IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
JK
: Perempuan
TTL
: Jakarta, 3/11/2010
Agama : Islam
Suku : Betawi
Orang tua/wali
Ayah
Agama : Islam
Suku : Betawi
Pekerjaan: Buruh
Alamat Pekerjaan: -
Penghasilan : Rp.1.500.000/bulan
Agama : Islam
Suku : Betawi
Ibu
Alamat Pekerjaan : -
Penghasilan: -
Wali
Nama
:-
Agama
:-
Pekerjaan
:-
Alamat Pekerjaan
:-
Penghasilan
:-
: Betawi
ANAMNESIS
Dilakukan allonanamnesis dengan ibu pasien pada hari Rabu tanggal 3 April 2013 pada jam
14.00 WIB.
KELUHAN UTAMA: Kejang pada seluruh tubuh 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
KELUHAN TAMBAHAN : Demam, batuk dan pilek
RIWAYAT PERJALANAN PEYAKIT :
1 minggu yang lalu ibu pasien mengatakan bahawa pasien batuk dan pilek. Batuknya
berdahak, bening, kental dan sukar dikeluarkan. Pasien kemudian mendapatkan rawatan di
Puskesmas dan diberikan dua macam obat, yaitu amoksisilin dan puyer. Setelah minum obat
keluhan berkurang tetapi tidak sembuh total.
Beberapa jam sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengaku pasien jatuh terpeleset
di dalam kamar mandi karena lantai licin. Pasien jatuh dengan posisi duduk. Ketika terjatuh
ibu pasien menyangkal adanya benturan pada bagian kepala. Setelah jatuh tidak didapatkan
adanya keluhan seperti nyeri kepala, mual muntah atau penurunan kesadaran. Beberapa jam
setelah jatuh, pasien tiba-tiba demam. Demam timbul mendadak dan tinggi dengan suhu
38oC. setelah demam, pasien langsung kejang. Kejang terjadi satu kali dan kurang dari 5
menit. Sewaktu kejang seluruh tubuh kaku, tidak kelojotan, mata tidak mendelik ke atas,
mulut tidak berbusa dan lidah tidak tergigit. Setelah kejang pasien langsung menangis dan
dibawa ke IGD RSUD Koja. Sebelum kejang tidak didapatkan adanya diare, muntah, nyeri
telinga atau keluar cairan dari telinga maupun trauma pada kepala.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Pasien pernah kejang sebanyak 3 kali, yaitu ketika berusia 1 tahun, 1 tahun 2 bulan, 1
tahun 6 bulan. Gejala kejang sama seperti yang dialami sekarang, yaitu kejang kurang dari 5
menit, kaku seluruh tubuh, tidak kelojotan, mata tidak mendelik ke atas, mulut tidak berbusa
dan lidah tidak tergigit. Sebelum kejang pasien mengalami demam tinggi.
RiWAYAT PENYAKIT KELUARGA:
Didapatkan riwayat kejang dalam keluarga bahwa ibunya juga pernah kejang sewaktu kecil.
RIWAYAT PENGOBATAN:
Ibu pasien mengaku sering kontrol pengobatan kejang di rumah sakit, namun sejak 3 bulan
yang lalu pasien tidak kontrol lagi.
RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN :
KEHAMILAN
KELAHIRAN
Morbiditas Kehamilan
Perawatan Antenatal
Tempat Kelahiran
Penolong Persalinan
Cara Persalinan
Masa Gestasi
Keadaan Bayi
RIWAYAT PERKEMBANGAN
Tidak ada
Teratur 1 bulan sekali
Rumah Sakit
Dokter
- Spontan
- Tidak ada penyulit atau kelainan
Cukup Bulan
- Berat lahir: 2500 gr
- Panjang: 46 cm
- Lingkar kepala: tidak diketahui
- Langsung Menangis
- Kulit warna merah
- Nilai Apgar: tidak diketahui
- Kelainan Bawaan: tidak ada
: 3 bulan
- Berjalan
: 12 bulan
- Duduk
: 9 bulan
- Bicara
: 11 bulan
- Berdiri
: 11 bulan
- Membaca/Menulis : 10 bulan
Perkembangan Pubertas
- Rambut Pubis
: belum berkembang
- Payudara
: belum berkembang
- Menarche
: belum berkembang
ASI/PASI
+
+
+
+
+
+
+
Buah/Biskuit
Bubur Susu
Nasi Tim
+
+
+
+
+
+
+
+
Vaksin
BCG
DPT/DT
POLIO
CAMPAK
HEPATITIS B
MMR
IPA
2
2
0
9
0
Dasar (umur)
X
4
2
X
1
X
Ulangan (umur)
X
6
4
X
6
X
Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Hidup
Lahir
Abortus
Mati
+
+
Mati
Keterangan
(sebab)
Kesehatan
Sehat
Sehat
RIWAYAT LINGKUNGAN
Perumahan
- Menumpang
- Keadaan rumah
- Daerah/lingkungan
Nama
Perkawinan keUmur saat menikah
Pendidikan terakhir (tamat kelas/tingkat)
Agama
Suku bangsa
Keadaan kesehatan
Kosanguitas
Penyakit, bila ada
Ayah
Tn.F
I
23
SMA
Islam
Betawi
Baik
-
Ibu
Ny.S
I
19
SMP
Islam
Betawi
Baik
-
Penyakit
Alergi
Cacingan
Demam
Umur
-
Penyakit
Difteria
Diare
Kejang
Umur
-
Penyakit
Jantung
Ginjal
Darah
Umur
-
Berdarah
Demam
Kecelakaan
Radang Paru
Thypoid
Otitis
Parotitis
Morbili
Operasi
Tuberculosis
Lainnya
Kesadaran
: Compos mentis
Berat Badan
: 10 kg
Tinggi Badan
: 81 cm
Lingkar Kepala
: 47 cm
Lingkar Dada
: 50,3 cm
: BB/U = 10 kg
TB/U = 81 cm
(10/12,8) X 100% : 78, 13 % , Kesan: Gizi kurang
Tanda Vital
Frekuensi Nadi
Suhu Tubuh
: 36,9oC
Frekuensi Napas
Tekanan Darah
:-
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
: Bibir basah, selaput lendir basah, palatum utuh, lidah tidak kotor
Gigi
Faring
: hiperemis
Tenggorokan
Leher
Toraks
Jantung
Paru
Abdomen
Genitalia
: tidak dilakukan
Anggota Gerak
Tulang Belakang
Status Neurologis
Tanda rangsang meningeal :
- Kaku kuduk : - Bruzinsky I : -
- Bruzinsky II : - Laseque
:-
- Kerniq
:-
Reflek Patologis :
- Babinsky
:-
- Oppenheim : -
Reflek Fisiologis :
- Biceps : +/+
- Triceps : +/+
- Patella : +/+
- Achilles : +/+
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
Hematologi
Hb
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Basofil
Eusinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Trombosit
Hasil
Nilai normal
Satuan
11,2
19.300
33
4,07
80
28
35
0
0
0
71
16
7
352.000
12-16
4.100-10.900
36-46
4-5
80-100
26-34
31-36
0-2
0-5
2-6
47-80
13-40
2-11
140.000-440.000
g/dl
/uL
%
Juta
fL
Pg
g/dl
%
%
%
%
%
%
/uL
LED
RDW
Diabetes
19
13,1
<15
11,6-14,8
Mm/jam
GDS
Elektrolit
Na
K
Cl
141
60-100
Mg/dl
135
3,68
103
134-146
3,4-4,5
96-108
Mmol/L
Mmol/l
Mmol/l
Resume
Seorang pasien An. A, perempuan berusia 2 tahun 5 bulan datang dengan keluhan
kejang pada seluruh tubuh 1 hari sebelum masuk rumah sakit, demam, batuk dan pilek.
Awalnya pasien jatuh terpeleset di kamar mandi dengan posisi duduk. Kemudian timbul
demam mendadak dan tinggi dengan suhu 38oC. Setelah itu, timbul kejang sebanyak satu
kali, kurang dari 5 menit, kaku seluruh tubuh, tidak kelojotan, mata tidak mendelik ke atas,
mulut tidak berbusa dan lidah tidak tergigit. Setelah kejang pasien langsung menangis dan
dibawa ke IGD untuk mendapatkan perawatan. Selain itu, pasien batuknya berdahak, bening,
kental dan sukar dikeluarkan. Pasien pernah kejang sebanyak 3 kali, yaitu ketika berusia 1
tahun, 1 tahun 2 bulan, 1 tahun 6 bulan. Gejala kejang sama seperti yang dialami sekarang.
Ibu pasien juga pernah kejang sewaktu kecil. Pasien sering control pengobatan kejang di
rumah sakit, namun sejak 3 bulan yang lalu pasien tidak kontrol lagi. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan pasien mengalami gizi kurang. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukosit 19.300 dan LED 19.
Diagnosis
Diagnosis Kerja : Kejang demam sederhana
Diagnosis Gizi : Gizi kurang
Diagnosis Banding :
-
Epilepsi
Meningoencephalitis
EEG
Pungsi Lumbal
PENATALAKSANAAN
IVFD KAEN 1B 1000cc/hari
inj. Ceftizoxim 2x500 mg
inj. Sagestan 2x 10 mg
inj. Ranitidin 2x 10 mg
inj. Amikasi 2x 50 mg
Inj. Sibital 2x 25 mg
PCT syr 1x 3 cth
PROGNOSIS
Ad Vitam
: dubia ad bonam
Ad Functionam
: dubia ad bonam
Ad Sanationam
: dubia ad malam
Suhu : 390 C
Nadi : 118x/menit
RR : 30x/menit
A : kejang demam sederhana
P : IVFD KAEN 1B 1000cc/hari
inj. Ceftizoxim 2x500 mg
inj. Sagestan 2x 10 mg
inj. Ranitidin 2x 10 mg
inj. Amikasi 2x 50 mg
Inj. Sibital 2x 25 mg
PCT syr 1x 3 cth
Follow up harian tanggal 3 April 2013
S : Demam (-), diare 2 x warna kuning, ampas (+), batuk (+) tidak berdahak, pilek (-)
O : BB : 10 kg
Suhu : 36,8 0 C
Nadi : 80x/menit
RR : 28x /menit
A : kejang demam sederhana
P:
IVFD KAEN 1B 1000cc/hari
inj. Ceftizoxim 2x500 mg
inj. Sagestan 2x 10 mg
inj. Ranitidin 2x 10 mg
inj. Amikasi 2x 50 mg
Inj. Sibital 2x 25 mg
PCT syr 1x 3 cth (k/p)
Vectin syr 3x 1 cth
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BRONKOPNEUMONIA
Definisi
Bronkopneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang disebabkan
oleh berbagai organisme seperti bakteri, virus, jamur dan parasit. Bronkopneumonia disebut
juga sebagai pneumonia. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme,
tetapi ada sejumlah penyebab noninfeksi yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan.
Penyebab non-infeksi ini meliputi aspirasi makanan dan/atau asam lambung, benda asing,
hidrokarbon, dan bahan lipoid, reaksi hipersensitivitas dan pneumonitis akibat obat atau
radiasi. Virus pernapasan adalah penyebab pneumonia yang paling sering selama usia
beberapa tahun pertama. Kejadian yang paling sering mengganggu mekanisme pertahanan
paru adalah infeksi virus yang mengubah sifat-sifat sekresi normal sehingga sering penyakit
virus pernapasan mendahului perkembangan pneumonia bakteri beberapa hari.
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki
dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi
konsolidasi area berbercak (Smeltzer,2000).
Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.
Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian
balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system respirasi, terutama pneumonia.
Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pada
anak balita di Negara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah: pneumoni yang terjadi pada
masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI
yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri
pathogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau
asap rokok).
Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang sering di jumpai adalah:
1.
Bakteri
a. Pneumococcus penyebab utama penumonia. Pada orang dewasa disebabkan oleh
penumokokus 1 8 (pada anak anak tipe 14, 1, 6, 9). Insiden meningkat pada
usia lebih kecil dari 14 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur.
b. Streptococcus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain seperti
morbili, influenza, cacar air atau komplikasi dari bakteri lain seperti pertusis.
2.
Virus
Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus respiratori sinsitial, virus
para influenza, virus influenza, virus adeno, virus cytomegalo virus. virus respiratori
sinsitial yang paling sering menyebabkan pneumonia terutama pada bayi. Pneumonia
virus paling sering terjadi pada bulan-bulan musim dingin. Angka serangan puncak
untuk pneumonia virus adalah 2-3 tahun dan menurun untuk sesudahnya.
3.
Aspirasi
Makanan, kerosen (bensin dan minyak tanah), cairan amnion, dan benda asing.
4.
Pneumonia Hipostatik
Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang sakit dengan
kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di tempat tidur yang lama
sehingga terjadi kongesti pada paru belakang bawah. Kuman yang tadinya komensal
berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan radang. Oleh karena itu pada
anak yang menderita penyakit dan memerlukan istirahat panjang seperti tifoid harus
diubah ubah posisi tidurnya.
5.
Jamur
H. Capsulatum, Candida albikans, Blastomycetes dermatitis, Koksidiomikosis,
Aspergilosis dan Aktinimikosis.
6.
Sindrom Loeffler
Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes.
Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan tepat,
pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian etiologis lebih
rasional daripada pembagian anatomis.
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe
1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada
anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari
4 tahun dan berkurang dengan meningkatnya umur.
Usia
Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonia
Ureaplasma Urealyticum
Virus
Virus cytomegalo
Virus Herpes Simplex
BakteriBakteri
ChlamydiaTrachomatis
Bordetella pertussis
Streptococcus pneumonia
Ureaplasma Urealyticum
Virus
BakteriBakteri
Chlamydia pneumonia
Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumonia
Moraxella catarrhalis
Streptococcus pneumonia
Neisseria meningitides
BakteriBakteri
Chlamydia pneumonia
Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonia
Legionella sp
Mycoplasma pneumonia
Staphylococcus Aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rhino
Respiratory Syncytial Virus
Klasifikasi
Pembagian pneumonia pada umumnya berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa
ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara
klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.
Pembagian secara anatomis :
1.
Pneumonia lobaris
2.
3.
2.
3.
Jamur
Candida,
Aspergillus,
Mucor,
Histoplasmosis,
Coccidiomycosis,
Blastomycosis, Cryptoccosis.
4.
Corpus alienum
5.
Aspirasi
6.
Pneumonia hipostatik
Patogenesis
Mikroorganisme masuk ke dalam paru melalui jalan nafas secara percikan (droplet), proses
radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu :
1.
2.
Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna
menjadi merah.
banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
3.
4.
Gambaran Klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit.
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak
adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala
klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur
diagnostik invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering dan faktor patogenesis.
Gejala pneumonia pada umumnya adalah berupa demam, nyeri dada, napas yang
cepat dan dangkal, sakit kepala, berkurangnya nafsu makan dan kelemahan.
Bronkopneumonia bisa juga didahului oleh infeksi saluran napas atas selama beberapa
hari. Demam pada pneumonia berupa demam yang tinggi hingga 39-40 oC. Karena demam
yang tinggi ini juga mungkin dapat disertai dengan kejang. Batuk pada awalnya berupa batuk
kering yang lama kelamaan menjadi batuk produktif dengan dahak kehijauan atau kuning.
Pada bronkopneumonia terdapat trias yaitu sesak napas, pernapasan cuping hidung dan
sianosis disekitar mulut dan hidung.
Gejala klinik pada bronkopneumonia juga dapat dibagi berdasarkan usia penderita.
1.
Neonatus
Pneumonia pada neonatus jarang menimbulkan gejala batuk. Biasanya gejala yang
muncul adalah adanya apnea, takipnea, sianosis, retraksi pada pernapasan, muntah,
lethargi, tidak mau minum dan merintih. Merintih pada neonatus disebabkan oleh
pendekatan dari pita suara untuk mengusahakan peningkatan tekanan positif akhir
ekspirasi dan menjaga agar jalan napas bawah tetap terbuka. Merintih menandakan
adanya penyakit pada saluran napas bagian bawah. Retraksi muncul karena usaha
untuk meningkatkan tekanan intrathoraks untuk mengkompesasi menurunnya
compliance paru.
2.
3.
4.
penderita pneumonia paru lobus inferior, nuchal rigidity pada penderita pneumonia paru
kanan lobus superior3.
Pemeriksaa Laboratorim
1.
2.
3.
Peningkatan LED.
4.
Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur
dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).
5.
Analisa gas darah (AGD) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.
6.
Pengambilan sekret secara bronkoskopi dan fungsi paru untuk preparasi langsung,
biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini
tidak rutin dilakukan karena sulit.
7.
Foto toraks bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa
lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau
beberapa lobus.
Dianosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto
rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar
hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan
pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan
dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu
WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan
pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
1.
2.
Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
3.
Bronkopneumonia :
Bronkiolitis
Aspirasi pneumonia
Tb paru primer
Penatalaksanaan
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
terutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak
mau makan/minum atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi dan terutama
mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis
pneumonia harus dirawat inap.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena,
terapi oksigen dan koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula
darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A
tidak terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi
yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan.
Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga
disebabkan oleh bakteri.
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak
tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, antibiotik dipilih berdasarkan
pengalaman empiris sesuai pola kuman tersering yaitu streptococcus pneumonia dan
haemophilus pneumoniae. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada
kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien
serta faktor epidemiologis.
Pemberian antibiotik sesuai dengan kelompok umur:
a.
b.
sefalosporin. Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun,
dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari.
Bila diduga penyebab pneumonianya adala S aureus, kloksasilin 50 mg/kgbb/hari i.v
terbagi dalam 4 dosis dapat segera di berikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan
cefazolin, klindamicin atau vancomycin. Lama pengobatan untuk stafilokok adalah 3-4
minggu.
Dilakukan
terapi
bedah
bila
ditemukan
komplikasi
pneumothoraks
atau
makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan , beristirahat yang cukup, rajin
berolahraga dan lai-lain.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi
antara lain:
a.
Vaksinasi Pneumokokus
b.
Vaksinasi H. Influenza
c.
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
d.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
IV.2-IV.4.
3.
I.Jakarta : EGC
5.
6.
Zul Dahlan.2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
8.