuk mendirikan usaha baik dalam negeri maupun luar negeri.

Anda mungkin juga menyukai