Anda di halaman 1dari 4

SOLUSIO PLASENTA

1. Pengertian
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta sebelum waktunya, pada usia kehamilan 22 minggu atau
dengan perkiraan berat janin lebih dari 500 gram. (Manuaba, 2007; h. 492)
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat
implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya yakni sebelum anak
lahir. (Prawirohardjo, 2009; h. 503)
2. Tanda Gejala
Menurut Prawirohardjo (2009; h. 507) dalam buku Ilmu Kebidanan, gejala dan tanda klinis yang
klasik dari solusio plasenta adalah terjadinya perdarahan yang berwarna tua keluar melalui vagina, rasa
nyeri perut dan uterus tegang terus menerus.
Menurut Manuaba (2005, h. 90) dalam buku Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi, gejala klinis
solusio plasenta : perdarahan yang disertai rasa sakit, tergantung jumlah perdarahan retroplasenter (gejala
kardiovaskuler ringan-berat, abdomen tegang, janin asfiksia ringan sampai kematian intrauterin)
3. Faktor Resiko
Menurut Manuaba (2007, 259) dalam buku Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan & Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan, penyebab solusio plasenta adalah :
a. Trauma langsung terhadap uterus hamil : terjatuh terutama tertelungkup, tendangan anak yang sedang
digendong, atau trauma langsung lainnya.
b. Trauma kebidanan yaitu karena tindakan kebidanan yang dilakukan : setelah versi luar, setelah
memecahkan ketuban, persalinan anak kedua hamil kembar
c. Dapat terjadi pada kehamilan dengan tali pusat pendek
Faktor predisposisi terjadinya solusio plasenta adalah :
a. Hamil pada usia tua
b. Mempunyai tekanan darah tinggi
c. Bersamaan dengan preeklampsia atau eklampsia
d. Tekanan vena kava inferior yang tinggi
e. Kekurangan asam folik
Menurut Prawirohardjo (2009; h. 505-506) dalam buku Ilmu Kebidanan, 5 kategori perempuan yang
beresiko tinggi untuk solusio plasenta :
a. Kategori sosioekonomi : usia muda, primiparitas, single-parent, pendidikan rendah, solusio plasenta
rekurens.
b. Kategori fisik : trauma tumpul pada perut karena kekerasan rumah tangga atau kecelakaan berkendara.
c. Kategori kelainan pada rahim : mioma submukosum dibelakang plasenta atau uterus berseptum
d. Kategori penyakit ibu : tekanan darah tinggi, kelainan sistem pembekuan darah seperti trombofilia.
e. Kategori sebab iatrogenik : merokok dan kokain.
Manuaba (2007; h. 492) dalam buku Pengantar Kuliah Obstetri, sebab-sebab terjadinya solusio plasenta :
a. Sebab maternal : tidak diketahui sebabnya, trauma langsung abdomen, pengosongan uterus terlalu
cepat (pemecahan ketuban pada hidramnion, setelah persalinan anak pertama pada kehamilan ganda),
pada paritas dan usia maternal yang semakin tinggi, hipertensi maternal
b. Sebab janin : tali pusat pendek/lilitan tali pusat dengan aktivitas janin yang besar dapat menimbulkan
hematoma retroplasenter sirkulasi
c. Akibat tindakan obstetrik : terjadi setelah versi luar pada tali pusat pendek atau lilitan tali pusat,
kesalahan melakukan versi luar
Faktor resiko
a. Jumlah anak multi dan grande multipara
b. Keadaan sosial ekonomi : pendidikan, penerimaan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera
(NKKBS)
c. Kebiasaan wanita : merokok, kecanduan obat seperti kokain
d. Infeksi : korioamnionitis yang selanjutnya menimbulkan PROM dan dapat diikuti dengan solusio
plasenta. (Pengantar Kuliah Obstetri)

4. Klasifikasi
Menurut Prawirohardjo (2009; h. 508) dalam buku Ilmu Kebidanan, klasifikasi solusio plasenta :
a. Solusio plasenta ringan
Tidak atau sedikit sekali melahirkan gejala. Nyeri perut masih ringan, darah keluar masih sedikit,
TTV dan keadaan umum ibu ataupun janin masih baik, insperksi dan auskultasi tidak dijumpai
kelainan, palpasi sedikit terasa nyeri lokal, perut sedikit tegang tetapi bagian janin masih dapat
dikenal, dan kadar fibrinogen normal.
b. Solusio plasenta sedang
Tanda gejala sudah jelas seperti nyeri perut yang terus menerus, DJJ menunjukkan gawat janin,
perdarahan lebih banyak, kadar fibrinogen berkurang, kemungkinan kelainan pembekuan darah dan
gangguan fungsi ginjal sudah mulai ada.
c. Solusio plasenta berat
Perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan desertai perdarahan yang berwarna hitam,
palpasi bagian janin tidak mungkin dilakukan, fundus uteri lebih tinggi daripada seharusnya karena
penumpukan darah di dalam rahim, DJJ tidak terdengar, keadaan umum ibu buruk disertai syok, kadar
fibrinogen rendah, telah ada trombositopenia.
Menurut Manuaba(2005, h. 90) dalam buku Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi, pembagian
solusio plasenta:
a. Solusio plasenta ringan : tanpa rasa sakit, perdarahan <500 cc, plasenta yang terlepas <1/5 bagian,
fibrinogen di atas 250 mg%
b. Solusio plasenta sedang : bagian janin masih teraba, perdarahan 500-1000 cc, terjadi fetal distress,
plasenta lepas <1/3 bagian
c. Solusio plasenta berat : abdomen nyeri-palpasi janin sukar, janin telah meninggal, syok, plasenta lepas
>2/3 bagian, terjadi gangguan pembekuan darah
Menurut Manuaba (2007;h.494) dalam Pengantar Kuliah Obstetri, pembagian derajat solusio plasenta
Evaluasi klinik
Solusio plasenta
Ringan
Sedang
Berat
Nadi
Tak berubah
Meningkat
Meningkat
Tensi darah
Tak berubah
Menurun
Menurun sampai syok
Syok
Tak pernah
Kadang-kadang
Selalu syok
Hipofibrinogen
Normal
(400-450 Kadang-kadang (250- Selalu hipofibrinogen (<150
mg%)
300 mg%)
mg%)
Uterus
Normal
Sedikit tegang
Tegang-keras, sulit dipalpasi
Janin
Hidup
Dapat meninggal
Selalu meninggal
Perdarahan
<1000 cc
1500-2000 cc
>2500
cc.
Gangguan
pembekuan darah terjadi
5. Patofisiologi
Pada saat implantasi, terjadi migrasi atau eksparansi sel dan jaringan interstitial trofoblas untuk
menggantikan endotelium pembuluh darah dalam desidua sehingga aliran darah menuju retroplasenter
sirkulasi terjamin. Pada hipertensi dalam kehamilan, proses pada trimester kedua tidak terjadi, sehingga
kontraksi braxton hicks yang makin sering dapat menimbulkan iskemia pada utero-plasenta yang
selanjutnya menimbulkan mata rantai klinis dengan manifestasinya adalah preeklampsi/eklampsi, solusio
plasenta. (Manuaba, 2007; h. 492)
6. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus berlangsung sehingga
menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta,
gangguan pembekuan darah, gagal ginjal mendadak, uterus couvelaire, sindrom insufisiensi fungsi
plasenta, kematian janin, kelahiran prematur, kematian perinatal. (Prawirohardjo, 2009; h. 510)
Komplikasi menurut (Manuaba, h. 90) dalam buku Kepaniteraan Klinik Obstetri & Ginekologi :
perdarahan sulit dihentikan, atonia-couvelaire uteri, gangguan organ vital, mudah infeksi, fetal maternal
morbiditas/mrtalitas lebih tinggi

7. Diagnosis
Manuaba (2007; h. 493) dalam buku Pengantar Kuliah Obstetri, diagnosis solusi plasenta dapat
ditegakkan sebagai berikut :
a. Perdarahan pervaginam disertai rasa sakit
b. Pemeriksaan umum :
1) Bergantung pada derajat perdarahan retroplasenter yang terjadi ; derajat I-III
2) Oleh karena timbunan darah retroplasenter bertambah besar, manifestasi klinis yang tampak tidak
sesuai dengan jumlah darah yang keluar, dan tingkat gangguan kardiovaskuler yang terjadi lebih
berat daripada perdarahan yang tampak.
c. Pemeriksaan khusus obstetri :
1) Terjadi ketegangan dinding uterus, palpasi dapat dengan mudah sampai sangat sulit karena keras
seperti papan
2) Auskultasu denyut jantung janin bervariasi, dapat normal sampai terjadi kematian intrauteri
3) Pemeriksaan dalam : ketuban tegang, bagian terendah mungkin sudah masuk PAP
d. Pemeriksaan ultrasonografi
1) Dapat dijumpai timbunan darah retroplasenter dengan besarnya bervariasi
2) Air ketuban kesan keruh karena bercampur darah
3) Janin memberikan manifestasi bervariasi dari gawat janin ringan sampai kematian intrauteri
e. Pemeriksaan penunjang laboratorium
1) Harus dilakukan selengkapnya agar gambaran klinis parturien dapat disesuaikan dengan hasil
pemeriksaan
2) Pemeriksaan yang harus dilakukan : jumlah trombosit, jumlah fibrinogen darah, waktu pembekuan,
ureum darah dan kreatinin darah untuk memperkirakan kemungkinan gangguan fungsi ginjal.
3) Pemeriksaan urine : jumlah dalam setiap jam, gambaran sedimennya, dipasang kateter untuk
mengukur produksi urine.
8. Prognosis
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk bagi ibu ibu hamil dan janin dibandingkan plasenta
previa. Solusio plasenta ringan masih mempunyai prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena tidak ada
kematian dan morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang mempunyai prognosis yang lebih buruk
terutama terhadap janinnya karena mortalitas dan morbiditas perinatal yang tinggi disamping morbiditas
ibu yang lebih berat. (Prawirohardjo, 2009; h. 513)
9. Penatalaksanaan
Menurut Manuaba (2007; h. 493) dalam buku Pengantar Kuliah Obstetri, prinsip terapi solusio plasenta
a. Menghentikan perdarahan :
1) Istirahat total
2) Menghentikan perdarahan dengan tokolitik
3) Observasi ketat
b. Persiapan resusitasi maternal dan fetal intaruteri
c. Tindakan obstetri yang tepat
1) Solusio plasenta ringan/sedang
a) Persiapan operasi SC
b) Pasang infus-transfusi
2) Solusio plasenta berat-IUFD
a) Perbaikan KU-resusitasi : transfusi masif, fibrinogen
b) Pecahkan ketuban, induksi persalinan
d. Menghindari kemungkinan terjadi komplikasi
Menurut Prawirohardjo (2009; h. 512) dalam buku Ilmu Kebidanan penanganan solusio plasenta adalah :
a. Semua pasien solusio plasenta harus dirawat inap di rumah sakit berfasilitas lengkap
b. Pemeriksaan darah : kadar Hb, golda, gambaran pembekuan darah
c. Pemeriksaan USG : untuk membedakan dengan plasenta previa dan memastikan janin masih hidup
d. Jenis persalinan tergantung banyaknya perdarahan, tanda persalinan spontan, tanda gawat janin
1) Persalinan bedah sesar : janin masih hidup, cukup bulan, belum ada tanda persalinan pervaginam.
Lakukan resusitasi, transfusi darah dan kristaloid pada kasus perdarahan cukup banyak.

2) Persalinan pervaginam : kematian janin, terjadi koagulopati berat

Anda mungkin juga menyukai