a. Aluvium
Merupakan endapan aluvium pantai, sungai dan danau. Endapan pantai
litologinya terdiri dari lempung, lanau dan pasir dan campuran
diantaranya mencapai ketebalan 50 m atau lebih. Endapan sungai dan
danau terdiri dari kerikil, kerakal, pasir dan lanau dengan tebal 1 - 3 m.
Bongkah tersusun andesit, batu lempung dan sedikit batu pasir.
b. Batuan Gunung Api Gajah Mungkur
c. Batuan Gunung Api Kaligesik
d. Formasi Jongkong
Breksi andesit hornblende augit dan aliran lava, sebelumnya disebut
batuan gunungapi Ungaran Lama. Breksi andesit berwarna coklat
kehitaman, komponen berukuran 1 - 50 cm, menyudut - membundar
tanggung dengan masa dasar tufaan, posositas sedang, kompak dan
keras. Aliran lava berwarna abu-abu tua, berbutir halus, setempat
memperlihatkan struktur vesikuler (berongga).
e. Formasi Damar
Batuannya terdiri dari batu pasir tufaan, konglomerat, dan breksi
volkanik. Batu pasir tufaan berwarna kuning kecoklatan berbutir halus
- kasar, komposisi terdiri dari mineral mafik, felspar, dan kuarsa
dengan masa dasar tufaan, porositas sedang, keras. Konglomerat
berwarna kuning kecoklatan hingga kehitaman, komponen terdiri dari
andesit, basalt, batuapung, berukuran 0,5 - 5 cm, membundar tanggung
hingga membundar baik, agak rapuh. Breksi volkanik mungkin
diendapkan sebagai lahar, berwarna abu-abu kehitaman, komponen
terdiri dari andesit dan basalt, berukuran 1 - 20 cm, menyudut membundar tanggung, agak keras
f. Formasi Kaligetas
Batuannya terdiri dari breksi dan lahar dengan sisipan lava dan tuf
halus sampai kasar, setempat di bagian bawahnya ditemukan batu
lempung mengandung moluska dan batu pasir tufaan. Breksi dan lahar
berwarna coklat kehitaman, dengan komponen berupa andesit, basalt,
batuapung dengan masa dasar tufa, komponen umumnya menyudut menyudut tanggung, porositas sedang hingga tinggi, breksi bersifat
keras dan kompak, sedangkan lahar agak rapuh. Lava berwarna hitam
kelabu, keras dan kompak. Tufa berwarna kuning keputihan, halus kasar, porositas tinggi, getas. Batu lempung, berwarna hijau, porositas
rendah, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam
keadaan basah. Batu pasir tufaan, coklat kekuningan, halus - sedang,
porositas sedang, agak keras.
g. Formasi Kalibeng
Batuannya terdiri dari napal, batupasir tufaan dan batu gamping. Napal
berwarna abu-abu kehijauan hingga kehitaman, komposisi terdiri dari
mineral lempung dan semen karbonat, porositas rendah hingga kedap
air, agak keras dalam keadaan kering dan mudah hancur dalam
keadaan basah. Pada napal ini setempat mengandung karbon (bahan
organik). Batupasir tufaan kuning kehitaman, halus - kasar, porositas
sedang, agak keras, Batu gamping merupakan lensa dalam napal,
berwarna putih kelabu, keras dan kompak.
h. Formasi Kerek
Perselingan batu lempung, napal, batu pasir tufaan, konglomerat,
breksi volkanik dan batu gamping. Batu lempung kelabu muda - tua,
gampingan, sebagian bersisipan dengan batu lanau atau batu pasir,
mengandung fosil foram, moluska dan koral-koral koloni. Lapisan tipis
konglomerat terdapat dalam batu lempung di K. Kripik dan di dalam
batupasir. Batu gamping umumnya berlapis, kristallin dan pasiran,
mempunyai ketebalan total lebih dari 400 m.
C. Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat di daerah Semarang umumnya
berupa sesar yang terdiri dari sesar normal, sesar geser dan sesar naik.
Sesar normal relatif berarah barat - timur sebagian agak cembung ke arah
utara, sesar geser berarah utara selatan hingga barat laut - tenggara,
sedangkan sesar normal relatif berarah barat - timur. Sesar-sesar tersebut
umumnya terjadi pada batuan Formasi Kerek, Formasi Kalibening dan
Formasi Damar yang berumur kuarter dan tersier. Geseran-geseran intensif
sering terlihat pada batuan napal dan batu lempung, yang terlihat jelas
pada Formasi Kalibiuk di daerah Manyaran dan Tinjomoyo. Struktur sesar
ini merupakan salah satu penyebab daerah tersebut mempunyai jalur
lemah, sehingga daerahnya mudah tererosi dan terjadi gerakan tanah.
D. Sesar Gunung Ungaran
Menurut informasi yang saya dapat, terbentuknya sungai
Kaligarang juga dikarenakan oleh erupsi Gunung Ungaran, oleh sebab itu,
saya akan memaparkan sesar yang terdapat di Gunung Ungaran :
Data penarikan jalur sesar didasarkan pada analisa selama survey
di lapangan, penafsiran citra land-sat, serta data peneliti terdahulu.
Kendala utama didalam mendapatkan data-data sesar adalah sebagian
besar lahan tertutupi bangunan serta endapan aluvial.
Pada daerah telitian yang dikontrol oleh beragam batuan terdapat
cukup banyak sesar, yang semuanya memotong satuan batuan berumur
Tersier maupun Kuarter. Dari pengamatan, teridentifikasi adanya tujuh
buah sesar turun, satu sesar naik dan tiga sesar mendatar. Sesar-sesar
tersebut yaitu Sesar Naik Banyumanik, Sesar Mendatar Kali Garang, Sesar
Turun Kreo, Sesar-sesar Turun Ungaran Tua dan Sesar-sesar Turun
Ungaran Muda.
Sesar Mendatar Kali Garang
Sesar ini memiliki arah relatif utara-selatan (N 05E-N 185E),
yaitu melintas sepanjang Kali Garang. Sesar ini melintas dari utara mulai
dari daerah Gajahmungkur sampai Gunung Swakul di bagian selatan.
Kenampakan morfologi pada peta berupa kelurusan gawir sesar maupun
data-data di lapangan seperti zona hancur, shear fractures dan gash
fractures, pembalikan kedudukan perlapisan batuan dan drag
fold menunjukkan pergeseran litologi, dapat ditarik kelurusan bahwa
struktur yang berkembang adalah sesar mendatar. Beberapa peneliti
terdahulu menyebut Sesar Kali Garang sebagai Sesar Semarang, yang
menerus hingga ke lepas pantai Laut Jawa.
Sesar Turun Kreo
Merupakan satu-satunya sesar turun yang mempunyai tren seperti
sesar mendatar, yang hamper memotong struktur utama sumbu
lipatan. Pada bagian selatan berarah timurlaut-baratdaya, ke arah utara
menjadi utara-selatan. Data yang menunjukkan adanya Sesar Kreo adalah
berupa gawir sesar, bidang sesar yang disertai kekar-kekar. Kedudukan
bidang sesar : N 234 E/77, arah umum shear : N 250E/52, arahumum
gash : N 044E/31, dengan hasil analisa : Rake : 68, Plunge : 67,
Bearing : N 238 E
E. Sesar Kaligarang
Zona sesar Kaligarang sudah terbentuk pada tektonik sebelum PlioPlistosen dengan pergerakan sesar geser mengiri. Hal ini berdasarkan
analisis sesar di Bangkong, Pucung, dan Pakintelan. Arah tegasan yang
membentuk sesar tersebut adalah SSE-NNW.
Pada Tersier sumbu lipatan di tiga lokasi tersebut dapat diketahui
arah tegasan utama adalah relatif SE-NW. Sebelum terbentuk zona lipatan,
terdapat rekahan sebelumnya (pre-existing fracture). Rekahan sebelumnya
ini terbentuk pada awal Tersier, yang membentuk sesar geser mengiri.
Kemudian pada Plio-Plistosen, zona sesar Kaligarang mengalami
reaktifasi menjadi sesar geser menganan dan juga mengalami pergerakan
ke arah dip berupa sesar naik. Hal ini berdasarkan analisis sesar di
Selorejo, Patemon, dan Sumurrejo. Sesar naik terdapat di Pakintelan dan
Tinjomoyo pada batuan Formasi Kerek dan Kalibeng yang dikelilingi batuan
lebih muda. Hal ini menunjukan adanya daerah restraining.
Model strain elipsoid menurut Moody dan Hill, 1956 dalam Sapii, B.
dan Harsolumakso, A.H. (2008) dan kombinasi sesar geser model T. Dooley,
tidak dipublikasikan dalam Davison, I. (1994) fase tektonik bergerak secara
clockwise dengan arah stress N158E pada Tersier berubah menjadi N185E
pada Plio-Plistosen. Hal ini menyebabkan reaktifasi sesar Kaligarang.
Kaligarang yang bermata air di gunung Ungaran alur sungainya
memanjang kea rah utara hingga mencapai pengandan, bertemu dengan
aliran Kali Kreo dan Kali Kripik. Kaligarang sebagai sungai utama yang
mengalir membelah lembah-lembah Gunung Ungaran mengikuti alur yang
berbelok-belok dengan aliran yang cukup deras.
Keunggulan :
Jurnal ini bisa dan mampu memberikan suatu informasi mengenai sesar
yang terdapat di Sungai Kaligarang, dan juga memberikan suatu informasi baru
mengenai hal tersebut yang didukung oleh gambar-gambar real, sehingga
pembaca dapat memahami dengan mudah dan informasi tersebut dapat dipercaya.
Pembahasannya pun ringkas serta bahasa yang digunakan penulis mudah
dimengerti sehingga tidak membuat pembaca bosan.
Kekurangan :
Jurnal ini memang sudah memberikan informasi yang baik tentang
reaktivitas sesar yang terdapat di Sungai Kaligarang Semarang, tetapi jurnal ini
belum menjelaskan secara detail tentang istilah-istilah yang terdapat di jurnal
tersebut seperti alluvium, formasi damar, formasi kerek, formasi kalibeng, dan
terlebih tentang pemabahasan yang mendalam mengenai sesar kaligarang tersebut,
sehingga pembaca menjadi bingung dan harus mencari tahu sendiri tentang hal
tersebut.
Saran :
Jurnal ini akan lebih menarik jika dijelaskan secara detail tentang semua
formasi-formasi dan istilah yng terdapat pada pembahasan jurnal tersebut. Serta
jika ada penjelasan tentang asal usul sesar di daerah tersebut dan sudah berapa kali
terjadi sesar yang ada di sungai Kaigarang