Anda di halaman 1dari 15

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7

Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

P1O-01

PEMODELAN AIRTANAH DAERAH PENAMBANGAN BATUBARA


PIT TERBUKA DI MUARA LAWA, KABUPATEN KUTAI BARAT,
KALIMANTAN TIMUR
Shalaho Dina Devy1,2*, Heru Hendrayana1, Dony Prakasa Eka Putra1
1

Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl.Grafika No.2 Bulaksumur, Yogyakarta,
Indonesia, Tel. 0274-513668
2
Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, *E-mail : azvy_05@yahoo.co.id
Diterima 20 Oktober 2014

Abstrak
Perubahan tata guna lahan berdampak pada ketersediaan airtanah baik secara kuantitas maupun
kualitas. Aktivitas penambangan batubara pit terbuka merupakan aktivitas perubahan tata guna lahan
yang berakibat langsung terhadap perubahan perlapisan batuan yang berkorelasi dengan lapisan akuifer
sebagai lapisan pembawa airtanah. Kondisi ini seperti pada lokasi penambangan batubara pit terbuka di
kecamatan Muara Lawa yang menjadi daerah model penelitian. Kajian kondisi hidrogeologi, hidrologi,
dan kondisi batas hidrogeologi sangat berperan untuk mengetahui keberadaan airtanah pada cekungan
airtanah dan menentukan pemodelan airtanah alami (sebelum penambangan) dan ketika penambangan.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pola aliran airtanah alami dan perubahannya dampak
penambangan batubara pit terbuka dengan pemodelan tiga dimensi. Secara geologis, formasi batuan
yang berkembang daeag Muara Lawa terdiri dari, yaituFormasi Pulaubalang, Pamaluan, dan
Balikpapan dengan struktur Sinklin Lampanan. Kemiringan perlapisan batuan (dip) 16-20 dengan
sumbu sinklin yang membentang dari timur laut menuju ke barat daya. Daerah penelitian masuk dalam
Sistem Akuifer Batuan Sedimen Terlipat yang terdiri dari tujuh lapisan akuifer yang berselang-seling
antara akuitar, akuifer, dan lapisan dasar berupa akuiklud. Secara regional, batas hidrogeologis daerah
model penelitian dibatasi oleh batas air permukaan pada dua sungai besar, yaitu Sungai Lawa (timur)
dan Sungai Perak (barat), serta batas pemisah airtanah dengan head tertinggi (utara dan selatan) yang
dibatasi oleh perbukitan homoklin berbentuk sayap sinklin.Hasil pemodelan airtanah dapat diketahui
adanya perubahan aliran airtanah dampak akibat aktifitas penambangan batubara pit terbuka terutama
pada daerah pit tambang yang mengalami penurunan elevasi sampai -70 m dpl dan penambahan elevasi
hingga 40 m pada daerah disposal. Perubahan yang terjadi antar lain pola arah aliran airtanah pada arah
pit, penurunan muka airtanah piezometrik, head, dan terbentuknya void/pit lake.
Kata Kunci: Pemodelan, Akuifer, Head, Pit, Disposal,Pit Lake/Void.

Latar Belakang
Muara lawa masuk dalam tiga formasi dari Cekungan Kutai, yaitu Formasi Pamaluan,
Pulaubalang, dan Balikpapan. Ketiga formasi ini membentuk struktur Sinklin Lampanan yang
membentang dari timur laut menuju ke barat daya. Melimpahnya cadangan batubara dari
ketiga formasi tersebut, maka berakibat banyak perusahan yang melakukan aktivitas
penambangan batubara dengan menggunakan metode penambangan pit terbuka. Penambangan
batubara pit terbuka merupakan kegiatan yang menyebabkan perubahan morfologi, geologi,
dan geohidrologi, seperti perubahan tata guna lahan, perlapisan batuan, dan akuifer.
Penambangan pit terbuka ini mendasarkan pada aktivitas penggalian ke arah vertikal hingga
1

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

mencapai lapisan endapan batubara yang diinginkan. Salah satu perusahan penambangan
batubara di Muara Lawa yang menggunakan penambangan dengan metode pit terbuka adalah
PT. Trubaindo Coal Mining (PT. TCM).
Secara geografis, Muara Lawamasuk wilayah kabupaten Kutai Barat yang berjarak 323 km
dari ibukota Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Muara Lawa mempunyai ketinggian
permukaan dari 5 sampai 280 m dpl denganrata-rata curah hujan 137 mm/tahun dan curah
hujan maksimum terjadi pada bulan Februari hingga April. Temperatur Muara Lawa
mempunyai kisaran antara 29 hingga 35 C. Terdapat dua sungai besar, yaitu Sungai
Lawadan Sungai Perak, yang membatasi wilayah barat dan timur yang menjadi batas model
penelitian. Secara alami, aliran sungai mengarah ke utara menuju ke Sungai Mahakam.
Pemodelan airtanah dampak penambangan batubara merupakan kajian secara menyeluruh
tentang kondisi morfologi, hidrologi, geologi, dan hidrogeologi yang diaplikasikan secara
konseptual dalam model tiga dimensi yang bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan
airtanah, seperti pola aliran, head, dan arah aliran. Ketepatan dalam pemodelan sangat
dipengaruhi oleh batas hidrogeologis, karakteristik akuifer, dan perubahan morfologi dampak
penambangan, seperti terbentuknya pit, saluran terbuka, dan disposal. Pada akhirnya,
pemodelan ini bermanfaat untuk mengetahui kuantitas airtanah, arah aliran airtanah yang
dapat menimbulkan masalah lingkungan, seperti terbentuknya pit lake.

Metodologi
Penelitian ini merupakan penelitian induktif dengan pendekatan analitik, yaitu kondisi
hidrologi, hidrogeologi, dan pemodelan airtanah. Pendekatan ini mendasarkan pada kajian
secara mendalam tentang aspek morfologi, hidrologi, hidrogeologi, dan perubahan tata guna
lahan, secara alami dan dampak akibat aktiftas penambangan batubara pit terbuka. Selain
dengan pendekatan analitik, penelitian ini menggunakan ekperimen semu (Quasi Experiment
Research) yang disebabkan banyaknya data yang diperoleh di lapangan dan bukan sematamata menggabungkan teori-teori yang ada untuk menarik suatu kesimpulan tertentu.
Daerah penelitian berada di daerah aliran sungai (DAS) Lawa yang dibatasi oleh DAS
Perak yang berada di barat daerah penelitian. Daerah aliran airtanah sangat
mempengaruhikuantitas imbuhan airtanah. Imbuhan airtanah merupakan bagian siklus
hidrologi yang ditentukan oleh keseimbangan air dalam suatu daerah aliran sungai. Siklus
hidrologi dipengaruhi oleh keseimbangan air/uap air dari presipitasi, aliran airpermukaan,
imbuhan airtanah, dan evapotranspirasi. Presipitasi daerah penelitian diperoleh dari data tiga
stasiun pencatat curah hujan pada sepuluh tahun terakhir yang berada di DAS Lawa. Kuantitas
aliran air permukaan sangat dipengaruhi oleh kondisi daerah aliran sungai danjaringan sungaisungai daribagian hulu hingga hilir, seperti keberdaan Sungai Tunau dan Jelukserta kondisi
tataguna lahan alami pada kawasandaerah aliran sungai.Selain itu, nilai evapotranspirasi alami
juga sangat tergantung dari data presipitasi dan kondisi fisik dari tataguna lahan wilayah DAS.
Hidrostratigrafi menjadi model lapisan vertikal yang ditentukan daridimensi lapisan
akuifer. Hidrostratigrafisangat dipengaruhi oleh stratigrafi yang berkembang di daerah
penelitian. Data geologi diperoleh dari hasil kegiatan eksplorasi permukaan, pemboran
ekplorasi yang di tumpang susun dengan data geologi regional. Interpretasi stratigrafi
kemudian dilakukan uji pemompaan pada lapisan yang menjadi pembeda antar lapisan yang
bertujuan untuk mengetahui karakteristik akuifer tiap lapisan batuan. Karakteristik yang
digunakan sebagai pembeda antar lapisan yaitu konduktivitas hidrolika.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

Konseptual model kondisi alami daerah penelitian dipengaruhi oleh daerah imbuhan dan
batas hidrogeologis sebelum terkena dampak penambangan. Daerah imbuhan merupakan
daerah dipermukaan yang secara terbuka dapat kontak secara langsung dengan curah hujan
dan aliran air permukaan. Daerah imbuhan terdiri dari daerah singkapan akuifer dan lapisan
akuifer yang tersebar luas dan merata. lapisan akuifer ini didominasi oleh batupasir, pasir, dan
batupasir lanauan. Batas hidrogeologis alami ditentukan oleh kondisi morfologi, keberadaan
air permukaan, dan jenis akuifer yang berada di daerah penelitian. Morfologi daerah penelitian
diperoleh dari survey lapangan dan interpretasi peta topografi sebelum terdapat kegiatan
penambangan batubara pit terbuka. Selain itu, keberadaan sungai-sungai yang berpengaruh
terhadap batas air permukaan ditentukan batasan-batasan hidrolika melalui peta topografi dan
peta SRTM. Konseptual model kondisi alami menjadi sumberdata masukan dalam pemodelan
airtanah secara alami dan data acuan kondisi batas hidrolika daerah yang terkena dampak
penambangan.
Konseptual model airtanah dampak penambangan mendasarkan pada perubahan batasbatas hidrogeologis yang ditimbulkan penambangan pit terbuka pada kawasan tambang.
Perubahan morfologi dampak penambangan yang sangat berpengaruh dalam pemodelan antara
lain pit tambang, saluran terbuka, dan disposal. Perubahan ini mempengaruhi perlapisan
geologi dan hidrogeologi. Kawasan penambangan didesain sesuai perencanaan dan kemajuan
tambang dari PT. TCM. Arah kemajuan penambangan mengikuti dari kemiringan dip yang
berkisar 16-20 dengan arah mengikuti dari lipatan sinklin. Selain itu, prediksi perubahan
kuantitas imbuhan airtanah dengan memperkirakan aliran air permukaan rencana dari
perubahan tataguna lahan kawasan tambang, evapotranspirasi rencana,dan presipitasi/curah
hujan rencana. Pada akhirnya, data prediksi perubahan imbuhan airtanah dan prediksi batas
hidrogeologis dampak penambangan dijadikan sebagai data masukkan utama dalam
pemodelan airtanah, sehingga dapat diketahui secara jelas perubahan pola aliran dan
ekuipotensial headairtanah.

Hasil dan Pembahasan


Geologi Regional dan Lokal
Secara fisiografis, menurut Van Bemmelen (1949), Kutai Barat masuk dalam Zona Cekungan
Kutai. Sementara itu, Supriatna dkk. (1995) mengungkapkan, bahwa stratigrafi Cekungan
Kutai dari tua ke muda ditandai oleh beberapa pengendapan formasi batuan dengan pemerian
yang khas dengan lingkungan pengendapan dari daratan hingga laut dangkal. Korelasi dari
geologi regional yang dihubungkan dengan hasil pemboran eksplorasi, maka dapat
disimpulkan, bahwa urutan stratigrafi dari paling tua hingga paling muda pada daerah model
penelitian adalah sebagai berikut: (1) Formasi Pamaluan (Miosen Awal-Miosen Bawah); (2)
Formasi Pulaubalang (Miosen Tengah-Miosen Akhir); dan (3) Formasi Balikpapan (Miosen
Tengah-Miosen Akhir).
Berdasarkan data log bor lapisan batuan,daerah model penelitian didominasi oleh
batulanau, batupasir, batulempung, dan perselingan batubara dengan ketebalan yang
bervariasi. Selain itu, dari ketiga formasi ini teridentifikasi satuan-satuan batuan yang
mendominasi tiap formasi. Satuan batuan ini meliputi satuan batulempung (Formasi
Pamaluan), satuan perselingan batupasir kuarsa dan batulempung (Formasi Pulaubalang),
satuan perselingan batulanau dan batupasir (Formasi Pulaubalang), dan satuan batupasir
(Formasi Balikpapan).Struktur geologi yang berkembang daerah model penelitian berupa
3

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

sinklin, yaitu Sinklin Lampanan, yang dipengaruhi oleh fisiografi dari Antiklinorium
Samarinda dan terdapat beberapa sesar-sesar kecil yang mengakibatkan terjadinya
perpotongan atau menghilangnya perlapisan batuan. Lokasi model penelitian berada ditengahtengah sumbu lateral struktur sinklin yang membujur secara diagonal dari arah barat daya
menuju timur laut. Struktur lipatan sinklin mempunyai arah kemiringan jurus sebesar N 40 50 E dengan arah perlapisan (dip) sebesar 17 - 20 yang berlokasi sebelah utara. Sementara
itu, pada sebelah selatan mempunyai arah kemiringan jurus N 180 - 190 E dengan dip
berkemiringan 16 - 19.Secara umum, gambaran mengenai formasi geologi daerah model
penelitian dapat dilihat pada Gambar1.
Hidrologi
Muara Lawa masuk dalam DAS Lawa yang mempunyai total luas 248,57 km2. Pada DAS
Lawa terdapat dua sub-DAS yang menjadi daerah target penelitian (kawasan penambangan),
yaitu sub-DAS Tunau dan Jeluk dengan total luas 64,13 km2. Pada DAS Lawa terdapat tiga
stasiun pencatat curah hujan terdekat yang mempunyai jarak antar stasiun yaitu 20 hingga 43
km. Penentuan curah hujan rata-rata daerah DAS dengan menggunakan metode polygon
Thiessen. Metode ini mendasarkan pada faktor pemberat dari tiga stasiun pencatat curah hujan.
Deskripsi ringkas DAS Lawa dapat dilihat pada Gambar 2.
Perhitungan imbuhan airtanah alami didasarkan pada data meteorologi, kondisi air,
topografi, vegetasi, dan pola aliran air permukaan pada daerah tangkapan hujan. Daerah
tangkapan hujan ditentukan oleh keberadaan tataguna lahan pada DAS Lawa terutama pada
sub-DAS Tunau-Jeluk yang menjadi target penelitian. Persen luas tataguna lahan sub-DAS
Tunau-Jeluk secara alami terdiri dari hutan primer 69%, hutan sekunder 26% dan rawa
kering/bekas rawa 5%.
Pemodelkan airtanah harus diketahui kondisi hidrologi, daerah imbuhan, kondisi batas
hidrogeologi, dan konduktivitas hidrolika. Faktor penentu besarnya kuantitas imbuhan
airtanah adalah intensitas hujan. Intensitas hujan merupakan jumlah hujan pada suatu daerah
tiap satuan waktu. Perhitungan untuk mendapatkan nilai intensitas hujan selama waktu
konsentrasi menggunakan rumus Mononobe (Kamiana, 2005).

I = (
) ( )/ ...........................................................................................................

(1)

Besarannilai intensitas hujan (I) pada Daerah Aliran Sungai (DAS) dipengaruhi oleh waktu
konsentrasi (T) dari hujan yang merata di seluruh daerah DAS. Waktu konsentrasi adalah
waktu perjalanan yang diperlukan oleh air dari tempat yang paling jauh (hulu DAS) sampai ke
titik pengamatan aliran air. Secara rinci, rumus waktu konsentrasi (T) dapat dilihat pada di
bawah ini (Hammer & Mac Kichan, 1981).

T = ...............................................................................................................................

(2)

KeteranganTcadalahwaktu konsentrasi (menit), L atau jarak maksimum aliran DAS (m), V


,

merupakan kecepatan aliran (km jam-1) atau = 71 , dan H merupakan beda tinggi
daerah hulu dengan titik tinggi yang ditinjau (km).
Padakondisi alami, daerah resapan air tanah sangat dipengaruhi oleh jumlah limpasan air
permukaan. Rumus yang digunakan untuk menghitung volume air limpasan
4

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

menggunakanmetode dari Departemen Konservasi Tanah Service (SCS) Amerika Serikat yang
ditunjukkan pada Persamaan 3 (Hammer & Mac Kichan, 1981).
Ro =

(, )
(, )

..................................................................................................................

(3)

Keterangan, P adalah curah hujan, dan S adalah retensi potensial maksimum, semua dalam
satuan mm. Nilai retensi potensial maksimum (S, mm) dapat dikorelasikan pada Persamaan 4.
S=

254 ...............................................................................................................

(4)

Sementara itu, untuk menghitung evapotranspirasi nyata dengan metode Thornthwaite


yang mengacu pada Persamaan 5(Seiler & Gat, 2007).
ET =

.........................................................................................

(5)

( . ,. )

Keterangan Persamaan 5 sebagai berikut; ETr: evapotranspirasi nyata (mm/tahun);P: curah


hujan (mm/tahun);Tm: temperaturrata-rata tahunan (C).
Menurut Lerner (1990), bahwa metode perhitungan imbuhan airtanah untuk daerah tropis
dengan curah hujan tinggi menggunakan rumus sebagai berikut;
U = P ETr Ro ..............................................................................................................

(6)

Keterangan Persamaan 6, sebagai berikut; U: imbuhan airtanah (mm/tahun);P: curah


hujan tiap tahun (mm/tahun);ETr: evapotranspirasi nyata (mm/tahun);Ro: air limpasan akibat
efek dari impermeabialitas tanah (mm/tahun).Hasil dari penerapan metode perhitungan
imbuhan airtanah, presipitasi, dan limpasan air permukaan dapat dilihat pada Tabel 1.
Selain itu, dilakukan perhitungan imbuhan rencana tahunan dampak kegiatan
penambangan yang didasarkan pada rencana curah hujan tahunan yang menggunakan
probabilitas statistik Metode Log Normal. Penentuan metode ini didasarkan pada Uji
Konsistensi dan Homogenitas yang dilanjutkan dengan Uji Chi-kuadrat (Kamiana, 2010).
Curah hujan rencana tahunan digunakan juga untuk pengukuran evapotranspirasi rencana dari
dampak perubahan tataguna lahan dari penambangan pit terbuka.
Hidrogeologi Daerah Model Penelitian
Hidrogeologi daerah penelitian ditentukan oleh litologi, keterdapatan sumber air, dan
karakteristik akuifer. Berdasarkan klasifikasi Mandel dan Shiftan (1981), dan oleh
Puradimadja (1993) dan Irawan & Puradimaja (2013)yang disesuaikan dengan kondisi
geomorfologi dan geologi indonesia, maka daerah penelitian termasuk dalam Sistem Akuifer
Batuan Sedimen Terlipat.
Hasil interpretasi dan analisis log pemboran, geologi regional, dan uji pemompaan
disimpulkan, bahwa lapisan akuifer, yang berfungsi sebagai lapisan pembawa air, dibatasi dan
ditutupi oleh lapisan penyekat pada bagian atas oleh batuan yang relatif bersifat semi kedap,
yaitu lapisan batulanau, sehingga daerah penelitian masuk dalam kategori akuifer semitertekan. Lapisan akuifer mempunyai kedalaman yang bervariasi yang tersebar merata pada
5

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

daerah model penelitian. Namun, akuifer yang berpotensi sebagai akuifer produktif
dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) akuifer kedalaman kurang dari 40 m, dan (2) akuifer
dengan kedalaman lebih dari 40 m. Kedalaman akuifer kurang dari 40 m berada di daerah
akuifer atas yang tersebar dari utara pada dataran dan punggung/sayap sinklin sampai ke
selatan daerah penelitian. Sementara akuifer kedalaman di atas 40 m menempati wilayah
tengah daerah penelitian pada bagian bawah poros/sumbu sinklin. Ketebalan akuifer yang
relatif besar pada bagian tengah lipatan dan mempunyai penyebaran yang luas memberikan
cadangan airtanah yang baik. Walaupun demikian, hal ini sangat dipengaruhi juga oleh jumlah
imbuhan airtanah yang masuk ke dalam akuifer. Total lapisan akuifer yang menjadi
pemodelan berjumlah tujuh lapisan dengan nilai konduktivitas hidrolika bervariasi.
Pemodalan Airtanah Alami Daerah Penambangan
Model adalah representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep
berupa penyederhanaan atau idealisasi dari bentuk alami dengan hasil pemodelan berupa
gambar fisik, citra, matematis/analitik. Pemodelan airtanah diawali dengan pengumpulan datadata mengenai kondisi geologi dan hidrologi pada cekungan airtanah.
Pada penelitian ini digunakan metode numerik dengan pendekatan metode beda hingga
(finite difference) yang berbentuk ortogonal grid. Metode ini didasarkan dalam membagi
daerah model dengan wilayah-wilayah domain dengan grid seragam yang disebut sebagai
diskretisasi model. Aspek mendasar model numerik adalah representasi sistem hidrogeologi
dengan cara mendiskretisasi model dengan dimensi tertentu. Keakuratan dalam analisis
dipengaruhi oleh ketelitian dalam penentuan dimensi grid yang mewakili tiap kondisi batas
hidrolika/hidrogeologi, dan geologi, seperti batas muka air, kemiringan lapisan, keberadaan
patahan, sesar atau perubahan stratigrafi secara menyolok.
Pola aliran airtanah sangat dipengaruhi oleh lapisan litologi dan struktur dari batuan. Datadata mengenai batas-batas hidrologi, seperti head air permukaan, lapisan kedap
(impermeable), daerah tanpa aliran (no flow); tata guna lahan atau pemanfaatan lahan untuk
kegiatan tambang; data meteorologi dan kontur permukaan merupakan data-data pelengkap
dalam memodelkan pola aliran permukaan secara konseptual.
Pemodelan airtanah sangat dipengaruhi oleh model konseptual. Modelkonseptual adalah
representasi sederhana dari model alami/perubahan dari sistem hidrogeologi fisik dan perilaku
hidrolik. Model ini merupakan dasar dari model analitik dan numerik yang diformulasikan
untuk meniru kondisi asli di lapangan. Model mendasarkan pada kondisi alami daerah
penelitian, dan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran airtanah, baik disebabkan oleh
keadaan alami, seperti: daerah imbuhan, luahan, presipitasi, evapotranspirasi, pola aliran air
(permukaan dan airtanah), dan akibat adanya kegiatan yang dapat merubah kondisi alami
tersebut, misalnya dampak aktivitas penambangan pit terbuka.
Imbuhan airtanah merupakan aliran ke arah bawah dari air yang berasal dari hujan dan air
permukaan yang mencapai muka airtanah atau permukaan piezometrik. Daerah imbuhan
airtanah daerah penelitian meliputi lapisan akuifer yang tersingkap di permukaan. Litologi
lapisan akuifer didominasi oleh batupasir yang disisipi oleh batulanau pasiran, pasir, dan
batubara. Fluktuasi imbuhan airtanah sangat dipengaruhi oleh besaran presipitasi di daerah
penelitian. Selain itu, sumber airtanah juga berasal dari air permukaan yang berada di daerah
rawa, jaringan sungai-sungai yang berada di daerah lapisan akuifer. Sebaran daerah imbuhan
daerah model penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

Kondisi batas hidrolika yang menjadi batas hidrogeologis daerah model penelitian bagian
permukaan meliputi: (1) batas pemisah airtanah (groundwater divide) berada di daerah
pegunungan bagian utara, dan selatan, (2) batas muka air permukaan internal (internal head
controlled boundary) yang ditandai dengan keberadaan sungai Lawa di timur dan sungai Perak
di sebelah barat daerah model penelitian, dan (3) batas aliran airtanah ke luar (outflow
boundary) di daerah barat dari daerah model penelitian yang dibatasi oleh sungai Perak. Selain
batas permukaan, terdapat kondisi batas hidrolika secara vertikal antara lain: (1) batas tanpa
aliran (internal zero-flow boundary) yang berada di bawah lapisan akuiklud dari satuan
batulempung formasi Pamaluan, (2) batas sisi timur berupa batas air permukaan internal
(internal head controlled boundary) yang ditandai dengan keberadaan sungai seperti sungai
Lawa, Perak, Jeluk dan Tunai, dan (3) batas sisi utara dan selatan berupa batas pemisah
airtanah (groundwater divide) yang berada dijalur punggungan puncak pegunungan. Kondisi
batas hidrogeologi daerah model dapat dilihat pada Gambar 4.Nilaihead dan konduktivitas
hidrolika tiap lapisan yang digunakan sebagai data masukan yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Data masukan pemodelan airtanah meliputi imbuhan airtanah, konduktivitas hidrolika tiap
lapisan, sifat/propertis lapisan, kondisi head dari batas hidrogeolgis, dan batas air permukaan.
Hasil pemodelan menggambarkan, bahwa pola aliran airtanah secara dominan mengarah ke
barat, lokasi Sungai Perak. Arah aliran ini mengikuti bentuk perlapisan litologi akibat struktur
sinklin. Namun, pola aliran air permukaan tidak mempunyai hubungan dengan pola aliran
airtanah, hal ini terlihat tidak searahnya aliran permukaan yang mengarah ke arah utara
(Sungai Mahakam), sedangkan airtanah ke arah barat (Sungai Perak).
Pemodelan airtanah hasil observasi, yang berasal dari head sumur bekas lubang bekas,
memerlukan verifikasi kalibrasi. Verifikasi dilakukan dengan melakukan penyesuaian antara
hasil perhitungan dengan hasil observasi, terutama pada nilai konduktivitas hidrolika dan
ketinggian head.Hasil perbandingan antara head observasi dan head perhitungan (pemodelan)
dibuat Diagram Sebaran (Scatter Diagram) yang menghasilkan nilai RMS (Root Mean
Squared) sebesar 8,7%. Deskripsi singkat mengenai pemodelan airtanah observasi
(alami),kalibrasi hasil perbandingan antara head obserasi dan perhitungan (pemodelan) dengan
Diagram Sebaran,dan nilai perbandingan perubahan head observasi dari 20 titik bekas lubang
bor dan hasil perhitungan (pemodelan) dapat dilihat secara berturut turut Gambar 5, Gambar 6,
dan Tabel 3.
Penambangan Batubara Pit Terbuka Daerah Model Penelitian
Metode penambangan pit terbuka merupakan kegiatan pengambilan batubara melalui
pengupasan tanah/batuan penutup yang berada di atasnya dan berhubungan langsung dengan
udara terbuka. Perubahan litologi akibat penambangan pit terbuka berdampak terganggunya
akuifer, misalnya terjadi perubahan muka airtanah, pola aliran airtanah, kualitas-kuantitas
airtanah dan sumber airtanah. Di samping itu, terganggunya akuifer mengakibatkan
terbentuknya void/pit lake akibat lubang bekas pit yang terisi oleh air (permukaan dan
airtanah).
Pada perencanaan penambangan,pit tambang mempunyai elevasi terendah mencapai -70 m
dpl. Selain itu, terdapat kenaikan elevasi pada daerah disposal dengan kenaikan 20 m.
Penurunan elevasi dari pit menyebabkan terpotongnya lapisan pembawa air potensial
(akuifer). Kondisi ini makin terlihat apabila elevasi bottom layer dari void/pit lake menembus
lapisan akuifer yang menyebabkan masuknya aliran airtanah ke dalam pit. Semakin dalam pit,

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

maka beresiko masuknya airtanah yang berkonsekuensi tidak tertambangnya batubara


potensial karena tenggelam atau membentuk void/pit lake.
Selain itu, untuk mengantisipasi berlimpahnya air permukaan pada kawasan penambangan,
maka dibuat saluran terbuka. Saluran terbuka berfungsi untuk memindahkan air permukaan
berlebih yang masuk dalam pit tambang. Saluran ini sangat berpengaruh pada elevasi head
yang menentukan pola arah aliran airtanah kawasan tambang.
PemodelanAirtanah Dampak penambangan pit Terbuka
Pemodelan airtanah dampak penambangan dipengaruhi oleh perubahan tataguna lahan pada
kawasan penambangan, dan nilai imbuhan rencana. Tataguna lahan yang berubah terutama
pada terbentuknya pit, saluran terbuka, dan disposal. Imbuhan airtanah rencana ditentukan
oleh kondisi curah hujan rencana, limpasan air permukaan rencana, dan evapotranspirasi
rencana. Data-data tersebut menjadi data masukan utama dalam pemodelan.
Data perubahan tataguna lahan dipengaruhi perubahan morfologi dan lapisan litologi yang
terkupas akibat penambangan pit terbuka, terutama pada sub-DAS Tunau-Jeluk (daerah target
penelitian). Luas total kawasan penambangan yang mempengaruhi tata guna lahan pada
Daerah Tangkapan Hujan sub-DAS Tunau sebesar 55 persen (10,33 km2) dan Daerah
Tangkapan Hujan sub-DAS Jeluk 37 persen (3,79 km2). Penentuan luas kawasan
penambangan ini dipengaruhi oleh desain rancangan penambangan. Di sisi lain, daerah
reklamasi hanya mempunyai total luas satu persen dari total luas Daerah Tangkapan Hujan
dari dua sub-DAS. Daerah reklamasi merupakan daerah bekas pit yang telah ditimbun kembali
sehingga dapat dimanfaatkan untuk penghijauan. Kawasan penambangan yang mempengaruhi
perubahan tataguna lahan pada sub-DAS Tunau-Jeluk dapat terlihat pada Gambar 7.
Hasil dari pemodelan dapat diketahui, bahwa arah aliran airtanah mengalami pembelokan,
terutama pada daerah pit tambang dan saluran terbuka. Pada daerah disposal, pola aliran
airtanah tidak mengalami pembelokan yang disebabkan tidak terjadi penurunan topografi,
namun terjadi kenaikanan topografi. Perubahan pola aliran ini dapat dilihat dari penurunan
elevasi head yang terdapat di 16 lokasi sumur observasi dengan kisaran 4-51m (Tabel 4). Pola
aliran airtanah yang terdiri dari ekuipotensial head dan arah aliran dampak penambangan
batubara pit terbuka dapat dilihat pada Gambar 8

Kesimpulan
Pemodelan airtanah alami darah Muara Lawa secara umum mempunyai pola aliran dari timur
menuju ke barat, yaitu Sungai Perak. Pola ini mengikuti arah lapisan litologi yang disebabkan
struktur Sinklin Lampanan yang terbentang dari timur laut menuju ke barat daya. Pola aliran
airtanah berlawanan arah terhadap aliran air permukaan yang mendasarkan padaDaerah Aliran
Sungai Lawa dengan arah aliran ke ke Sungai Mahakam (bagian utara lokasi penelitian).
Terjadiperubahan hidrogeologi akibat aktivitas penambangaan batubara pit terbukayang
menyebabkanperubahan morfologi, geologi dan hidrogeologi di daerah model penelitian.
Perubahan ini mempengaruhi model aliran airtanah yaitu, perubahan arah aliran airtanah
daerah target penelitian yang dominan mengarah pit akibat penambangan yang mencapai
lapisan akuifer bagian tengah dengan dominasi batupasir dari Formasi Pulau Balang.
Perubahan ini diikuti dengan penurunanheadperhitungan (pemodelan) dari headobservasi,
yang diukur dari 16 sumur observasi.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

Ucapan Terima Kasih


Penulis menyampaikan terimakasih kepada Managemen PT. Trubaindo Coal Mining tbk(PT.
TCM) dengan segenap staf dan karyawan daerah operasi penambangan di Kutai Barat, yang
telah memberikan bantuan teknis, supervisi, dan nonteknis untuk operasional penelitian
lapangan, sehingga penelitian ini selesai sesuai dengan target rencana yang diharapkan. Selain
itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr. Doni Prakasa Eka Putra dan Dr. Wahyu
Wilopo, atasizin yang diberikan untuk menggunakan perangkat lunak Visual Modflow sebagai
alat untuk pemodelan airtanah yang terlisensi dari Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.

Daftar Pustaka
Asdak, C., 1995, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta, hlm. 154 210.
Irawan, D.E., Puradimaja, D.J., 2013, Lembar Kerja Hidrogeologi Umum, Kelompok Keahlian
Geologi Terapan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung
Lerner, D.N., 1990, Groundwater recharge in Urban Areas, Hydrological Processes and
Water Management in Urban Area, Proceedings of the Duisberg Symposium, April 1990,
IAHS Publ., No. 198.
Hammer, M.J. and Mac-Kichen, K.A., 1981, Hydrology and Quality of Water Resources, John
Wiley & Sons, Ltd., New York, p. 41, 140, 214
Healy, R., W. and Cook Peter, G., 2002, Using Groundwater Levels to Estimate Recharge,
Hydrogeology Journal, Vol. 10, No. 1, p. 91 107.
Kamiana, I., 2010, Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air, Graha Ilmu, Yogyakarta,
hlm. 28-30, 203
Mandel, S., Shiftan, Z.L., 1981, Groundwater Resources: Investigation and Development,
Academic Press. Inc, USA
Notodarmojo, S., 2005, Pencemaran Tanah dan Airtanah, Penerbit ITB, Bandung.
Puradimaja, D.J., 1993, Penyusunan Tipologi Paket Penelitian Sumber Daya Air, LAPI ITBDepartmen Transmigrasi, Bandung
Seiler, K.P., Gat, J.R., 2007, Groundwater Recharge from Run-Off, Infiltration and
Percolation, Springer, The Netherland, p. 75
Supriatna, S., Sukardi, Rustandi, 1995, Peta Geologi Bersistem, Lembar Samarinda,
Kalimantan sekala 1:250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung.
Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Government Printing Office, the
Hague, Netherland, p. 328 360.

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

Tabel 1. Imbuhan airtanah sub-DAS Tunau-Jeluk


Tataguna lahan
Hutan
Rawa kering/bekas
sekunder
rawa

Parameter

Hutan
primer

Total persen daerah tangkapan


hujan

67,5

28

4,5

100

Curah hujan (precipitasi, P)

980,07

362,98

64,63

1407,68

mm

Evapotranspirasi nyata (ETr)

814,71

313,29

53,92

1181,92

mm

Aliran air permukan (Run off,


Ro)
Imbuhan airtanah (R)
Luas (Q) 106
Imbuhan airtanah(GwR) 106

Total

Unit

mm
20,28

7,0

1,33

28,61

290,17

85,36

18,79

394,32

44,36
7,73

16,86
0,692

2,91
1,575

64,13
9,997

mm
m2
m3 thn-1

Sumber: hasil perhitungan

Tabel 2. Data masukan pemodelan airtanah kondisi alami


Data
Konduktivitas hidrolika- K

Kondisi batas
- Head
- Sungai
- Stream
- Recharge
Sumber: hasil perhitungan

Unit
-1

Kuantitas
-4

Lokasi

m dtk

1,67 10
4,94 10-7
1,09 10-4
6,71 10-8
1,19 10-4
4,96 10-8
2,02 10-9

m
m

180-97
50-63

Batas airtanah
S. Lawa, S. Perak

50-65

S. Jeluk, S. Tunau

55-65
394,32

Rawa,

m
mm thn-1

Akuifer atas (K1)


Akuitar atas (K2)
Akuifer tengah (K3)
Akuitar tengah (K4)
Akuifer bawah (K5)
Akuitar bawah (K6)
Akuiklud bawah (K7)

10

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

Tabel 3. Nilai head observasi dan perhitungan (pemodelan) kondisi alami


NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Sumur observasi (bekas


bor)
DD_509A
OW-6
DD_510G
DD_022C
DD_20C
DD_050A_SS
DD_13G_ST
DD_551A_CSSI
DD_504G_CS
OW-1
OW-2
OW-4
OW-9
OW-10
OW-13
OPW-3
OPW-4 (G1)
OW-8 (G3)
DD_13A
DD_536G (G2)

Kedalaman
Piezometrik (m)
8,5
45,2
23,1
65,5
43,1
24,5
50
34,5
10,5
65
39,1
41,35
45,25
35,15
15,2
75,45
36,1
55,15
28,65
42

Head-observasi

Head- perhitungan

125,6
134,8
123
118,6
127
125,2
128,1
134,6
125
126,5
131
126,7
120,4
123,4
126,7
116,8
140,3
127,8
115,7
120,5

126,8
133,3
125
121,3
126,8
120,9
126,8
134
129
127,2
128
126,4
122,6
124,7
126,7
115,7
136
126,6
118,5
124

Sumber: hasil perhitungan


Tabel 4. Nilai head observasi dan perhitungan dampak penambangan
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Sumur observasi (bekas


bor)
DD_509A
DD_510G
DD_022C
DD_20C
DD_050A_SS
DD_551A_CSSI
OW-1
OW-2
OW-4
OW-9
OW-13
OPW-3
OPW-4 (G1)
OW-8 (G3)
DD_13A
DD_536G (G2)

Kedalaman
Piezometrik (m)
8,5
23,1
65,5
43,1
24,5
34,5
65
39,1
41,35
45,25
15,2
75,45
36,1
55,15
28,65
42

Head-observasi

Head- perhitungan

125,6
123
118,6
127
125,2
134,6
126,5
131
126,7
120,4
126,7
116,8
140,3
127,8
115,7
120,5

117,4
115,9
109
117,7
108,4
100
118,5
118,7
111
185,24
116,2
107,5
111
86,3
81,4
114,2

Sumber: hasil perhitungan

11

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

Gambar 1. Peta geologi daerah penelitian

Gambar 2. Peta Daerah Aliran Sungai daerah penelitian

12

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

Gambar 3. Peta daerah imbuhan airtanah

Gambar 4. Peta batas hidrogeologis daerah penelitian

13

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014
11540'0"E

11542'30"E

11545'0"E

S.
Tu
na
u

11537'30"E

L
S.

aw

Luas : 5.799 Ha

12

OW-2
!

120

k
ra

90

Pe

DD_50A

OW-8

DD_13G

!
!

DD_504G

DD_551A
DD_13G

60
OW-9

Kecamatan : Muara Lawa


Kabupaten : Kutai Barat
Propinsi
: Kalimantan Timur

60

!OW-13

Keterangan:
Batas daerah target penelitian
Arah aliran airtanah
200
Ekuipotensial head lapisan ke-3
Jaringan sungai
Inactive cells
Muka piezometrik
!
Titik sumur pengamatan

A'

DD_509A

OW-10
!

DD_536G
!
!
DD_510G

60

045'0"S

OW-6

045'0"S

2.5

Kilometer

50

S.

OPW-4

OPW-1
!
DD_022C

15
0

OW-4
!

1.25

042'30"S

042'30"S

OW-1

PETA PEMODELAN AIRTANAH


KONDISI ALAMI
DAERAH PENELITIAN

120

Peta Situasi
1150'0"E

1160'0"E

11540'0"E

11542'30"E

11545'0"E

200!

140
13 0

00'0"

Samarinda

Lokasi Penelitian
Penajam Paser
Balikpapan
Utara

Kapuas

Barito Selatan
Pulang
Pisau
Palangka
Raya
Tabalong
Barito Timur
Katingan
1140'0"E

1150'0"E

Pasir

1160'0"E

Selat Makasar
1170'0"E

Sumber Data :
1. Peta Rupa Bumi Indonesia, skala 1 : 50.000,
Bakosurtanal
2. Departemen Enviro PT. TCM, 2013
3. Peta Topografi PT. TCM, 2013
4. Modflow, dibawah lisensi T. UGM

140

110

100

60

0!

90

70

50!

140

120

50

80

40

30

130

100!

40

150!

Barito Utara

Gunung Mas

A'

Kutai Kartanegara

Kutai Barat
10'0"S

60

11537'30"E

00'0"

047'30"S

047'30"S

60

90
30

1170'0"E
Kutai Timur
Bontang

Murung Raya

10'0"S

90

1140'0"E
Kapuas Hulu

Disusun oleh :
Shalaho Dina Devy
Jurusan Teknik Geologi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2014

-50 !

3 X Eksagerasi Vertikal

Gambar 5. Peta pemodelan airtanah (obserasi) kondisi alami

11540'0"E

11542'30"E

11545'0"E

S.

Tu
na

11537'30"E

150

150

150 150

150

150

PETA PEMODELAN AIRTANAH


KONDISI ALAMI (KALIBRASI)
DAERAH PENELITIAN

Luas : 5.799 Ha

12

1.25

2.5

15 0

150

er
ak

120

30

12
0

A'

045'0"S

15

15
0

045'0"S

60

30

042'30"S

15

150

0
15

S.
P

042'30"S

150

150

w
La
S.

Kilometer

Kecamatan : Muara Lawa


Kabupaten : Kutai Barat
Propinsi
: Kalimantan Timur
Keterangan:
Batas daerah target penelitian
Arah aliran airtanah
120
Ekuipotensial head (kalibrasi)
120
Ekuipotensial head lapisan ke-3
Jaringan sungai
Muka piezometrik
Inactive cells

90
00'0"

11537'30"E

11540'0"E

11542'30"E

11545'0"E

A'

0!
-50 !

3 X Eksagerasi Vertikal

17 0 0
16
1 50

150

110
140

1 40

130

130

120

110

90

10 0

50!

80

200!

100!

1160'0"E

1170'0"E
Kutai Timur
Bontang

Murung Raya
Kutai Barat

Kutai Kartanegara
Samarinda

10'0"S

150

047'30"S

047'30"S

3 0 30

A
150!

1150'0"E

00'0"

30

1140'0"E
Kapuas Hulu

Gunung Mas

Barito Utara

Lokasi Penelitian
Penajam Paser
Balikpapan
Utara

Kapuas

Barito Selatan
Pulang
Pisau
Palangka
Raya
Tabalong
Barito Timur
Katingan
1140'0"E

1150'0"E

Pasir

1160'0"E

10'0"S

30

Peta Situasi

Selat Makasar
1170'0"E

Sumber Data :
1. Peta Rupa Bumi Indonesia, skala 1 : 50.000,
Bakosurtanal
2. Departemen Enviro PT. TCM, 2013
3. Peta Topografi PT. TCM, 2013
4. Modflow, dibawah lisensi T. UGM
Disusun oleh :
Shalaho Dina Devy
Jurusan Teknik Geologi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2014

Gambar 6. Peta pemodelan airtanah hasil kalibrasi kondisi alami

14

PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7


Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014

Gambar 7. Peta tataguna lahan dampak penambangan sub-DAS Tunau-Jeluk


w
La
S.
240

240
240 24 0

Luas : 5.799 Ha

18
0

2 10

042'30"S

210

1.25

2.5

Kilometer

Kecamatan : Muara Lawa


Kabupaten : Kutai Barat
Propinsi
: Kalimantan Timur

0
1515

180

210

15 1
0 2

15 0

24 0

0
18

S.
P

er

ak

042'30"S

PETA PEMODELAN AIRTANAH


PENAMBANGAN AKTIF
DAERAH PENELITIAN

210

24
240
0

11545'0"E

Tu
n

40
24
0

0
24

0
24

11542'30"E

au

11540'0"E
24
02

S.

11537'30"E

A'

150

045'0"S

045'0"S

120

150

150

Keterangan:
Batas daerah target penelitian
Arah aliran airtanah
200
Ekuipotensial head lapisan ke-3
Jaringan sungai
Inactive cells
Pit Tambang
Disposal Area (DA)
Topsoil Area (TA)
Kolam Pengendap (SP)
Saluran terbuka

Peta Situasi

11540'0"E

11542'30"E

11545'0"E

A'

230

0
150
1164
19

2 20

13
0
0 0
20
0
21

1143 0
0

190

180

0
16

17

1 80

250
240

2 0

170

160

0!

190

150

50!

-50!

100!

30
14
0

Kutai Kartanegara

00'0"

00'0"

Kutai Barat

Samarinda

Barito Utara

Lokasi Penelitian
Penajam Paser
Balikpapan
Utara

Kapuas

Barito Selatan
Pulang
Pisau
Palangka
Raya
Tabalong
Barito Timur
Katingan
1140'0"E

150!

1170'0"E
Kutai Timur
Bontang

Gunung Mas

200!

1160'0"E

Murung Raya

1150'0"E

Pasir

1160'0"E

10'0"S

11537'30"E

1150'0"E

Kapuas Hulu

10'0"S

047'30"S

047'30"S

1140'0"E

18

Selat Makasar
1170'0"E

Sumber Data :
1. Peta Rupa Bumi Indonesia, skala 1 : 50.000,
Bakosurtanal
2. Departemen Enviro PT. TCM, 2013
3. Peta Topografi PT. TCM, 2013
4. Modflow, dibawah lisensi T. UGM

3 X Eksagerasi Vertikal

Disusun oleh :
Shalaho Dina Devy
Jurusan Teknik Geologi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2014

Gambar 8. Peta pemodelan airtanah dampak penambangan

15

Anda mungkin juga menyukai