Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Distrofi otot progresif ditandai dengan keleahan progresif dan degeneratif
(kemunduran) otot-otot rangka dalam mengendalikan gerakan tubuh. Beberapa
bentuk distrofi otot dapat terlihat pada masa bayi atau anak-anak, sedangkan
sebagian lainnya dapat muncul pada usia pertengahan. Penyakit ini lebih sering
ditemukan pada laki-laki daripada perempuan karena penyakit ini mempengaruhi
kromosom X.1
Beberapa jenis distrofi otot hanya terkena pada lelaki; yang lain terkena
pada lelaki dan wanita. Meskipun merupakan penyakit genetik tetapi penyakit ini
tidak menular. Penyakit ini tergantung pada berat tidaknya otot yang melemah,
dimana otot-otot yang terkena, tingkat gejalanya, dan cara penyakit ini
meningkat.2
Beberapa penderita masih dapat menikmati waktu hidup normal dengan
gejala ringan yang berlangsung sangat lambat, sementara yang lain mengalami
kelemahan otot yang cepat dan parah, meninggal di usia remaja sampai awal umur
20-an.1 Oleh karena itu, studi lebih lanjut mengenai distrofi otot diperlukan.

1.2. Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk memahami aspek teori
distrofi otot serta mengintegrasikannya dengan aplikasi kasus di lapangan.
Penyusunan laporan kasus ini sekaligus memenuhi persyaratan kegiatan Program
Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

1.3. Manfaat

Makalah ini diharap dapat mengembangkan kemampuan penulis maupun


pembaca khususnya dari peserta P3D untuk mengintegrasikan teori yang ada
dengan aplikasi kasus meningitis yang ditemui di lapangan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Distrofi otot progresif adalah sekumpulan gangguan otot progresif nonradang yang diturunkan secara herediter tanpa kelainan saraf pusat atau perifer.
Penyakit ini mempengaruhi degenerasi serabut-serabut otot tanpa bukti kelainan
morfologis. Ahli biologi molekuler menerangkan dasar genetic dari distrofi otot:
defek pada kode genetik untuk distrofin, protein otot rangka 427-kd (Dp427).
Defek

ini

menghasilkan

berbagai

manifestasi

seperti

kelemahan

dan

pseudohipertrofi.2
2.2. Klasifikasi
Ada sembilan jenis utama dari distrofi otot yaitu1:
1. Becker muscular dystrophy (BMD)
Merupakan gangguan yang diturunkan secara x-link resesif yang
dikarakteristikkan dengan kelemahan otot tungkai dan panggul secara
progresif dan perlahan. BMD termasuk kelompok distrofi otot yang terkait
dengan produksi distrofin yang kurang pada sel otot, mengakibatkan
instabilitas pada membran sel otot.
2. Congenital muscular dystrophy (CMD)
Merupakan distrofi otot yang terjadi sejak lahir (kongenital). CMD
termasuk salah satu penyakit autosomal resesif dari kelemahan otot dan
deformitas sendi, terjadi sejak lahir dan berkembang dengan lambat.
3. Distal muscular dystrophy (DMD)
Merupakan sekelompok gangguan yang umumnya terjadi di lengan atau
tungkai. Banyak jenis melibatkan disferlin.
4. Duchenne muscular dystrophy (DMD)

Merupakan bentuk distrofi otot yang diturunkan secara x-link resesif,


mempengaruhi anak laki-laki, dengan gejala kelemahan dan kematian
premature dari otot. Kelainan ini disebabkan oleh mutasi pada gen
distrofin pada kromoson X manusia.
5. Emery-Dreifuss muscular dystrophy (EDMD)
Merupakan distrofi otot yang mempengaruhi otot rangka dan otot jantung.
6. Facioscapulohumeral muscular dystrophy (FSH)
Dikenal sebagai penyakit Dejerine-Landuozy, jenis distrofi otot yang
diturunkan secara autosomal dominan.

Awalnya

mempengaruhi otot wajah (facio), skapula

penyakit

ini

(scapulo) dan lengan atas

(humeral).
7. Limb-girdle muscular dystrophy (LGMD)
Merupakan jenis distrofi otot yang sangat

jarang.

Penyakit

ini

dikarakteristikkan dengan pengecilan otot secara progresif dominannya


pada otot pinggul dan bahu.
8. Myotonic dystrophy
Merupakan penyakit multisistem yang diturunkan, berkembang lambat dan
kronis. Dikarakteristikkan dengan distrofi otot, katarak, kelainan konduksi
jantung, gangguan endokrin, dan myotonia.
9. Oculopharingeal muscular dystrophy:
Merupakan penyakit genetik yang dikarakteristikkan dengan kelemahan
otot yang muncul pada saat dewasa, paling sering setelah umur 40 tahun.
Gejala yang pertama muncul pada orang-orang dengan kelainan ini adalah
kelopak mata jatuh (ptosis), diikuti dengan kesulitan menelan (disfagia).
2.3. Etiologi
Defek pada gen dan distrofin memiliki peran yang sangat penting dalam
menyebabkan distrofi otot. Pada penyakit distrofi otot yang terkait x-link, seperti
distrofi Duchene dan Becker, kelainan terletak pada kromosom X lengan pendek.3
Distrofin terdistribusi tidak hanya pada otot rangka saja, tetapi juga pada
otot polos, otot jantung, dan juga pada otak. Jumlah yang besar tersebut

mengakibatkan kesalahan dalam sintesa protein dapat terjadi pada berbagai


tempat.4
2.4. Patofisiologi
Beberapa protein terlibat dalam interaksi yang kompleks dari membran
otot dan lingkungan ekstraselular. Untuk stabilitas sarcolemma, distrofin dan
dystrophine-associated glicoprotein (DAG) merupakan elemen yang penting.5
Kurangnya distrofin menyebabkan ketidakstabilan seluler, dengan
kebocoran progresif komponen intraseluler. Unit sel otot secara bertahap mati,
dan makrofag mulai bekerja. Meskipun kerusakan pada distrofi otot tidak
dilaporkan dimediasi oleh imunologi, HLA ditemukan pada membran otot yang
mengalami distrofi; keadaan ini menyebabkan otot-otot ini lebih rentan terhadap
serangan yang dimediasi oleh sel T.6
Seiring waktu, otot-otot mati digantikan oleh infiltrate fibrofatty, yang
secara klinis muncul sebagai pseudohipertrofi otot. Kurang berfungsinya unit otot
menyebabkan kelemahan dan akhirnya terjadi kontraktur.6
2.5. Gejala Klinis
Secara umum, gejala yang sering timbul pada jenis distrofi otot, antara
lain:3
1. Kelumpuhan secara progresif, mengakibatkan fiksasi (kontraktur) otot
disekitar sendi dan hilangnya mobilitas.
2. Kelemahan otot.
3. Kurangnya koordinasi.
Gejala utama dari penyakit adalah kelemahan otot dan pengecilan otot.
Biasanya terlebih dahulu bagian bawah tubuh yang terpengaruh misalnya panggul
dan otot betis, lalu kemudian kelemahan otot lengan, leher, dan daerah-daerah
lain. Gejala biasanya muncul sebelum usia enam tahun. Gejala distrofi otot
termasuk kesulitan bangun dari posisi duduk atau berbaring, sering jatuh, dan
pembesaran otot betis.3
Adapun gejala yang lain adalah kurangnya ketahanan tubuh, sulit berdiri
tanpa dibantu, cara berjalan yang aneh (menjinjit atau mencoba berlari), mudah
lelah, peningkatan lordosis dari lumbar (postur tubuh yang tidak lurus), dan tidak
4

mampu menaiki tangga. Seiring berjalannya waktu, jaringan otot akan diganti
dengan jaringan lemak dan jaringan fibrosis. Pada usia 12 tahun, umumnya anak
akan membutuhkan alat bantu untuk berjalan dan terkadang membutuhkan kursi
roda. Dalam beberapa bentuk distrofi otot, pasien dapat juga memiliki masalah
pernapasan serta masalah jantung.4
Tanda Gower adalah pemeriksaan fisik khas dari distrofi otot dan hasil dari
kelemahan pada otot-otot pinggul proksimal anak. Untuk bangun dari duduk atau
posisi terlentang, pertama anak harus menjadi bertumpu pada siku dan lutut.
Berikutnya, lutut dan siku diperpanjang untuk menaikkan tubuh. Kemudian,
tangan dan kaki secara bertahap dibawa bersama-sama untuk memindahkan pusat
gravitasi tubuh di atas kaki. Pada titik ini, anak mungkin melepaskan satu tangan
pada satu waktu dan bertumpu di lutut ketika ia berusaha mendapatkan posisi
tegak. Meskipun tanda Gower adalah pemeriksaan fisik klasik untuk menemukan
DMD, jenis distrofi otot lain juga dapat menyebabkan tanda ini.4
2.6. Diagnosis
Penentuan creatinin phospokinase (CPK) adalah tes yang paling spesifik
untuk distrofi otot. Peningkatan kadar CPK adalah indikasi dari penyakit otot.
Karena konsentrasi CPK tidak signifikan dalam sel darah merah, kadar CPK tidak
terpengaruh oleh hemolisis. CPK tidak terpengaruh oleh gangguan fungsi hati,
seperti enzim-enzim lain (misalnya, transaminase, aldolase, dehidrogenase laktat).
Tingkat CPK yang tinggi merupakan kebocoran enzim dari sel-sel otot saja.
Temuan dari 3 hasil yang tinggi yang diperoleh 1 bulan secara terpisah adalah
diagnostik untuk distrofi otot.
Tingkat enzim yang mungkin meningkat tetapi dapat diubah oleh disfungsi
hati meliputi tingkat transaminase, tingkat dehidrogenase laktat, dan tingkat
Aldolase.
Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan USG, ECG, dan pulmonary
function test. Biopsi otot adalah tes definitif untuk mendiagnosa dan
mengkonfirmasikan penyakit otot. Perubahan histologis tergantung pada tahap
penyakit dan otot yang dipilih. Tempat optimal untuk biopsi adalah otot vastus

lateralis melalui lateral paha sayatan kecil. Temuan EMG sama dengan semua
proses miopati dan tidak secara khusus mengidentifikasi kelainan.7
2.7. Penatalaksanaan
Tidak ada obat untuk semua jenis distrofi otot. Perlakuan diberikan untuk
memperlambat perkembangan penyakit. Hal ini dirancang untuk mengurangi atau
mencegah kelainan bentuk pada tulang belakang dan sendi. Berbagai pilihan
pengobatan termasuk obat-obatan seperti mexiletine, baclofen, karbamazepin dan
anti-inflamasi kortikosteroid untuk mengelola kelemahan otot, kejang dan
kekakuan dan meningkatkan kekuatan otot, terapi fisik, alat bantu dan
pembedahan.8
1. Obat-obatan
Untuk meringankan gejala dan memperlambat perkembangan distrofi otot,
obat-obatan dapat diresepkan dalam beberapa kasus, antara lain:
a. Kerusakan otot
Perkembangan distrofi ototmungkin dapat tertunda dan kekuatan otot
dapat ditingkatkan oleh obat antiinflamasi kortikosteroid prednison. Untuk
menunda beberapa kerusakan pada sel-sel otot, obat-obatan imunosupresif
azatioprin dan siklosporin kadang-kadang juga diresepkan.
b. Kejang otot, kekauan dan kelemahan (myotonia)
Baclofen, carbamazepine, mexiteline, dantrolene, dan fenitoin termasuk
dalam obat yang dapat digunakan untuk membantu meringankan myotonia terkait
dengan distrofi otot.
2. Alat bantu
Memperlambat perkembangan kontraktur, braces dapat membantu
menjaga otot dan tendon dapat meregang dan fleksibel, serta memberikan
dukungan untuk otot-otot kaki dan tangan yang melemah. Mobilitas dan
kemandirian dapat dipertahankan dengan penggunaan perangkat lain, seperti
tongkat dan kursi roda. Namun, dengan menggunakan ventilator mungkin menjadi
perlu jika otot pernafasan juga menjadi lemah.

3. Terapi fisik
Fiksasi (kontraktur) dapat berkembang pada sendi sebagai keparahan dari
distrofi otot dan otot-otot yang melemah. Sendi pinggul, lutut, siku, kaki dan
tangan yang dapat dipengaruhi oleh kontraktur menjadi tidak nyaman.
Melakukan latihan fisik secara teratur untuk menjaga persendian tetap
sefleksibel mungkin, mengurangi atau menunda kelengkungan tulang belakang,
dan menunda perkembangan kontraktur adalah tujuan dari terapi fisik. Pasien
dapat mempertahankan jangkauan gerak pada sendi dengan menggunakan air
panas (hidroterapi).
4. Bedah
Sebuah operasi pelepasan tendon dapat dilakukan untuk melepaskan
kontraktur yang dapat memposisikan sendi dengan cara yang menyakitkan.
Tendon Achilles di bagian belakang kaki, serta tendon dari pinggul, dan lutut
dapat lebih fleksibel dengan operasi. Untuk memperbaiki kelengkungan tulang
belakang, pembedahan mungkin juga diperlukan.
5. Terapi lainnya
Sangat penting untuk melakukan vaksinasi pneumonia dan untuk tetap
melakukan tindakan pencegahan agar tidak terkena influenza, karena infeksi
saluran pernafasan dapat menjadi masalah dalam tahap selanjutnya dari distrofi
otot.
2.8. Pencegahan
Saat ini tidak ada cara untuk mencegah distrofi otot jika seseorang
memiliki turunan gen yang mengatur gangguan ini selain gizi yang baik untuk
kesehatan umumnya. Tes genetik akurat sekarang sudah tersedia untuk
mengindentifikasi gen yang menyebabkan distrofi otot. Hal ini dapat berguna
untuk perencanaan keluarga bagi mereka yang memiliki riwayat keluarga dengan
distrofi otot.8

2.9. Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi distrofi otot biasanya termasuk ketergantungan kursi dini pada
pasien yang mengalami luka ringan muskuloskeletal (misalnya keseleo
pergelangan

kaki)

dan

mereka

yang

tidak

bisa

berjalan.

Imobilisasi

berkepanjangan memperburuk kelemahan klinis yang disebabkan oleh distrofi


otot dan akhirnya menghasilkan status tidak-berdaya pasien.9
Meskipun sudah ada kemajuan modern pada terapi gen dan biologi
molekuler, distorfi otot tetap tidak dapat disembuhkan. Dengan perawatan dan
perhatian yang tepat, pasien dapat memiliki kualitas hidup yang lebih baik
daripada mereka yang sebaliknya, namun sebagian besar masih meninggal pada
saat mereka berusia 30 tahun, biasanya sebagai akibat dari kegagalan organ
jantung-paru.9

BAB 3
KESIMPULAN

Distrofi otot progresif adalah sekumpulan gangguan otot progresif nonradang yang diturunkan secara herediter tanpa kelainan saraf pusat atau

perifer.
Ada sembilan jenis utama dari distrofi otot yaitu becker muscular
dystrophy, congenital muscular dystrophy, distal muscular dystrophy,
Duchene muscular dystrophy, emery-dreifuss muscular dystrophy,
facioscapulohumeral muscular dystrophy, limb-girdle muscular dystrophy,

myotonic dystrophy, dan oculopharyngeal muscular dystrophy.


Secara umum, gejala yang sering timbul pada jenis distrofi otot, antara lain
kelumpuhan secara progresif, mengakibatkan fiksasi (kontraktur) otot

disekitar sendi dan hilangnya mobilitas, kelemahan otot dan kurangnya

koordinasi.
Biopsi otot adalah tes definitif untuk mendiagnosa dan

mengkonfirmasikan penyakit otot.


Tidak ada obat untuk semua jenis distrofi otot.
Sebagian besar kasus masih meninggal pada saat mereka berusia 30 tahun,
biasanya sebagai akibat dari kegagalan organ jantung-paru.

DAFTAR PUSTAKA
1. Meryon E. On granular and fatty degeneration of the voluntary muscles.
Medico-Chirurgical Trans. 1852. 35:73-4
2. Yanagisawa A, Bouchet C, Quijano-Roy S, Vuillaumier-Barrot S, Clarke N,
Odent S, et al. POMT2 intragenic deletions and splicing abnormalities
causing congenital muscular dystrophy with mental retardation. Eur J Med
Genet. 2008 Dec 27.
3. Gonzlez-Herrera L, Gamas-Trujillo PA, Garca-Escalante MG, Castillo-Zapata
I, Pinto-Escalante D. [Identifying deletions in the dystrophin gene and
detecting carriers in families with Duchenne's/Becker's muscular
dystrophy]. Rev Neurol. 2009 Jan 16-31. 48(2):66-70.
4. Dickey RP, Ziter FA, Smith RA. Emery-Dreifuss muscular dystrophy. J
Pediatr. 1984 Apr. 104(4):555-9.

5. Waite A, Tinsley CL, Locke M, Blake DJ. The neurobiology of the dystrophinassociated glycoprotein complex. Ann Med. 2009 Jan 26. 1-16.

6. Banks GB, Chamberlain JS, Froehner SC. Truncated dystrophins can influence
neuromuscular synapse structure. Mol Cell Neurosci. 2009 Jan 8.

7. Emery AE. Duchenne's muscular dystrophy. In: Oxford Monographs on


Medical Genetics Series #24. 2nd ed. Oxford, United Kingdom: Oxford
University Press;. 1993.

8. Drachman DB, Toyka KV, Myer E. Prednisone in Duchenne muscular


dystrophy. Lancet. 1974 Dec 14. 2(7894):1409-12.
9. Pane M, Lombardo ME, Alfieri P, D'Amico A, Bianco F, Vasco G, et al.
Attention Deficit Hyperactivity Disorder and Cognitive Function in
Duchenne Muscular Dystrophy: Phenotype-Genotype Correlation. J
Pediatr. 2012 May 4.

10

Anda mungkin juga menyukai