Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemahaman terhadap berbagai paham paham dalam kancah dunia Islam
merupakan hal yang sangat penting. Islam sering digonjang ganjing dengan
paham yang setengah setengah dan menjadi salah kaprah.
Seiring dengan perkembangan zaman dan semakin rusaknya moral para
penghuni dunia ini maka tidak ada salahnya untuk menjaga diri kita dan
membentengi akidah kita maka pemahamn terhadap paham paham yang ada
dalam Islam sangatlah perlu. Salah satunya dari paham paham yang ada adalah
paham kaum Khawarij dan kaum Murjiah.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah latar belakang kemunculan kaum khawarij dan murjiah?
2. Bagaimanakah ajaran- ajaran pokok dari kaum khawarij dan murjiah?

BAB II

PEMBAHASAN
A. Arti Kata Khawarij
Nama Khawarij berasal dari kata kharaja yang berarti: keluar. Nama
tersebut diberikan kepada mereka karena mereka menyatakan diri keluar dari
barisan Ali dalam persengketaannya dengan Muawiyah yang terjadi pada saat
peperangan Siffin.
Ada pula pendapat lain yang mengatakan, bahwa pemberian nama
Khawarij tersebut didasarkan pada ayat 100 dari surat An-Nisa yang artinya :
Dan barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan
Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya, maka sungguh telah tetap pahalanya
di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dengan demikian kaum Khawarij memandang diri mereka sebagai kaum
yang berhijrah meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka untuk
mengabdikan diri kepada Allah dan Rasul-Nya untuk memperoleh pahala dari
Allah SWT.
B. Latar Belakang Munculnya Kaum Khawarij
Sebagaimana kita ketahui dalam sejarah, bahwa Nabi Muhammad di
samping sebagai Rasul beliau juga pemimpin umat, sebagai kepala Negara. Ini
berarti bahwa Islam disamping sebagai system agama, juga sebagai system
politik, yang mengatur tentang ketatanegaraan.
Oleh karena itu tidak mengherankan, kalau pada waktu Nabi Muhammad
wafat, masyarakat Madinah menjadi bingung memikirkan pengganti beliau untuk
mengepalai Negara Islam yang belum lama berdiri.

Maka timbullah masalah besar bagi mereka, yaitu siapakah yang akan
menggantikan Nabi Muhammad sebagai kepala Negara. Masalah ini dikenal
dalam sejarah Islam sebagai masalah khilafah. Sebagai Nabi atau Rasul, mereka
tidak mempersoalkannya, sebab Nabi atau Rasul itu tidak dapat digantikan.
Dalam sejarah kita ketahui bahwa masyarakat Islam pada waktu itu
menyetujui Abu Bakar sebagai pengganti Nabi Muhammad dalam mengepalai
Negara mereka. Karena itu Abu Bakar dikenal sebagai khalifah pertama.
Kemudian Abu Bakar digantikan oleh Umar ibn al-Khatab sebagai khalifah kedua,
dan kemudian Umar digantikan oleh Usman ibn Affan sebagai khalifah ketiga.
Tindakan-tindakan politik yang dijalankan Usman ini sudah barang tentu
menimbulkan reaksi yang tidak menguntungkan bagi khalifah Usman sendiri.
Sahabat-sahabat Nabi yang mulanya menyokong Usman, ketika melihat tindakan
yang kurang tepat itu, mulai meninggalkan khalifah yang ketiga ini. Orang-orang
yang semula ingin menjadi khalifah mulai pula menangguk di air keruh yang
timbul pada waktu itu. Perasaan tidak senang muncul di daerah-daerah. Dari
Mesir sebagai reaksi terhadap dijatuhkannya Umar ibn al-As yang diganikan oleh
Abdullah ibn Sad ibn Abi Sarh, salah satu anggota kaum keluarga Usman,
sebagai Gubernur Mesir, lima ratus pemberontak bergerak ke Madinah.
Perkembangan suasana di Madinah selanjutnya menimbulkan pembunuhan
terhadap Usman, yang dilakukan oleh pemuka-pemuka pemberontakan dari Mesir.
Setelah Usman wafat, maka Ali menjadi khalifah yang keempat. Tetapi ia
mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin pula menjadi khalifah,
terutama Talhah dan Zubair dari Mekkah, yang mendapat sokongan dari Aisyah.

Tantangan dari Aisyah-Talhah Zubair ini dapat dipatahkan oleh kekuatan Ali.
Dalam pertempuran yang terjadi di Irak pada tahun 656 M. Talhah dan Zubair
mati terbunuh dan Aisyah dikirim kembali ke Mekkah.
Selanjutnya Al-Tabari menerangkan, bahwa tantangan kedua datang dari
Muawiyah. Gubernur Damaskus dan keluarga dekat Usman. Seperti halnya
Talhah dan Zubair, ia tak mau mengakui Ali sebagai khalifah. Ia menuntut kepada
Ali agar ia menghukum orang-orang yang membunuh Usman. Bahkan ia
menuduh Ali turut campur dalam pembunuhan itu. Salah seorang pemuka
pemberontak Mesir yang datang ke Madinah dan kemudian membunuh Usman
adalah Muhammad ibn Abi Bakr, anak angkatnya Ali bin Abi Thalib. Lagi pula
Ali nampak tidak mengambil tindakan keras terhadap kaum pemberontak itu,
bahkan Muhammad ibn Abi Bakr diangkat oleh Ali menjadi Gubernur Mesir.
Dalam pertempuran yang terjadi antara kedua golongan ini dalam perang
Siffin, pasukan Ali dapat mendesak pasukan Muawiyah. Tetapi tangan kanan
Muawiyah, yaitu Amr ibn al-As, yang terkenal sebagai orang yang sangat licik,
minta berdamai dengan mengangkatkan Quran keatas. Qurra yang ada di pihak
Ali mendesak Ali supaya menerima tawaran itu, dan dengan demikian
dicarinyalah perdamaian dengan mengadakan arbitrase (tahkim). Sebagai arbiters
diangkatlah dua orang, yaitu Amr ibn al-As dari pihak Muawiyah dan Abu Musa
al-Asyari dari pihak Ali. Dalam pertemuan mereka, kelicikan Amr ibn al-As
dapat mengalahkan Abu Musa yang terkenal sangat takwa.
Karena tidak setuju dengan sikap Ali bin Abi Thalib yang menerima
tahkim (arbitrase) sebagai jalan untuk menyelesaikan persengketaannya dengan

Muawiyah ibnu Abi Sufyan maka pengikut Ali yang tidak setuju dengan
penerimaan tahkim, mereka menyatakan keluar dari pengikut Ali bin Abi
Thalib. Kaum inilah yang disebut dengan kaum Khawarij.
Kaum khawarij terkenal kaum yang keras, tidak pandai berminyak air. Mereka
berjuang mati matian untuk menegakan fahamnya dan memberikan
pengorbanan apa saja, sampai kepada jiwanya, dalam menegakan fahamnya.
Adapun nama-nama lain bagi kaum Khawarij adalah sebagai berikut:
1. Selanjutnya mereka menyebutkan diri mereka sebagai kaum Syurah, yang
berasal dari kata Yasyri yang berarti menjual. Penyebutan nama tersebut
didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 207, yang artinya : Dan di antara
segolongan manusia ada yang menjual dirinya untuk memperoleh keridhaan
Allah, dan Allah itu Maha Pengasih kepada hamba-hamba- Nya.
2. Mereka seringkali disebut juga Haruriyah yang berasal dari Harura, yaitu
nama sebuah desa di dekat kota Kufah di Irak. Di tempat inilah mereka yang
pada waktu itu berjumlah 12.000 orang berkumpul, setelah memisahkan diri
dari barisan Ali bin Abi Thalib sebagai anti dari Ali. Dalam pertempuran
dengan kekuatan Ali mereka mengalami kekalahan besar, tetapi akhirnya
seseorang yang bernama Abdurraahman bin Muljam dapat membunuh Ali bin
Abi Thalib.
Pada saat itu pengikut kaum Ali bin Abi Thalib harus memusatkan
perhatiannya untuk menghancurkan kaum Khawarij itu terlebih dahulu. Tetapi
setelah mereka ini kalah, pasukan Ali merasa sudah terlalu lelah untuk
meneruskan pertempuran dengan pasukan Muawiyah. Karena itu Muawiyah
tetap berkuasa di Damaskus, dan setelah Ali ibn Abi Thalib wafat. Muawiyah

dengan mudah dapat memperoleh pengakuan sebagai Khalifah Umat Islam pada
tahun 661 M.
Walaupun kaum khawarij mengalami kekalahan besar, namun mereka dapat
menyusun kembali barisan mereka untuk meneruskan perlawanan mereka
terhadap kekuasaan Islam resmi, baik di zaman dinasti Bani Umayyah, maupun di
zaman kekuasaan dinasti Bani Abbas. Pemegang-pemegang kekuasaan yang ada
pada waktu itu mereka anggap telah menyeleweng dari Islam, karena itu menurut
mereka harus ditentang dan dijatuhkan.
Setelah Saidina Ali sebagai Khalifah ke IV meninggal terbunuh dan setelah
Saidina Hasan bin Ali menyerahkan Khalifah kepada Saidina Muawiyah serta
setelah Saidina Husein meninggal di Padang karbella maka kaum Khawarij tidak
bertambah mundur, tetapi tambah beringas dan bertambah garang melawan
kekuasaan Saidina Muawiyah. Mereka membangun organisasi mereka dengan
rapi. Gerakan Khawarij menjadi bercabang dua yaitu:
1. Bermarkas negeri Bathaih yang dikepalai oleh Nafi bin azraq dan Qathah bin
Fajaah. Mereka mengontrol kaum khawarij yang berada di Persia dan satu
lagi di Kiraman untuk daerah daerah di sekeliling Irak.
2. Bermarkas di Arab daratan yang menguasai kaum Khawarij yang berada di
Yaman, Hadharamaut dan thaif. Adapun markas ini dikepalai oleh Abu Thaluf,
Najdah bin Ami dan Abu Fudaika.
Mulanya kaum Khawarij hanya mempersoalkan Khalifah dan tahkim, tetapi
kemudian merembet rembet kepada soal soal itikad dan kepercayaan,
sehingga dalam dunia islam terbentuk suatu faham yang dinamakan Faham
Khawarij .

C. Sub Sub sekte dalam Kaum Khawarij


Diantara sub-sub sekte dari aliran khawarij tersebut ialah :
1. Al- Muhakkimah
Al-Muhakkimah adalah golongan khawarij asli, bekas pengikut-pengikut
Ali, yang kemudian memisahkan diri, dan kemudian menentang Ali. Menurut
golongan ini, Ali dan Muawiyah serta kedua pengantarnya, yaitu Amr ibn As
dan Abu Musa Al-Asyari, serta semua orang yang telah menyetujui arbitrase,
mereka itu telah melakukan perbuatan salah, karena menyimpang dari ajaran
Islam, perbuatan mereka itu membuat mereka menjadi kafir. Selanjutnya hukum
kafir ini mereka luaskan artinya, sehingga orang yang melakukan dosa besar pun
termasuk orang yang telah kafir. Berbuat zina adalah termasuk dosa besar, karena
itu menurut golongan ini orang yang mengerjakan zina, dia telah menjadi orang
kafir, dan dikeluarkan dari Islam. Demikian pula membunuh sesame muslim tanpa
sebab adalah termasuk dosa besar. Karena itu menurut golongan ini perbuatan
membunuh manusia itu membuat si pembunuhnya menjadi orang kafir, dan keluar
dari Islam. Demikian pula dengan dosa-dosa besar lainnya.
2. Al-Azariqah
Golongan ini muncul setelah hancurnya golongan Al- Muhakkimah, dan
golongan ini kemudian menjadi lebih besar dan lebih kuat dibandingkan dengan
golongan Al- Muhakkimah sendiri. Daerah-daerah kekuasaan mereka terletak di
perbatasan antara Iran dan Irak. Nama Al- Azariqah diambil dari nama seorang
pemuka golongan ini, yaitu; Nafi ibn al-Azraq.

Dalam kitab Al-Farqu baina al-firaq, al-Bagdadi menyebutkan bahwa


jumlah pengikut al-Azariqah itu mencapai 20.000 orang. Sebagai khalifah yang
pertama mereka memilih Nafi ibn al Azraq, dan kepadanya diberi gelar; Amir
al-Muminin. Nafi meninggal dunia dalam pertempuran di Irak pada tahun 686
M. Golongan ini mempunyai sikap yang lebih radikal di bandingkan dengan
golongan al-Muhakkimah. Orang yang melakukan perbuatan dosa besar tidak lagi
mereka sebut sebagai orang yang kafir, seperti dalam golongan al- Muhakkimah,
tetapi mereka sebut sebagai orang yang musyrik(politeist). Padalah di dalam
Islam, musyrik itu merupakan dosa yang paling besar. Musyrik lebih besar
dosanya daripada kafir.
Menurut golongan ini, termasuk musyrik juga orang- orang Islam yang
sepaham dengan ajaran-ajaran al- Azariqah. Bahkan orang-orang Islam yang
sepaham dengan al-Azariqah, tetapi mereka tidak berhijrah kedalam lingkungan
mereka, mereka juga dipandang sebagai orang yang musyrik. Dengan kata lain,
orang-orang dari golongan al-Azariqah sendiri, apabila tidak mau pindah ke
daerah kekuasaan mereka, juga dianggap sebagai orang musyrik.
Selanjutnya al-Bagdadi menyebutkan, bahwa barang siapa yang datang ke
daerah mereka, dan mengaku sebagai pengikut al-Azariqah, maka mereka tidak
dapat diterima begitu saja, sebelum mereka lulus dalam menjalani suatu ujian,
yaitu mau membunuh seorang yang ditawan. Kalau ia telah berhasil membunuh
tawanan, maka ia diterima sebagai pengikut al-Azariqah yang baik, tetapi apabila
ia tidak berhasil membunuh tawanan tersebut maka ia sendirilah yang harus

dihukum bunuh. Keengganan membunuh tawanan itu dianggap sebagai bukti


bahwa ia berdusta dan sebenarnya ia itu bukan penganut paham al-Azariqah.
Bahkan anak-anak dan istri- istri orang-orang yang demikian pun boleh
ditawan, dijadikan budak ataupun dibunuh.
Prof. Dr. Harun Nasution menambahkan, bahwa golongan al-Azariqah ini
mempunyai paham, hanya daerah mereka sajalah yang merupakan Dar al Islam,
sedangkan daerah-daerah Islam lainnya merupakan Dar al Herb, atau Dar alKufr, karena itu wajib diperangi. Dan yang mereka pandang musyrik itu bukan
hanya orang-orang yang telah dewasa, tetapi juga anak-anak mereka, mereka
pandang musyrik.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, golongan al-Azariqah ini jelas
mempunyai paham yang sangat ekstrim, sebab menurut paham mereka, hanya
mereka sajalah yang sebenarnya Islam. Orang Islam yang berdomisili di luar
lingkungan mereka adalah kaum musyrik yang harus diperangi.
Oleh karena itu kaum al-Azariqah, sebagaimana disebutkan oleh ibn alHazm, selalu mengadakan istriradh, yaitu bertanya tentang pendapat atau
keyakinan seseorang yang mereka jumpai. Kalau orang tersebut mengaku sebagai
orang Islam, tetapi tidak termasuk dalam golongan al-Azariqah, maka mereka pun
membunuhnya.
3. Al-Nadjat
Nama golongan ini diambil dari nama seorang pemuka dari golongan ini,
yaitu; Najdah ibn Amr al-Hanafi. Ia berasal dari daerah Yamamah. Menurut AlBagdadi, pada mulanya golongan ini ingin menggabungkan diri dengan orang al-

10

Azariqah, tetapi karena dalam kalangan al Azariqah ini timbul perpecahan, maka
mereka tidak jadi menggabungkan diri dengan al- Azariqah. Perpecahan dalam
kalangan al-Azariqah itu disebabkan oleh sebagian dari pengikut-pengikut
Nafiibnal-Azraq, diantaranya ialah Abu Fudaik, Rasyidal- Tawil dan Atiah alHanafi, mereka tidak dapat menyetujui paham bahwa pengikut-pengikut alAzariqah yang tidak mau berhijrah ke daerah lingkungan mereka, pandang
sebagai golongan musyrik. Mereka juga tidak setuju dengan paham dalam
golongan al-Azariqah, bahwa anak- anak dan istri-istri orang yang tak sepaham
dengan golongan al-Azariqah itu boleh dibunuh.
Taqiyah menurut pandangan mereka, bukan hanya dalam bentuk ucapan,
tetapi boleh juga dalam bentuk perbuatan. Jadi seseorang boleh mengucapkan
kata-kata dan boleh melakukan perbuatan-perbuatan yang mungkin menunjukkan
bahwa pada lahirnya ia bukan orang Islam, tetapi pada hakekatnya ia tetap
penganut agama Islam.
Di kemudian hari terjadilah perpecahan diantara pengikut-pengikut alNajdat. Perpecahan itu disebabkan oleh sebagian pengikut al-Najdat itu tidak
dapat menerima bahwa orang yang melakukan dosa kecil itu bisa menjadi dosa
besar.
4. Al-Ajaridah
Golongan ini dinamakan Al-Ajaridah, karena mereka itu adalah pengikut
dari Abd Karim ibn Ajrad, yang menurut al-Syahrastani, termasuk salah seorang
teman dari Atiah al-Hanafi.

11

Menurut al-Bagdadi, paham al-Ajaridah ini lebih lunak dibandingkan


dengan golongan-golongan lain dalam kalangan khawarij. Menurut paham
mereka, berhijrah bukanlah merupakan kewajiban bagi setiap orang Islam
sebagaimana diajarkan dalam paham al-Azariqah dan paham al-Nadjat. Bagi
mereka berhijrah itu hanyalah merupakan kebajikan saja. Dengan demikian kaum
Ajaridah bebas tinggal dimana saja di luar daerah kekuasaan mereka, dan mereka
tidak dianggap sebagai orang kafir. Mengenai harta yang boleh dijadikan sebagai
harta rampasan perang, menurut mereka, hanyalah harta musuh yang telah mati
terbunuh.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, kaum Ajaridah ini mempunyai paham
puritanisme. Surat Yusuf dalam Al- Quran membawa cerita tentang cinta. Menurut
mereka Al- Quran sebagai kitab suci, tidak mungkin mengandung cerita cinta.
Oleh karena itu mereka tidak mengakui surat Yusuf sebagai bagian dalam AlQuran.

5. Al-Sufriyah
Golongan ini dinamakan demikian, karena pemimpin golongan ini ialah
Ziad ibn al-Asfar. Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, golongan Al-Sufriyah ini
mempunyai paham yang agak ekstrim dibandingankan dengan yang lain. Diantara
pendapat-pendapat mereka itu ialah :
a. Orang sufriyah yang tidak berhijrah tidak dianggap menjadi kafir.
b. Mereka tidak sependapat, bahwa anak-anak orang yang musyrik itu boleh
dibunuh.

12

c. Selanjutnya tidak semua orang sufriyah sependapat bahwa orang yang


melakukan dosa besar itu telah menjadi musyrik. Ada diantara mereka yang
membagi dosa besar menjadi dua golongan, yaitu daosa yang diancam dengan
hukum dunia, seperti membunuh dan berzina, dan dosa yang tidak diancam
dengan hukum dunia, tetapi diancam dengan hukuman karena di akhirat, seperti
dosa karena meninggalkan shalat atau puasa bulan Ramadhan. Orang yang
berbuat dosa besar golongan pertama, tidak dipandang kafir, tetapi orang yang
paham moderat. mereka itu dapat dilihat dari ajaran-ajaran mereka sebagai
berikut:
a. Orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka, mereka itu bukan mukmin
dan bukan pula musyrik, mereka itu adalah kafir. Dengan orang Islam yang
demikian boleh diadakan hubungan perkawinan dan hubungan warisan. Syahadat
mereka dapat diterima. Membunuh mereka haram hukumnya.
b. Daerah orang Islam yang tidak sepaham dengan golongan al-Ibadiyah,kecuali
markas pemerintah, merupakan afar al-tawhid, yaitu daerah orang yang mengEsakan Tuhan, karena itu daerah seperti itu tidak boleh diperangi. Sedangkan
daerah maaskar pemerintah, bagi mereka merupakan afar al-kufr, karena itu harus
diperangi.
c. Orang Islam yang berbuat dosa besar, mereka sebut oran muwahhid, yaitu
orang yang meng- Esakan Tuhan, tetapi ia bukan orang yang mukmin.Dengan
demikian orang Islam yang mengerjakan dosa besar, perbuatannya itu tidak
membuatnya keluarnya dari Islam.

13

d. Harta yang boleh dijadikan ghanimah (harta rampasan), hanyalah kuda dan
senjata saja. Emas dan perak harus dikembalikan kepada yang empunya.
e. Menurut mereka kufur itu ada dua macam yaitu : kufr bi inkar al-nimah, yaitu
kufur karena mengingkari rahmat Tuhan, dan kufr bin inkar al-rububiyah, yaitu
kufur karena mengingkari adanya Tuhan. Karena itu menurut mereka, tidak
selamanya sebutan kafir itu mesti diartikan keluar dari Islam.
f. Menurut mereka,taqiyah hanya dibolehkan dalam bentuk perkataan saja, dan
tidak boleh dalam bentuk perbuatan. Tetapi sungguhpun demikian, untuk menjaga
keamanan dirinya, seorang wanita Islam boleh kawin dengan laki- laki kafir,
apabila dia berada di daerah bukan Islam.
6. Al-Ibadiyah
Nama golongan ini diambil dari nama seorang pemuka mereka yaitu Abdullah ibn
Ibad. Pada mulanya dia adalah pengikut golongan al-Azariqah, tetapi pada tahun
686 M, ia memisahkan diri dari golongan al-Azariqah.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, golongan al-Ibadiyah ini merupakan golongan
yang paling moderat di bandingkan dengan golongan-golongan khawarij
lainnya.Paham moderat mereka itu dapat dilihat dari ajaran-ajaran mereka sebagai
berikut :
a. Orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka, mereka itu bukan mukmin
dan bukan pula musyrik, mereka itu adalah kafir. Dengan orang Islam yang
demikian boleh diadakan hubungan perkawinan dan hubungan warisan. Syahadat
mereka dapat diterima. Membunuh mereka haram hukumnya.

14

b. Daerah orang Islam yang tidak sepaham dengan golongan al-Ibadiyah, kecuali
markas pemerintah, merupakan afar al-tawhid, yaitu daerah orang yang mengEsakan Tuhan, karena itu daerah seperti itu tidak boleh diperangi. Sedangkan
daerah maaskar pemerintah, bagi mereka merupakan afar al-kufr, karena itu harus
diperangi.
c. Orang Islam yang berbuat dosa besar, mereka sebut oran muwahhid, yaitu
orang yang meng- Esakan Tuhan, tetapi ia bukan orang yang mukmin. Dengan
demikian orang Islam yang mengerjakan dosa besar, perbuatannya itu tidak
membuatnya keluarnya dari Islam.
d. Harta yang boleh dijadikan ghanimah (harta rampasan), hanyalah kuda dan
senjata saja. Emas dan perak harus dikembalikan kepada yang empunya. Tidak
mengherankan kalau paham moderat seperti yang digambarkan diatas membuat
Abdullah ibn Ibad tidak mau turut dengan golongan al-Azariqah dalam melawan
Khalifah Bani Umayah. Bahkan sebaliknya ia mempunyai hubungan yang baik
dengan Khalifah Abdul Malik ibn Marwan. Demikian pula Jabir ibn Zaid al-Azdi,
pemimpin golongan al-Ibadiyah sesudah Ibn Ibad, mempunyai hubungan yang
baik dengan al-Hajjah, yang pada waktu itu sedang giat-giatnya memerangi
golongan khawarij yang ekstrim.
Doktrin-doltrin Pokok Khawarij
1.

Khalifah atau Imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam.

2.

Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap
orang mulim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.

15

3.

Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil


dan menjalankan syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau
melakukan kezaliman.

4.

Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi
setelah tahun ke 7 kekhalifahannya, Utsman r.a dianggap telah menyeleweng.

5.

Khalifah Ali adalah sah, tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia


dianggap telah menyeleweng.

6.

Muawiyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa Al-Asyari juga dianggap
menyeleweng dan telah menjadi kafir.

7.

Pasukan perang jamal yang melawan Ali juga kafir.

8.

Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus
dibunuh. Yang sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa
muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain
yang telah dianggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus
dilenyapkan pula.

9.

Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka.


Bila tidak mau bergabung, ia wajib diperangi karena hidup di dalam dar alharb (Negara musuh), sedang golongan mereka sendiri dianggap berada
dalam dar al-Islam (Negara Islam).

10.

Seseorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.

11.

Adanya waad dan waid (orang yang baik harus masuk surga dan orang
yang jahat harus masuk neraka).

12.

Amar maruf nahi mungkar.

16

13.

Memalingkan ayat-ayat al-quran yang tampak mutsyabih (samar).

14.

Al-quran adalah makhluk.

15.

Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.

D. Perkembangan Khawarij
Semua aliran yang bersifat radikal, pada perkembangan lebih lanjut,
dikategorikan sebagai aliran khawarij, selama doktrinnya identik dengan aliran
ini. Harun Nasution mengidentifikasi beberapa indikasi aliran yang dapat
dikategorikan sebagai aliran khawarij, yaitu sebagai berikut :
1.

Mudah mengkafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka


walaupun orang itu adalah penganut agama Islam.

2.

Islam yang benar adalah Islam yang mereka fahami dan amalkan,
sedangkan Islam yang dipahami dan diamalkan golongan lain tidak benar.

3.

Orang-orang Islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu dibawa kembali
ke Islam yang sebenarnya, yaitu Islam yang seperti mereka fahami dan
amalkan.

4.

Karena pemerintahan dan ulama yang tidak sepaham dengan mereka


adalah sesat, maka mereka memilih Imam dari golongan mereka sendiri yakni
Imam dalam arti pemeluk agama dan pemuka pemerintahan.

5.

Mereka bersifat fanatik dalam faham dan tidak segan-segan menggunakan


kekerasan dan membunuh untuk mencapai tujuan mereka.

E. MURJIAH
1. Sejarah kemunculan Murjiah

17

Nama Murjiah diambil dari kata irja atau arjaa yang bermakna penundaan,
penangguhan, dan pengharapan.Kata arjaa mengandung pula arti memberi
harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh
pengampunan dan rahmat Allah.Selain itu, arjaa berarti pula meletakan di
belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari
iman.Oleh karena itu, Murjiah artinya orang yang menunda penjelasan
kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya
masing-masing ke hari kiamat kelak.
Aliran Murjiah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau
terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa
besar, sebagaimana hal itu dilakukan oleh aliran khawarij. Mereka menangguhkan
penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim itu.dihadapan
Tuhan,

karena

hanya

Tuhan-lah

yang

mengetahui

keadaan

iman

seseorang.Demikian pula orang mukmin yang melakukan dosa besar masih


dianggap mukmin dihadapan mereka.
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul Murjiah. Teori
pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arjaa dikembangkan oleh sebagian
sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi
pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sekretarianisme (terikat
pada satu aliran saja), baik sebagai kelompok politik maupun teologis.
Awal mula timbulnya Murjiah adalah sebagai akibat dari gejolak dan
ketegangan pertentangan politik yaitu soal khilafah (kekhalifahan) yang kemudian

18

mengarah ke bidang teologi. Pertentangan politik ini terjadi sejak meninggalnya


Khalifah Usman yang berlanjut sepanjang masa Khalifah Ali dengan puncak
ketegangannya terjadi pada waktu perang Jamal dan perang Shiffin. Setelah
terbunuhnya Khalifah Utsman Ibn Affan, umat islam terbagi menjadi dua
golongan yaitu kelompok Ali dan Muawiyyah. Kelompok Ali lalu terpecah
menjadi dua yaitu Syiah dan Khawarij.
Setelah wafatnya Ali, Muawiyyah mendirikan Dinasti Bani Umayyah
(661M). Kaum Khawarij dan Syiah yang saling bermusuhan, mereka sama-sama
menentang kekuasaan Bani Umayyah itu. Syiah menganggap bahwa Muawiyyah
telah merampas kekuasaan dari tangan Ali dan keturunannya. Sementara itu,
Khawarij tidak mendukung Muawiyyah karena ia dinilai telah menyimpang dari
ajaran islam. Di antara ke tiga golongan itu terjadi saling mengkafirkan.
Dalam suasana pertentangan ini, timbul satu golongan baru yaitu Murjiah
yang ingin bersikap netral, tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan
yang terjadi antara golongan yang bertentangan itu. Bagi mereka, sahabat-sahabat
yang bertentangan itu merupakan orang-orang yang dapat dipercayai dan tidak
keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu, mereka tidak mengeluarkan
pendapat tentang siapa yang sebenarnya salah dan memandang lebih baik
menunda penyelesaian persoalan ini ke hari perhitungan di hadapan Tuhan.
Dari persoalan politik mereka tidak dapat melepaskan diri dari persoalan
teologis yang muncul di zamannya. Waktu itu terjadi perdebatan mengenai hukum
orang yang berdosa besar. Persoalan dosa besar yang ditimbulkan kaum Khawarij

19

mau tidak mau menjadi bahan perhatian dan pembahasan bagi mereka. Terhadap
orang yang berbuat dosa besar, kaum Khawarij menjatuhkan hukum kafir
sedangkan kaum Murjiah menjatuhkan hukum mukmin. Argumentasi yang
mereka ajukan dalam hal ini bahwa orang islam yang berdosa besar itu tetap
mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah Rasulnya. Dengan kata lain, orang yang mengucapkan kedua kalimat syahadat menjadi
dasar utama dari iman. Oleh karena itu, orang berdosa besar menurut pendapat
golongan ini tetap mukmin dan bukan kafir.
Aliran Murjiah ini berkembang sangat subur pada masa pemerintahan
Dinasti bani Umayyah, karena bersifat netral dan tidak memusuhi pemerintahan
yang sah. Dalam perkembangan berikutnya, lambat laun aliran ini tak mempunyai
bentuk lagi, bahkan beberapa ajarannya diakui oleh aliran kalam berikutnya.
Sebagai aliran yang berdiri sendiri, golongan Murjiah ekstrim pun sudah hilang
dan tidak bisa ditemui lagi sekarang. Namun ajaran-ajarannya yang masih ekstrim
itu masih didapati pada sebagian umat Islam yang menjalankan ajaran-ajarannya.
Kemungkinan mereka tidak sadar bahwa mereka sebenarnya mengikuti ajaranajaran golongan Murjiah ekstrim.
2. Pemikiran dan doktrin-doktrin Murjiah
Berkaitan dengan teologi Murjiah, W. Montgomery Watt merincinya sebagai
berikut :

20

1. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah


memutuskannya di akhirat kelak.
2. Penangguhan Ali untuk menduduki rangking keempat dalam peringkat AlKhalifah Ar-Rasyidun.
3. Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim yang berdosa
besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
4. Doktrin-doktrin Murjiah menyerupai pengajaran (madzhab) para skeptis
dan empiris dari kalangan Helenis.
Masih berkaitan dengan doktrin teologi Murjiah, Harun Nasution
menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu :
1.

Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash, dan Abu Musa AlAsyary yang terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat
kelak.

2.

Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa


besar.

3.

Meletakkan (pentingnya) imal daripada amal.

4.

Memberikan pengharapan kepada muslim yang berdosa besar untuk


memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.

Sementara itu, Abdul Ala al-Maududi menyebut ajaran Murjiah dalam dua
doktrin pokok, yaitu:
1.

Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-nya saja. Adapun amal atau
perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan

21

hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan


yang difardhukan dan melakukan dosa besar.
2.

Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati,
setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madharat ataupun gangguan atas
seseorang. Untuk dapat pengampunan, manusia cukup hanya dengan
menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan aqidah tauhid.
3. Sekte-sekte Murjiah
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murjiah tampaknya dipicu oleh

perbedaan pendapat di kalangan para pendukung Murjiah sendiri. Dalam hal ini,
terdapat problem yang cukup mendasar ketika para pengamat mengklasifikasikan
sekte-sekte Murjiah. Kesulitannya antara lain karena ada beberapa tokoh aliran
pemikiran tertentu yang diklaim oleh pengamat lain. Tokoh yang dimaksud antara
lain Washil bin Atha dari Mutazilah dan Abu Hanifah dari ahlus Sunnah.
Secara garis besar, kelompok Murjiah terbagi kepada dua golongan yakni
golongan moderat dan golongan ekstrim. Golongan Murjiah moderat tetap teguh
berpegang pada doktrin Murjiah di atas. Sementara itu, golongan Murjiah ekstrim
memiliki doktrin masing-masing. Yang termasuk golongan Murjiah ekstrim
antara lain:
1.

Golongan al-Jahmiyah yang dipelopori oleh Jahm Ibn Sofwan.


Berpendapat bahwa iman adalah mempercayai Allah SWT, rasul-rasul-Nya,
dan segala sesuatu yang datang dari Allah SWT. Sebaliknya, kafir adalah tidak
mempercayai hal-hal tersebut di atas. Apabila seseorang sudah mempercayai

22

Allah SWT, rasul-rasul-Nya, dan segala sesuatu yang datang dari Allah SWT,
berarti ia mukmin meskipun ia menyatakan dalam perbuatannya hal-hal yang
bertentangan dengan imannya, seperti berbuat dosa besar, menyembah berhala,
dan minum minuman keras. Golongan ini juga meyakini bahwa surga dan
neraka itu tidak abadi, karena keabadian hanya bagi Allah SWT semat.
2.

Golongan al-Salihiyah dengan tokohnya Abu Hasan as-Sahili. Sama


dengan pendapat al-Jahmiyah, golongan ini berkeyakinan bahwa iman adalah
semata-mata makrifat (mengetahui) kepada Allah SWT, sedangkan kufur
(kafir) adalah sebaliknya yakni tidak mengetahui Allah SWT. Iman dan kufur
itu tidak bertambah dan tidak berkurang. Menurut mereka, shalat itu tidak
merupakan ibadah kepada Tuhan, karena yang disebut ibadah itu adalah
beriman kepada Tuhan dalam arti mengetahui Tuhan.

3.

Golongan Yunusiah pengikut Yunus Ibn an-Namiri. Berpendapat bahwa


iman adalah totalitas dari pengetahuan tentang Tuhan, kerendahan hati, dan
tidak takabur. Kufur adalah kebalikan dari itu. Iblis dikatakan kafir bukan
karena tidak percaya kepada Tuhan, melainkan karena ketaburannya. Mereka
juga percaya bahwa perbuatan jahat dan maksiat sama sekali tidak merusak
iman.

4.

Golongan al-Ubaidiyah dipelopori oleh Ubaid al-Maktaib. Pendapatnya


pada dasarnya sama dengan golongan al-Yunusiah. Sekte ini berpendapat
bahwa jika seseorang meninggal dunia dalam keadaan beriman, semua dosa
dan perbuatan jahatnya tidak akan merugikannya. Perbuatan jahat, banyak atau

23

sedikit tidak merusak iman. Sebaliknya, perbuatan baik, banyak atau sedikit
tidak akan memperbaiki posisi orang kafir.
5.

Golongan

al-Gailaniyah

dipelopori

oleh

Gailan

al-Dimasyaqi.

Berpendapat bahwa ima adalah makrifat (mengetahui) kepada Allah SWT


melalui nalar dan menunjukkan sikap mahabbah (cinta) dan tunduk kepadaNya.
6.

Golongan al-Saubaniyah dipimpin oleh Abu Sauban. Prinsip ajaranya


sama dengan sekte al-Gailaniyah, namun mereka menambahkan bahwa yang
termasuk iman adalah mengetahui dan mengakui sesuatu yang menurut akal
wajib dikerjakan. Dengan demikian, sekte ini mengakui adanya kewajibankewajiban yang dapat diketahui akal sebelum datangnya syariat.

7.

Golongan al-Marisiyah dipelopori oleh Bisyar al-Marisi. Berpendapat


bahwa iman di samping meyakini dalam hati bahwa tiada Tuhan selain Allah
SWT dan Muhammad SAW itu rasul-nya, juga harus diucapkan secara lisan.
Jika tidak diyakini dalam hati dan diucapkan dengan lisan, maka bukan iman
namanya. Sementara itu, kufur merupakan kebalikan dari iman.

8.

Golongan al-Karamiyah dipelopori oleh Muhammad Ibn Karram.


Berpendapat bahwa iman adalah pengakuan secara lisan dan kufur adalah
pengingkaran secara lisan. Mukmin dan kafirnya seseorang dapat diketahui
melalui pengakuannya secara lisan.

9.

Golongan al-Khassaniyah. Berpendapat jika seseorang mengatakan, saya


tahu bahwa Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tak tahu apakah babi yang
diharamkan itu adalah kambing ini, orang yang demikian tetap mukmin dan

24

bukan kafir. Jika seseorang mengatakan, saya tahu Tuhan mewajibakan naik
haji ke Kabah tetapi saya tak tahu apakah Kabah di India atau di tempat lain,
orang demikian juga tetap mukmin.

F. Perbandingan Antara Khawarij Dan Murjiah.


Untuk melihat gambaran perbedaan pendapat antara aliran yang terdapat
dalam aliran Khawarij dan Murjiah, berikut ini akan dipaparkan kembali
berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, meliputi: Pelaku dosa besar, iman
dan kufur.
Dalam hal menyikapi pelaku dosa besar, aliran Khawarij langsung
memfonis bahwa semua pelaku dosa besar (murtabb al-kabirah), kecuali sekte alNajdah, adalah kafir atau murtad sehingga wajib dibunuh dan akan disiksa di
neraka selama-lamanya. Sekte al-Azariqah, menggunakan istilah musyrik, yaitu
memandang musyrik terhadap yang tidak mau bergabung dengan barisan mereka
dan yang tidak sefaham dengan mereka. Pelaku dosa besar (membunuh, berzina,
dll) dalam pandangan mereka telah beralih status keimanannya menjadi kafir
millah (agama) yang berarti telah keluar dari Islam, kekal di neraka bersama
orang-orang kafir lainnya. Sekte al-Muhakimat menyatakan, Ali, Muawiyah, Amr
bin Ash, Abu Musa al-Asyari, dan semua orang yang menyetujui arbitrase adalah

25

bersalah dan menjadi kafir termasuk orang yang berbuat dosa besar (berzina,
membunuh manusia tanpa sebab, dosa besar lainnya).
Sedangkan aliran Murjiah memberikan pengharapan kepada masyarakat.
Sekte Murjiah ekstrim terkenal dengan kredonya bahwa perbuatan maksiat tidak
dapat membawa kekufuran. Menurut mereka, keimanan terletak di dalam kalbu,
adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya merupakan refleksi dari apa yang
ada di dalam kalbu. Oleh karena itu, segala ucapan dan perbuatan seseorang yang
menyimpang dari kaidah agam tidak berarti telah menggeser atau merusak
keimanannya, bahkan keimanannya masih sempurna di mata tuhan. Mereka
memandang pelaku dosa besar tidak akan disiksa di neraka. Adapun sekte
Murjiah moderat berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir.
Meskipun disiksa dalam neraka, ia tidak kekal di dalamnya, bergantung pada
ukuran dosa yang dilakukannya. Masih terbuka kemungkinan bahwa Tuhan akan
mengampuni dosanya hingga ia bebas dari siksaan neraka. Abu Hanifah dan
pengikutnya termasuk pada sekte Murjiah moderat ini.
Kemudian pendapat dalam hal menyikapi iman dan kufur, aliran Khawarij
memandang masalah iman dan kufur lebih bertendensi politik ketimbang ilmiahteoritis. Menurutnya, iman tidak semata-mata percaya kepada Allah. Mengerjakan
segala perintah kewajiban agama juga merupakan bagian dari keimanan. Oleh
karena itu, Khawarij menganggap kafir bagi siapapun yang beriman kepada Allah
dan Muhammad Rasul-Nya, namun tidak melaksanakan perintah kewajiban
agama dan malah melakukan dosa.

26

Aliran Murjiah yang ekstrim berpandangan bahwa keimanan terletak di


dalam kalbu. Segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari
kaidah agama tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya, bahkan
keimanannya masih sempurna dalam pandangan Tuhan. Sementara itu, Murjiah
moderat berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir meskipun
disiksa dalam neraka, ia tidak kekal di dalamnya, bergantung pada dosa yang
dilakukannya.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Khawarij sebagai sebuah aliran telogi adalah kaum yang terdiri dari
pengikut Ali bin Abi Thalib yang meninggalkan barisannya, karena tidak
setuju tehadap sikap Ali bin abi Thalib yang menerima arbitrase sebagai
jalan untuk menyelesaikan persengketaan khalifah dengan Muawiyah bin
Abi Sufyan.
2. Aliran Murjiah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau
terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan
dosa besar, sebagaimana hal itu dilakukan oleh aliran khawarij. Mereka
menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam

27

peristiwa tahkim itu. dihadapan Tuhan, karena hanya Tuhan-lah yang


mengetahui keadaan iman seseorang. Demikian pula orang mukmin yang
melakukan dosa besar masih dianggap mukmin dihadapan mereka.
B. Saran
Paham-paham mengenai ajaran Islam kini sudah semakin banyak, hal ini
juga di sebabkan karena adanya perbedaan pendapat dari masing-masing manusia
atau kelompok. Oleh karena itu, sebaiknya kita lebih jeli lagi dalam memilah dan
menentukan ajaran mana yang terbaik dan benar-benar jalan yang benar menurut
agama Islam sesungguhnya.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/16414215/MAKALAH-KHAWARIJ
http://www.scribd.com/doc/36583135/Makalah-Kuliah-Agama-KAUMKHAWARIJ
http://kalamstai.blogspot.com/2009/03/aliran-khawarij.html
http://taufikirawan.wordpress.com/2011/10/27/khawarij-latar-belakangkemunculan-doktrin-doktrin-pokoknya-dan-perkembangannya/

Anda mungkin juga menyukai