Xii is 5
Bangka Belitung adalah provinsi yang kaya akan hasil sumber daya alam (SDA) -nya, hingga
saat ini eksploitasi utama SDA nya yang masih tetap berjalan dan menjadi sumber Anggaran
Pendapatan Belanja Daerah-nya adalah dari bidang pertambangan yaitu timah, ironisnya banyak
pakar yang memprediksi bahwa stok timah sendiri akan habis dalam beberapa tahun ke depan.
Secara logis, hal ini wajar dikarenakan timah termasuk jenis sumber daya yang tak terbaharukan
(non renewable resources) atau sumber daya membutuhkan waktu yang sangat lama dalam
proses pengembalian ketersediaan stoknya apalagi sudah mulai dieksploitasi sejak abad ke -13
silam.
Sedangkan jika kita boleh bercermin dan sadar akan kenyataan secara geografis, bahwa provinsi
ini adalah provinsi kepulauan dimana luas wilayah lautnya mencapai 80% dari total luas
wilayahnya (DKP BABEL, 2008). Belum lagi ditambah dengan potensi laut perbatasan yang
merupakan bagian paling selatan dari laut Cina Selatan (wilayah perairan BABEL) yang kaya
akan ikan. Dari sisi nutrien air laut bagi kebutuhan organisme didalamnya, perairan BangkaBelitung dan Laut Cina Selatan masih memiliki kualitas yang baik. Menurut Thoha (2004), dari
hasil pengukuran kepadatan fitoplankton pada awal musim timur tahun 2002 disimpulkan bahwa
perairan muara memiliki kepadatan lebih tinggi jika dibandingkan dengan perairan terbuka
(perairan Bangka Belitung). Dari beberapa informasi tersebut, mengindikasikan bahwa sektor
perikanan dan kelautan dapat menjadi kandidat sektor andalan masa depan negeri Laskar Pelangi
ini
Gambar 1. Peta Pusat Ruang Kelautan dan Kawasan Andalan Laut Nasional
(Sumber: DKP BABEL, 2007)
Menurut laporan LIPI (2003), pemanfaatan hasil potensi laut Bangka Belitung masih minim
dimana yang baru termanfaatkan hanya sekitar 25% dari potensi produksi sumber daya perikanan
tangkap yang mencapai 499.500 ton/tahun dan menjadi masalah yang belum terkelola dengan
baik hingga saat ini. Selain itu, praktek penambangan timah di pulau Bangka (terutama daerah
sekitar perairan terumbu karang) juga merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap
penurunan kualitas lingkungan perairan di sekitarnya. Hal ini diperparah lagi dengan praktek
illegal fishing oleh nelayan asing sehingga sumber daya kita dijarah dengan seenaknya oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut. Dan wilayah sumber daya perairan yang
luas dan potensi yang tersebar tentunya sangat membutuhkan semacam alat bantu yang dapat
menggali potensi daerah tangkapan dan memberikan informasi lokasi penangkapan kepada para
nelayan yang umumnya hanya nelayan wilayah pesisir (tidak jauh dari tepi pantai).
Konsep PPDPI
Salah satu upaya untuk memberikan jalan baru bagi permasalahan diatas adalah dengan
pemanfaatan Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan (biasa disebut PPDPI). Pembuatan PPDPI
untuk wilayah Indonesia, merupakan kegiatan yang telah dirintis sejak tahun 2000 oleh
Departemen Kelautan Perikanan - RI. Upaya ini bertujuan untuk membantu aktivitas
penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan, terutama dalam hal penghematan bahan bakar
minyak (bbm) yang digunakan selama operasi penangkapan ikan, dimana pada umumnya para
nelayan hanya mengandalkan naluri dan pengalaman dalam mendeteksi area yang diperkirakan
banyak ikan, sehingga hal ini tentunya dapat menyebabkan inefisiensi energi (bahan bakar,
tenaga), boros waktu, dan hasil tangkapan yang relatif rendah. Oleh karena itu, paradigma
berburu untuk menangkap ikan sudah harus mulai diubah menjadi paradigma mengambil
dengan bantuan teknologi citra satelit oseanografi tersebut.
pada stasiun pengamatan untuk menganalisa daerah potensi penangkapan ikan. Hal ini didukung
oleh tersedianya fasilitas data-data satelit oseanografi yang bebas penggunaan dan bersifat near
real time. Dan sebagai tambahan, data pengamatan lapangan dan prediksi seperti data-data
meteorologi (kecepatan angin, arah angin, gelombang laut) oleh Instansi seperti Badan
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) atau Dinas Kelautan Perikanan (DKP) untuk
informasi keselamatan pelayaran.
Pembuatan peta dapat dilakukan secara rutin karena akses data utama yang near real time salah
satunya pada citra Satelit Terra dan Aqua (MODIS/ Moderate Resolution Imaging
Spectroradiometer) oleh Instansi NASA melalui url berikut
(http://oceancolor.gsfc.nasa.gov/modis/). Pembuatan peta ini berdasarkan informasi yang didapat
dari data oceancolor dari MODIS, data suhu permukaan laut dari sensor advance very high
resolution radiometer (avhrr), suhu permukaan laut dari sensor amsr and tmi, ketinggian
permukaan laut, klorofil-a, dan kecepatan ketinggian permukaan laut serta data arah dan
kecepatan angin dan gelombang laut. Berdasarkan informasi-informasi dari data tersebut, dapat
diinterpretasikan menjadi daerah penangkapan ikan dan daerah yang berpotensi menjadi daerah
penangkapan ikan. Selanjutnya informasi daerah penangkapan ikan dan daerah yang berpotensi
menjadi daerah penangkapan ikan tersebut dikemas menjadi suatu bentuk peta yang lengkap
dengan atribut-atributnya, sehingga memudahkan penggunaannya (BROK-DKP, 2007).
Gambar 3. Contoh Peta Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan wilayah Perairan Sumatera
(Sumber: BROK DKP, 2009).
: Kabupaten Sidrap
2) Selatan
: Kabupaten Barru
3) Barat
: Selat Makassar
4) Utara
: Kabupaten Pinrang
Selanjutnya secara administrasi, wilayah Kota Parepare dibagi dalam 4 (empat) kecamatan dan
22 kelurahan, yang terdiri atas:
1)
f) Kelurahan LumpuE
2)
a) Kelurahan LemoE
b) Kelurahan LompoE
c) Kelurahan Watang Bacukiki
d) Kelurahan Galung Maloang
3)
a) Kelurahan Mallusetasi
b) Kelurahan Labukkang
c) Kelurahan Lapadde
d) Kelurahan Ujung Bulu
e) Kelurahan Ujung Sabbang
4)
2. Luas Wilayah
Kota Parepare memiliki luas wilayah sebesar 99,33 Km dan berdasarkan Sistem Informasi
Geografi luas masing-masing kecamatan dapat dilihat pada table.
Area (ha)
NO Sub District
BPS
SIG
Bacukiki
6.670
6.594
Bacukiki Barat
1.300
1.238
Soreang
833
851
Ujung
1.130
914
9.933
9.598
Kota Parepare
3. Kondisi Topografi
Kondisi topografi Kota Parepare secara umum terbagi dalam dua morfologi, yakni i) dataran dan
ii) perbukitan. Bentuk lahan dataran terletak di wilayah pesisir pantai dan secara umum
merupakan daerah yang cukup padat, pusat aktivitas kota, disebut sebagai Kota Bawah dengan
luas wilayah sekitar 30% dari luas wilayah Kota Parepare. Berdasarkan data hasil analisis
Sistem Informasi Geografi, kemiringan lereng Kota Parepare didominasi oleh kelerengan 08%
seluas 3.542 ha atau 36,90% dari luas wilayah Kota Parepare, sedangkan daerah yang curam atau
kelerengan >40% seluas 3.297 ha atau 34,35%, sebagian besar terletak di Kecamatan Bacukiki.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table.
Sub District (ha)
Slope (%)
Bacukiki
Bacukiki
Barat
Soreang
Ujung
Amount Percentage
(ha)
(%)
00-08
1.628
667
540
706
3.542
36,90
08-15
333
198
196
115
842
8,77
15-25
1.164
54
84
42
1.343
14,00
25-40
415
77
32
49
574
5,98
> 40
3.053
242
3.297
34,35
6.594
1.238
914
9.598
100,00
No
Jumlah
851
B. Peta Tematik
1. Tanah
Jenis tanah di Kota Pare-pare didominasi oleh tanah hunitropepts (39,02%) dan tropodalfs
(36,84) kemudian berturut-turut tropudults (10,63%), dystrandepts (8,76%) dan eutropepts
(4,76%).
Sub District (ha)
No Soil Type
Bacukiki
Ujung
Area
(ha)
218
85
100
841
8,76
219
237
456
4,76
3.745
39,02
575
3.536
36,84
1.020
10,63
914
9.598
100,00
Dystrandepts 437
Eutropepts
Hunitropepts 3.387
359
Tropudalfs
2.050
365
Tropudults
721
298
6.594
1.238
Total
547
851
Percentage
(%)
2. Geologi
Geologi di Kota Parepare didominasi oleh Formasi Batuan Gunungapi Parepare (48,83%) dan
Formasi Terutama Tefrit Leusit (37,25%) kemudian berturut-turut aluvium (5,76%), endapan
aluvium, danau dan pant (5,09%) dan Formasi Batugamping Formasi Camba (3,08%).
Sub District (ha)
PercenArea
Bacukiki
Ujun (ha) tage
Bacukiki
Soreang
(%)
Barat
g
NoFormation
Litology
1 Aluvium
Bongkah,kerakal,kerikil,pasir,
lanau, lempung dan lumpur
58
386
108
552 5,76
2 Batuan
Gunungapi
Parepare
785
466
806
4.68748,83
3 Batugamping Batugamping
Formasi
Camba
296
4 Endapan
Kerikil,pasir,lempung,lumpur 369
aluvium,danau
296 3,08
119
488 5,09
dan pant
5 Terutama
Lava, breksi
Tefrit Leusit
3.299
276
Jumlah
6.594
1.238
3.57537,25
851
914
9.598100,00
3. Kemiringan Lereng
Kemiringan Lereng di Kota Parepare didominasi oleh kelerengan 08 % (36,90%) dan
kelerengan >40% (34,35%) kemudian berturut-turut kelerengan 1525 % (14%), kelerengan 815 %, pant (8,77%) dan kelerengan 2540 % (5,98%).
Sub District (ha)
No
Soreang
Ujung
Amount Percentage
(ha)
(%)
Slope (%)
Bacukiki
Bacukiki
Barat
00-08
1.628
667
540
706
3.542
36,90
08-15
333
198
196
115
842
8,77
15-25
1.164
84
42
1.343
14,00
25-40
415
77
32
49
574
5,98
> 40
3.053
242
3.297
34,35
6.594
1.238
914
9.598
100,00
Jumlah
851
4. Penutupan Lahan
Penutupan Lahan di Kota Parepare didominasi oleh tegalan (36,64%) dan semak belukar/alangalang (23,27%) kemudian berturut-turut sawah (15,37%), hutan sekunder (7,82%), padang
rumput (7,77%), kebun/perkebunan (0,44%), dan tubuh air (0,34%).
Sub District (Ha)
No Land Cover
Bacukiki
1
Hutan Sekunder
750
Kebun / Perkebunan 42
Bacukiki
Soreang
Barat
Total
Percentage
(%)
750
7,82
42
0,44
Ujung
Padang Rumput
746
Pemukiman
121
103
344
Sawah
1.189
81
Semak
Belukar/Alang Alang 988
Tegalan
Tubuh Air
Jumlah
746
7,77
234
802
8,36
42
164
1.475
15,37
660
319
266
2.233
23,27
2.753
367
147
250
3.517
36,64
27
32
0,34
6.594
1.238
9.598
100,00
851
914
5. Ketinggian Tempat
Berdasarkan analisis sistem informasi geografi dari data digital elevation model (DEM),
ketinggian tempat dari permukaan laut di Kota Parepare antara 0750 m dpl.
No
Elevation
(Meter)
Area
Ujung (ha)
0 50
2.199
949
593
408
4.149 43,23
50 100
1.193
179
227
461
2.060 21,47
100 150
452
48
30
42
572
5,96
150 200
416
40
459
4,79
200 250
359
19
378
3,94
250 300
361
365
3,80
300 350
343
343
3,57
350 400
337
337
3,51
400 450
294
294
3,07
10 450 500
249
249
2,59
11 500 550
139
139
1,45
12 550 600
118
118
1,22
13 600 650
63
63
0,66
Percentage
(%)
14 650 700
41
41
0,43
15 700 750
32
32
0,33
Jumlah
6.594
1.238
851
914
9.598 100,00
6. Iklim
Berdasarkan analisis sistem informasi geografi dari data curah hujan dihasilkan bahwa curah
hujan tahunan Kota Parepare berkisar antara 1.513 2078 mm/tahun dengan bulan kering 3 4
bulan.
No Sub Districts
Rainfall
(mm/tahun)
BK100
Luas (ha)
1513
388
1519
308
2078
5.898
Bacukiki
Bacukiki Barat
6.594
2078
Soreang
1.238
2078
Ujung
1.238
851
851
2078
914
914
9.598
Bacukiki
Bacukiki
Barat
1.238
Budidaya
Pertanian
3.494
Hutan Lindung
2.571
Hutan Produksi
Terbatas
529
Jumlah
6.594
1.238
Soreang
790
Ujung
910
Amount
Percentage
(%)
6.432
67,02
2.571
26,78
62
595
6,20
851
914
9.598
100,00
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis dan pemetaan yang dilakukan, maka diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Status kawasan Kota Parepare terdiri atas budidaya pertanian, hutan lindung, dan hutan
produksi terbatas.
2. Luas hutan lindung sebesar 2.571 ha (26,78%) dari luas Kota Parepare dan hutan
produksi terbatas sebesar 595 ha (6,20%).
3. Jenis tanah di Kota Parepare didominasi oleh tanah hunitropepts (39,02%) dan tropodalfs
(36,84) kemudian berturut-turut tropudults (10,63%), dystrandepts (8,76%) dan
eutropepts (4,76%)
4. Geologi di Kota Parepare didominasi oleh Formasi Batuan Gunungapi Parepare (48,83%)
dan Formasi Terutama Tefrit Leusit (37,25%) kemudian berturut-turut Aluvium (5,76%),
Endapan aluvium, danau dan pant (5,09%) dan Formasi Batugamping Formasi Camba
(3,08%)
5. Penutupan lahan di Kota Parepare didominasi oleh tegalan (36,64%) dan semak
belukar/alang-alang (23,27%) kemudian berturut-turut sawah (15,37%), hutan sekunder
(7,82%), padang rumput (7,77%), kebun/perkebunan (0,44%), dan tubuh air (0,34%)
6. Kemiringan lereng di Kota Parepare didominasi oleh kelerengan 08% (36,90%) dan
kelerengan >40% (34,35%) kemudian berturut-turut kelerengan 1525% (14%),
kelerengan 8-15% (8,77%) dan kelerengan 2540 % (5,98%)
7. Ketinggian tempat dari permukaan laut Kota Parepare antara 0750 m dpl
8. Curah hujan tahunan Kota Parepare berkisar antara 1.5132078 mm/tahun dengan bulan
kering 34 bulan.