Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan industri kelapa sawit berlangsung sangat cepat di Indonesia
saat ini. Pembangunan pabrik-pabrik kelapa sawit semakin meningkat sebagai
akibat dari semakin tingginya produksi tandan buah segar yang dihasilkan. Hal
tersebut terjadi dilatarbelakangi oleh tingginya kebutuhan konsumen akan produk
turunan dari minyak kelapa sawit itu sendiri.
Industri kelapa sawit membawa pengaruh yang baik terhadap konsumen,
distributor, dan produsen serta pemasukan devisa negara yang tinggi, industri
kelapa sawit tetapi juga menyisakan limbah yang jika tidak diantisipasi akan
mengakibatkan pencemaran terhadap lingkungan.
Limbah yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak kelapa sawit adalah
limbah cair dan limbah padat. Limbah padatnya berupa tandan buah kosong dan
cangkang sawit. Tandan buah kosong umunya dapat dimanfaatkan kembali
dilahan perkebunan kelapa sawit untuk dijadikan pupuk kompos. Prosesnya
terlebih dahulu dicacah sebelum diaplikasikan (dibuang) ke lahan. Sedangkan
cangkang buah sawit dapat dimanfaatkan kembali sebagai alternatif bahan bakar
(alternative fuel oil) pada boiler dan power generation.
Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan industri pengolahan minyak sawit
merupakan sisa dari proses pembuatan minyak sawit yang berbentuk cair. Limbah
ini masih banyak mengandung unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan
tanah. Limbah cair ini biasanya digunakan sebagai alternatif pupuk di lahan
perkebunan kelapa sawit yang sering disebut dengan land application.
Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pemanfaatan air limbah untuk
digunakan sebagai pupuk pada lahan di perkebunan kelapa sawit yaitu: Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pedoman
Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah Dari Industri Minyak Sawit Pada
Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit dan Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 29 Tahun 2003 Tentang Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan

Pemanfaatan Air Limbah Industri Minyak Sawit Pada Tanah di Perkebunan


Kelapa Sawit.
Setelah kajian tentang dampak pencemaran lingkungan dilakukan dan data
tentang limbah cair pabrik kelapa sawit tersebut telah diketahui, maka kajian
selanjutnya yang dilakukan adalah evaluasi terhadap tanah lokasi aplikasi,
utamanya logam logam berat yang berfungsi untuk mendukung pertumbuhan
tanaman kelapa sawit. Informasi yang ingin di dapatkan adalah jumlah logam
logam berat serta pengaruh jarak lokasi aplikasi lahan terhadap tanaman kelapa
sawit dalam mendukung pemenuhan kebutuhan unsur hara untuk tanaman kelapa
sawit.
Oleh sebab itulah dilakukan evaluasi dilakukan terhadap kadar logam
logam berat yang dikandung oleh tanah yang telah diaplikasi, dalam hal ini
terkonsentrasi pada logam logam berat, meliputi Cu, Zn, Pb, dan Cd pada tanah.
Dimana parameter-parameter tersebut sangat menunjang pertumbuhan tanaman
apabila di atas ambang optimum merupakan racun bagi tanaman. Hasil akhir yang
diinginkan adalah rekomendasi pemupukan pada lahan aplikasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka didapat rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana dampak limbah suatu pabrik kelapa sawit terhadap lingkungan
sekitar?
1.3 Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan makalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan tentang dampak limbah suatu pabrik kelapa sawit terhadap
lingkungan sekitar.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pabrik Kelapa Sawit
Pabrik

Pengolahan

Kelapa

Sawit

(PPKS)

adalah

kumpulan

peralatan/mesin instalasi yang digunakan sebagai alat pengolahan Tandan Buah


Segar (TBS) yang cukup besar dan mahal harganya yang menghasilkan minyak
sawit dan inti sawit + limbah cangkang, solid dan limbah cair.
Pabrik yang berkapasitas 20 30 ton TBS/jam terdiri dari

1 phase;

selanjutnya untuk pabrik berkapasitas 40 60 ton TBS/jam terdiri dari


2 phase dan untuk pabrik kapasitas 40 60 ton TBS/jam terdiri dari 2 phase
dan untuk pabrik kapasitas 40 60 ton TBS/jam biasanya jumlah peralatan
pengolahannya 2 kali jumlah mesin/instalasi yang berkapasitas 20 40 ton
TBS/jam.
Tujuan perusahaan untuk memperoleh hasil optimal dan dengan biaya
operasi yang wajar, hanya akan dapat tercapai, apabila semua
management dapat disinkronkan

fungsi-fungsi

dengan baik berdasarkan pedoman/petunjuk

yang disepakati.
Untuk mencapai biaya operasi yang wajar, salah satu usaha adalah
perawatan mesin-mesin instalasi pengolahan/maintenance yang baik disamping
prosedur pengolahan yang dianut harus benar-benar dipahami.
2.2 Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak
masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). Perkebunannya
menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan lama
dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia adalah penghasil minyak
kelapa sawit terbesar di dunia. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai
timur Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis: E. guineensis dan E.
oleifera. Jenis pertama yang terluas dibudidayakan orang. dari kedua species
kelapa sawit ini memiliki keunggulan masing-masing. E. guineensis memiliki

produksi yang sangat tinggi dan E. oleifera memiliki tinggi tanaman yang rendah.
banyak orang sedang menyilangkan kedua species ini untuk mendapatkan species
yang tinggi produksi dan gampang dipanen. E. oleifera sekarang mulai
dibudidayakan pula untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik.
Penangkar seringkali melihat tipe kelapa sawit berdasarkan ketebalan cangkang,
yang terdiri dari

Dura,

Pisifera, dan

Tenera.
Dura merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga

dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan buahnya


besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%. Pisifera buahnya
tidak memiliki cangkang, sehingga tidak memiliki inti (kernel) yang
menghasilkan minyak ekonomis dan bunga betinanya steril sehingga sangat
jarang menghasilkan buah. Tenera adalah persilangan antara induk Dura dan
jantan Pisifera. Jenis ini dianggap bibit unggul sebab melengkapi kekurangan
masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya
tetap fertil. Beberapa tenera unggul memiliki persentase daging per buahnya
mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat mencapai 28%. Untuk
pembibitan massal, sekarang digunakan teknik kultur jaringan.
2.3 Peraturan Pemerintah Terkait
Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang pemanfaatan air limbah untuk
digunakan sebagai pupuk pada lahan di perkebunan kelapa sawit yaitu: Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pedoman
Teknis Pengkajian Pemanfaatan Air Limbah Dari Industri Minyak Sawit Pada
Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun 2003


Tentang Pedoman Syarat dan Tata Cara Perizinan Pemanfaatan Air Limbah
Industri Minyak Sawit Pada Tanah di Perkebunan Kelapa Sawit.
Untuk melakukan pengelolaan limbah cair, diwajibkan melakukan kajian
terlebih dahulu tentang kelayakan pemanfaatan air limbah sebagai pupuk pada
tanah diperkebunan. Hasil kajian ini akan menjadi dasar dalam pemberian ijin
pemanfaatan tersebut. Selain kedua peraturan tersebut di atas yang mengatur
secara spesifik pemanfaatan air limbah industri kelapa sawit, ada satu peraturan
lagi yang dikeluarkan oleh KLH yang mengatur tentang baku mutu air limbah
yang boleh dibuang ke lingkungan, yaitu Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 51 Tahun 1995.
2.4 Dampak Ekologi Perkebunan Kelapa Sawit
Pengembangan perkebunan kelapa sawit disarankan pada lahan-lahan yang
memiliki tingkat kesesuaian S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai), dan S3 (agak sesuai).
Namun dalam kenyataannya pengembangan areal perkebunan kelapa sawit juga
dilakukan pada areal N 1 (kurang sesuai), termasuk lahan gambut. Proses alih
fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit yangat diminati oleh pengusaha,
karena sebelum pengusaha melakukan investasi perkebunan kelapa sawit mereka
telah mendapatkan keuantungan yang sangat besar. Bahkan banyak kasus yang
terjadi dimana perusahaan-perusahaan hanya menggunakan perkebunan kelapa
sawit sebagai tameng untuk mengambil kayu hutan. Setelah kayu hutan diambil,
lahan ditelantarkan dan tidak dijadikan perkebunan kelapa sawit. Penebangan
hutan merupakan sumber terbesar kedua dalam meningkatkan level CO 2 (karbon
diokasida) di atmoster (Soerjani, 2007). Padahal menurut Protokol Kyoto, hutan
dapat dijual karena 1 hektar hutan dapat menyerap 250 300 ton CO 2, jadi jika
dijual 1 ton CO2 bernilai US $ 5 (Soerjadi dkk, 2007).
Ekspansi perkebunan kelapa sawit yang merambah hutan bahkan telah
memasuki lahan-lahan basah, seperti gambut membuat emisi CO 2 semakin
meningkat. Secara ekologis sistem monokultur pada perkebunan kelapa sawit
telah merubah ekosistem hutan, hilangnya keanekaragaman hayati dan ekosistem
hutan hujan tropis, serta plsama nutfah. Selain itu juga mengakibatkan hilangnya

sejumlah sumber air, sehingga memicu kekeringan, peningkatan suhu, dan gas
rumah kaca yang mendorong terjadinya bencana alam. Perkebunan kelapa sawit
mengakibatkan berkurangnya kawasan resapan air, sehingga pada musim hujan
akan mengakibatkan banjir karena lahan tidak mempunyai kemampuan menyerap
dan menahan air.
Perubahan ekosistem hutan juga berdampak pada kehancuran habitat flora
dan fauna. Perubahan ini mengakibatkan konflik antar satwa, maupun konflik
satwa dengan manusia. Akibat habitat yang telah rusak, hewan tidak lagi memiliki
tempat yang cukup untuk hidup dan berkembang biak. Sering terjadi hewan
(gajah, harimau, dll) merusak lahan pertanian dan perumahan penduduk, bahkan
mengakibatkan korban jiwa bagi masyarakat sekitar, seperti yang terjadi di
Propinsi Jambi dan Bengkulu.
Pembukaan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan dengan pembakaran
akan mengakibatkan pencemaran asap, meningkatkan suhu udara, dan perubahan
iklim. Akibat pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dengan cara pembakaran
yang dilakukan di Sumatera dan Kalimantan telah menghasilkan ekspor kabut ke
Malaysia dan Singapura. Kabut ini akan sangat mengganggu kesehatan dan
mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti terganggunya transportasi, dll.
Pembukaan perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh perusahaanperusahaan besar menggunakan peralatan berat akan menyebabkan pemadatan
tanah. Dengan sistem monokultur juga mengakibatkan tanah lapisan atas (top
soil) yang subur akanhilang akibat terjadinya erosi. Dalam kultur budidaya, kelapa
sawit merupakan tanaman yang rakus air dan unsur hara. Kelapa sawit setiap
harinya membutuhkan air sebanyak 20 30 liter / pohon. Dengan demikian secara
perlahan perkebunan kelapa sawit dapat menurunkan permukaan air tanah. Selain
itu kelapa sawit juga merupakan tanaman yang rakus akan unsur hara, sehingga
diperlukan pemupukan yang memadai. Penggunaan pupuk anorganik yang
berlebihan akan menyebabkan residu dan mematikan organisme tanah. Selain itu
dalam pemeliharaan kelapa sawit yang dilakukan secara intensif menggunakan

banyak

pestisida

untuk penanggulangan

hama

dan penyakit.

Hal

ini

mengakibatkan adanya residu pestisida dan membunuh spesies lainnya yang akan
mengganggu keseimbangan rantai mahluk hidup.
Perubahan

alih

fungsi

hutan

menjadi

perkebunan

kelapa

sawit

mengakibatkan terjadinya konflik dengan masyarakat sekitar hutan. Hal ini


disebabkan masyarakat sekitar hutan telah mengganggap hutan adalah bagian dari
leluhur masyarakat tersebut, sumber makanan, obat-obatan, spiritualitas dan
budaya. Dengan adanya perkebunan, maka fungsi hutan bagi masyarakat juga
menjadi hilang. Selain itu juga terjadi konflik antara perusahaan dan masyarakat
sekitar yang disebabkan oleh konflik kepemilikan lahan atau karena limbah yang
dihasilkan oleh industri kelapa sawit.
2.5 Dampak Ekologi Limbah Industri Kelapa Sawit
Limbah yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit merupakan salah satu
bencana yang mengintip, jika pengelolaan limbah tidak dilakukan secara baik dan
profesional, meningat industri kelapa sawit merupakan industri yang sarat dengan
residu hasil pengolahan. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan
komponen penyebab pencemaran yang terdiri dari zat atau bahan yang tidak
mempunyai kegunaan lagi bagi masyarakat (Agustina, dkk, 2009). Berikut ini
adalah diagram aliran produk yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit.

TBS (100 %)
Air Kondensat (8-12 %)
Tandan Kosong (20-23 %)
Tandan Buah Rebus (88-92%)

Buah Terpipil (55-65 %)


Mesocarp (43 53 %)
Biji (12-16 %)
Cangkang (7 9 %)
Inti (5 7 %)
CPO (20 23 %)
Air (13 23 %)
Serat (10 12 %)
Berdasarkan diagram di atas ternyata produk yang dihasilkan oleh industri
kelapa sawit dasar hanya menghasilkan 25 30 % produk yang terdiri dari crude
palm oil (CPO) (20 23 %) dan inti sawit (5 7%), sisanya mengashilkan limbah
baik limbah cair, padat, dan gas.
A. Limbah Cair
Limbah yang dihasilkan dari industri pengolahan kelapa sawit dapat berupa
limbah cair dan limbah padat. Limbah cair yang dihasilkan berupa Palm Oil
Mill Effluent (POME) air buangan kondensat (8-12 %) an air hasil
pengolahan (13-23 %). Komposisi kimia limbah cair pabrik kelapa sawit
disajikan pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Komposisi Kimia Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
Komponen
% Berat Kering

Ekstrak dengan ether


31.60
Protein (N x 6,25)
8.20
Serat
11.90
Ekstrak tanpa N
34.20
Abu
14.10
P
0.24
K
0.99
Ca
0.97
Mg
0.30
Na
0.08
Energi (kkal / 100 gr)
454.00
Sumber : Naibaho (1996)
Bahkan saat ini limbah cair hasil pengolahan kelapa sawit di Indonesia
mencapai 28,7 juta ton limbah / tahun. Ketersediaan limbah itu meupakan
potensi yang sangat besar jika dikelola dan dimanfaatkan dengan baik.
Namun sebaliknya akan menimbulkan bencana bagi lingkungan dan
manusia jika pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik dan profesional.
Limbah cair kelapa sawit mengadung konsentrasi bahan organik yang relatif
tinggi

dan

secara

alamiah

dapat

mengalami

penguaraian

oleh

mikroorganisme menjadi senyawa yang lebih sederhana. Limbah cair kelapa


sawit umumnya berwarna kecoklatan dan mengandung padatan terlarut dan
tersuspensi berupa koloid serta residu minyak dengan kandungan biological
oxygen demand (BOD) yang tinggi. Bila limbah cair ini dibuang ke perairan
akan berpeotensi mencemari lingkungan karena akan mengurani biota dan
mikroorganisme perairan dan dapat menyebabkan keracunan, sehingga
harus diolah sebelum dibuang. Standar baku mutu lingkungan limbah yang
dihasilkan pabrik CPO adalah pH 6 9, BOD 250 ppm, COD 500 ppm, TSS

(total suspended solid) 300 ppm, NH3 N 20 ppm, dan oil grease 30 ppm
(Naibaho, 1996).
Limbah cair yang ditampung pada kolam-kolam terbuka akan melepaskan
gas metan (CH4) dan CO2 yang menaikkan emisi penyebab efek rumah kaca
yang sangat berbahaya bagi lingkungan. Selain itu gas metan tersebut juga
menimbulkan bau yang tidak sedap.
Meskipun dengan beberapa teknologi yang telah dikembangkan saat ini
limbah cair kelapa sawit dapat menghasilkan biogas, pakan ternak, bahan
pembuat sabun, serta pembuatan biodiesel, dan air sisanya dapat digunakan
untuk pengairan bila telah memenuhi standar baku mutu lingkungan, tetapi
bila limbah cair ini tidak ditangani dengan baik dan profesional akan
mengakibatkan kerusakan lingkungan.
B. Limbah Padat
Limbah padat yang dihasilkan oleh industri pengolahan kelapa sawit terdiri
atas tandan kosong kelapa sawit (20-23 %), serat (10-12 %), dan tempurung
atau cangkang (7-9 %). Berikut ini adalah komposisi bahan organik serat
dan tandan kosong kelapa sawit.
Tabel 2. Komposisi Bahan Organik Serat dan Tandan Kosong

Komposisi
Karbohidrat

Serat (%)

Tankos (%)

38.80

34.21

21.90

21.30

15.30

11.70

1.60

1.20

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

0.00

Glukosa
Xyla
Arabinam
Galactan
Mannan
Rhamman

Nitrogen
0.61

0.66

23.40

15.60

11.20

10.50

10.90

20.00

4.586

4.888

5.10

7.90

63.20

34.70

4.50

1.20

3.90

1.80

7.20

3.30

3.80

2.90

0.80

0.80

9.00

0.10

0.20

0.10

2.80

2.50

2.80

8.00

2.20

0.10

Lignin
Ekstraksi benzene / alkohol
Ekstraksi air panas
Kalor (kkal / kg)
Abu (500 0C)
SiO2
Al2O7
FeO3
CaO
MgO
Na2O
K2O
TiO2
P2O5
SO3
CO2
Sumber : Naibaho (1996)
Limbah padat yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit di Indonesia
mencapai 15,20 juta ton limbah / tahun. Limbah padat berupa cangkang,
tandan kosong, serat, pelepah, dan batang sawit mengandung 45 % selulose
dan 26 % hemiselulose. Limbah-limbah ini akan menghasilkan bau yang
tidak sedap. Pemanfaatan limbah padat dapat berupa pembuatan pupuk

kompos, bioetanol, bahan pulp untuk pembuatan kertas, pembuatan sabun


dan media budidaya jamur.
C. Limbah Gas
Limbah gas yang dihasilkan industri kelapa sawit dapat berupa gas hasil
pembakaran serat dan cangkang untuk pembangkit energi serta gas metan
dan CO2 yang dihasilkan oleh kolam-kolam pengolahan limbah cair. Limbah
gas ini akan menyebabkan meningkatnya kadar CO 2 dan mengakibatkan
polusi udara.

BAB III
PENUTUP
3.1

Kesimpulan
Berdasarkan materi yang sudah di bahas pada bab II maka dapat diambil

beberapa kesimpulan yaitu:


A. Pengembangan perkebunan kelapa sawit memberikan dampak positif dan
negatif. Oleh karena dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan
(sustainable development) harus memperhatikan dan menyerasikan fungsifungsi lingkungan.
B. Dalam pengelolaan industri kelapa sawit agar terwujud produk bersih perlu
menerapkan prinsip 1E 4 R (Elimination, Reduce, Reuse, Recycle, dan
Recovery).
C. Peningkatan luas kebun sawit yang diiringi dengan peningkatan jumlah
produksi mengakibatkan bertambahnya jumlah atau kapasitas industri
pengolahan minyak sawit. Hal ini juga akan menimbulkan masalah, karena
limbah yang dihasilkan akan bertambah pula, dan apabila tidak dikelola dan
dimanfaatkan dengan baik akan menyebabkan pencemaran lingkungan
3.2

Saran
Di dunia perkembangan industri seperti sekarang ini masih banyak

perusahaan-perusahaan yang kurang memperhatikan bagaimana dampak yang


akan di timbulkan dari limbah industri tersebut, baik industri dalam skala besar
maupun skala kecil, maka dari itu penulis menyarankan kepada dirinya dan para
pembaca marilah kita bersama-sama mengawasi perkembangan industri di
wilayah kita masing-masing agar kerusakan yang ditimbulkan tidak semakin
berbahaya.

DAFTAR PUSTAKA
http://rekansawit.blogspot.co.id/2013/10/normal-0-false-false-false-en-us-xnone.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawit#Tipe_kelapa_sawit
http://marhaini-marhaini.blogspot.co.id/2010/01/pencemaran-lingkungan-dariindustri.html
https://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/07/07/dampak-ekologipengembangan-perkebunan/

Anda mungkin juga menyukai