Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. A

Umur : 2 tahun 5 bulan

JK

: Perempuan

TTL

: Jakarta, 3/11/2010

Agama : Islam

Suku : Betawi

Alamat : Jl. Kmp Bend Mel RT 004/001

Tanggal masuk RS : 2 April 2013

Orang tua/wali
Ayah

Nama : Firdaus Umar

Agama : Islam

Suku : Betawi

Pekerjaan: Buruh

Alamat Pekerjaan: -

Penghasilan : Rp.1.500.000/bulan

Nama : Siti Romilah

Agama : Islam

Suku : Betawi

Ibu

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat Pekerjaan : -

Penghasilan: -

Wali
Nama

:-

Agama

:-

Pekerjaan

:-

Alamat Pekerjaan

:-

Penghasilan

:-

Hubungan dengan orang tua : Anak kandung


Suku bangsa/bangsa

: Betawi

ANAMNESIS
Dilakukan allonanamnesis dengan ibu pasien pada hari Rabu tanggal 3 April 2013 pada jam
14.00 WIB.
KELUHAN UTAMA: Kejang pada seluruh tubuh 1 hari sebelum masuk rumah sakit.
KELUHAN TAMBAHAN : Demam, batuk dan pilek
RIWAYAT PERJALANAN PEYAKIT :
1 minggu yang lalu ibu pasien mengatakan bahawa pasien batuk dan pilek. Batuknya
berdahak, bening, kental dan sukar dikeluarkan. Pasien kemudian mendapatkan rawatan di
Puskesmas dan diberikan dua macam obat, yaitu amoksisilin dan puyer. Setelah minum obat
keluhan berkurang tetapi tidak sembuh total.
Beberapa jam sebelum masuk rumah sakit, ibu pasien mengaku pasien jatuh terpeleset
di dalam kamar mandi karena lantai licin. Pasien jatuh dengan posisi duduk. Ketika terjatuh
ibu pasien menyangkal adanya benturan pada bagian kepala. Setelah jatuh tidak didapatkan
adanya keluhan seperti nyeri kepala, mual muntah atau penurunan kesadaran. Beberapa jam

setelah jatuh, pasien tiba-tiba demam. Demam timbul mendadak dan tinggi dengan suhu
38oC. setelah demam, pasien langsung kejang. Kejang terjadi satu kali dan kurang dari 5
menit. Sewaktu kejang seluruh tubuh kaku, tidak kelojotan, mata tidak mendelik ke atas,
mulut tidak berbusa dan lidah tidak tergigit. Setelah kejang pasien langsung menangis dan
dibawa ke IGD RSUD Koja. Sebelum kejang tidak didapatkan adanya diare, muntah, nyeri
telinga atau keluar cairan dari telinga maupun trauma pada kepala.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Pasien pernah kejang sebanyak 3 kali, yaitu ketika berusia 1 tahun, 1 tahun 2 bulan, 1
tahun 6 bulan. Gejala kejang sama seperti yang dialami sekarang, yaitu kejang kurang dari 5
menit, kaku seluruh tubuh, tidak kelojotan, mata tidak mendelik ke atas, mulut tidak berbusa
dan lidah tidak tergigit. Sebelum kejang pasien mengalami demam tinggi.
RiWAYAT PENYAKIT KELUARGA:
Didapatkan riwayat kejang dalam keluarga bahwa ibunya juga pernah kejang sewaktu kecil.
RIWAYAT PENGOBATAN:
Ibu pasien mengaku sering kontrol pengobatan kejang di rumah sakit, namun sejak 3 bulan
yang lalu pasien tidak kontrol lagi.
RIWAYAT KEHAMILAN/KELAHIRAN :
KEHAMILAN
KELAHIRAN

Morbiditas Kehamilan
Perawatan Antenatal
Tempat Kelahiran
Penolong Persalinan
Cara Persalinan
Masa Gestasi
Keadaan Bayi

RIWAYAT PERKEMBANGAN

Tidak ada
Teratur 1 bulan sekali
Rumah Sakit
Dokter
- Spontan
- Tidak ada penyulit atau kelainan
Cukup Bulan
- Berat lahir: 2500 gr
- Panjang: 46 cm
- Lingkar kepala: tidak diketahui
- Langsung Menangis
- Kulit warna merah
- Nilai Apgar: tidak diketahui
- Kelainan Bawaan: tidak ada

Pertumbuhan gigi I : 8 bulan


Psikomotor
- Tengkurap

: 3 bulan

- Berjalan

: 12 bulan

- Duduk

: 9 bulan

- Bicara

: 11 bulan

- Berdiri

: 11 bulan

- Membaca/Menulis : 10 bulan

Perkembangan Pubertas
- Rambut Pubis

: belum berkembang

- Payudara

: belum berkembang

- Menarche

: belum berkembang

Gangguan Perkembangan Mental/Emosi : Tidak ada


RIWAYAT MAKANAN
Umur (bulan)
0-2
2-4
4-6
6-8
8-10
10-12
2 tahun

ASI/PASI
+
+
+
+
+
+
+

Buah/Biskuit

Bubur Susu

Nasi Tim

+
+
+

+
+
+

+
+

Umur diatas 1 tahun


Jenis Makanan
Nasi/Pengganti
Sayur
Daging
Telur
Ikan
Tahu
Tempe
Susu (merk/takaran)
Kesulitan makan
:RIWAYAT IMUNISASI

Frekuensi dan Jumlah


3x/hari, banyak
3x/hari
2-3x/minggu
3x/minggu
3x/minggu
3x/minggu
Jarang (<1x/minggu)
Jarang (<1x/minggu)

Vaksin
BCG
DPT/DT
POLIO
CAMPAK
HEPATITIS B
MMR
IPA

2
2
0
9
0

Dasar (umur)
X
4
2
X
1
X

Ulangan (umur)
X
6
4
X
6
X

RIWAYAT KELUARGA (Corak Reproduksi)


No
1
2
3
4
5

Tgl Lahir Jenis


(umur)
54 tahun
47 tahun

Kelamin
Laki-laki
Perempuan

Hidup

Lahir

Abortus

Mati
+
+

Mati

Keterangan

(sebab)

Kesehatan
Sehat
Sehat

RIWAYAT LINGKUNGAN
Perumahan
- Menumpang
- Keadaan rumah

: tinggal berlima dengan mertua

- Daerah/lingkungan

: padat penduduk, ventilasi cukup, sekitar rumah tidak


ada yang menderita penyakit yang serupa. Pasien
memakai sumber air dari PAM.

Nama
Perkawinan keUmur saat menikah
Pendidikan terakhir (tamat kelas/tingkat)
Agama
Suku bangsa
Keadaan kesehatan
Kosanguitas
Penyakit, bila ada

Ayah
Tn.F
I
23
SMA
Islam
Betawi
Baik
-

RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

Ibu
Ny.S
I
19
SMP
Islam
Betawi
Baik
-

Penyakit
Alergi
Cacingan
Demam

Umur
-

Penyakit
Difteria
Diare
Kejang

Umur
-

Penyakit
Jantung
Ginjal
Darah

Umur
-

Berdarah
Demam

Kecelakaan

Radang Paru

Thypoid
Otitis
Parotitis

Morbili
Operasi

Tuberculosis
Lainnya

PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 3 April 2013, Pukul 14.00 WIB )


Keadaan Umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: Compos mentis

Berat Badan

: 10 kg

Tinggi Badan

: 81 cm

Lingkar Kepala

: 47 cm

Lingkar Dada

: 50,3 cm

Lingkar Lengan Atas : 15 cm


Status Gizi (CDC)

: BB/U = 10 kg
TB/U = 81 cm
(10/12,8) X 100% : 78, 13 % , Kesan: Gizi kurang

Tanda Vital
Frekuensi Nadi

: 118x/menit, reguler, isi cukup, equal.

Suhu Tubuh

: 36,9oC

Frekuensi Napas

: 30x/menit, reguler, tipe pernafasan thorakoabdominal

Tekanan Darah

:-

Kepala

: normocephali, ubun-ubun besar sudah menutup, rambut hitam


distribusi merata, tidak mudah dicabut,tidak ada luka

Mata

: CA-/-, SI-/-, pupil bulat isokor, Diameter 3mm/3mm, RCL+/+,


RCTL+/+,

Telinga

Udem palpebra -/-

: normotia, sekret -/-, tidak ada tanda perdarahan

Hidung

: lapang, deviasi septum (-), concha hiperemis (-)

Mulut

: Bibir basah, selaput lendir basah, palatum utuh, lidah tidak kotor

Gigi

: tidak ada karies

Faring

: hiperemis

Tenggorokan

: dalam batas normal

Leher

: KGB, tiroid tidak teraba membesar

Toraks
Jantung

: BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru

: SN vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen

: supel, datar, nyeri tekan (-), bising usus (+) 4 6 x/menit

Genitalia

: tidak dilakukan

Anggota Gerak

: akral hangat, RCT >3 detik

Tulang Belakang

: scoliosis (-), lordosis (-), kiposis (-)

Status Neurologis
Tanda rangsang meningeal :
- Kaku kuduk : - Bruzinsky I : -

- Bruzinsky II : - Laseque

:-

- Kerniq

:-

Reflek Patologis :
- Babinsky

:-

- Oppenheim : -

Reflek Fisiologis :
- Biceps : +/+
- Triceps : +/+
- Patella : +/+
- Achilles : +/+

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
Hematologi
Hb
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
Basofil
Eusinofil
Batang
Segmen
Limfosit
Monosit
Trombosit

Hasil

Nilai normal

Satuan

11,2
19.300
33
4,07
80
28
35
0
0
0
71
16
7
352.000

12-16
4.100-10.900
36-46
4-5
80-100
26-34
31-36
0-2
0-5
2-6
47-80
13-40
2-11
140.000-440.000

g/dl
/uL
%
Juta
fL
Pg
g/dl
%
%
%
%
%
%
/uL

LED
RDW
Diabetes

19
13,1

<15
11,6-14,8

Mm/jam

GDS
Elektrolit
Na
K
Cl

141

60-100

Mg/dl

135
3,68
103

134-146
3,4-4,5
96-108

Mmol/L
Mmol/l
Mmol/l

Resume
Seorang pasien An. A, perempuan berusia 2 tahun 5 bulan datang dengan keluhan
kejang pada seluruh tubuh 1 hari sebelum masuk rumah sakit, demam, batuk dan pilek.
Awalnya pasien jatuh terpeleset di kamar mandi dengan posisi duduk. Kemudian timbul
demam mendadak dan tinggi dengan suhu 38oC. Setelah itu, timbul kejang sebanyak satu
kali, kurang dari 5 menit, kaku seluruh tubuh, tidak kelojotan, mata tidak mendelik ke atas,
mulut tidak berbusa dan lidah tidak tergigit. Setelah kejang pasien langsung menangis dan
dibawa ke IGD untuk mendapatkan perawatan. Selain itu, pasien batuknya berdahak, bening,
kental dan sukar dikeluarkan. Pasien pernah kejang sebanyak 3 kali, yaitu ketika berusia 1
tahun, 1 tahun 2 bulan, 1 tahun 6 bulan. Gejala kejang sama seperti yang dialami sekarang.
Ibu pasien juga pernah kejang sewaktu kecil. Pasien sering control pengobatan kejang di
rumah sakit, namun sejak 3 bulan yang lalu pasien tidak kontrol lagi. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan pasien mengalami gizi kurang. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
leukosit 19.300 dan LED 19.

Diagnosis
Diagnosis Kerja : Kejang demam sederhana
Diagnosis Gizi : Gizi kurang
Diagnosis Banding :
-

Epilepsi

Meningoencephalitis

Rencana Pemeriksaan Lanjutan


-

EEG

Pungsi Lumbal

Lab darah elektrolit

PENATALAKSANAAN
IVFD KAEN 1B 1000cc/hari
inj. Ceftizoxim 2x500 mg
inj. Sagestan 2x 10 mg
inj. Ranitidin 2x 10 mg
inj. Amikasi 2x 50 mg
Inj. Sibital 2x 25 mg
PCT syr 1x 3 cth

PROGNOSIS
Ad Vitam

: dubia ad bonam

Ad Functionam

: dubia ad bonam

Ad Sanationam

: dubia ad malam

Follow Up harian tanggal 2 April 2013


S : demam 1 hari yang lalu, sore hari, kejang kelojotan, diare +, batuk pilek sejak 2 minggu
yang lalu, riwayat kejang 4 x, kejang pertama kali umur 1 tahun.
O : BB : 10kg

Suhu : 390 C
Nadi : 118x/menit
RR : 30x/menit
A : kejang demam sederhana
P : IVFD KAEN 1B 1000cc/hari
inj. Ceftizoxim 2x500 mg
inj. Sagestan 2x 10 mg
inj. Ranitidin 2x 10 mg
inj. Amikasi 2x 50 mg
Inj. Sibital 2x 25 mg
PCT syr 1x 3 cth
Follow up harian tanggal 3 April 2013
S : Demam (-), diare 2 x warna kuning, ampas (+), batuk (+) tidak berdahak, pilek (-)
O : BB : 10 kg
Suhu : 36,8 0 C
Nadi : 80x/menit
RR : 28x /menit
A : kejang demam sederhana
P:
IVFD KAEN 1B 1000cc/hari
inj. Ceftizoxim 2x500 mg
inj. Sagestan 2x 10 mg
inj. Ranitidin 2x 10 mg

inj. Amikasi 2x 50 mg
Inj. Sibital 2x 25 mg
PCT syr 1x 3 cth (k/p)
Vectin syr 3x 1 cth
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
BRONKOPNEUMONIA
Definisi
Bronkopneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru yang disebabkan
oleh berbagai organisme seperti bakteri, virus, jamur dan parasit. Bronkopneumonia disebut
juga sebagai pneumonia. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme,
tetapi ada sejumlah penyebab noninfeksi yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan.
Penyebab non-infeksi ini meliputi aspirasi makanan dan/atau asam lambung, benda asing,
hidrokarbon, dan bahan lipoid, reaksi hipersensitivitas dan pneumonitis akibat obat atau
radiasi. Virus pernapasan adalah penyebab pneumonia yang paling sering selama usia
beberapa tahun pertama. Kejadian yang paling sering mengganggu mekanisme pertahanan
paru adalah infeksi virus yang mengubah sifat-sifat sekresi normal sehingga sering penyakit
virus pernapasan mendahului perkembangan pneumonia bakteri beberapa hari.
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai
pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki
dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi
konsolidasi area berbercak (Smeltzer,2000).
Epidemiologi
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah
umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia
menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.
Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian
balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit system respirasi, terutama pneumonia.

Faktor Resiko
Terdapat beberapa faktor resiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas pada
anak balita di Negara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah: pneumoni yang terjadi pada
masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI
yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri
pathogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau
asap rokok).
Etiologi
Penyebab bronkopneumonia yang sering di jumpai adalah:
1.

Bakteri
a. Pneumococcus penyebab utama penumonia. Pada orang dewasa disebabkan oleh
penumokokus 1 8 (pada anak anak tipe 14, 1, 6, 9). Insiden meningkat pada
usia lebih kecil dari 14 tahun dan menurun dengan meningkatnya umur.
b. Streptococcus, sering merupakan komplikasi dari penyakit virus lain seperti
morbili, influenza, cacar air atau komplikasi dari bakteri lain seperti pertusis.

2.

Virus
Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus respiratori sinsitial, virus
para influenza, virus influenza, virus adeno, virus cytomegalo virus. virus respiratori
sinsitial yang paling sering menyebabkan pneumonia terutama pada bayi. Pneumonia
virus paling sering terjadi pada bulan-bulan musim dingin. Angka serangan puncak
untuk pneumonia virus adalah 2-3 tahun dan menurun untuk sesudahnya.

3.

Aspirasi
Makanan, kerosen (bensin dan minyak tanah), cairan amnion, dan benda asing.

4.

Pneumonia Hipostatik
Disebabkan oleh tidur terlentang terlalu lama, misalnya pada anak yang sakit dengan
kesadaran menurun, penyakit lain yang harus istirahat di tempat tidur yang lama
sehingga terjadi kongesti pada paru belakang bawah. Kuman yang tadinya komensal
berkembang biak menjadi patogen dan menimbulkan radang. Oleh karena itu pada

anak yang menderita penyakit dan memerlukan istirahat panjang seperti tifoid harus
diubah ubah posisi tidurnya.

5.

Jamur
H. Capsulatum, Candida albikans, Blastomycetes dermatitis, Koksidiomikosis,
Aspergilosis dan Aktinimikosis.

6.

Sindrom Loeffler
Etiologi oleh larva A. Lumbricoedes.
Secara klinis biasa, berbagai etiologi ini sukar dibedakan. Untuk pengobatan tepat,

pengetahuan tentang penyebab pneumonia perlu sekali, sehingga pembagian etiologis lebih
rasional daripada pembagian anatomis.
Pneumokokus merupakan penyebab utama pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe
1 sampai 8 menyebabkan pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80 % sedangkan pada
anak ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari
4 tahun dan berkurang dengan meningkatnya umur.
Usia

Etiologi yang sering Etiologi yang jarang

Lahir sampai 20 hari BakteriBakteri


E. colli Bakteri Anaerob
Streptococcus Grup B Streptococcus Grup D
Listeria monocytogenes

Haemophillus influenza

Streptococcus pneumonia

Ureaplasma Urealyticum
Virus
Virus cytomegalo
Virus Herpes Simplex

3 minggu sampai 3 bulan

BakteriBakteri

ChlamydiaTrachomatis

Bordetella pertussis

Streptococcus pneumonia

Haemophillus influenza tipe B

Virus Moraxella catarrhalis


Virus Adeno Staphylococcus Aureus
Virus Influenza

Ureaplasma Urealyticum

Virus Parainfluenza 1,2,3

Virus

Respiratory Syncytial Virus Virus cytomegalo

4 bulan sampai 5 tahun

BakteriBakteri

Chlamydia pneumonia

Haemophillus influenza

Mycoplasma pneumonia

Moraxella catarrhalis

Streptococcus pneumonia

Neisseria meningitides

Virus Staphylococcus Aureus


Virus Adeno Virus
Virus Influenza

Virus Varicella zoster

Virus Parainfluenza 1,2,3


Respiratory Syncytial Virus
Virus Rhino

5 tahun sampai remaja

BakteriBakteri

Chlamydia pneumonia

Haemophillus influenza

Streptococcus pneumonia

Legionella sp

Mycoplasma pneumonia

Staphylococcus Aureus

Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-barr
Virus Influenza
Virus Parainfluenza
Virus Rhino
Respiratory Syncytial Virus

Klasifikasi
Pembagian pneumonia pada umumnya berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa
ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara
klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.
Pembagian secara anatomis :
1.

Pneumonia lobaris

2.

Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)

3.

Pneumonia intersisialis (brokiolitis)

Pembagian secara etiologi :


1.

Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus


pneumonia, Haemofilus influenza.

2.

Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenza virus, Adenovirus.

3.

Jamur

Candida,

Aspergillus,

Mucor,

Histoplasmosis,

Coccidiomycosis,

Blastomycosis, Cryptoccosis.
4.

Corpus alienum

5.

Aspirasi

6.

Pneumonia hipostatik

Patogenesis
Mikroorganisme masuk ke dalam paru melalui jalan nafas secara percikan (droplet), proses
radang pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu :
1.

Stadium kongesti (4-12 jam pertama)


Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri
dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag.

2.

Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)

Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna
menjadi merah.

Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit netrofil, eksudat dan

banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
3.

Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)


Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura
suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi
fagositosis pneumokokus. Kapiler tidak lagi kongestif.

4.

Stadium resolusi (8-11 hari)


Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami
nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan menghilang. Secara patologi
anatomis bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi
sebagai bercak bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan
antibiotika urutan stadium khas ini tidak terlihat.

Gambaran Klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang, sehingga dapat berobat jalan saja. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam
kehidupan dan mungkin terdapat komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit.
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak
adalah imaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala
klinis yang kadang-kadang tidak khas terutama pada bayi, terbatasnya penggunaan prosedur
diagnostik invasif, etiologi non infeksi yang relatif lebih sering dan faktor patogenesis.
Gejala pneumonia pada umumnya adalah berupa demam, nyeri dada, napas yang
cepat dan dangkal, sakit kepala, berkurangnya nafsu makan dan kelemahan.
Bronkopneumonia bisa juga didahului oleh infeksi saluran napas atas selama beberapa
hari. Demam pada pneumonia berupa demam yang tinggi hingga 39-40 oC. Karena demam
yang tinggi ini juga mungkin dapat disertai dengan kejang. Batuk pada awalnya berupa batuk
kering yang lama kelamaan menjadi batuk produktif dengan dahak kehijauan atau kuning.
Pada bronkopneumonia terdapat trias yaitu sesak napas, pernapasan cuping hidung dan
sianosis disekitar mulut dan hidung.

Gejala klinik pada bronkopneumonia juga dapat dibagi berdasarkan usia penderita.
1.

Neonatus
Pneumonia pada neonatus jarang menimbulkan gejala batuk. Biasanya gejala yang
muncul adalah adanya apnea, takipnea, sianosis, retraksi pada pernapasan, muntah,
lethargi, tidak mau minum dan merintih. Merintih pada neonatus disebabkan oleh
pendekatan dari pita suara untuk mengusahakan peningkatan tekanan positif akhir
ekspirasi dan menjaga agar jalan napas bawah tetap terbuka. Merintih menandakan
adanya penyakit pada saluran napas bagian bawah. Retraksi muncul karena usaha
untuk meningkatkan tekanan intrathoraks untuk mengkompesasi menurunnya
compliance paru.

2.

Bayi sampai usia 1 tahun


Merintih lebih jarang muncul, namun takipnea dan retraksi sering muncul dan
mungkin diikuti dengan batuk persisten, sumbatan, demam, iritabilitas, nafsu makan
yang menurun, demam menggigil serta gejala gastrointestinal seperti muntah dan
diare.

3.

Balita usia pra sekolah


Gejala yang sering muncul adalah demam dan batuk, baik produktif ataupun
nonproduktif, takipnea, dan sumbatan. Terdapat juga muntah setelah batuk.

4.

Anak dan remaja


Pada kelompok usia ini gejala yang sering muncul adalah demam, batuk, sumbatan,
nyeri dada, dehidrasi dan letargi.
Dapat juga muncul gejala ekstrapulmonal seperti nyeri perut dan muntah pada

penderita pneumonia paru lobus inferior, nuchal rigidity pada penderita pneumonia paru
kanan lobus superior3.
Pemeriksaa Laboratorim
1.

Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan


pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi
virus atau mycoplasma.

2.

Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.

3.

Peningkatan LED.

4.

Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur
dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).

5.

Analisa gas darah (AGD) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia. Pada stadium
lanjut dapat terjadi asidosis metabolik.

6.

Pengambilan sekret secara bronkoskopi dan fungsi paru untuk preparasi langsung,
biakan dan test resistensi dapat menemukan atau mencari etiologinya, tetapi cara ini
tidak rutin dilakukan karena sulit.

7.

Foto toraks bronkopeumoni terdapat bercak-bercak infiltrat pada satu atau beberapa
lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau
beberapa lobus.

Dianosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus. Foto
rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru,
pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar
hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan
pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan
dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu
WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan
pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
1.

Bronkopneumonia sangat berat :


Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di
rumah sakit dan diberi antibiotika.

2.

Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

3.

Bronkopneumonia :

Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :


> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
4. Bukan bronkopenumonia :
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak
perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:
1. Kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. Kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. Deteksi antigen bakteri
Diagnosis Banding

Bronkiolitis

Aspirasi pneumonia

Tb paru primer

Penatalaksanaan
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat inap. Indikasi perawatan
terutama berdasarkan berat ringannya penyakit, misalnya toksis, distres pernapasan, tidak
mau makan/minum atau ada penyakit dasar yang lain, komplikasi dan terutama
mempertimbangkan usia pasien. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan klinis
pneumonia harus dirawat inap.

Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik
yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan suportif meliputi pemberian cairan intravena,
terapi oksigen dan koreksi terhadap gangguan keseimbangan asam-basa, elektrolit dan gula
darah. Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik. Suplementasi vitamin A
tidak terbukti efektif. Penyakit penyerta harus ditanggulangi dengan adekuat, komplikasi
yang mungkin terjadi harus dipantau dan diatasi.
Penggunaan antibiotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan pengobatan.
Terapi antibiotik harus segera diberikan pada anak dengan pneumonia yang diduga
disebabkan oleh bakteri.
Identifikasi dini mikroorganisme penyebab tidak dapat dilakukan karena tidak
tersedianya uji mikrobiologis cepat. Oleh karena itu, antibiotik dipilih berdasarkan
pengalaman empiris sesuai pola kuman tersering yaitu streptococcus pneumonia dan
haemophilus pneumoniae. Umumnya pemilihan antibiotik empiris didasarkan pada
kemungkinan etiologi penyebab dengan mempertimbangkan usia dan keadaan klinis pasien
serta faktor epidemiologis.
Pemberian antibiotik sesuai dengan kelompok umur:
a.

Usia <3 bulan :


Penisilin (ampisilin 50-100 mg/kgBB/hari, i.m/i.v, terbagi dalam 4 dosis) +
Aminoglikosida (gentamisin 5-7 mg/kgBB/hari, i.m/i.v , terbagi dalam 2 dosis)

b.

Usia >3 bulan:


Ampisilin + Kloramfenikol (50-100 mg/kgBB/hari i.v terbagi dalam 3-4 dosis)
merupakan obat pilihan utama.
Bila keadaan pasien berat atau terdapat empiema, antibiotik pilihan adalah golongan

sefalosporin. Antibiotik parenteral diberikan sampai 48-72 jam setelah panas turun,
dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10 hari.
Bila diduga penyebab pneumonianya adala S aureus, kloksasilin 50 mg/kgbb/hari i.v
terbagi dalam 4 dosis dapat segera di berikan. Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan
cefazolin, klindamicin atau vancomycin. Lama pengobatan untuk stafilokok adalah 3-4
minggu.

Dilakukan

terapi

bedah

bila

ditemukan

komplikasi

pneumothoraks

atau

pneumomediastinum. Pemberiaan terapi suportif dapat berupa pemberian oksigen sesuai


derajat sesaknya. Tunda pemberian nutrisi secara oral bila anak masih sesak dan mulai
dengan nutrisi parenteral. Bila terjadi atelektasis diperlukan rujukkan ke rehabilitasi medik.
Komplikasi
Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4. Infeksi sitemik
5. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
6. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada
anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat
memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi
esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama
dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh
faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.
Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan
daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat,

makan makanan bergizi dan teratur, menjaga kebersihan , beristirahat yang cukup, rajin
berolahraga dan lai-lain.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi
antara lain:
a.

Vaksinasi Pneumokokus

b.

Vaksinasi H. Influenza

c.

Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah

d.

Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.

DAFTAR PUSTAKA

1.

Nelson Texbook of Pediatrics 2008.

2.

Hanifah M., editor. Pulmonologi Pneumonia. Pediatricia. Edisi 2; Jakarta.2005. Hal

IV.2-IV.4.
3.

Price, Sylvia Anderson.1994. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease

Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC


4.

Smeltzer, Suzanne C.2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,Volume

I.Jakarta : EGC
5.

Rahajoe, Nastini.N.2008.Buku Ajar Respirologi,Edisi 1.Jakarta : IDAI

6.

Murray,nedels.2005.Text Book of Respiratory Medicine,Edisi 1,Volume1. United

State of America :Elseiver Saunders.


7.

Zul Dahlan.2000. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

8.

Nelson .2000.Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15,Volume 2.Jakarta :EGC.

Anda mungkin juga menyukai