Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 31 Oktober 2014
P1O-01
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl.Grafika No.2 Bulaksumur, Yogyakarta,
Indonesia, Tel. 0274-513668
2
Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman, *E-mail : azvy_05@yahoo.co.id
Diterima 20 Oktober 2014
Abstrak
Perubahan tata guna lahan berdampak pada ketersediaan airtanah baik secara kuantitas maupun
kualitas. Aktivitas penambangan batubara pit terbuka merupakan aktivitas perubahan tata guna lahan
yang berakibat langsung terhadap perubahan perlapisan batuan yang berkorelasi dengan lapisan akuifer
sebagai lapisan pembawa airtanah. Kondisi ini seperti pada lokasi penambangan batubara pit terbuka di
kecamatan Muara Lawa yang menjadi daerah model penelitian. Kajian kondisi hidrogeologi, hidrologi,
dan kondisi batas hidrogeologi sangat berperan untuk mengetahui keberadaan airtanah pada cekungan
airtanah dan menentukan pemodelan airtanah alami (sebelum penambangan) dan ketika penambangan.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pola aliran airtanah alami dan perubahannya dampak
penambangan batubara pit terbuka dengan pemodelan tiga dimensi. Secara geologis, formasi batuan
yang berkembang daeag Muara Lawa terdiri dari, yaituFormasi Pulaubalang, Pamaluan, dan
Balikpapan dengan struktur Sinklin Lampanan. Kemiringan perlapisan batuan (dip) 16-20 dengan
sumbu sinklin yang membentang dari timur laut menuju ke barat daya. Daerah penelitian masuk dalam
Sistem Akuifer Batuan Sedimen Terlipat yang terdiri dari tujuh lapisan akuifer yang berselang-seling
antara akuitar, akuifer, dan lapisan dasar berupa akuiklud. Secara regional, batas hidrogeologis daerah
model penelitian dibatasi oleh batas air permukaan pada dua sungai besar, yaitu Sungai Lawa (timur)
dan Sungai Perak (barat), serta batas pemisah airtanah dengan head tertinggi (utara dan selatan) yang
dibatasi oleh perbukitan homoklin berbentuk sayap sinklin.Hasil pemodelan airtanah dapat diketahui
adanya perubahan aliran airtanah dampak akibat aktifitas penambangan batubara pit terbuka terutama
pada daerah pit tambang yang mengalami penurunan elevasi sampai -70 m dpl dan penambahan elevasi
hingga 40 m pada daerah disposal. Perubahan yang terjadi antar lain pola arah aliran airtanah pada arah
pit, penurunan muka airtanah piezometrik, head, dan terbentuknya void/pit lake.
Kata Kunci: Pemodelan, Akuifer, Head, Pit, Disposal,Pit Lake/Void.
Latar Belakang
Muara lawa masuk dalam tiga formasi dari Cekungan Kutai, yaitu Formasi Pamaluan,
Pulaubalang, dan Balikpapan. Ketiga formasi ini membentuk struktur Sinklin Lampanan yang
membentang dari timur laut menuju ke barat daya. Melimpahnya cadangan batubara dari
ketiga formasi tersebut, maka berakibat banyak perusahan yang melakukan aktivitas
penambangan batubara dengan menggunakan metode penambangan pit terbuka. Penambangan
batubara pit terbuka merupakan kegiatan yang menyebabkan perubahan morfologi, geologi,
dan geohidrologi, seperti perubahan tata guna lahan, perlapisan batuan, dan akuifer.
Penambangan pit terbuka ini mendasarkan pada aktivitas penggalian ke arah vertikal hingga
1
mencapai lapisan endapan batubara yang diinginkan. Salah satu perusahan penambangan
batubara di Muara Lawa yang menggunakan penambangan dengan metode pit terbuka adalah
PT. Trubaindo Coal Mining (PT. TCM).
Secara geografis, Muara Lawamasuk wilayah kabupaten Kutai Barat yang berjarak 323 km
dari ibukota Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Muara Lawa mempunyai ketinggian
permukaan dari 5 sampai 280 m dpl denganrata-rata curah hujan 137 mm/tahun dan curah
hujan maksimum terjadi pada bulan Februari hingga April. Temperatur Muara Lawa
mempunyai kisaran antara 29 hingga 35 C. Terdapat dua sungai besar, yaitu Sungai
Lawadan Sungai Perak, yang membatasi wilayah barat dan timur yang menjadi batas model
penelitian. Secara alami, aliran sungai mengarah ke utara menuju ke Sungai Mahakam.
Pemodelan airtanah dampak penambangan batubara merupakan kajian secara menyeluruh
tentang kondisi morfologi, hidrologi, geologi, dan hidrogeologi yang diaplikasikan secara
konseptual dalam model tiga dimensi yang bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan
airtanah, seperti pola aliran, head, dan arah aliran. Ketepatan dalam pemodelan sangat
dipengaruhi oleh batas hidrogeologis, karakteristik akuifer, dan perubahan morfologi dampak
penambangan, seperti terbentuknya pit, saluran terbuka, dan disposal. Pada akhirnya,
pemodelan ini bermanfaat untuk mengetahui kuantitas airtanah, arah aliran airtanah yang
dapat menimbulkan masalah lingkungan, seperti terbentuknya pit lake.
Metodologi
Penelitian ini merupakan penelitian induktif dengan pendekatan analitik, yaitu kondisi
hidrologi, hidrogeologi, dan pemodelan airtanah. Pendekatan ini mendasarkan pada kajian
secara mendalam tentang aspek morfologi, hidrologi, hidrogeologi, dan perubahan tata guna
lahan, secara alami dan dampak akibat aktiftas penambangan batubara pit terbuka. Selain
dengan pendekatan analitik, penelitian ini menggunakan ekperimen semu (Quasi Experiment
Research) yang disebabkan banyaknya data yang diperoleh di lapangan dan bukan sematamata menggabungkan teori-teori yang ada untuk menarik suatu kesimpulan tertentu.
Daerah penelitian berada di daerah aliran sungai (DAS) Lawa yang dibatasi oleh DAS
Perak yang berada di barat daerah penelitian. Daerah aliran airtanah sangat
mempengaruhikuantitas imbuhan airtanah. Imbuhan airtanah merupakan bagian siklus
hidrologi yang ditentukan oleh keseimbangan air dalam suatu daerah aliran sungai. Siklus
hidrologi dipengaruhi oleh keseimbangan air/uap air dari presipitasi, aliran airpermukaan,
imbuhan airtanah, dan evapotranspirasi. Presipitasi daerah penelitian diperoleh dari data tiga
stasiun pencatat curah hujan pada sepuluh tahun terakhir yang berada di DAS Lawa. Kuantitas
aliran air permukaan sangat dipengaruhi oleh kondisi daerah aliran sungai danjaringan sungaisungai daribagian hulu hingga hilir, seperti keberdaan Sungai Tunau dan Jelukserta kondisi
tataguna lahan alami pada kawasandaerah aliran sungai.Selain itu, nilai evapotranspirasi alami
juga sangat tergantung dari data presipitasi dan kondisi fisik dari tataguna lahan wilayah DAS.
Hidrostratigrafi menjadi model lapisan vertikal yang ditentukan daridimensi lapisan
akuifer. Hidrostratigrafisangat dipengaruhi oleh stratigrafi yang berkembang di daerah
penelitian. Data geologi diperoleh dari hasil kegiatan eksplorasi permukaan, pemboran
ekplorasi yang di tumpang susun dengan data geologi regional. Interpretasi stratigrafi
kemudian dilakukan uji pemompaan pada lapisan yang menjadi pembeda antar lapisan yang
bertujuan untuk mengetahui karakteristik akuifer tiap lapisan batuan. Karakteristik yang
digunakan sebagai pembeda antar lapisan yaitu konduktivitas hidrolika.
Konseptual model kondisi alami daerah penelitian dipengaruhi oleh daerah imbuhan dan
batas hidrogeologis sebelum terkena dampak penambangan. Daerah imbuhan merupakan
daerah dipermukaan yang secara terbuka dapat kontak secara langsung dengan curah hujan
dan aliran air permukaan. Daerah imbuhan terdiri dari daerah singkapan akuifer dan lapisan
akuifer yang tersebar luas dan merata. lapisan akuifer ini didominasi oleh batupasir, pasir, dan
batupasir lanauan. Batas hidrogeologis alami ditentukan oleh kondisi morfologi, keberadaan
air permukaan, dan jenis akuifer yang berada di daerah penelitian. Morfologi daerah penelitian
diperoleh dari survey lapangan dan interpretasi peta topografi sebelum terdapat kegiatan
penambangan batubara pit terbuka. Selain itu, keberadaan sungai-sungai yang berpengaruh
terhadap batas air permukaan ditentukan batasan-batasan hidrolika melalui peta topografi dan
peta SRTM. Konseptual model kondisi alami menjadi sumberdata masukan dalam pemodelan
airtanah secara alami dan data acuan kondisi batas hidrolika daerah yang terkena dampak
penambangan.
Konseptual model airtanah dampak penambangan mendasarkan pada perubahan batasbatas hidrogeologis yang ditimbulkan penambangan pit terbuka pada kawasan tambang.
Perubahan morfologi dampak penambangan yang sangat berpengaruh dalam pemodelan antara
lain pit tambang, saluran terbuka, dan disposal. Perubahan ini mempengaruhi perlapisan
geologi dan hidrogeologi. Kawasan penambangan didesain sesuai perencanaan dan kemajuan
tambang dari PT. TCM. Arah kemajuan penambangan mengikuti dari kemiringan dip yang
berkisar 16-20 dengan arah mengikuti dari lipatan sinklin. Selain itu, prediksi perubahan
kuantitas imbuhan airtanah dengan memperkirakan aliran air permukaan rencana dari
perubahan tataguna lahan kawasan tambang, evapotranspirasi rencana,dan presipitasi/curah
hujan rencana. Pada akhirnya, data prediksi perubahan imbuhan airtanah dan prediksi batas
hidrogeologis dampak penambangan dijadikan sebagai data masukkan utama dalam
pemodelan airtanah, sehingga dapat diketahui secara jelas perubahan pola aliran dan
ekuipotensial headairtanah.
sinklin, yaitu Sinklin Lampanan, yang dipengaruhi oleh fisiografi dari Antiklinorium
Samarinda dan terdapat beberapa sesar-sesar kecil yang mengakibatkan terjadinya
perpotongan atau menghilangnya perlapisan batuan. Lokasi model penelitian berada ditengahtengah sumbu lateral struktur sinklin yang membujur secara diagonal dari arah barat daya
menuju timur laut. Struktur lipatan sinklin mempunyai arah kemiringan jurus sebesar N 40 50 E dengan arah perlapisan (dip) sebesar 17 - 20 yang berlokasi sebelah utara. Sementara
itu, pada sebelah selatan mempunyai arah kemiringan jurus N 180 - 190 E dengan dip
berkemiringan 16 - 19.Secara umum, gambaran mengenai formasi geologi daerah model
penelitian dapat dilihat pada Gambar1.
Hidrologi
Muara Lawa masuk dalam DAS Lawa yang mempunyai total luas 248,57 km2. Pada DAS
Lawa terdapat dua sub-DAS yang menjadi daerah target penelitian (kawasan penambangan),
yaitu sub-DAS Tunau dan Jeluk dengan total luas 64,13 km2. Pada DAS Lawa terdapat tiga
stasiun pencatat curah hujan terdekat yang mempunyai jarak antar stasiun yaitu 20 hingga 43
km. Penentuan curah hujan rata-rata daerah DAS dengan menggunakan metode polygon
Thiessen. Metode ini mendasarkan pada faktor pemberat dari tiga stasiun pencatat curah hujan.
Deskripsi ringkas DAS Lawa dapat dilihat pada Gambar 2.
Perhitungan imbuhan airtanah alami didasarkan pada data meteorologi, kondisi air,
topografi, vegetasi, dan pola aliran air permukaan pada daerah tangkapan hujan. Daerah
tangkapan hujan ditentukan oleh keberadaan tataguna lahan pada DAS Lawa terutama pada
sub-DAS Tunau-Jeluk yang menjadi target penelitian. Persen luas tataguna lahan sub-DAS
Tunau-Jeluk secara alami terdiri dari hutan primer 69%, hutan sekunder 26% dan rawa
kering/bekas rawa 5%.
Pemodelkan airtanah harus diketahui kondisi hidrologi, daerah imbuhan, kondisi batas
hidrogeologi, dan konduktivitas hidrolika. Faktor penentu besarnya kuantitas imbuhan
airtanah adalah intensitas hujan. Intensitas hujan merupakan jumlah hujan pada suatu daerah
tiap satuan waktu. Perhitungan untuk mendapatkan nilai intensitas hujan selama waktu
konsentrasi menggunakan rumus Mononobe (Kamiana, 2005).
I = (
) ( )/ ...........................................................................................................
(1)
Besarannilai intensitas hujan (I) pada Daerah Aliran Sungai (DAS) dipengaruhi oleh waktu
konsentrasi (T) dari hujan yang merata di seluruh daerah DAS. Waktu konsentrasi adalah
waktu perjalanan yang diperlukan oleh air dari tempat yang paling jauh (hulu DAS) sampai ke
titik pengamatan aliran air. Secara rinci, rumus waktu konsentrasi (T) dapat dilihat pada di
bawah ini (Hammer & Mac Kichan, 1981).
T = ...............................................................................................................................
(2)
merupakan kecepatan aliran (km jam-1) atau = 71 , dan H merupakan beda tinggi
daerah hulu dengan titik tinggi yang ditinjau (km).
Padakondisi alami, daerah resapan air tanah sangat dipengaruhi oleh jumlah limpasan air
permukaan. Rumus yang digunakan untuk menghitung volume air limpasan
4
menggunakanmetode dari Departemen Konservasi Tanah Service (SCS) Amerika Serikat yang
ditunjukkan pada Persamaan 3 (Hammer & Mac Kichan, 1981).
Ro =
(, )
(, )
..................................................................................................................
(3)
Keterangan, P adalah curah hujan, dan S adalah retensi potensial maksimum, semua dalam
satuan mm. Nilai retensi potensial maksimum (S, mm) dapat dikorelasikan pada Persamaan 4.
S=
254 ...............................................................................................................
(4)
.........................................................................................
(5)
( . ,. )
(6)
daerah model penelitian. Namun, akuifer yang berpotensi sebagai akuifer produktif
dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) akuifer kedalaman kurang dari 40 m, dan (2) akuifer
dengan kedalaman lebih dari 40 m. Kedalaman akuifer kurang dari 40 m berada di daerah
akuifer atas yang tersebar dari utara pada dataran dan punggung/sayap sinklin sampai ke
selatan daerah penelitian. Sementara akuifer kedalaman di atas 40 m menempati wilayah
tengah daerah penelitian pada bagian bawah poros/sumbu sinklin. Ketebalan akuifer yang
relatif besar pada bagian tengah lipatan dan mempunyai penyebaran yang luas memberikan
cadangan airtanah yang baik. Walaupun demikian, hal ini sangat dipengaruhi juga oleh jumlah
imbuhan airtanah yang masuk ke dalam akuifer. Total lapisan akuifer yang menjadi
pemodelan berjumlah tujuh lapisan dengan nilai konduktivitas hidrolika bervariasi.
Pemodalan Airtanah Alami Daerah Penambangan
Model adalah representasi, atau deskripsi yang menjelaskan suatu objek, sistem, atau konsep
berupa penyederhanaan atau idealisasi dari bentuk alami dengan hasil pemodelan berupa
gambar fisik, citra, matematis/analitik. Pemodelan airtanah diawali dengan pengumpulan datadata mengenai kondisi geologi dan hidrologi pada cekungan airtanah.
Pada penelitian ini digunakan metode numerik dengan pendekatan metode beda hingga
(finite difference) yang berbentuk ortogonal grid. Metode ini didasarkan dalam membagi
daerah model dengan wilayah-wilayah domain dengan grid seragam yang disebut sebagai
diskretisasi model. Aspek mendasar model numerik adalah representasi sistem hidrogeologi
dengan cara mendiskretisasi model dengan dimensi tertentu. Keakuratan dalam analisis
dipengaruhi oleh ketelitian dalam penentuan dimensi grid yang mewakili tiap kondisi batas
hidrolika/hidrogeologi, dan geologi, seperti batas muka air, kemiringan lapisan, keberadaan
patahan, sesar atau perubahan stratigrafi secara menyolok.
Pola aliran airtanah sangat dipengaruhi oleh lapisan litologi dan struktur dari batuan. Datadata mengenai batas-batas hidrologi, seperti head air permukaan, lapisan kedap
(impermeable), daerah tanpa aliran (no flow); tata guna lahan atau pemanfaatan lahan untuk
kegiatan tambang; data meteorologi dan kontur permukaan merupakan data-data pelengkap
dalam memodelkan pola aliran permukaan secara konseptual.
Pemodelan airtanah sangat dipengaruhi oleh model konseptual. Modelkonseptual adalah
representasi sederhana dari model alami/perubahan dari sistem hidrogeologi fisik dan perilaku
hidrolik. Model ini merupakan dasar dari model analitik dan numerik yang diformulasikan
untuk meniru kondisi asli di lapangan. Model mendasarkan pada kondisi alami daerah
penelitian, dan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran airtanah, baik disebabkan oleh
keadaan alami, seperti: daerah imbuhan, luahan, presipitasi, evapotranspirasi, pola aliran air
(permukaan dan airtanah), dan akibat adanya kegiatan yang dapat merubah kondisi alami
tersebut, misalnya dampak aktivitas penambangan pit terbuka.
Imbuhan airtanah merupakan aliran ke arah bawah dari air yang berasal dari hujan dan air
permukaan yang mencapai muka airtanah atau permukaan piezometrik. Daerah imbuhan
airtanah daerah penelitian meliputi lapisan akuifer yang tersingkap di permukaan. Litologi
lapisan akuifer didominasi oleh batupasir yang disisipi oleh batulanau pasiran, pasir, dan
batubara. Fluktuasi imbuhan airtanah sangat dipengaruhi oleh besaran presipitasi di daerah
penelitian. Selain itu, sumber airtanah juga berasal dari air permukaan yang berada di daerah
rawa, jaringan sungai-sungai yang berada di daerah lapisan akuifer. Sebaran daerah imbuhan
daerah model penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Kondisi batas hidrolika yang menjadi batas hidrogeologis daerah model penelitian bagian
permukaan meliputi: (1) batas pemisah airtanah (groundwater divide) berada di daerah
pegunungan bagian utara, dan selatan, (2) batas muka air permukaan internal (internal head
controlled boundary) yang ditandai dengan keberadaan sungai Lawa di timur dan sungai Perak
di sebelah barat daerah model penelitian, dan (3) batas aliran airtanah ke luar (outflow
boundary) di daerah barat dari daerah model penelitian yang dibatasi oleh sungai Perak. Selain
batas permukaan, terdapat kondisi batas hidrolika secara vertikal antara lain: (1) batas tanpa
aliran (internal zero-flow boundary) yang berada di bawah lapisan akuiklud dari satuan
batulempung formasi Pamaluan, (2) batas sisi timur berupa batas air permukaan internal
(internal head controlled boundary) yang ditandai dengan keberadaan sungai seperti sungai
Lawa, Perak, Jeluk dan Tunai, dan (3) batas sisi utara dan selatan berupa batas pemisah
airtanah (groundwater divide) yang berada dijalur punggungan puncak pegunungan. Kondisi
batas hidrogeologi daerah model dapat dilihat pada Gambar 4.Nilaihead dan konduktivitas
hidrolika tiap lapisan yang digunakan sebagai data masukan yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Data masukan pemodelan airtanah meliputi imbuhan airtanah, konduktivitas hidrolika tiap
lapisan, sifat/propertis lapisan, kondisi head dari batas hidrogeolgis, dan batas air permukaan.
Hasil pemodelan menggambarkan, bahwa pola aliran airtanah secara dominan mengarah ke
barat, lokasi Sungai Perak. Arah aliran ini mengikuti bentuk perlapisan litologi akibat struktur
sinklin. Namun, pola aliran air permukaan tidak mempunyai hubungan dengan pola aliran
airtanah, hal ini terlihat tidak searahnya aliran permukaan yang mengarah ke arah utara
(Sungai Mahakam), sedangkan airtanah ke arah barat (Sungai Perak).
Pemodelan airtanah hasil observasi, yang berasal dari head sumur bekas lubang bekas,
memerlukan verifikasi kalibrasi. Verifikasi dilakukan dengan melakukan penyesuaian antara
hasil perhitungan dengan hasil observasi, terutama pada nilai konduktivitas hidrolika dan
ketinggian head.Hasil perbandingan antara head observasi dan head perhitungan (pemodelan)
dibuat Diagram Sebaran (Scatter Diagram) yang menghasilkan nilai RMS (Root Mean
Squared) sebesar 8,7%. Deskripsi singkat mengenai pemodelan airtanah observasi
(alami),kalibrasi hasil perbandingan antara head obserasi dan perhitungan (pemodelan) dengan
Diagram Sebaran,dan nilai perbandingan perubahan head observasi dari 20 titik bekas lubang
bor dan hasil perhitungan (pemodelan) dapat dilihat secara berturut turut Gambar 5, Gambar 6,
dan Tabel 3.
Penambangan Batubara Pit Terbuka Daerah Model Penelitian
Metode penambangan pit terbuka merupakan kegiatan pengambilan batubara melalui
pengupasan tanah/batuan penutup yang berada di atasnya dan berhubungan langsung dengan
udara terbuka. Perubahan litologi akibat penambangan pit terbuka berdampak terganggunya
akuifer, misalnya terjadi perubahan muka airtanah, pola aliran airtanah, kualitas-kuantitas
airtanah dan sumber airtanah. Di samping itu, terganggunya akuifer mengakibatkan
terbentuknya void/pit lake akibat lubang bekas pit yang terisi oleh air (permukaan dan
airtanah).
Pada perencanaan penambangan,pit tambang mempunyai elevasi terendah mencapai -70 m
dpl. Selain itu, terdapat kenaikan elevasi pada daerah disposal dengan kenaikan 20 m.
Penurunan elevasi dari pit menyebabkan terpotongnya lapisan pembawa air potensial
(akuifer). Kondisi ini makin terlihat apabila elevasi bottom layer dari void/pit lake menembus
lapisan akuifer yang menyebabkan masuknya aliran airtanah ke dalam pit. Semakin dalam pit,
Kesimpulan
Pemodelan airtanah alami darah Muara Lawa secara umum mempunyai pola aliran dari timur
menuju ke barat, yaitu Sungai Perak. Pola ini mengikuti arah lapisan litologi yang disebabkan
struktur Sinklin Lampanan yang terbentang dari timur laut menuju ke barat daya. Pola aliran
airtanah berlawanan arah terhadap aliran air permukaan yang mendasarkan padaDaerah Aliran
Sungai Lawa dengan arah aliran ke ke Sungai Mahakam (bagian utara lokasi penelitian).
Terjadiperubahan hidrogeologi akibat aktivitas penambangaan batubara pit terbukayang
menyebabkanperubahan morfologi, geologi dan hidrogeologi di daerah model penelitian.
Perubahan ini mempengaruhi model aliran airtanah yaitu, perubahan arah aliran airtanah
daerah target penelitian yang dominan mengarah pit akibat penambangan yang mencapai
lapisan akuifer bagian tengah dengan dominasi batupasir dari Formasi Pulau Balang.
Perubahan ini diikuti dengan penurunanheadperhitungan (pemodelan) dari headobservasi,
yang diukur dari 16 sumur observasi.
Daftar Pustaka
Asdak, C., 1995, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta, hlm. 154 210.
Irawan, D.E., Puradimaja, D.J., 2013, Lembar Kerja Hidrogeologi Umum, Kelompok Keahlian
Geologi Terapan Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung
Lerner, D.N., 1990, Groundwater recharge in Urban Areas, Hydrological Processes and
Water Management in Urban Area, Proceedings of the Duisberg Symposium, April 1990,
IAHS Publ., No. 198.
Hammer, M.J. and Mac-Kichen, K.A., 1981, Hydrology and Quality of Water Resources, John
Wiley & Sons, Ltd., New York, p. 41, 140, 214
Healy, R., W. and Cook Peter, G., 2002, Using Groundwater Levels to Estimate Recharge,
Hydrogeology Journal, Vol. 10, No. 1, p. 91 107.
Kamiana, I., 2010, Teknik Perhitungan Debit Rencana Bangunan Air, Graha Ilmu, Yogyakarta,
hlm. 28-30, 203
Mandel, S., Shiftan, Z.L., 1981, Groundwater Resources: Investigation and Development,
Academic Press. Inc, USA
Notodarmojo, S., 2005, Pencemaran Tanah dan Airtanah, Penerbit ITB, Bandung.
Puradimaja, D.J., 1993, Penyusunan Tipologi Paket Penelitian Sumber Daya Air, LAPI ITBDepartmen Transmigrasi, Bandung
Seiler, K.P., Gat, J.R., 2007, Groundwater Recharge from Run-Off, Infiltration and
Percolation, Springer, The Netherland, p. 75
Supriatna, S., Sukardi, Rustandi, 1995, Peta Geologi Bersistem, Lembar Samarinda,
Kalimantan sekala 1:250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung.
Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Government Printing Office, the
Hague, Netherland, p. 328 360.
Parameter
Hutan
primer
67,5
28
4,5
100
980,07
362,98
64,63
1407,68
mm
814,71
313,29
53,92
1181,92
mm
Total
Unit
mm
20,28
7,0
1,33
28,61
290,17
85,36
18,79
394,32
44,36
7,73
16,86
0,692
2,91
1,575
64,13
9,997
mm
m2
m3 thn-1
Kondisi batas
- Head
- Sungai
- Stream
- Recharge
Sumber: hasil perhitungan
Unit
-1
Kuantitas
-4
Lokasi
m dtk
1,67 10
4,94 10-7
1,09 10-4
6,71 10-8
1,19 10-4
4,96 10-8
2,02 10-9
m
m
180-97
50-63
Batas airtanah
S. Lawa, S. Perak
50-65
S. Jeluk, S. Tunau
55-65
394,32
Rawa,
m
mm thn-1
10
Kedalaman
Piezometrik (m)
8,5
45,2
23,1
65,5
43,1
24,5
50
34,5
10,5
65
39,1
41,35
45,25
35,15
15,2
75,45
36,1
55,15
28,65
42
Head-observasi
Head- perhitungan
125,6
134,8
123
118,6
127
125,2
128,1
134,6
125
126,5
131
126,7
120,4
123,4
126,7
116,8
140,3
127,8
115,7
120,5
126,8
133,3
125
121,3
126,8
120,9
126,8
134
129
127,2
128
126,4
122,6
124,7
126,7
115,7
136
126,6
118,5
124
Kedalaman
Piezometrik (m)
8,5
23,1
65,5
43,1
24,5
34,5
65
39,1
41,35
45,25
15,2
75,45
36,1
55,15
28,65
42
Head-observasi
Head- perhitungan
125,6
123
118,6
127
125,2
134,6
126,5
131
126,7
120,4
126,7
116,8
140,3
127,8
115,7
120,5
117,4
115,9
109
117,7
108,4
100
118,5
118,7
111
185,24
116,2
107,5
111
86,3
81,4
114,2
11
12
13
11542'30"E
11545'0"E
S.
Tu
na
u
11537'30"E
L
S.
aw
Luas : 5.799 Ha
12
OW-2
!
120
k
ra
90
Pe
DD_50A
OW-8
DD_13G
!
!
DD_504G
DD_551A
DD_13G
60
OW-9
60
!OW-13
Keterangan:
Batas daerah target penelitian
Arah aliran airtanah
200
Ekuipotensial head lapisan ke-3
Jaringan sungai
Inactive cells
Muka piezometrik
!
Titik sumur pengamatan
A'
DD_509A
OW-10
!
DD_536G
!
!
DD_510G
60
045'0"S
OW-6
045'0"S
2.5
Kilometer
50
S.
OPW-4
OPW-1
!
DD_022C
15
0
OW-4
!
1.25
042'30"S
042'30"S
OW-1
120
Peta Situasi
1150'0"E
1160'0"E
11540'0"E
11542'30"E
11545'0"E
200!
140
13 0
00'0"
Samarinda
Lokasi Penelitian
Penajam Paser
Balikpapan
Utara
Kapuas
Barito Selatan
Pulang
Pisau
Palangka
Raya
Tabalong
Barito Timur
Katingan
1140'0"E
1150'0"E
Pasir
1160'0"E
Selat Makasar
1170'0"E
Sumber Data :
1. Peta Rupa Bumi Indonesia, skala 1 : 50.000,
Bakosurtanal
2. Departemen Enviro PT. TCM, 2013
3. Peta Topografi PT. TCM, 2013
4. Modflow, dibawah lisensi T. UGM
140
110
100
60
0!
90
70
50!
140
120
50
80
40
30
130
100!
40
150!
Barito Utara
Gunung Mas
A'
Kutai Kartanegara
Kutai Barat
10'0"S
60
11537'30"E
00'0"
047'30"S
047'30"S
60
90
30
1170'0"E
Kutai Timur
Bontang
Murung Raya
10'0"S
90
1140'0"E
Kapuas Hulu
Disusun oleh :
Shalaho Dina Devy
Jurusan Teknik Geologi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2014
-50 !
3 X Eksagerasi Vertikal
11540'0"E
11542'30"E
11545'0"E
S.
Tu
na
11537'30"E
150
150
150 150
150
150
Luas : 5.799 Ha
12
1.25
2.5
15 0
150
er
ak
120
30
12
0
A'
045'0"S
15
15
0
045'0"S
60
30
042'30"S
15
150
0
15
S.
P
042'30"S
150
150
w
La
S.
Kilometer
90
00'0"
11537'30"E
11540'0"E
11542'30"E
11545'0"E
A'
0!
-50 !
3 X Eksagerasi Vertikal
17 0 0
16
1 50
150
110
140
1 40
130
130
120
110
90
10 0
50!
80
200!
100!
1160'0"E
1170'0"E
Kutai Timur
Bontang
Murung Raya
Kutai Barat
Kutai Kartanegara
Samarinda
10'0"S
150
047'30"S
047'30"S
3 0 30
A
150!
1150'0"E
00'0"
30
1140'0"E
Kapuas Hulu
Gunung Mas
Barito Utara
Lokasi Penelitian
Penajam Paser
Balikpapan
Utara
Kapuas
Barito Selatan
Pulang
Pisau
Palangka
Raya
Tabalong
Barito Timur
Katingan
1140'0"E
1150'0"E
Pasir
1160'0"E
10'0"S
30
Peta Situasi
Selat Makasar
1170'0"E
Sumber Data :
1. Peta Rupa Bumi Indonesia, skala 1 : 50.000,
Bakosurtanal
2. Departemen Enviro PT. TCM, 2013
3. Peta Topografi PT. TCM, 2013
4. Modflow, dibawah lisensi T. UGM
Disusun oleh :
Shalaho Dina Devy
Jurusan Teknik Geologi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2014
14
240
240 24 0
Luas : 5.799 Ha
18
0
2 10
042'30"S
210
1.25
2.5
Kilometer
0
1515
180
210
15 1
0 2
15 0
24 0
0
18
S.
P
er
ak
042'30"S
210
24
240
0
11545'0"E
Tu
n
40
24
0
0
24
0
24
11542'30"E
au
11540'0"E
24
02
S.
11537'30"E
A'
150
045'0"S
045'0"S
120
150
150
Keterangan:
Batas daerah target penelitian
Arah aliran airtanah
200
Ekuipotensial head lapisan ke-3
Jaringan sungai
Inactive cells
Pit Tambang
Disposal Area (DA)
Topsoil Area (TA)
Kolam Pengendap (SP)
Saluran terbuka
Peta Situasi
11540'0"E
11542'30"E
11545'0"E
A'
230
0
150
1164
19
2 20
13
0
0 0
20
0
21
1143 0
0
190
180
0
16
17
1 80
250
240
2 0
170
160
0!
190
150
50!
-50!
100!
30
14
0
Kutai Kartanegara
00'0"
00'0"
Kutai Barat
Samarinda
Barito Utara
Lokasi Penelitian
Penajam Paser
Balikpapan
Utara
Kapuas
Barito Selatan
Pulang
Pisau
Palangka
Raya
Tabalong
Barito Timur
Katingan
1140'0"E
150!
1170'0"E
Kutai Timur
Bontang
Gunung Mas
200!
1160'0"E
Murung Raya
1150'0"E
Pasir
1160'0"E
10'0"S
11537'30"E
1150'0"E
Kapuas Hulu
10'0"S
047'30"S
047'30"S
1140'0"E
18
Selat Makasar
1170'0"E
Sumber Data :
1. Peta Rupa Bumi Indonesia, skala 1 : 50.000,
Bakosurtanal
2. Departemen Enviro PT. TCM, 2013
3. Peta Topografi PT. TCM, 2013
4. Modflow, dibawah lisensi T. UGM
3 X Eksagerasi Vertikal
Disusun oleh :
Shalaho Dina Devy
Jurusan Teknik Geologi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta
2014
15