Anda di halaman 1dari 28

1.

Definisi penyakit (Handbok pharmacotherapy, dipiro bab 46)


Tuberkulosis (TB) adalah infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kondisi infeksi bisa silent, laten (tersembunyi) dan juga aktif.
2. Prevalensi/epidemiologi penyakit (Riskesdas,2013)
Prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan tahun
2007 dan 2013 tidak berbeda (0,4%). Lima provinsi dengan TB tertinggi adalah Jawa
Barat, Papua, DKI Jakarta, Gorontalo, Banten, dan Papua Barat. Penduduk yang
didiagnosis TB oleh tenaga kesehatan, 44,4 persen diobati dengan obat program
3. Etiologi penyakit
TBC disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic
tahan asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar UV. Bakteri
yang jarang sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium.
4. Patfisiologi penyakit (Handbok pharmacotherapy, dipiro bab 46)
Infeksi primer dimulai dari implantasi organisme pada alveolar, dalam ukuran
yang cukup kecil (1-5 mm) untuk bisa melewati sel epitel bersilia pada saluran
pernafasan atas. Begitu tertanam, organisme memperbanyak diri dan dimakan
oleh makrofag pulmonal, organisme tetap membelah meski lebih lambat.
Nekrosis jaringan dan pengerasan tempat yang terinfeksi dan nodus limfoma
di area itu bisa muncul,menyebabkan pembentukan area radiodense yang

disbeut sebagai kompleks Ghon.


Setelah nodus limfoma terlibat, organisme bisa diam atau menyebar melalui

peredaran darah ke berbagai sistem organ.


Bersamaan dengan proliferasi organisme adalah terbentuknya hipersensitivitas

yang tertunda melalui aktivasi dan perbanyakan limfosit CD4.


Kontaminasi M. tuberculosis membutuhkan aktivasi bagian dari limfosit CD4
yang disebut sel Th-1, yang mengaktifkan makrofag melalui sekresi interferon

.
Penghambatan proliferasi mikobakteria dicirikan oleh pembentukan dua tipe
granuloma: granuloma proliferatif, yang stabil dan dengan efektif nenbatasi
penyebaran organisme; dan caseating granuloma (penampilan seperti keju).
Caseating granuloma mempunyai pusat nekrotik, relatif tidak stabil, dan

membolehkan pertumbuhan terbatas M. tuberculosis yang terdapat didalam

mereka.
Sekitar 90% pasien yang mengalami penyakit primer tidak mempunyai
manifestasi klinik lain selain uji kulit positif tunggal atau dalam kombinasi

dengan bukti radiografi akan adanya granuloma stabil.


Sekitar 3-5% pasien (biasanya anak, lansia, atau immunocopromised)
merasakan penyakit primer yang progresif pada tempat infeksi pertama
(biasanya lobus bagian bawah) dan seringkali menyebar, menyebabkan

meningitis dan sering melibatkan lobus paru bagian atas.


Sekitar 7-10% pasien mengalami penyakit reaktif, yang muncul setelah

penyebaran hematogenus dari organisme.


Terkadang, sejumlah besar inokulum organisme bisa masuk ke aliran darah,
menyebabkan penyakit menyebar dan pembentukan granuloma yang disebut

tuberkulosis miliari.
Berbagai bentuk infeksi TB terjadi dengan frekuensi yang berbeda pada

berbagai populasi
5. Faktor resiko
Beberapa faktor risiko untuk menderita TB adalah:
a. Jenis kelamin.
Penyakit TB dapat menyerang laki-laki dan perempuan. Hampir tidak ada
perbedaan di antara anak laki dan perempuan sampai pada umur pubertas .
b. Status gizi.
Telah terbukti bahwa malnutrisi akan mengurangi daya tahan tubuh sehingga akan
menurunkan resistensi terhadap berbagai penyakit termasuk TB. Faktor ini sangat
berperan pada negara-negara miskin dan tidak mengira usia (Croft, 2002).

c. Sosioekonomi.
Penyakit TB lebih banyak menyerang masyarakat yang berasal dari kalangan
sosioekonomi rendah. Lingkungan yang buruk dan permukiman yang terlampau
padat sangat potensial dalam penyebaran penyakit TB (Croft, 2002).
d. Pendidikan.
Rendahnya pendidikan seseorang penderita TB dapat mempengaruhi seseorang
untuk mencari pelayanan kesehatan. Terdapat beberapa penelitian yang
menyimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai pendidikan rendah akan
berpeluang untuk mengalami ketidaksembuhan 5,5 kali lebih besar berbanding
dengan orang yang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi (Croft,
2002).
e. Faktor-faktor Toksis.
Merokok, minuman keras, dan tembakau merupakan faktor penting dapat
menurunkan daya tahan tubuh (Nelson, 1995).
6. Gejala klinik/manifestasi klinik (Handbok pharmacotherapy, dipiro bab 46)
a. Pasien yang tidak terinfeksi HIV
Tampilan klinik dari TB pulmonal tidak spesifik, yang terlihat hanya proses

infeksi yang berkembang dengan lambat.


Pasien dengan kondisi subklinis atau dalam tahapan awal penyakit bisa
asimtomatik. Jika populasi organisme meningkat sampai jumah tertentu, pasien
mulai mengeluhkan malaise (=merasa lemah dan lelah yang tidak bisa
dijelaskan), anoreksia, berat badan turun, dan fatigue (=merasa sangat lelah) dan
juga demam yang muncul dalam interval dengan menggigil dan berkeringat di
malam hari. Bersamaan, muncul batuk dengan meningkatnya produksi sputum.
Hemoptysis (=batuk mengeluarkan darah) dan nafas pendek biasanya menjadi

indikasi stadium lebih lanjut.


Pemeriksaan fisik adalah tidak spesifik, menunjukkan penyakit pulmonal
progresif. Perkusi dada yang datar mungkin adalah konsolidasi dari kedua area
paru. Rales (=suara desisan abnormal yang terdengar sewaktu pemeriksaan paru
dengan stetoskop) dan meningkatnya vocal fremitussering terlihat sewaktu

pemeriksaan dengan stetoskop.


Data laboratorium yang abnormal biasanya terbatas pada peningkatan sedang
untuk hitung sel darah putih, dengan limfosit mendominasi.

Tampilan klinik yang dihubungkan dengan TB ekstrapulmonal bervariasi


tergantung pada sistem organ yang terserang tapi biasanya berupa kompromi
fungsi organ dengan demam rendah dan simtom konstitusional lainnya.

b. Pasien yang terinfeksi HIV


Tampilan klinik pasien terinfeksi HIV yang terkena TB bisa berbeda dari yang
teramati pada pasien dengan sistem imun normal (lihat Tabel 46-2). Pada pasien
AIDS, TB lebih mungkin muncul dalam bentuk penyakit progresif, melibatkan

situs ekstrapulmonal, dan melibatkan banyak lobus di paru.


TB pada pasien AIDS lebih tidak mungkin melibatkan penyakit cavitary,
dihubungkan dnegan uji kulit yang positif, atau dihubungkan dengaan demam.
Temuan TB nonspesifik seperti malaise, berat badan turun, merasa lemah, dan
demam adalah kondisi normal pada pasien AIDS.

7. Diagnosis
Terdapat beberapa uji untuk menegakkan diagnosis TB yaitu:
a. Tuberkulin skin test
Uji ini dilakukan dengan menginjeksikan secara intracutaneous 0.1ml Tweenstabilized liquid PPD (Purified Protein Derivative) pada bagian punggung atau dorsal
dari lengan bawah. Dalam waktu 48 72 jam, area yang menonjol (indurasi), bukan
eritema, diukur. Ukuran tes Mantoux ini sebesar 5 mm diinterpretasikan positif pada
kasus-kasus:
1.Individu

yang

memiliki

atau

dicurigai

terinfeksi

HIV

(Human

Immunodeficiency Virus).
2. Memiliki kontak yang erat dengan penderita TB yang infeksius.
3.Individu dengan rontgen dada yang abnormal yang mengindikasikan gambaran
proses penyembuhan TB yang lama, yang sebelumnya tidak mendapatkan
terapi OAT yang adekuat.
4. Individu yang menggunakan narkoba dan status HIV yang tidak
diketahui. Ukuran 10 mm uji tuberkulin, dianggap positif biasanya pada
kasus-kasus seperti:
a) Individu dengan kondisi kesehatan tertentu kecuali penderita HIV.
b) Individu yang menggunakan narkoba (jika status HIV negatif).
c) Tidak mendapatkan pelayanan kesehatan, populasi dengan
pendapatan yang rendah, termasuk kelompok ras dan etnik yang
berisiko tinggi.
d) Anak kecil yang berusia kurang dari 4 tahun.

Uji ini sekarang sudah tidak dianjurkan dipakai karena uji ini hanya menunjukkan
ada tidaknya antibodi anti TB pada seseorang, sedangkan menurut penelitian, 80%
penduduk

Indonesia sudah pernah terpapar

antigen TB, walaupun tidak

bermanifestasi, sehingga akan banyak memberikan false positif (Amin, 2006).


b. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologis juga diperlukan untuk membantu penegakan
diagnosis.
1. Adanya infeksi primer digambarkan dengan nodul terkalsifikasi pada bagian
perifer paru dengan kalsifikasi dari limfe nodus hilus.
2. Sedangkan proses reaktifasi TB akan memberikan gambaran :
a) Nekrosis.
b) Kavitasi (terutama tampak pada foto posisi apical lordotik).
c) Fibrosis dan retraksi region hilus.
d) Bronchopneumonia.
e) Infiltrate interstitial.
f) Pola milier.
g) Gambaran diatas juga merupakan gambaran dari TB primer lanjut.
3. TB pleura memberikan gambaran efusi pleura yang biasanya terjadi secara
massif.
4. Aktivitas dari kuman TB tidak bisa hanya ditegakkan hanya dengan 1 kali
pemeriksaan rontgen dada, tapi harus dilakukan serial rontgen dada. Tidak
hanya melihat apakah penyakit tersebut dalam proses progesi atau regresi
(Amin, 2006).
c. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannnya kuman BTA,
diagnosis TB sudah dapat dipastikan. Kriteria BTA positif adalah bila sekurangkurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan (Amin, 2006).
8. Terapi non farmakologi dan farmakologi
Terapi farmakologi

Terapi Non-farmakologi
-

Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi).

Memperbanyak istirahat (bedrest).

Diet sehat, dianjurkan mengkonsumsi banyak lemak dan vitamin A untuk


membentuk jaringan lemak baru dan meningkatkan sistem imun.

Menjaga sanitasi/kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal.

Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan udara yang
baru.

Berolahraga, seperti jalan santai di pagi hari.

9. Golongan obat

OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)


Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
Rifampisin
INH
Pirazinamid
Streptomisin
Etambutol
2. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination)
Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari :
Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400
mg dan etambutol 275 mg dan
Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu
rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid.
400 mg
3. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat
Derivat rifampisin dan INH
10. Mekanisme kerja obat, dosis
Mekanisme kerja OAT (Iso Farmakoterapi,2009)
1. Isoniazid bekerja dengan menghambat sintesis asam mikolat, komponen
terpenting pada dinding sel bakteri.
2. Rifampisin menghambat aktivitas polymerase RNA yang tergantung DNA pada
sel-sel yang rentan.
3. Pirazinamid adalah analog pirazin dari nikotinamid yang bersifat bakteriostatik
atau bakterisid terhadap mycobacterium tuberculosis tergantung pada dosis
pemberian. Mekanisme kerja pirazinamid belum diketahui secara pasti
4. Etambutol menghambat sintesis minimal 1 metabolit yang menyebabkan
kerusakan pada metabolism sel, menghambat mutiplikasi, dan kematian sel.
5. Streptomisin adalah antibiotic bakterisid yang mempengaruhi sintesis prtein
6. Etionamida dapat bekerja sebagai bakteriostatik atau bakterisid tergantung pada
konsentrasi obat. Mekanisme kerja belum diketahui secara pasti tetapi dapat
menghambat sintesis peptide pada organism yang rentan
7. Asam aminosalisilat menghambat pembentukan asam flat atau menghambat
pembentukan

komponen

dinding

sel,

mikrbaktin,

dengan

pengambilan besi oleh M. tuberculosis


8. Rifapentin memiliki mekanisme kerja yang sama dengan rifampisisn
Dosis

menurunkan

11. Efek samping obat, Konta indikasi, perhatian


Efek samping obat

Konta indikasi
1. Isoniazid
2. Rifampisin
3. Pirazinamid

: penyakit hati yang aktif,hipersensitivitas terhadap isoniazid


Perhatian
: penyakit hati aktif
: gangguan fungsi hati berat, porfiria, hipersensitivitas terhadap

pirazinamid
4. Etambutol
: anak dibawah 6 tahun, neuritis optik,gangguan visual
5. Streptomisin : kehamilan,misastenia gravis
Perhatian
Beberapa kondisi berikut ini perlu perhatian khusus :
1. Wanita hamil
Pada prinsipnya paduan pengobatan TB pada wanita hamil tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk wanita hamil,
kecuali streptomisin karena dapat menembus barier placenta dan dapat
menyebabkan permanent ototoxic terhadap janin dengan akibat terjadinya
gangguan pendengaran dan keseimbangan yang menetap pada janin tersebut.Perlu
dijelaskan kepada ibu hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting
artinya supaya proses kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan
dilahirkannya terhindar dari kemungkinan penularan TB.
2. Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya paduan pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang
ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat.
Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan

kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut
dapat terus menyusu. Pengobatan pencegahan dengan INH dapat diberikan
kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya selama 6 bulan. BCG
diberikan setelah pengobatan pencegahan.
3. Wanita penderita TB pengguna kontrasepsi.
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB,
susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang
wanita penderita TB seyogyanya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau
kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).
4. Penderita TB dengan infeksi HIV/AIDS
Prosedur pengobatan TB pada penderita dengan infeksi HIV/AIDS adalah sama
seperti penderita TB lainnya. Obat TB pada penderita HIV/AIDS sama efektifnya
5. Penderita TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada penderita TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik,
ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana
pengobatan TB sangat diperlukan dapat diberikan SE selama 3 bulan sampai
hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan RH selama 6 bulan, bila
hepatitisnya tidak menyembuh seharus dilanjutkan sampai 12 bulan.
6. Penderita TB dengan penyakit hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati
sebelum pengobatan TB. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali
OAT harus dihentikan. Pirazinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan obat yang
dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE atau 9RE.
7. Penderita TB dengan gangguan ginjal
Isoniazid, Rifampisin dan Pirazinamid dapat diberikan dengan dosis normal pada
penderita-penderita dengan gangguan ginjal. Hindari penggunaan Streptomisin
dan Etambutol kecuali dapat dilakukan pengawasan fungsi ginjal dan dengan
dosis diturunkan atau interval pemberian yang lebih jarang. Paduan OAT yang
paling aman untuk penderita dengan gangguan ginjal adalah 2RHZ/6HR.
8. Penderita TB dengan Diabetes Melitus
Diabetesnya harus dikontrol. Perlu diperhatikan bahwa penggunaan Rifampisin
akan mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga
dosisnya perlu ditingkatkan. Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena
mempunyai komplikasi terhadap mata.

9. Penderita-penderita TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid


Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang membahayakan jiwa
penderita seperti :

TB meningitis

TB milier dengan atau tanpa gejala-gejala meningitis

TB Pleuritis eksudativa

TB Perikarditis konstriktiva.

Prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan secara
bertahap 5-10 mg . Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan
pengobatan.
Pengobatan atau Tindak Lanjut Bagi Penderita
1. Penderita Yang Sudah Sembuh
Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatannya
secara lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) paling sedikit 2 (dua) kali
berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada AP dan/atau sebulan sebelum AP, dan pada satu
pemeriksaan follow-up sebelumnya).
Tindak lanjut: Penderita diberitahu apabila gejala muncul kembali supaya
memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap.
2. Pengobatan Lengkap
Adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tapi
tidak ada hasil, pemeriksaan ulang dahak 2 kali berturut-turut negatif.
Tindak lanjut: Penderita diberitahu apabila gejala muncul kembali supaya
memeriksakan diri dengan mengikuti prosedur tetap. Seharusnya terhadap semua
penderita BTA positif harus dilakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai dengan petunjuk.
3. Pindah
Adalah penderita yang pindah berobat ke daerah kabupaten/kota lain.
Tindak lanjut : Penderita yang ingin pindah, dibuatkan surat pindah (Form TB.09)
dan bersama sisa obat dikirim ke UPK yang baru. Hasil pengobatan penderita dikirim
kembali ke UPK asal, dengan formulir TB.10.
4. Defaulted atau Drop Out

Adalah penderita yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatannya selesai.
Tindak lanjut: lacak penderita tersebut dan beri penyuluhan pentingnya berobat
secara teratur. Apabila penderita akan melanjutkan pengobatan, lakukan pemeriksaan
dahak. Bila positif mulai pengobatan dengan kategori-2 ; bila negatif sisa pengobatan
kategori-1 dilanjutkan.
5. Gagal
Penderita BTA positif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan atau pada akhir pengobatan.
Tindak lanjut : Penderita BTA positif baru dengan kategori 1 diberikan kategori 2
mulai dari awal.

Penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 dirujuk ke

UPK spesialistik atau berikan INH seumur hidup.


Penderita BTA negatif yang hasil pemeriksaan dahaknya pada akhir bulan
ke 2 menjadi positif. Tindak lanjut: berikan pengobatan kategori 2 mulai
dari awal

12. Interaksi obat, drug related problem (DRP)


Interaksi obat
Salah satu masalah terapi obat OAT yang cukup penting adalah interaksi obat.
Interaksi obat dengan OAT dapat menyebabkan perubahan konsentrasi dari obat-obat
yang diminum bersamaan dengan OAT tersebut. Hal tersebut dapat menyebabkan
toksisitas atau berkurangnya efikasi dari obat tersebut. Secara relatif hanya sedikit
interaksi yang mempengaruhi konsentrasi OAT.
Rifampisin adalah suatu enzyme inducer yang kuat untuk cytochrome P-450
isoenzymes, mengakibatkan turunnya konsentrasi serum obat-obatan yang dimetabolisme
oleh isoenzyme tersebut. Obat obat tersebut mungkin perlu ditingkatkan selama
pengobatan TB, dan diturunkan kembali 2 minggu setelah Rifampisin dihentikan. Obatobatan yang berinteraksi: diantaranya : protease inhibitor, antibiotika makrolid,
levotiroksin , noretindron, warfarin, siklosporin, fenitoin, verapamil, diltiazem, digoxin,

teofilin, nortriptilin, alprazolam, diazepam, midazolam, triazolam dan beberapa obat


lainnya.
Isoniazid adalah inhibitor kuat untuk cytochrome P-450 isoenzymes, tetapi
mempunyai efek minimal pada CYP3A. Pemakaian Isoniazide bersamaan dengan obatobat tertentu, mengakibatkan meningkatnya konsentrasi obat tersebut dan dapat
menimbulkan risiko toksis. Antikonvulsan seperti fenitoin dan karbamazepin adalah yang
sangat terpengaruh oleh isoniazid. Efek rifampisin lebih besar dibanding efek isoniazid,
sehingga efek keseluruhan dari kombinasi isoniazid dan rifampisin adalah berkurangnya
konsentrasi dari obat-obatan tersebut seperti fenitoin dan karbamazepin
Drug related problem (DRP)
1. The correlation between the therapy of medicine with the disease
It had an indication without the medicine where the patient felt the reducing of
appetite. It was suggested to give the additional therapy such as vitamin B complex and
there was a monitoring of the appetite condition of the patient. The score of the
trigliserida checking of the patient was 209 mg/dl and it was suggested to add the
additional therapy such as simvastatin and check the trigliserida standard by periodically.
The patient had the hipoalbuminemia with the albumin score 3,3 g/dL and did not get the
albumin therapy.
2. Regimen of Doses
The medicine doses was too low that was on the ranitidine prescription 2 x 50 mg
in a day, according to Dr. Aine Burns (Renal Drug Handbook, 2009), it should be 3 x 50
mg in a day. Sukralfat 3x1c in a day, according to Aine Burns (Renal Drud Handbook), it
should be 4 x 1c in a day. It is suggested to the doctor to evaluate again the usage of
therapy doses of ranitidine and sukralfat. It was done the checking list in nurses note
continually.
3. The Medicine interaction1
Rifampisin and INH which it can increase the toxicity INH by increasing the
metabolism. The using of rifampisin and pyrazinamide in equally will increase the
toxicity each to another with the interaction of synergic pharmacodinamic (aditif
hepatotoxicity). The using of INH and ethambutol equally has been known that there was

an experimental evidence that ethambutol is not influence the level of INH serum, but
there are some evidences that shows that nouropati optic ethambutol can be increased
equally can increase the toxicity one to another with the interaction synergic
pharmacodinamic. That was the minor interaction and it was not significant (adaptif
hepatotoxicity).
4. The faulty in receiving the medicine
The patient was fault in receiving medicine such as injection of ceftriaxone at
12.00 WIB on the 10th of march 2014 and ranitidine injection at 06.00 WIB on 11th of
march 2014, at 06.00 WIB on the 12th of march 2014 and at 06.00 WIB on 13th of
march 2014. Asked to the nurse and it was checked list of nurses note continually.
5. Human Error
On the list book of the medicine, sometimes the nurses did not take the note of the
medicine that has been given to the patient. So it is suggested to the nurse to always take
the note for everything that was given to the patient. it should be done the monitoring of
the nurses note on the medicine list book.
13. Studi kasus dan penyelesaian
Seorang wanita berumur 20 tahun pernah mengalami pemeriksaan sputum dan
hasilnya untuk TB paru. Namun, oleh dokter dia tetap diberikan Obat Anti Tuberculosis
pada saat itu. Meskipun awalnya dia mengomsumsi OAT dia tidak berusaha melakukan
follow up klinik sehingga kondisinya memburuk. Hasil pemeriksaan sputum, sekarang
menunjukkan tanda positif TB paru. Wanita ini tetap melakukan aktivitasnya seperti
biasa.
Pertanyaan:
1.

Bagaimana penatalaksanaan kasus tersebut?

2.

Apakah masih diperbolehkan wanita tersebut aktif bekerja, bagaimanakah akibat yang
dapat ditimbulkan apabila dia berinteraksi dengan orang lain?

Analisa kasus
Penyelesaian kasus dengan menggunakan metode SOAP (Subjective, Objective,Assesment,
dan Plan) pada kasus ini adalah sebagai berikut :

Subyektif
Nama

:-

Umur

: 20 tahun

Jenis kelamin : wanita


BB

: 50 kg

Riwayat

: pasien mengalami negatif untuk tb paru, namun pasien tetep

diberikan obat anti TB. Pasien tidak melakukan follow up klinik sehingga kondisi
menburuk.
Obyektif
pemeriksaan sputum : Positif TB paru
Assesment
Berdasarkan riwayat pemeriksaan sputum pasien didiagnosa mengalami Positif TB
paru (klasifikasi TB Paru Tersangka, masuk dalam Kategori 2).
Planning (P)
1). Tujuan Terapi :
Tujuan terapi jangka pendek :

Mencegah berkembangnya kuman Mycobacterium tuberculosis.

Merubah BTA (+) menjadi (-) secepat mungkin

Mencegah kekambuhan

Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi perbaikan daya tahan imonologis.

Mencegah penularan kuman dari pasien yang dicurigai terinfeksi TBC.

Tujuan terapi jangka panjang :

Meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan.

Meningkatkan kualitas hidup pasien .

Mencegah terjadinya resistensi terhadap kuman Mycobacterium tuberculosis.

2). Sasaran Terapi :

Mengubah BTA (+) menjadi BTA (-) secepat mungkin dengan pengobatan

kategori kedua (Sukandar, 2008)


3). Strategi Terapi :
Terapi Farmakologi :

Tahap awal/intensif (2 bulan) : Isoniazid 250 mg/hari , Rifampicin 500 mg/hari,

Pirazinamid 750 mg/hari, Etambutol 750 mg/hari, Streptomisin 750 mg/hari.


-

Tahap Lanjutan (5 bulan diminum 3x Seminggu) : Isoniazid 750 mg,

Rifampicin 500 mg, Pirazinamid 2500 mg.


Terapi Non Farmakologi :
-

Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi).

Memperbanyak istirahat (bedrest).

Diet sehat, dianjurkan mengkonsumsi banyak lemak dan vitamin A untuk

membentuk jaringan lemak baru dan meningkatkan sistem imun.


-

Menjaga sanitasi/kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal.

Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan udara yang

baru.
-

Berolahraga, seperti jalan santai di pagi hari.

4). Analisis Kerasionalan Terapi (4T 1W)


Analisis rasionalitas terapi dilakukan dengan melakukan analisis obat-obat yang
digunakan dengan lima kategori yaitu tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien, tepat
dosis dan waspada terhadap efek samping obat (4T 1W). Berikut ini adalah uraian
analisis rasionalitas obat yang digunakan :
Tepat Indikasi
Mekanisme

Keteran

Untuk terapi

Aksi
Menghambat

gan
Tepat

semua

sintesis

indikasi

bentuk

mikolat,

tuberculosis

komponen

aktif,

terpenting pada

disebabkan

dinding

kuman yang

bakteri

peka

(Sukandar,

Nama Obat

Indikasi

Isoniazid

dan

untuk
profilaksis

2008).

asam

sel

orang
beresiko
tinggi
mendapatkan
infeksi.
Untuk obat
anti
tuberculosis
yang
Rifampisin

dikombinasik
an

dengan

antituberkulo
sis lain untuk
terapi

awal

dan ulang

Pirazinamid

Etambutol

Menghambat
aktivitas
polymerase
RNA

yang

tergantung DNA
pada

sel-sel

yang

rentan

Tepat
indikasi

(Sukandar,
2008).
Menjadi

asam

Tuberculosis

pirazinat

oleh

dalam

enzim

kombinasi

pirazinamidase

dengan obat

yang

lain.

dari hasil TBC

Tuberculosis

(Tjay, 2007).
Menghambat

Tepat

dalam

sintesis minimal

indikasi

kombinasi

satu

dengan obat

yang

lain.

menyebabkan

berasal

metabolit

kerusakan pada
metabolism sel,
menghambat
multiplikasi dan
kematian

sel

Tepat
indikasi

(Sukandar,
2008).
Berdasarkan
Tuberculosis
dalam
Streptomisin

kombinasi
dengan obat
lain.

Vitamin B6

penghambatan
sintesa protein,
dengan

jalan

mengikatan
pada

Tepat
indikasi

RNA

ribosomal (Tjay,

neuromuskul

2007).
Di dalam hati

Tepat

er,

B6

Indikasi

paralisis

dengan

agitantia,

bantuan

ko-

neurasthenia.

factor riboflavin
dan magnesium
diubah menjadi
zat

aktifnya

(piridoksal-5fosfat

(P5P)),

zat

tersebut

berperan
penting sebagai
ko-enzim

pada

metabolism
protein

dan

asam-asam
amino,

antara

lain pengubahan
triptopan
melalui
okstriptan
menjadi

serotonin (Tjay,
2007)

Tepat Obat
Nama obat

Alasan sebagai drug of choice


Derivat asam isonikotinat yang

Keterangan

berkhasiat tuberkulostatis paling kuat


Isoniazid

terhadap Mycobacterium
tuberculosis (dalam fase istirahat)

Tepat Obat

dan bersifat bakterisid terhadap basil


yang sedang tumbuh pesat.
Untuk obat anti tuberculosis yang
dikombinasikan
Rifampisin

dengan

anti

tuberkulosis lain untuk terapi awal


dan lanjutan. Maka sangat penting

Tepat Obat

untuk membasmi semua basil guna


mencegah kambuhnya TBC.
Bekerja
sebagai
bakterisida,
sprektrum kerjanya sangat sempit
Pirazinamid

dan hanya meliputiMycobacterium


tuberculosis dan
pengobatan

kombinasi

kategori dua.
Berkhasiat
Etambutol

Streptomisin

merupakan

Tepat Obat

dalam
spesifik

terhadapMycobacterium

Tepat Obat

tuberculosis.
Khusus aktif terhadap mikrobakteria

Tepat Obat

ekstraseluler yang sedang membelah


aktif dan pesat.
untuk menghindari neuritis perifer

Vitamin B6

yang diakibatkan oleh efek samping


INH.

Tepat Obat

Tepat Pasien
Nama Obat
Isoniazid

Rifampisin

Pirazinamid

Kontra Indikasi
Penyakit
hati

Keterangan
yang

aktif,

hipesensitifitas terhadap isoniazid


(Sukandar, 2008).
Hipersensitifitas, neuritis

optik,

kerusakan hati, ikterus.


Gangguan fungsi hati

berat,

Tepat Pasien

Tepat Pasien

porfiria, hipersensitifitas terhadap

Tepat Pasien

pirazinamid (Sukandar, 2008)


Anak dibawah 6 tahun, neuritis
Etambutol

Streptomisin

Vitamin B6

optic, gangguan visual (Sukandar,


2008)
Kehamilan,

Tepat Pasien

miasteniagravis

Tepat Pasien

(Sukandar, 2008).
Pasien dengan sejarah sensivitas
pada

vitamin,

terhadap

hipersensivitas

piridoksin,

Tepat Pasien

atau

komponen lain dalam formulasi.


Tepat Dosis
Nama Obat
Isoniazid

Dosis Standar

Dosis

300

Diberikan
Tahap awal : 250

mg

1x

yang

sehari,

mg/hari di minum

atau 900 mg

malam hari. Selama

3x

2 bulan.

seminggu

(Dipiro, 2002)

Tahap

Lanjutan

Isoniazid 750 mg 3 x
seminggu. Selama 5

Keterangan
Tepat Dosis

bulan.
Tahap awal : 500
600 mg

1x

sehari,
Rifampisin

atau 600 mg
3x

seminggu

(Dipiro, 2002).

15-30

mg/kg

BB (maks. 2
gram)

1x

sehari
Pirazinamid

malam hari. Selama


2 bulan.
Tahap lanjutan : 500

Tepat Dosis

mg 3 x seminggu.
Selama 5 bulan.

Tahap awal : 750


mg/hari di minum
malam hari. Selama
2 bulan.

(Manjoer,

Tahap

2000)
2535

mg/hari di minum

mg/kg

per dose 3x
seminggu

2500

lanjutan
mg

Tepat Dosis

seminggu. Selama 5
bulan.

(Dipiro, 2002).
15-30 mg/Kg

Etambutol

(max.

2,5

Tahap awal : 750

gram)

1x

mg/hari mg/hari di

sehari

minum malam hari.

(Manjoer,

Selama 2 bulan.

2000).
15
mg/kg
maks. 1 gram
Streptomisin

1x sehari

Vitamin B6

2000).
10-100

Tahap awal : 750


mg/hari mg/hari di
minum malam hari.

(Manjoer,

Tepat Dosis

Tepat Dosis

Selama 2 bulan.
mg

100 mg sehari

Tepat Dosis

/hari

(Tjay,

2007)

Waspada Efek Samping Obat


Nama Obat

Isoniazid

Efek Samping Obat


Kerusakan hati, neuritis

Saran

perifer,

gatal-gatal,

Menambahkan vitamin B6

ikterus,

gangguan

untuk menghindari neuritis

penglihantan,

letih,

perifer.

anoreksia (Tjay, 2007)


Jika mual atau muntah
Ikterus, kerusakan hati,
gangguan saluran cerna,
mual, muntah, sakit ulu
Rifampisin

hati, kejang perut, diare,


gangguan SSP, dan reaksi
hipersensitifitas

(Tjay,

2007).

maka dapat diatasi dengan


penggunaan

obat

pada

malam hari sebelum tidur.


Jika urine berwarna merah
berikan info kepada pasien
bahwa
karena

efek

itu

warna

hanya
tablet

rifampisin. Dan tidak perlu


diobati.

Hepatotoksik,

demam

anoreksia, hepatomegali,
Pirazinamid

ikterus, gagal hati, mual,

Lakukan

muntah, artralgia, anemia

kadar SGPT, SGOT

sideroblastik,

urtikaria

(Sukandar, 2008)
Neuritis optic, gout, gatal,
sendi

Etambutol

nyeri

Streptomisin

2000)
Gangguan vestibuler dan
pendengaran,
nefrotoksisitas,

pemeriksaan

(Manjoer,

Nyeri sendi yang terjadi


dapat diberikan Aspirin.
Konsultasikan ke dokter.

hipomagnesemia
pemberian
panjang

jangka
colitis

antibiotic

Vitamin B6

pada
karena

(Sukandar,

2008)
Gangguan lambung dan

Konsultasikan ke dokter.

usus, alergi (Tjay, 2007)

Monitoring dan Rencana Tindak Lanjut


No

Monitoring

Rencana Tindak Lanjut

.
-

Bila

intensif

pada

akhir

pengobatan

tahap

penderita

baru dengan BTA positif, hasil


pemeriksaan sputumnya masih
Monitoring
1.

pemeriksaan

terhadap

hasil

sputum

atau

pemeriksaan BTA.

menunjukkan BTA positif maka


diberikan obat sisipan (HRZE)
setiap hari selama 1 bulan.
-

Jika

setelah

pemeriksaan

BTA

melaksanakan

fase

intensif menunjukkan hasil BTA


(-) maka pengobatan dilanjutkan
selama 5 bulan (fase lanjutan).
Melakukan
pemeriksaan
SGOT, SGPT setiap 1 bulan
2.

Monitoring fungsi hati

sekali.
-

Pasien

dianjurkan

untuk

mengkonsumsi kurkuma.
Melakukan foto thoraks
3.

Monitoring fungsi paru

untuk mengetahui apakah masih


ada infiltrat dan kavitas di lobus
paru.

Pembahasan:
Pasien didiagnosa menderita TBC kategori 2, karena pasien sebelumnya telah
mengonsumsi OAT (Obat Anti Tuberculosis). Kondisi pasien memburuk karena tidak
tidak berusaha melakukan follow up klinik, pasien sebelumnya memang pernah
melakukan pemeriksaan sputum dan hasilnya negatif. Padahal TBC ada dua kategori
yaitu BTA (+) dan BTA (-). Yang mana untuk memastikan pasien menderita TBC,
seharusnya ada pemeriksaan lanjut yaitu pemeriksaan toraks dan CT-Scan. Dokter masih
memberikan obat anti TBC, mungkin asumsi dari pasien bahwa dia tidak mengalami
TBC. Kemungkinan pasien tidak teratur atau bahkan putus dalam meminum
obat.Pengobatan untuk pasien dengan Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3) adalah
Tahap awal/intensif (2 bulan) : Isoniazid, Rifampicin, Pirazinamid, Etambutol,
Streptomisin. Dan tahap lanjutan (5 bulan diminum 3x Seminggu) : Isoniazid,
Rifampicin, dan Pirazinamid. Untuk dosis dengan menggunakan KDT (Kombinasi Dosis
Tetap) dapat digunakan dosis seperti dibawah:
Dosis untuk panduan OAT KDT kategori 2 (Sukandar, 2008)
Namun apabila diharapkan pemberian dosis tiap obat, maka:

Etambutol: tidak dianjurkan untuk anak-anak < 6 thun, karena gangguan


penglihatan sulit dipantau (kecuali bila kuman penyebabnya resisten terhadap obat TBC
lainnya).
Pasien mempunyai BB: 50 Kg sehingga dosis yang digunakan pasien:

Tahap awal/intensif (2 bulan) : Isoniazid 250 mg/hari , Rifampicin 500 mg/hari,


Pirazinamid 750 mg/hari, Etambutol 750 mg/hari, Streptomisin 750 mg/hari.

Tahap Lanjutan (5 bulan diminum 3x Seminggu) : Isoniazid 750 mg, Rifampicin


500 mg, Pirazinamid 2500 mg.
Tahap intensif diharapkan dapat menghancurkan bakteri mycobakterum

tuberkulosis dengan segera, membuat lesisteril secara cepat dan menyeluruh, mencegah
resistensi kuman. Sedangkan pada tahap lanjutan diharapkan dapat menghancurkan
kuman pada pertumbuhan tiba-tiba dan mencegah dan mengurangi kekambuhan.
Pengobatan dilakukan dengan jangka waktu yang telah ditentukan, apabila pasien
lupa meminum obat maka terapi pengobatan harus diulang dari awal.
Efek samping ringan yang ditimbulkan oleh obat rifamfisin digunakan pada
malam hari hal ini ditujukan agar menghindari ESO obat yang mungkin terjadi. Apabila
terjadi ESO nyeri sendi yang diakibatkan oleh pirasinamid maka dapat digunakan
Aspirin, merupakan obat analgetik yaitu obat yang dapat mengurangi rasa nyeri, nyeri
terjadi jika organ tubuh, otot, atau kulit terluka oleh benturan, penyakit, keram, atau
bengkak. Rangsangan penimbul nyeri umumnya punya kemampuan menyebabkan sel-sel
melepaskan enzim proteolitik (pengurai protein) dan polipeptida yang merangsang ujung
saraf yang kemudian menimbulkan impuls nyeri. Senyawa kimia dalam tubuh yang
disebut prostaglandin beraksi membuat ujung saraf menjadi lebih sensitif terhadap
rangsangan nyeri oleh polipeptida ini. Sehingga mekanisme aspirin sendiri dalam
menangani nyeri adalah dengan penghambatan prostaglandin. Jika terjadi efek samping
obat isoniasid (INH), neuritis perifer adalah efek samping yang paling sering timbul
karena efisiensi piridoksin yang relative. Ini disebabkan karena suatu kompetisi INH
dengan piridoksal fosfat untuk enzim apotriptofanase. Sebagian besar reaksi toksik
diperbaiki dengan penambahan piridoksin. (catatan : INH dapat mencapai konsentrasi
dalam air susu ibu yang cukup tinggi untuk menyebabkan suatu defisiensi piridoksin pada
bayi kecuali si ibu diberikan vitamin tersebut), maka diberi tambahan vitamin B6
(piridoxin 100 mg/hari).Apabila pengobatan sudah dipatuhi oleh pasien maka perlu
adanya tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak,Sedangkan bila pasien mengalami
resistensi obat, maka dapat digunakan obat TB pilihan kedua yaitu:

Terapi non farmakologi, Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi


(pukul 6-8 pagi), karena sinar matahari dapat membunuh bakteri penyakit TBC,
bakteri bereaksi terhadap sinar matahari yang dalam waktu 10 menit bakteri ini
dapat mati.

Memperbanyak istirahat (bedrest). Diet sehat, dianjurkan

mengkonsumsi banyak lemak dan vitamin A untuk membentuk jaringan lemak


baru dan meningkatkan sistem imun. Menjaga sanitasi/kebersihan lingkungan
sekitar tempat tinggal. Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu
berganti dengan udara yang baru. Berolahraga, seperti jalan santai di pagi hari.
Konsultasi, Informasi dan Edukasi Pasien (KIE)
Memberikan informasi tentang obat baik mengenai nama obat, dosis, aturan
pakai dan cara penggunaan obat.
Memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepada pasien dan
keluarganya tentang efek terapi dan efek samping yang mungkin timbul selama
pengobatan.
Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat TBC harus di minum sampai
selesai sesuai dengan kategori penyakit atau sesuai petunjuk dokter/petugas
kesehatan lainnya dan diupayakan agar tidak lupa. Bila lupa satu hari, jangan
meminum dua kali pada hari berikutnya.
Memberikan edukasi kepada pasien bahwa obat harus di minum setiap hari
atau sesuai dengan dosis, namun jika lupa segera minum obat jika waktunya dekat

ke waktu minum obat seharusnya. Tetapi jika lewat waktu minum obat sudah
jauh, dan dekat ke waktu berikutnya, maka minum obat sesuaikan saja dengan
waktu/dosis berikutnya.
Memberikan edukasi kepada pasien untuk meminum obat sesuai jadwal yang
diberitahukan oleh dokter atau petugas kesehatan lain misalnya pada pagi hari.

Anda mungkin juga menyukai