Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN
Diabetes sudah dikenal sejak berabad-abad sebelum masehi. Pada 200 tahun
sebelum masehi, Aretaeus menyebutnya sebagai penyakit aneh dan menamai
penyaki tersebut dengan diabetes dari kata diabere yang berarti siphon atau
tabung untuk mengalirkan cairan dari satu tempat ketempat lain. Dia
menggambarkan penyakit itu sebagai melelehnya daging dan tungkai kedalam
urine. Tahun 1674 Willis melukiskan urin tadi seperti digelimangi madu dan gula.
Oleh karena itu, sejak itu nama penyakit tersebut ditambah dengan kata mellitus
yang berarti madu atau manis. Kemudian pada tahun 1921 ditemukan insulin oleh
seorang ahli bedah muda Frederick Grant Banting dan Charles Herbert Best yang
mulai mengubah dunia dalam penanganan penyakit diabetes mellitus.1
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecendrungan
peningkatan angka insiden dan prevalensi Diabetes Melitus Tipe-2 (DM tipe-2)
diberbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya kenaikan jumlah diabetisi
(penderita diabetes) yang cukup besar ditahun-tahun mendatang. Untuk Indonesia,
WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan hasil penelitian diberbagai daerah di
Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980 menunjukkan sebaran DM tipe-2
antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil
penelitian pada era 2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam.
Sebagai contoh penelitian di Jakarta dari prevalensi DM 1,7% pada tahun 1982
menjadi 5,7% pada tahun 1993, dan kemudian menjadi 12,8% pada tahun 2001 di
daerah suburban di Jakarta.2
Pasien diabetes mellitus (DM) memiliki kecendrungan tinggi untuk
mengalami ulkus di kaki yang sulit sembuh dan berisiko amputasi. Keadaan ini
memberi beban sosioekonomi baik bagi pasien dan masyarakat. Data
menunjukkan 15-25% dari pasien DM akan mengalami ulkus di kaki didalam
hidup mereka, sebanyak 14-24% memerlukan amputasi, pada pasien yang sudah
sembuh dari ulkus, angka kumulatif dalam 5 tahun dalam hal kekambuhan
mencapai 66% dan amputasi sebanyak 12%. Masalah tersebut sepenuhnya dapat

dicegah melalui perawatan yang baik dan edukasi. Hanya dengan deteksi dini,
pengawasan kaki yang ketat, pengobatan agresif, pendekatan multidisiplin,
edukasi tentang perawatan kaki dan penggunaan sepatu serta kontrol gula darah,
maka hal yang mengancam jiwa dan kaki itu bisa diatasi.3
Pengetahuan tentang perawatan kaki pada pasien diabetes disadari sangat
tidak memadai. Di Negara yang telah majupun hanya sedikit pasien yang
mendapatkan pengetahuan yang memadai dari dokter tentang kaki diabetes
(1,3%). Pengetahuan bahwa pada penderita kaki diabetes yang seharusnya
memakai sepatu khusus hanya 7%. Hanya sebanyak 30% yang melakukan
perawatan kaki secara teratur.4
Di Rumah Sakit Sanglah selama periode 1 bulan (Februari 2011), didapatkan
prevalensi penderita ulkus pada penderita diabetes sebanyak 3,4% dari seluruh
penderita (625 orang) yang dirawat maupun kontrol dipoliklinik diabetes. Gradasi
luka menurut Wagner, grade 2 sebanyak 2 orang (10%), grade 3 sebanyak 9 orang
(43%), dan grade 4 sebanyak 10 orang (47%), dengan hasil biakan kuman yang
didapatkan hampir semuanya resisten dengan obat yang sering dipakai karena
ditanggung

oleh

pemerintah

(Cefotaxim

dan

Ciprofloxacin),

sehingga

memerlukan biaya yang sangat tinggi dalam perawatannya.4


Keadaan ini perlu disikapi dengan baik karena angka kejadian kaki diabetes
25 kali lebih banyak dari kejadian nefropati terutama yang sampai menjalani
dialysis. Pasien yang memiliki riwayat luka pada kaki, memiliki risiko 34 kali
lebih tinggi dibanding dengan yang belum memiliki riwayat luka untuk
kemungkinan akan menderita ulkus yang baru.3
Pada pasien-pasien dengan umur tua (geriatri), tentunya penyakit diabetes
yang tanpa atau disertai dengan komplikasi ulkus pada kakinya akan
menyebabkan kondisi yang berbeda daripada pasien yang berumur lebih muda.
Kondisi imunitas yang mulai menurun, tingkat ketahanan menghadapi stress akan
kondisi diri seperti misalnya pengidap penyakit kronis, serta berbagai hal dari
sistem tubuh yang mulai mengalami kemunduran akan menimbulkan komplikasi
lain yang lebih berat baik secara fisik maupun psikis. Ditambah lagi bahwa
diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang diderita seumur hidup.
Berdasarkan hal tersebut, diperlukan program pencegahan untuk mencegah

terjadinya ulkus dengan perawatan kaki secara teratur mencakup terapi sepatu
yang sesuai dengan edukasi secara menyeluruh disamping kontrol penyakit
indukknya (diabetes) dengan baik.4,5
Pengetahuan dan pemahaman mengenai penyakit Diabetes sangat penting
dalam mengurangi angka morbiditas dan mortilitas akibat penyakit ini. Untuk itu
pemberian penyuluhan sebagai salah satu metode promosi kesehatan perlu untuk
dilakukan terutama kepada masyarakat yang telah memiliki faktor resiko memiliki
penyakit Diabetes, maupun diberikan kepada semua golongan masyarakat
sehingga akan terciptanya peningkatan kualitas kesehatan masyarakat utamanya
masyarakat yang terangkum dalam wilayah kerja Puskesmas Tejakula 1 Singaraja.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat
kekurangan insulin baik absolut (DM tipt-1) maupun relatif. Diabetes mellitus
merupakan penyakit kronis yang diderita seumur hidup. Penyakit ini
merupakan penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dimana terjadi
defek pada sel beta pankreas sebagai penghasil insulin atau defek pada
ambilan glukosa di jaringan perifer atau keduanya (DM tipe-2). Diabetes
adalah penyakit kronis, yang terjadi ketika pankreas tidak menghasilkan
insulin yang cukup, atau ketika tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan
insulin yang dihasilkan. Hal ini menyebabkan peningkatan konsentrasi
glukosa dalam darah (hiperglikemia).1,2,6,7
Diabetes Mellitus Diabetic Foot (DMDF) atau ulkus kaki diabetik
adalah kaki pada pasien dengan diabetes mellitus yang mengalami perubahan
patologis akibat inveksi, ulserasi atau destruksi jaringan yang dalam yang
berhubungan dengan abnormalitas neurologis, penyakit vaskular perifer
dengan derajat bervariasi, dan atau komplikasi metabolik dari diabetes pada
ekstrimitas bawah.7
2.2 Epidemologi
Kekerapan DM tipe-1 dinegara barat kurang lebih 10% dari DM tipe-2. Di
Negara tropis jauh lebih sedikit lagi. Gambaran klinisnya biasanya timbul
pada masa kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil balik. Sedangkan DM
tipe-2 adalah jenis yang paling banyak ditemukan yakni lebih dari 90%.
Timbul makin sering setelah umur 40 tahun. Berbagai faktor genetik,
lingkungan dan cara hidup berperan dalam perjalanan penyakit diabetes. Ada
kecendrungan penyakit ini timbul dalam keluarga. Diabetes yang terdiagnosis
paling umum terjadi di populasi umur setengah baya dan tua, dengan tingkat
tertinggi terjadi pada orang berusia 65 tahun dan usia lebih tua. Pada DM tipe1 umumnya terjadi pada usia dibawah 40 tahun sedangkan DM tipe-2
umumnya terjadi pada usia diatas 40 tahun.1,9
4

2.3 Patofisiologi
Seperti suatu mesin, badan memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan
mengganti sel yang rusak. Di samping itu badan juga memerlukan energi
supaya sel badan dapat berfungsi dengan baik. Energi pada mesin bersumber
pada bahan bakar yaitu bensin. Pada manusia, bahan bakar tersebut berasal
dari bahan makanan yang kita makan setiap hari, yang terdiri dari karbohidrat
(gula dan tepung-tepungan), protein (asam amino) dan lemak (asam lemak).1
Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke lambung dan
selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu makanan dipecah
menjadi bahan dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa,
protein menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga sat
makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk kedalam pembuluh
darah dan di edarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di
dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan
bakar, zat makanan tersebut harus dapat masuk dulu kedalam sel supaya dapat
diolah didalam proses metabolisme sel. Dalam proses tersebut insulin
memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa
kedalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
ini adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas.1
Pankreas adalah sebuah kelenjar yang letaknya dibelakang lambung.
Didalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta,
karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta yang
mengeluarkan hormone insulin yang sangat berperan dalam mengatur kadar
glukosa dalam darah. Tiap pancreas mengandung kurang lebih 100.000 pulau
langerhans dan tiap pulau berisi 100 sel beta. Disamping sel beta, ada juga sel
alfa yang memproduksi glucagon yang bekerja sebaliknya dari insulin yaitu
meningkatkan kadar glukosa darah. Juga ada sel delta yang mengeluarkan
somatostatin.1
Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai
anak kunci yang dapat membuka pintu masukknya glukosa kedalam sel, untuk
kemudian didalam sel glukosa tersebut dimetabolisme menjadi tenaga. Bila
insulin tidak ada, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat
gula darah meningkat. Dalam keadaan ini badan akan menjadi lemah karena
5

tidak ada sumber energi didalam sel. Hal ini terjadi pada diabetes tipe -1 (DM
tipe-1).1
Pada DM tipe-1, insulin tidak ada karena pada jenis ini timbul reaksi
autoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta insulitis. Ini
menyebabkan timbulnya antibody terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet
Cell Antibody). Reaksi antigen (sel beta) dengan antibody (ICA) yang
ditimbulkannya menyebabkan hancurnya sel beta. Insulinitis bisa disebabkan
oleh

bermacam-macam

diantaranya

virus,

seperti

virus

Cocksakie,

Rubella,CMV, Herpesi dan lain-lain. Yang diserang pada insulinitis hanya sel
beta, biasanya sel alfa dan sel delta tetap utuh.1
Pada diabetes tipe-2 (DM Tipe-2), jumlah insulin normal, malah
mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor yang terdapat pada permukaan
sel yang kurang. Reseptor yang kurang ini menyebabkan glukosa yang masuk
kedalam sel juga kurang atau sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan
bakar (glukosa) dan glukosa dalam pembuluh darah meningkat. Dengan
demikian keadaan ini sama dengan pada DM tipe-1. Perbedaanya adalah DM
tipe-2 disamping kadar glukosa yang tinggi, juga kadar insulin tinggi atau
normal. Keadaan ini disebut resistensi insulin.1
Penyebab resistensi insulin pada DM tipe-2 sebenarnya tidak begitu
jelas, tetapi faktor-faktor seperti obesitas terutama obesitas yang bersifat
sentral (bentuk apel), diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat, kurang gerak
badan serta faktor keturunan (herediter).1
Pada diabetes mellitus dapat berlanjut menjadi ulkus terutama pada
ekstremitas bawah yang dalam hal ini adalah kaki. Ada beberapa komponen
penyebab sebagai pencetus timbulnya ulkus diabetikum pada pasien diabetes,
dapat dibagi 2 faktor besar yaitu:
1. Faktor kausatif
a. Neuropati perifer (sensorik, motorik, autonom)
Merupakan faktor kausatif utama dan terpenting. Hiperglikemia
menyebabkan peningkatan kerja enzim aldose reductase dan sorbitol
dehydrogenase. Hasil kerja enzim tersebut mengkonversi glukosa
intraseluler menjadi sorbitol dan fruktosa. Akumulasi produk ini
menurunkan sintesis sel saraf myoinositol, yang diperlukan untuk
konduksi pada saraf normal. Selai itu, konversi kimia glukosa
menyebabkan penurunan cadangan nicotinamide adenine dinucleotide
6

phosphate, yang diperlukan untuk detoksifikasi terhadap stress


oksidatif dan untuk sintesis vasodilator nitric oxide. Hasilnya akan
terjadi peningkatan stress oksidatif dalam sel saraf dan terjadi
vasokonstriksi yang menyebabkan iskemia yang nantinya memicu
cidera sel saraf dan kematian.3,10
Neuropati sensorik biasanya derajatnya cukup dalam (>50%)
sebelum mengalami kehilangan sensasi proteksi yang berakibat pada
kerentanan terhadap trauma fisik dan termal sehingga meningkatkan
risiko ulkus kaki. Tidak hanya sensasi nyeri dan tekanan yang hilang,
tetapi juga propriosepsi yaitu sensasi posisi kaki juga hilang.
Neuropati

motorik

mempengaruhi

semua

otot-otot

di

kaki,

mengakibatkan penonjolan tulang-tulang abnormal, arsitektur normal


kaki berubah, deformitas yang khas seperti hammer toe dan hallux
rigidus. Sedangkan neuropati autonom atau autosimpatektomi,
ditandai dengan kulit yang kering, tidak berkeringat dan peningkatan
capillary filling sekunder akibat shunting arteriovenous kutan, hal ini
mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit. Semuanya menjadikan
kaki rentan terhadap trauma yang minimal.3
b. Tekanan plantar kaki yang tinggi.
Merupakan faktor kausatif kedua terpenting. Keadaan ini berkaitan
denga dua hal yaitu keterbatasan mobilitas sendi (ankle, subtalar, first
metatarsophalangeal joints) dan deformitas dari kaki. Pada suatu
penelitian mengatakan bahwa pasien denga neuropati perifer, 28%
dengan tekanan plantar yang tinggi, dalam 2,5 tahun kemudian timbul
ulkus dikaki dibanding dengan pasien tanpa tekanan plantar tinggi.3
c. Trauma
Terutama trauma yang berulang, 21% trauma akibat gesekan alas kaki,
11% karena cedera kaki (kebanyakan karena jatuh), 4% selulitis akibat
komplikasi tinea pedis, dan 4% karena kesalahan memotong kuku jari
kaki.3
2. Faktor kontributif
a. Aterosklerosis
Ateroskerosis karena penyakit vaskuler perifer terutama mengenai
pembuluh darah femoropoplitea dan pemburluh darah kecil dibawah

lutut, merupakan faktor kontributif terpenting. Risiko ulkus, dua kali


lebih tinggi pada pasien diabetes dibanding pasien non diabetes.3
Pada pasien DM proses timbulnya aterosklerosis lebih dini dan
lebih ekstensif dibanding populasi umum. Penyebabnya belum
diketahui secara pasti, walaupun demikian telah dipertimbangkan
peranan

dari

lipoprotein

glikasi

yang

nonenzimatik.

Lesi

aterosklerosis pada DM dimulai dengan oksidasi kol-esterol LDL yang


meningkat dengan kol-esterol HDL yang rendah. Sebagai akibat rasio
LDL per HDL yang meningkat cenderung terjadi aterosklerosis.
Faktor lain yang mempercepat aterosklerosis pada DM adalah
peningkatan agregasi trombosit akibat kenaikan sintesis tromboxan A2
dan menurunnya sintesis prostasiklin. Hiperglikemia sendiri secara
tidak langsung menyebabkan kenaikan sekresi endotelin-1 pada in
vitro sedang produksi nitritoksida menurun. Endotelin adalah
vasokonstriktor kuat dan mitogenik terhadap vascular otot polos,
sedang nitrikoksid merupakan vasodilator yang bersifat antimitogenik
dan menekan agregasi trombosit. Dengan demikian terjadinya PVP
didasari oleh gangguan sel endotel, interaksi antara trombosit, lipid
dan

metabolisme

lipoprotein.

Kenaikan

glukosa

darah

dan

meningkatnya kolesterol LDL dan kolesterol very-low density


lipoprotein (VLDL) dapat memberi efek pada endothelium vaskular.
Kerusakan sel endotel menyebabkan agregasi makrofag dan trombosit
yang menyebabkan pengeluaran growth faktor yang merangsang
proliferasi sel otot polos dan deposisi foam cells.10
Ditemukan 7 efek metabolik yang toksik untuk jaringan endotel
yaitu efek langsung, imunologi, reologi, sitokin, glikasi, oksidan dan
sorbitol. Selanjutnya terjadi agregasi dan adhesi trombosit yang
melibatkan terutama faktor von Willebrand dan dengan adanya
fibrinogen yang meningkat pada DM tidak terawat akan memudahkan
terjadinya

mikrotrombus.

Peranan

sindroma

metabolik

yang

dikemukakan oleh Reaven pada tahun 1988 yang merupakan faktor


risiko independen dalam terjadinya gangguan pembuluh darah besar

terutama tampak pada DM tipe-2 dimana juga ditemukan faktor


independen lainnya seperti hipertensi, dislipidemia, dan obesitas.10
Hiperinsulinemia secara langsung menyebabkan kenaikan
prevalensi hipertensi pada DM tipe-2 yang dapat berhubungan dengan
kenaikan rangsangan terhadap sistem saraf simpatis, meningkatkan
dan merangsang reabsorpsi natrium dari tubuli proksimal. Hipertensi
dijumpai 2 kali lebih sering pada DM dibanding dengan non-diabetes
dan merupakan faktor risiko utama untuk PVP. Sedang dislipidemia
juga dijumpai lebih sering pada DM tipe-2 dan semua faktor ini dapat
bersama-sama mempercepat aterosklerosis. Sekitar 80-90% lesi pada
kaki pada DM disertai oleh iskemia yang signifikan. Adanya iskemia
menyebabkan katabolisme terganggu, kadar serotonin (5 hidroksi
triptamin = 5HT) meningkat dan pembuluh darah serta trombosit
cenderung supersensitif terhadap serotonin yang akan memberi efek
biologik berupa konstriksi pada arteri dan vena, yang disebut sebagai
vasospasme komplit. Selain itu serotonin memudahkan trombosit di
sekitarnya untuk ikut dalam proses terbentuknya trombus. Hal ini
semua menyebabkan sumbatan pada arteri ekstremitas bawah yang
akan menyebabkan iskemia jaringan dan gampang mengalami
ulserasi.10
b. Diabetes
Diabetes menyebabkan gangguan penyembuhan luka secara intrinsik,
termasuk diantaranya gangguan collagen cross-linking, gangguan
fungsi matrik metalloproteinase, dan gangguan imunologi terutama
gangguan fungsi PMN. Disamping itu penderita diabetes memiliki
angka onikomikosis dan infeksi tinea yang lebih tinggi, sehingga kulit
mudah mengelupas dan mengalami infeksi.3

Bagan 1. Pathogenesis terjadinya ulkus pada kaki pasien diabetes.

Gambar 1. Faktor risiko ulkus kaki diabeteikum.


2.4 Diagnosis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada diabetisi. Kecurigaan adanya DM
perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti poliuria yaitu
banyak kencing, polifagia yaitu banyak makan, polidipsia yaitu banyak
minum, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

10

Keluhan lain dapat berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. Diagnosis DM
ditegakkan melalui 3 cara. Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka
pemeriksaan glukosa darah sewaktu lebih dari atau sama dengan 200 mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan tes toleransi
glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 gram glukosa lebih
sensitive dan spesifik disbanding dengan pemeriksaan gula darah puasa,
namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit dilakukan berulang-ulang
dan dalam praktik sangat jarang dilakukan. Ketiga, dengan pemeriksaan gula
darah puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta
murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis DM.2
Tabel 1. Kriteria diagnosis DM.2
1

Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
(Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terahir)
Atau
Gejala klasik DM
+
Kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dL (7,0 mmol/L)
(puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam)
Atau
Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO > 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
(TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke air)

Pada pasien DM dengan komplikasi ulkus pada kaki atau yang akan mengarah
terjadinya ulkus pada kaki akan mengeluh terjadi luka yang tidak kunjung
sembuh dengan pengobatan luka biasa. Luka yang awalnya kecil akan
bengkak dan meluas lama-kelamaan. Kaki yang akan mengalami ulkus akan
kehilangan kemampuan untuk merasakan sensasi baik sensasi nyeri ataupun
posisi. Luka tersebut akan berbau busuk dan membuat tidak nyaman penderita
dan orang lain disekitarnya. Arsitektur normal kaki berubah, deformitas yang
khas seperti hammer toe dan hallux rigidus. Kulit yang kering, tidak
berkeringat dan peningkatan capillary filling sekunder akibat shunting

11

arteriovenous kutan, hal ini mencetuskan timbulnya fisura, kerak kulit, kulit
mudah mengelupas dan mengalami infeksi. 3,9,10

Gambar 2. This 60-year-old female with diabetes and a history of plantar callus presented with
(A) ulceration sub 4th metatarsal head and (B) 4th left toe, and poor diabetic control. A severe
foot infection was apparent and (C) radiographs showed erosive disorganization of the 4th
MTP joint. The patient developed a foot infection secondary to the plantar callus that
progressed to osteomyelitis of the 4th toe and 4th metatarsal. (D) She was treated with
parenteral antibiotics and ray resection.9

Gambar 3. (A) This 65-year-old male presented with a severe limb-threatening infection with
deep necrosis of the forefoot. (B) He underwent incision and drainage with wound
debridement including tendons on the dorsum of the foot and hallux amputation. (C) This was
later converted to a transmetatarsal amputation with continuing dorsal wound care. (D) Good
granular response allowed for later placement of a split-thickness skin graft.9

12

Derajat luka pada kaki diabetes diklasifikasikan berdasarkan Wagner. Berikut


adalah tabel klasifikasi derajat luka Wagner:9

Tabel 2. Klasifikasi Wagner


Selain mengetahui derajat luka, pada penderita ulkus kaki diabetes perlu
dilakukan pemeriksaan berupa kultur dan sensitifitas kuman terhadap
abses pada luka tersebut untuk mengetahui jenis kuman atau bakteri yang
telah menginveksi. Sehingga pemberian terapi obat-obatan dapat dipilih
obat-obatan yang sesuai dengan kultur dan sensitivitasnya. Kultur dari
eksudat dan jaringan dalam dari ulkus dilakukan untuk membuktikan
adanya kuman penyebab inveksi. Tehnik pengambilan specimen adalah
permukaan luka dibersihkan dengan cairan normal saline dan kasa steril,
contoh eksudat diambil dengan mengoleskan cotoonswab steril pada
permukaan ulkus, sedangkan jaringan dalam diambil dengan pisau scapel.
Berikut adalah diagram distribusi agen pathogen pada hasil kultur abses
pada ulkus kaki diabetes.3,9

13

Gambar 4. Distribusi organisme pathogen pada hasil kultur ulkus kaki


diabetes.
2.5 Penatalaksanaan.
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup
diabetisi.
Tujuan penatalaksanaan diantaranya jangka pendek: hilangnya keluhan dan tanda
DM, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa
darah. Jangka panjang: tercegahnya dan terhambatnya progesivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan adalah
turunnya morbiditas dan mortalitas dini DM. Untuk mencapai tujuan tersebut
perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil
lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistic dengan mengajarkan perawatan
mandiri dan perubahan perilaku.2
a. Langkah-langkah penatalaksanaan DM
1. Evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan pertama melipiuti:
a. Riwayat Penyakit:

14

Gejala yang timbul, hasil pemeriksaan laboratorium terdahulu termasuk


A1C, hasil pemeriksaan khusus yang telah ada terkait DM

Poal makan, status nutrisi, riwayat perubahan berat badan

Riwayat tumbuh kembang pada pasien anak/dewasa muda

Pengobatan yang pernah diperoleh sebelumnya secara lengkap, termasuk


terapi gizi medis dan penyuluhan yang telah diperoleh tentang perawatan
DM secara mandiri, serta kepercayaan yang diikuti dalam bidang terapi
kesehatan

Pengobatan yang sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan,


perencanaan makan dan program latihan jasmani

Riwayat komplikasi akut (KAD, hiperosmolar hiperglikemi, hipoglikemi)

Riwayat infeksi sebelumnya, terutama infeksi kulit, gigi dan traktus


urogenitalis

Gejala dan riwayat pengobatan komplikasi kronis (komplikasi pada ginjal,


mata, saluran pencernaan, dll)

Pengobatan yang lain yang mungkin berpengaruh terhadap glukosa darah

Factor risisko: merokok, hipertensi, riwayat penyakit jantung koroner,


obesitas dan riwayat penyakit keluarga (termasuk penyakit DM dan
penyakit endokrin lainnya)

Riwayat penyakit dan pengobatan di luar DM

Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, status ekonomi

Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi dan kehamilan

b. Pemeriksaan Fisisk

Pengukuran tinggi dan berat badan

Pengukuran tekanan darah, termasuk tekanan darah ortostatik jika


diperlukan

Pemeriksaan funduskopi

Pemeriksaan rongga mulut dan kelenjar tiroid

Pemeriksaan jantung

15

Evaluasi nadi baik secara palpasi maupun menggunakan stetoskop

Pemeriksaan ekstemitas atas dan bawah termasuk jari)

Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan


insulin) dan pemeriksaan neurologis

Tanda-tanda penyakit lain yang dapat menimbulkan DM tipe lain

c. Evaluasi Laboratoris/Penunjang lain

Glukosa darah puasa dan 2 jam post prandial

A1C

Profil lipid pada keadaan puasa ( bkolesterol total, kolesterol HDL,


kolesterol LDL, trigliserida)

Kreatinin serum

Albuminuria

Keton, sedimen dan protein dalam urin

Elektrokardiogram

Foto sinar X dada

d. Tindakan Rujukan

Ke dokter ahli mata bila diperlikan pemeriksaan mata lebih lanjut

Konsultasi keluarga berencana untuk wanita usia produktif

Konsultasi terapi gizi medis sesuai indikasi

Konsultasi dengan educator diabetes

Konsultasi dengan spesialis kaki, spesialis perilaku, atau spesialis yang


lain sesuai indikasi

2. Evaluasi Medis Secara Berkala

Dialkukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesuadah


makan sesuai dengan kebutuhan

Pemeriksaan A1c dilakukan setiap 3 bulan

Setiap satu tahun dilakukan pemeriksaan:

16

Jasmani lengkap

Albuminuria mikro

Kreatinin

Albumin/globulin dan ALT

Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan rigliserida

EKG

Foto sinar X dada

Funduskopi

b. Pilar Penatalaksanaan DM.


Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO)
dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan
secara tunggal atau kombinasi, sesuai indikasi. Dalam keadaan dekompensasi
metabolic berat, misalnya ketoasidosis, stress berat, berat badan yang menurun
dengan cepat, ketonuria, insulin dapat diberikan segera. Pengetahuan tentang
pemantauan mandiri tentang tanda dan gejala hipoglikemi dan cara mengatasinya
harus diberikan kepada pasien sedangkan pemantauan kadar glukosa darah dapat
dialkuakn secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.
1. Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Keberhasilan pengeloalan diabetes mandiri
membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim
kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk
mencapai keberhasilan perubahan perilaku dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Edukasi yang diberikan
kepada pasien meliputi pemahaman tentang:

Perjalanan penyakit DM

Makna dan perlunay pengendalian dan pemantauan DM

17

Penyulit DM dan risikonya

Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan

Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik, dan obat hipoglikemik


oral atau insulin serta obat-obatan lain

Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)

Mengatasi sementara keadaan gawat daraurat seperti rasa sakit atau


hipoglikemia

Pentingnya latihan jasmani yang teratur

Masalh khusus yang dihadapi (misalnya hiperglikemia, pada kehamilan)

Pentingnya perawatan diri

Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan


Edukasi dapat diberikan secara individual dengan pendekatan berdasarkan
penyelesaian masalah. Seperti halnya dengan proses edukasi, perubahan
perilaku memerlukan perencanaan yang baik, implementasi, evaluasi dan
dokumentasi.

2. Terapi gizi medis


Terapi gizi medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes
secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain
dan pasien itu sendiri). Setiap diabetisi sebaiknya mendapat TGM sesuai
dengan kebutuhannya guna mencapai target terapi. Prinsip pengaturan
makan pada diabetisi hampir sama dengan anjuran makan untuk
masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing masing individu. Pada diabetisi perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis
dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin.
a. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

18

1. Karbohidrat
Karbohidrat dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi. Pembatrasan
karbohidrat total kurang dari 130 g/hari tidak dianjurkan. Makanan harus
mengandung lebih banyak karbohidrat terutama yang berserat tinggi.
Sukrosa tidak boleh lebih dari 10% total asupan energi. Sedikit gula dapat
dikonsumsi sebagai bagian dari perencanaan makan yang sehat dan
pemanis non nutrisi dapat digunakan sebagai pengganti jumlah besar gula
misalnya pada minuman ringan dan permen. Makan tiga kali sehari untuk
mendistribusikan asupan karbohidrat dalam sehari.
2. Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi. Lemak jenuh kurang
dari 7% kebutuhan kalori. Bahn makan yang perlu dibatasi adalah yang
banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain daging
berlemak dan susu penuh. Anjuran konsumsi kolesterol kurang dari 300
mg/hari.
3. Protein
Dibutuhkan sebesar 15-20% total asupan energi. Sumber protein yang baik
adalah iakn, seafood, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu
rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan tempe.
4. Garam
Asupan natrium tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 1 sendok teh
garam dapur.
5. Serat
Penyandang diabetes dianjurkan mengkonsumsi cukup serat dari kacangkacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat.

6. Pemanis.

19

Batasi penggunaan pemanis bergizi seperti gula alcohol dan fruktosa.


Dalam penggunaanya pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
b. Kebutuhan Kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
diabetisi diantaranya adalah dengan memperhitungkan berdasarkan
kebutuhan kalori basal yyang besarnya 25-30 kalori /kgBB ideal ditambah
dan dikurangi bergantung pada beberapa factor yaitu jenis kelamin, umur,
aktivitas, berat badan dan lain-lain.
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria. Kebutuhan
kalori wanita sebesar 25 kal/kgBB dan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.
Untuk pasien di atas 40 tahun kebutuhan kalori dikurangi 5% untuk
dekade 40-59 tahun, dikurangi 10% untuk usia 60-69 tahun dan dikurangi
20% diatas 70%.

Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai intensitas

aktivitas fisik. Penambahan sejumalah 10% dari kebutuhan basal diberikan


pada keadaan istirahat, 20% pada pasien dengan aktivitas ringan, 30%
dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan aktivitas sangat berat.
Berdasarkan berat badan, bila kegemukan dikurangi 20-30%, bila kurus
ditamabha 20-30%. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien sejauh
mungkin perubahan dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan
kebiasaan.
3. Latihan Jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit) , merupakan salah satu pilar
dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke
pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan
jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitifitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobic seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging,
dan berenang. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau

20

bermalas-malasan.

Kurangi

aktivitas

misalnya

menonton

menggunakan internet, atau main game komputer.

televise,

Persering aktivitas

misalnya jalan cepat, olah otot, ataupun bersepeda.


4. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan TGM dan latihan jasmani.
1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
a. Pemicu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
1. Sulfonilurea
Obat ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh
sel beta pancreas dan merupakan pilihan utama untuk pasien
dengan berat badan normal dan kurang, namun masih bisa
diberikan pada
menghindari

pasien dengan berat badan lebih. Untuk

hipoglikemia

berkepanjangan

tidak

dianjurkan

penggunaan sulfonylurea kerja panjang pada berbagai keadaan


seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta
penyakit kardiovaskular.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonylurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin
fase pertama. Obat ini di absorbs dengan cepat setelah pemberian
secara oral dan di ekskresi secara cepat melalui hati. Golongan ini
terdiri dari dua macam obat yaitu Repaglinid (derivate asam
benzoate) dan Nateglinid (derivate fenilalanin).
b. Penambah Sensitivitas Terhadap Insulin
Contoh obat ini adalah Tiazolidindion (Rosiglitazon dan Pioglitazon)
berikatan pada peroxisome proliferator activated receptor gamma
(PPAR ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan
jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan

21

glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien


dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat
edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien
yang menggunakan Tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal
hati secara berkala. Saat ini Tiazolidindion tidak digunakan sebagai
obat tunggal.
c. Penghambat Glukoneogenesis (Metformin)
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan glukosa
perifer. Metformin terutama dipakai pada diabetisi gemuk. Obati ini
dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal
(kreatinin serum >1,5) dan hati, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis,
syok, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping
mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat
atau sesudah makan.
d. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Acarbose tidak menimbulakna efek samping hipoglikemia.
Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dab
flatulen.
2. Insulin
a. Insulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

Ketoasidosis diabetic

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis hamper maksimal

22

Stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

Kehamilan dengan DM/Diabetes mellitus gestasional yang tidak


terkendali dengan TGM

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

b. Jenis dan Lama Kerja Insulin


Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 4 jenis yaitu:

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)

Insulin kerja pendek (short acting insulin)

Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)

Insulin kerja panjang (long acting insulin)

Insulin campuran tetap (premixed insulin)

Efek samping terapi insulin antara lain hipoglikemi, reaksi imun terhadap
insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
Tabel 3. Insulin yang Beredar di Indonesia.6
Macam insulin

Buatan

Efek Puncak

Lama Kerja

(jam)

(jam)

1-2

4-6

2-4

6-8

2-8

18-24

2-8

14-15

Cepat:

Humalog

Eli Lily (U-100)

Apidra

Aventis (U-100)

Aspart
Pendek:

Actrapid

Humulin-R
Menengah:

Insulatard Human

Monotard Human

Humulin_N

Novo (U-100)
Novo (U-40 danU-100)
Eli Lily (U-40 danU-100)
Novo (U-40 danU-100)
Novo (U-40 danU-100)
Eli Lily (U-100)

Campuran:

Mixtard 30/70

Novo (U-40 danU-100)

Humulin 30/70

Eli Lily (U-100)

23

Humalog Mix 25
Panjang:

Lantus

Eli Lily (U-100)


Aventis (U-100)

Tanpa puncak

24

Peakless insulin

3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan diet rendah untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa
darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila
diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO
sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat
dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran
kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga
OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin.
Pada pasien yang disertai dengan alas an klinik dimana insulin tidak
memungkinkan untuk dipakai, dipilih terapi dengan kombinasi tiga OHO.2
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan
adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja sedang/panjang)
yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan
terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang
baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja
menengah/panjang adalah 10 unit yang diberikan sekitar pukul 22.00,
kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa
darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara tersebut kadar glukosa
darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral
dihentikan dan diberi insulin saja.2
Setelah infeksi ulkus dinilai, selanjutnya adalah debridement
sebagai langkah yang vital dan esensial sebagai usaha wound bed
preparation. Ada 3 tujuan debridemen yaitu drainase pus dan
menghilangkan jaringan nekrotik, memperbaiki lingkungan luka untuk
merangsang penyembuhan luka, dan untuk menilai beratnya infeksi,
disamping dapat mengambil contoh jaringan dalam untuk kultur.
Debridement harus dikombinasi dengan atibiotika. Amputasi biasanya

24

dilakukan jika inveksi jaringan lunak yang luas atau kombinasi bersama
osteomielitis. Pasca operasi perlu dilakukan perawatan berupa perawatan

ulkus, balutTabel
diganti
sehari, perawatan
antibiotikakaki
sesuai
kultur, control edema
4. 2-3kali
Tabel produk
diabetes.
dan pemberian nutrisi adekuat. Pembalut oklusif atau semi oklusif telah
dikembangkan untuk merangsang reepiteliasi, mengurangi nyeri dan masa
penyembuhan, menyerap darah dan cairan tubuh serta tidak nyeri saat
25

pemasangan atu pelepasan. Pembalut tersebut contohnya adalah pembalut


hidroklorid, Alginat, Hidrogel, Foam, Hidrofiber, pembalut yang
mengandung kasa paraffin dan tidak lengket, serta pembalut yang dapat
merangsang angiogenesis dan bisa menurunkan infeksi yaitu pembalut
atau krim asam hyaluronat dan pembalut yang mengandung arang dan
silver.3
Selain perawatan luka, pada pasien perlu diberikan sepatu khusus
penderita diabetes untuk mencegah terjadinya perlukaan yang baru. Sepatu
tersebut dirancang khusus sesuai dengan bentuk kaki dan daerah pada kaki
yang mengalami penekanan. Daerah pada kaki yang mengalami penekanan
paling tinggi diberikan bantalan yang lembut guna menurunkan gesekan
yang berpotensi menyebabkan perlukaan baru. Berikut adalah gambar
contoh sepatu pasien diabetes.3

Gambar 5. Contoh sepatu pasien diabetes.

26

Untuk mengindari komplikasi lebih lanjut, perlu dilakukan perawatan pada kaki
pasien DM baik tanpa atau dengan ulkus. Berikut adalah panduan perawatan kaki
pasien diabetes.11
1. Perhatikan kaki setiap hari. Lihat apakah ada luka, bula, kemerahan,
bengkak atau masalah pada kuku. Gunakan kaca untuk melihat bagian
bawah kaki.segera kedokter bila menemukan masalah pada kaki.
2.

Cuci kaki pada air hangat kuku (bukan panas). Jaga kebersihan kaki
dengan cara mencucinya setiap hari. Tetpi hanya air hangat kuku yang
bisa digunakan.

3. Hati hati saat memandikan kaki. Cuci kaki menggunakan lap lembut
atau spons lembut. Segera keringkan agar tidak menjadi lembap.
4. Oleskan pelembap (jangan diantara jari kaki). Gunakan pelembap
untuk menjaga agar kaki tidak kering dan berkerak. Tetapi jangan
memberikan pelembap diantara jari kaki karena dapat menyebabkan
tumbuhnya jamur.
5. Hati-hati dalam memotong kuku kaki (arahkan potongan lurus).
Potong kuku jangan terlalu pendek sampai ke tepi, karena bagian tepi
kuku akakn tumbuh menusuk jari kaki bila dipotong terlalu pendek.
Potong kuku dengan arah lurus.
6. Jangan memotong kalus sendiri. Pemotongan atau pengikisan kalus
dilakukan oleh dokter atau ditempat perawatan kaki diabetes.
7. Gunakan kaos kaki yang bersih dan kering dengan cara menggantinya
setiap hari
8. Hindari kaos kaki yang tidak sesuai. Jangan menggunakan kaos kaki
dengan pengetat berhan karet, karena dapat mengurangi sirkulasi
darah.
9.

Gunakan kaos kaki saat tidur.

10. Bersihkan bagian dalam sepatu sebelum digunakan, karena kaki tidak
dapat merasakan ada benda didalam sepatu yang dapat melukai kaki.
11. Jaga kaki agar tetap hangat dan kering
12. Jangan berjalan tanpa alas kaki.
13. Control gula darah agar tetap dalam kondisi terkontrol

27

14. Hindari merokok, karena dapat menurunkan aliran darah kekaki.


15. Lakukan kontrol secara rutin kedokter untuk mengetahui apakah
terjadi masalah pada kaki.
4. Senam Kaki Diabetes12
4.1. Pengertian
Senam kaki adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien
diabetes melitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu
melancarkan peredaran darah bagian kaki.12
Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan
memperkuat otot-otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan
bentuk kaki. Selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot betis, otot
paha, dan juga mengatasi keterbatasan pergerakan sendi. 12
4.2. Tujuan
a. Memperbaiki sirkulasi darah
b. Memperkuat otot-otot kecil
c. Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki
d. Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha
e. Mengatasi keterbatasan gerak sendi
4.3. Indikasi dan Kontraindikasi
a. Indikasi
Senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita Diabetes
mellitus dengan tipe 1 maupun 2. Namun sebaiknya diberikan sejak
pasien didiagnosa menderita Diabetes Mellitus sebagai tindakan
pencegahan dini.
28

b. Kontraindikasi
1) Klien mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti dipsnu atau
nyeri dada.
2) Orang yang depresi, khawatir atau cemas.
4.4. Hal yang Harus Dikaji Sebelum Tindakan
a. Lihat Keadaan umum dan keadaran pasien
b. Cek tanda-tanda Vital sebelum melakukan tindakan
c. Cek Status Respiratori (adakan Dispnea atau nyeri dada)
d. Perhatikan indikasi dan kontraindiikasi dalam pemberian tindakan
senam kaki tersebut
e. Kaji status emosi pasien (suasanan hati/mood, motivasi)
4.5. Diagnosa Keperawatan yang Berkaitan dengan Tindakan
a. Resiko intoleran aktivitas b.d tirah baring, kelemahan
b. Resiko kerusakan integritas kulit b.d perubahan sirkulasi darah,
hambatan mobilitas fisik
4.6. Implementasi
a. Persiapan Alat : Kertas Koran 2 lembar, Kursi (jika tindakan
dilakukan dalam posisi duduk), hanskun.
b. Persiapan Klien : Kontrak Topik, waktu, tempat dan tujuan
dilaksanakan senam kaki
c. Persiapan lingkungan : Ciptakan lingkungan yang nyaman bagi
pasien, Jaga privacy pasien

29

d. Prosedur Pelaksanaan :
1) Perawat cuci tangan
2) Jika dilakukan dalam posisi duduk maka posisikan pasien duduk
tegak diatas bangku dengan kaki menyentuh lantai

3) Dengan Meletakkan tumit dilantai, jari-jari kedua belah kaki


diluruskan keatas lalu dibengkokkan kembali kebawah seperti
cakar ayam sebanyak 10 kali

30

4) Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak


kaki ke atas. Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai
dengan tumit kaki diangkatkan ke atas. Cara ini dilakukan
bersamaan pada kaki kiri dan kanan secara bergantian dan diulangi
sebanyak 10 kali.

5) Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas


dan buat gerakan memutar dengan pergerakkan pada pergelangan
kaki sebanyak 10 kali.

31

6) Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan


memutar dengan pergerakkan pada pergelangan kaki sebanyak 10
kali.

7) Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakan jari-jari


kedepan turunkan kembali secara bergantian kekiri dan ke kanan.
Ulangi sebanyak 10 kali.
8) Luruskan salah satu kaki diatas lantai kemudian angkat kaki
tersebut dan gerakkan ujung jari kaki kearah wajah lalu turunkan
kembali kelantai.
9) Angkat kedua kaki lalu luruskan. Ulangi langkah ke 8, namun
gunakan kedua kaki secara bersamaan. Ulangi sebanyak 10 kali.
10) Angkat kedua kaki dan luruskan,pertahankan posisi tersebut.
Gerakan pergelangan kaki kedepan dan kebelakang.
11) Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan
kaki , tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10
lakukan secara bergantian.

32

12) Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuk kertas itu menjadi seperti
bola dengan kedua belah kaki. Kemudian, buka bola itu menjadi
lembaran seperti semula menggunakan kedua belah kaki. Cara ini
dilakukan hanya sekali saja
-

Lalu robek koran menjadi 2 bagian, pisahkan kedua bagian


koran.

Sebagian koran di sobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan


kedua kaki

Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua


kaki lalu letakkan sobekkan kertas pada bagian kertas yang
utuh.

Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk bola

33

4.7. Hal yang Harus di Evaluasi Setelah Tindakan


a. Pasien dapat menyebutkan kembali pengertian senam kaki
b. Pasien dapat menyebutkan kembali 2 dari 4 tujuan senam kaki
c. Pasien dapat memperagakkan sendiri teknik-teknik senam kaki
secara mandiri
4.8. Dokumentasi Tindakan
a. Respon klien
b. Tindakan yang dilakukan klien sesuai atau tidak dengan prosedur
c. Kemampuan klien melakukan senam kaki

34

BAB III
METODE
3.1 SASARAN
Jumlah peserta penyuluhan sejumlah 23 orang yang terdiri dari para pasien
dengan diabetes melitus serta lansia yang memiliki riwayat penyakit obesitas
dan hipertensi.
3.2 STRATEGI
Pengajuan topik dilakukan dengan berdiskusi bersama dokter pembimbing
yaitu dr. Kadek Awi Darma Putra. Pembagian topik dilakukan kepada masingmasing dokter internship dengan mempertimbangkan jenis penyakit yang
paling banyak terdaftar pada remaja di Puskesmas Tejakula 1, salah satunya
adalah penyakit diabetes melitus. Setelah dilakukan pembagian topik, maka
dipersiapkanlah materi untuk penyuluhan/KIE pada pasien penderita diabetes
serta lansia yang memiliki resiko tinggi untuk menderita penyakit diabetes
mellitus. Media penyuluhan berupa slide dan video yang berisi tentang
informasi umum mengenai diabetes melitus, faktor risiko, komplikasi serta
ditekankan tentang penatalaksanaan serta pencegahan khususnya mengenai
senam kaki diabetes agar lebih membuka wawasan mereka. Penyuluhan
dilakukan bertempat di ruang pertemuan Puskesmas Tejakula 1, dimana
dokter internsip memberikan penyuluhan menggunakan slide power point
serta video mengenai senam kaki diabetes. Penyuluhan diawali dengan senam
lansia bersama, dilanjutkan ceramah mengenai diabetes mellitus. Setelah
ceramah usai, peserta diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan
dan diskusi dimulai. Mengakhiri diskusi peserta, fasilitator dan dokter
internsip melakukan senam kaki diabetes bersama-sama. Acara diakhiri
dengan pembagian buah dan minuman kepada seluruh peserta serta dilakukan
pemeriksaan kesehatan gratis meliputi, wawancara kesehatan untuk
mengetahui keluhan dan konseling, pemeriksaan tanda vital serta pengecekan
gula darah, serta pemeriksaan fisik dan pemberian obat-obatan sesuai
indikasi.
3.3 METODE

35

Penyuluhan dilakukan dengan cara Konsultasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)


pada pasien yang sudah menderita Diabetes Melitus tipe 2 serta paserta yang
memiliki faktor risiko terkena penyakit diabetes.
3.4 MEDIA PENYULUHAN
Media yang digunakan adalah slide presentasi yang berisi materi penyuluhan
berupa pengetahuan tentang definisi penyakit, tanda dan gejala, faktor risiko,
komplikasi, dan informasi tentang pencegahan penyakit diabetes mellitus
serta presentasi mengenai senam kaki diabetes. Pada penyuluhan ditekankan
tentang faktor resiko, penatalaksanaan diabetes serta pencegahan penyakit
diabetes.
3.5 TEMPAT DAN WAKTU PELAKSANAAN
Hari/Tanggal : 5 Juni 2015
Pukul
: 09.00-12.00 WITA
Tempat
: Ruang Pertemuan Puskesmas Tejakula 1

36

BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1 Simpulan
- Peserta penyuluhan sangat antusias ketika dipaparkan tentang penyakit
diabetes melitus dan aktif bertanya yang menandakan rasa sangat ingin
tahu mereka terhadap penyakit ini maupun cara mengatasi dan
mencegahnya.
- Beberapa dari peserta yang menderita diabetes sudah mengerti mengenai
penanganan penyakit ini dan sudah menjalani pengobatan rutin dengan
baik
- Sebagian besar peserta antusias mengikuti senam kaki diabetes dan
berkomitmen untuk melakukannya rutin di rumah masing-masing.
4.2 Saran
- Diperlukan peran aktif keluarga, masyarakat, dan lembaga kesehatan
lainnya untuk turut serta dalam mencegah perburukan kondisi maupun
komplikasi diabetes mellitus, sehingga semua pasien maupun masyarakat
yang memiliki faktor resiko menderita penyakit ini dapat meningkatkan
kualitas kesehatan diri masing-masing menuju masyarakat Indonesia yang
sejahtera.

37

LAPORAN PENYULUHAN
Nama Peserta

dr. Putu Aditya Saputra, S. Ked

Tanda Tangan

Nama

dr. Kadek Awi Darma Putra

Tanda Tangan

Pendamping
Nama Wahana

Puskesmas Tejakula 1, Kecamatan Tejakula, Kabupaten

Tema Penyuluhan
Tujuan

Buleleng
Diabetes Melitus tipe 2
Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat Kecamatan

Penyuluhan
Hari/Tanggal

Tejakula khususnya para lansia mengenai Diabetes Melitus.


5 Juni 2015

Waktu
Tempat

09.00-12.00 WITA
Ruang Pertemuan Puskesmas Tejakula 1, Kecamatan

Jumlah Peserta

Tejakula, Kabupaten Buleleng.


23 orang

38

Anda mungkin juga menyukai