Anda di halaman 1dari 5

2.1.

Patogenesis Perubahan Nilai Hemoglobin Pada Kehamilan

Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan, antara lain adalah oleh karena
peningkatan oksigen, perubahan sirkulasi yang makin meningkat terhadap plasenta dan janin,
serta kebutuhan suplai darah untuk pembesaran uterus, sehingga terjadi peningkatan volume
darah yaitu peningkatan volume plasma dan sel darah merah. Namun, peningkatan volume
plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan
eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin akibat hemodilusi
(Abdulmuthalib, 2009).
Volume plasma meningkat 45-65 % dimulai pada trimester II kehamilan, dan
maksimum terjadi pada bulan ke-9 yaitu meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit
menjelang aterem serta kembali normal tiga bulan setelah partus. Stimulasi yang
meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasenta, yang menyebabkan peningkatan
sekresi aldosteron. Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit, konsentrasi
hemoglobin darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau
eritrosit dalam sirkulasi. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan hitung eritrosit
biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan, dan terus menurun sampai
minggu ke-16 sampai ke-22 ketika titik keseimbangan tercapai. Sebab itu, apabila ekspansi
volume plasma yang terus-menerus tidak diimbangi dengan peningkatan produksi
eritropoetin sehingga menurunkan kadar Ht, konsentrasi Hb, atau hitung eritrosit di bawah
batas normal, timbullah anemia. Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar
hemoglobin di bawah 11 g/dl atau hematokrit kurang dari 33 % (Abdulmuthalib, 2009).
Tabel 2.3. Konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit untuk anemia*

Adapun perubahan pertama yang terjadi selama perkembangan kekurangan besi


adalah deplesi cadangan zat besi. Cadangan besi wanita dewasa mengandung 2 gram, sekitar
60-70 % berada dalam sel darah merah yang bersirkulasi, dan 10- 30 % adalah besi cadangan
yang terutama terletak didalam hati, empedu, dan sumsum tulang. Deplesi cadangan besi
kemudian diikuti dengan menurunnya besi serum dan peningkatan TIBC, sehingga anemia
berkembang (Bakta, 2006).
Kehamilan membutuhkan tambahan zat besi sekitar 800-1000 mg untuk mencukupi
kebutuhan yang terdiri dari :
1. Terjadinya peningkatan sel darah merah membutuhkan 300-400 mg zat besi dan mencapai
puncak pada 32 minggu kehamilan.
2. Janin membutuhkan zat besi 100-200 mg.
3. Pertumbuhan plasenta membutuhkan zat besi 100-200 mg.
4. Sekitar 190 mg hilang selama melahirkan. Selama periode setelah melahirkan 0,5-1 mg
besi perhari dibutuhkan untuk laktasi, dengan demikian jika cadangan pada awalnya
direduksi, maka pasien hamil dengan mudah bisa mengalami kekurangan besi.

2.2.

Diagnosis Anemia Defisiensi Besi Dalam Kehamilan

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi diperlukan metode pemeriksaan


yang akurat dan kriteria diagnosis yang tegas. Para peneliti telah menyetujui bahwa diagnosis
anemia defisiensi besi ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang
yaitu pemeriksaan darah dan sumsum tulang.
Tabel 2.4. Diagnosa Anemia Defisiensi Besi menurut WHO

Tabel 2.5. Kriteria Anemia Berdasarkan Kadar Hemoglobin menurut WHO

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) sedikit berbeda dengan WHO.
Menurut CDC (1998) kriteria anemia pada kehamilan adalah Hb kurang dari 11 gr/dl untuk
trimester I dan III, serta Hb kurang dari 10,5 gr/dl untuk trimester II.
NHANES II dan III (National Health And Nutrition Examination Survey) membuat
definisi defisiensi zat besi adalah bila didapati 2 dari 3 pemeriksaan laboratorium tidak
normal, meliputi (U.S. Centers for Disease Control and Prevention, 2008):
1. Eritrosit Protoporfirin.
2. Jenuh Transferin.
3. Serum Feritin.
Anemia defisiensi besi disebut bila ditemukan adanya defisiensi besi disertai dengan
penurunan kadar haemoglobin darah (anemia).

2.3.

Komplikasi anemia dalam kehamilan

Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan,
persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Pelbagai penyulit dapat timbul akibat
anemia, seperti:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Abortus
Partus prematurus
Partus lama karena inertia uteri
Pendarahan postpartum karena atonia uteri
Syok
Infeksi, baik intrapartum maupun postpartum
Anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4g/100 ml dapat menyebabkan
dekompensasi kordis, seperti dildaporkan oleh Lie Injo Luan Eng dkk.
h. Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan
sulit, walaupun tidak terjadi pendarahahan.
Juga bagi hasil konsepsi anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik seperti:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

2.4.

Kematian mudigah
Kematian perinatal
Prematuritas
Dapat terjadi cacat bawaan
Cadangan besi kurang.
Jadi anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial morbiditas serta mortalitas
ibu dan anak.

Penatalaksanaan.

Apabila pada pemeriksaaan kehamilan hanya Hb yang diperiksa dan Hb itu kurang dari
10 g/ 100 ml, maka dapat dianggap sebagai menderita anemia defisiensi besi, baik yang
murni maupun dismorfis, karena tersering anemia dalam kehamilan adalah anemia defisiensi
besi.
Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi per os. Biasanya diberikan garam besi
sebanyak 600-1000 mg sehari, seperti sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus. Hb dapat
dinaikan sampai 10 g/ 100 ml atau lebih asal masih ada cukup waktu sampai janin lahir.
Peranan vitamin c dalam pengobatan dengan besi masih diragukan oleh beberapa penyelidik.
Mungkin vitamin c mempunyai khasiat untuk mengubah ion ferri menjadi ion ferro yang
lebih mudah diserap oleh selaput usus.
Terapi parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan obat besi per os, ada
gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan, atau apabila kehamilannya sudah tua.
Besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri. Secara intramuskulus dapat disuntikan dekstran

besi (imferon) atau sorbitol besi (jectofer). Hasilnya lebih cepat dicapai, hanya penderita
merasa nyeri ditempat suntikan.
Juga secara intravena perlahan-lahan besi dapat diberikan, seperti ferrum oksidum
sakkaratum (Ferrigen, Ferrivenin, Proferrin, Vitis), sodium diferraat (Feronascin), dan
dekstran besi (imferon). Akhir-akhir ini inferon banyak pula diberikaaaaa dengan infus dalam
dosis total antara 1000-2000 mg unsur besi sekaligus, dengan hasil yang sangat memuaskan.
Walaupun besi intravena dan dengan infus kadang-kadang menimbulka efek sampingan,
namun apabila ada indikasi yang tepat, cara ini dapat diperetanggungjawabkan. Komplikasi
kurang berbahaya diabndingkan dengan transfusi darah.
Transfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan sangat jarang diberikan
walaupun Hb nya kurang dari 6 g/100 ml apabila ridak terjadi pendarahan. Darah secukupnya
harus tersedia selama persalinan, yang segera harus diberikan apabila terjadi pendarahan yang
lebih dari biasa, walaupun tidak lebih dari 1000 ml.
2.5.

Pencegahan

Diderah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya setiap wanita hamil
diberi sulfas ferosus atau glukonas ferrosus cukup 1 tablet sehari. Selain itu wanita
dinasehatka pula untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang mengandung
banyak mineal serta vitamin.
2.6.

Prognosis

Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu dan anak.
Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan banyak atau komplikasi lain.
Anemia berat yang tidak diobati dalam kehamilan muda dapat menyebabkan abortus, dan
dalam kehamilan tua dapat menyebabkan partus lama, pendarahan postpartum dan infeksi.
Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi tidak
menunjukan Hb yang rendah, namun cadangan besinya kurang, yang baru beberapa bulan
kemudian tampak sebagai anemia infantum.

Anda mungkin juga menyukai