Anda di halaman 1dari 29

EPISODE DEPRESIF

BAB I
PENDAHULUAN
Depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami seseorang
tidak kunjung reda, atau dapat pula berkorelasi dengan kejadian
dramatis yang baru terjadi atau menimpa seseorang. Depresi
adalah masalah yang bisa dialami oleh siapapun di dunia ini.
Banyak orang yang enggan mengaku mengalami depresi
karena khawatir dianggap sakit jiwa. Padahal, depresi sebagai
gangguan

mental

yang

paling

banyak

menimbulkan

beban

disabilitas, meningkatkan morbiditas, mortalitas & risiko bunuh-diri,


serta bisa berdampak menurunkan kualitas hidup pasien dan
seluruh keluarganya. Berdasarkan studi Badan Kesehatan Dunia
(World Health Organization/WHO), gangguan mental menempati
urutan keempat penyebab disabilitas pada 2000.
Setiap tahap perubahan dalam perjalanan hidup manusia
senantiasa mendatangkan perasaan tegang atau stres dalam jiwa
manusia. Isi perasaan tegang itu tidak saja rasa gembira karena
mendapatkan suatu keadaan atau benda yang sejak lama telah
diidamkan, baik yang menggembirakan atau sebaliknya. Perasaan
tegang juga timbul karena kecewa mengalami situasi yang sama
sekali tak diduga dan tak diharapkan terjadi dalam hidupnya.
Perasaan

gembira

dan

sedih

tertekan

(depresif)

merupakan

ketegangan jiwa yang sama dampaknya menjadikan jiwa manusia


bergolak gelombang tidak tenteram seperti sebelumnya satu
sampai tiga bulan menurut para ahli. Secara perlahan pergolakan
gelombang rasa suka dan duka itu bergulir mulai gelombang kecil
sederhana sampai membesar kemudian melandai dan akhirnya
mendatar kembali mencapai ketenangan.

EPISODE DEPRESIF

BAB II
PEMBAHASAN
A.

DEFENISI
Depresi adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood

sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni


gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif
mayor dan gangguan depresif unipolar serta bipolar.
Jika gangguan depresif berjalan dalam waktu yang panjang
(distimia) maka orang tersebut dikesankan sebagai pemurung,
pemalas, menarik diri dari pergaulan, karena ia kehilangan minat
hampir disemua aspek kehidupannya.
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia
yang

berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala

penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu


makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus
asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri.
B.

ANGKA KEJADIAN
Gangguan depresi, paling sering terjadi, dengan prevalensi

seumur hidup sekitar 15 persen. Perempuan dapat mencapai 25%.


Sekitar 10% perawatan primer dan 15% dirawat di rumah sakit.
Pada anak sekolah didapatkan prevalensi sekitar 2%. Pada usia
remaja didapatkan prevalensi 5% dari komunitas memiliki gangguan
depresif berat.
1. Jenis Kelamin
Perempuan 2x lipat lebih besar dibanding laki-laki.
Diduga adanya perbedaan hormon, pengaruh melahirkan,
perbedaan stresor psikososial antara laki-laki dan perempuan,
dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidakberdayaan.

EPISODE DEPRESIF
Pada pengamatan yang hampir universal, terdapat
prevalensi gangguan depresif yang dua kali lebih besar ada
wanita dibandingkan dengan laki-laki. Pada penelitian lain
disebutkan bahwa wanita 2 hingga 3 kali lebih rentan terkena
depresi

dibandingkan

laki-laki.

Walaupun

alasan

adanya

perbedaan tersebut tidak diketahui, alasan untuk perbedaan


tersebut

didalilkan

sebagai

keterlibatan

dari

perbedaan

hormonal, efek kelahiran, perbedaan stressor psikososial dan


model perilaku keputusasaan yang dipelajari.
Pada penelitian yang dilakukan NIMH (2002) ditemukan
bahwa prevalensi yang tinggi pada wanita dibandingkan pria
kemungkinan

dikarenakan

adanya

ketidakseimbangan

regulasi hormon yang langsung mempengaruhi substansi otak


yang mengatur emosi dan mood contohnya dapat dilihat pada
situasi PMS (Pre Menstrual Syndrome). Untuk wanita yang
telah menikah, depresi dapat diperparah dengan masalah
keluarga dan pekerjaan, merawat anak dan orangtua lanjut
usia, kekerasan dalam rumah tangga dan kemiskinan.
2. Usia
Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% onset
diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi dapat timbul
pada masa anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan
gangguan depresi diusia kurang dari 20 tahun. Mungkin
berhubungan dengan meningkatnya pengguna alkohol dan
penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut.
Pada umumnya, rata-rata usia onset untuk gangguan
depresif adalah kira-kira 40 tahun, dimana 50% dari semua
pasien mempunyai onset antara usia 20 dan 50 tahun.
Gangguan depresif

juga memiliki onset selama masa anak-

anak atau pada lanjut usia. Beberapa data epidemiologis


menyatakan bahwa insidensi gangguan depresif mungkin
meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari 20

EPISODE DEPRESIF
tahun). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Akhtar (2007)
didapatkan bahwa tingkat prevalensi tertinggi terjadi pada
kelompok usia 20-24 tahun (14,3%) dan yang terendah pada
kelompok usia >75 tahun (4,3%), sementara data yang
didapatkan dari NIMH (2002) menyebutkan bahwa tingkat
depresi terbanyak ditemukan pada kelompok usia >18 tahun
(10%).
3. Status Perkawinan
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai
hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka yang
bercerai atau berpisah. Wanita yang tidak menikah memiliki
kecenderungan

lebih

rendah

untuk

menderita

depresi

dibandingkan dengan wanita yang menikah namun hal ini


berbanding terbalik untuk laki-laki.
Pada umumnya, gangguan depresif terjadi paling sering
pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang
erat, pasangan yang bercerai atau berpisah. Penelitian yang
dilakukan

oleh

Akhtar

(2007)

memperlihatkan

bahwa

prevalensi tertinggi dari depresi didapatkan pada pasangan


yang bercerai atau berpisah.

4. Faktor Sosioekonomi dan Budaya


Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi
dan gangguan depresi. Depresi lebih sering terjadi di daerah
pedesaan dibanding daerah perkotaan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National
Academy on An Aging Society (2000 Pada penelitian
Akhtar (2007) ditemukan tingkat depresi terendah pada
kelompok pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)
sebesar (9,1%) dan sebaliknya tingkat depresi yang
tertinggi ditemukan pada responden dengan kelompok
4

EPISODE DEPRESIF
pendidikan yang lebih tinggi sebesar (13,4%). Walaupun
hasil ini dapat menjadi indikasi adanya perbedaan
tingkat depresi pada tingkat pendidikan, namun hal
tersebut tidak memiliki korelasi positif dengan terjadinya
gangguan depresif.
C.

EPIDEMIOLOGI
Gejala

depresi

memang

sering

tidak

terasa

dan

tidak

diketahui. Bahkan, lebih dari 30 persen kasus depresi di tempat


praktik dokter tidak terdeteksi. Karena, gejala utama depresi seperti
perasaan depresif (murung, sedih), hilangnya minat/gairah, dan rasa
lemas pernah terjadi pada siapa pun.
Depresi merupakan gangguan mental yang paling banyak
menimbulkan
mortalitas,

beban

dan

risiko

distabilitas,

meningkatkan

bunuh

Berdasarkan

diri.

morbiditas,
studi

Badan

Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO), gangguan


mental menempati urutan keempat penyebab disabilitas pada tahun
2000.
Diperkirakan, 121 juta manusia di muka bumi ini menderita
depresi. Ironisnya, mereka yang menderita depresi berada dalam
usia produktif, yakni cenderung terjadi pada usia kurang dari 45
tahun. Tidak mengherankan, bila diperkirakan 60 persen dari
seluruh kejadian bunuh diri terkait dengan depresi (termasuk
skizofrenia). Depresi juga berdampak pada penurunan kualitas hidup
pasien dan seluruh keluarganya.
D.

ETIOLOGI
Etiologi depresi terdiri dari:
1. Faktor Genetik
Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi
mayor dan gangguan bipolar terkait erat dengan hubungan
saudara;

juga

pada

anak

kembar,

suatu

bukti

adanya

kerentanan biologik, pada genetik keluarga tersebut.

EPISODE DEPRESIF
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu
faktor penting di dalam perkembangan gangguan mood
adalah genetika. Tetapi, pola penurunan genetika adalah jelas
melalui mekanisme yang kompleks. Bukan saja tidak mungkin
untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non
genetik kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam
perkembangan gangguan mood pada sekurangnya beberapa
orang. Penelitian keluarga menemukan bahwa sanak saudara
derajat pertama dari penderita gangguan depresif berat
berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih besar daripada sanak
saudara derajat pertama.
2. Faktor Biokmia
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai
kelainan di dalam metabolit amin biogenik yang mencakup
neurotransmitter

norepinefrin,

serotonin

dan

dopamine

(Gambar 1). Dalam penelitian lain juga disebutkan bahwa


selain faktor neurotransmitter yang telah disebutkan di atas,
ada

beberapa

timbulnya

penyebab

depresi

lain

yaitu

yang

dapat

neurotransmitter

mencetuskan
asam

amino

khususnya GABA (Gamma-Aminobutyric Acid) dan peptida


neuroaktif, regulasi neurendokrin dan neuroanatomis.
Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat
disebabkan terutama oleh adanya kelainan pada sumbu
adrenal, tiroid dan hormon pertumbuhan. Selain itu kelainan
lain yang telah digambarkan pada pasien dengan gangguan
mood

adalah

penurunan

penurunan

pelepasan

sekresi

nocturnal

melantonin,

prolaktin

terhadap

pemberian

tryptophan, penurunan kadar dasar FSH (Follicle Stimullating


Hormon) dan LH (Luteinizing Hormon), dan penurunan kadar
testosteron pada laki-laki.

EPISODE DEPRESIF

Gambar 1. Mekanisme terjadinya depresi dengan etiologi


neurotransmitter
Ada dua hipotesis terjadinya depresi secara biokimia, yaitu:
a. Hipotesis Katekolamin
Beberapa penyakit depresi berhubungan dengan
defisiensi katekolamin pada reseptor otak. Reserpin
yang menekan amina otak diketahui kadang-kadang
menimbulkan depresi lambat.
Disamping
itu,
MHPG

(Metabolit

primer

noradrenalin otak) menurun dalam urin pasien depresi


sewaktu

mereka

mengalami

episode

depresi

dan

meningkat di saat mereka gembira.


b. Hipotesis Indolamin
Hipotesis indolamin membuat pernyataan serupa
untuk 5-hidroxitriptamin (5 HT). metabolit utamnya
asam 5-hidroksi indolasetat (5HIAA) menurun dalam LCS
pasien depresi, dan 5 HIAA rendah pada otak pasien
yang bunuh diri. L-Triptofan, yang mempunyai efek
antidepresi meningkatkan 5HT otak.
3. Faktor Hormon

EPISODE DEPRESIF
Kelainan

depresi

mayor

dihubungkan

dengan

hipersekresi kortisol dan kegagalan menekan sekresi kortisol


sesudah pemberian dexametason. Pasien depresi resisten
terhadap penekanan dexametason dan hasil abnormal ini
didapatkan pada sekitar 50% pasien, terutama pada pasien
dengan depresi bipolar, waham dan ada riwayat penyakit ini
dalam keluarga.
Wanita dua kali lebih sering dihubungkan dengan
pruerperium atau menopause. Bunuh diri dan saat masuk
rumah sakit biasanya sebelum menstruasi. Selama penyakit
afektif

berlangsung

menggambarkan

sering

bahwa

timbul

amenore.

Hal

ini

gangguan

endokrin

mungkin

merupakan faktor penting dalam menentukan etiologi.


4. Faktor Kepribadian Premorbid
Personalitas siklotimik menjadi sasaran gangguan afek
ringan selama hidupnya, keadaan ini tidak berhubungan
dengan penyebab eksterna. Kepribadian depresi ditunjukkan
dengan perilaku murung, pesimis dan kurang bersemangat.
Personalitas hipomania berperilaku lebih riang, energetik dan
lebih ramah dari rata-rata.
Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa
melihat dirinya dan dunia luar dengan penilaian pesimistik.
Jika mereka mengalami stres besar, mereka cenderung akan
mengalami depresi. Para psikolog menyatakan bahwa mereka
yang mengalami gangguan depresif mempunyai riwayat
pembelajaran depresi dalam pertumbuhan perkembangan
dirinya. Mereka belajar seperti model yang mereka tiru dalam
keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka respon
mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan
depresif. Orang belajar dengan proses adaptif dan maladaptif
ketika menghadapi stres kehidupan dalam kehidupannya di
keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan kerjanya. Faktor
lingkungan

mempengaruhi

perkembangan

psikologik

dan

EPISODE DEPRESIF
usaha seseorang mengatasi masalah. Faktor pembelajaran
sosial juga menerangkan kepada kita mengapa masalah
psikologik kejadiannya lebih sering muncul pada anggota
keluarga dari generasi ke generasi. Jika anak dibesarkan
dalam

suasana

pesimistik,

dimana

dorongan

untuk

keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka anak itu akan


tumbuh dan berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap
gangguan depresif.
5. Faktor Lingkungan
Enam bulan sebelum depresi, pasien depresi mengalami
lebih banyak peristiwa dalam hidupnya. Mereka merasa
kejadian ini tidak memuaskan dan mereka keluar dari
lingkungan social. 80% serangan pertama depresi didahului
oleh stress, tetapi angka ini akan jatuh menjadi hanya 50%
pada serangan berikutnya. Pasien depresi diketahui juga lebih
sering pada anak yang kehilangan orang tua di masa kanakkanak dibandingkan dengan populasi lainnya.
Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang
yang dicintai, pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan
relasi, harta, sakit terminal, sakit kronis dan krisis dalam
keluarga merupakan pemicu episode gangguan depresif.
Seringkali kombinasi faktor biologik, psikologik dan lingkungan
merupakan campuran yang membuat gangguan depresif
muncul.
Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi
adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress
lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood
daripada episode selanjutnya. Satu teori yang diajukan untuk
menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa stress yang
menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologi
otak yang bertahan lama. Perubahan yang bertahan lama
tersebut dapat meyebabkan perubahan keadaan fungsional
berbagai

neurotransmitter

dan

sistem

pemberi

sinyal

EPISODE DEPRESIF
intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan tersebut akan
menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi
untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan
E.

tanpa adanya stresor external.


KLASIFIKASI
F32. Episode Depresif
Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang
tercantum di bawah ini: ringan, sedang dan berat, individu
biasanya menderita suasana perasaan (mood) yang depresif,
kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energy
yang

menuju

meningkatnya

keadaan

mudah

lelah

dan

berkurangnya aktivitas. Biasanya ada rasa lelah yang nyata


sesudah kerja sedikit saja. Gejala lazim lainnya adalah :
a.
Konsentrasi dan perhatian berkurang
b.
Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c.
Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak
berguna

(bahkan

sekalipun)
Pandangan

d.

pada

masa

episode

depan

yang

tipe

ringan

suram

dan

pesimistis
e.
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau
bunuh diri
Tidur terganggu
Nafsu makan berkurang

f.
g.

Suasana perasaan (mood) yang menurun itu berubah


sedikit dari hari ke hari, dan sering kali tak terpengaruh oleh
keadaan sekitarnya, namun dapat memperlihatkan variasi
diurnal yang khas seiring berlalunya waktu. Sebagaimana
pada episode manik, gambaran klinisnya juga menunjukkan
variasi individual yang mencolok, dan gambaran tak khas
adalah lumrah, terutama di masa remaja. Pada beberapa
kasus, anxietas, kegelisahan dan agitasi motorik mungkin
pada

waktu-waktu

depresinya,
mungkin

dan

juga

tertentu

perubahan

terselubung

lebih
suasana

oleh

cirri

menonjol

daripada

perasaan

(mood)

tambahan

seperti

iritabilitas, minum alkohol berlebih, perilaku histrionik, dan

10

EPISODE DEPRESIF
eksaserbasi

gejala

fobik

atau

obsesif

yang

sudah

ada

sebelumnya, atau oleh preokupasi hipokondrik. Untuk episode


depresif dari ketiga-tiganya tingkat keparahan, biasanya
diperlukan

masa

sekurang-kurangnya

minggu

untuk

penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat


dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.
Beberapa di antara gejala tersebut di atas mungkin
mencolok dan memperkembangkan cirri khas yang dipandang
secara luas mempunyai makna klinis khusus. Contoh paling
khas

dari

gejala

somatik

ialah

kehilangan

minat

atau

kesenangan pada kegiatan yang biasanya dapat dinikmati,


tiadanya reaksi emosional terhadap lingkungan atau peristiwa
yang biasanya menyenangkan, bangun pagi lebih awal 2 jam
atau lebih daripada biasanya, depresi yang lebih parah pada
pagi hari, bukti objektif dari retardasi atau agitasi psikomotor
yang nyata (disebutkan atau dilaporkan oleh orang lain),
kehilangan nafsu makan secara mencolok, penurunan berat
badan (sering ditentukan sebagai 5% atau lebih dari berat
badan bulan terakhir), kehilangan libido secara mencolok.
Biasanya, sindrom somatik ini hanya dianggapp ada apabila
sekitar empat dari gejala itu pasti dijumpai.
F32.0 Episode depresif ringan
Suasana perasaan mood yang depresif, kehilangan
minat dan kesenangan, dan mudah menjadi lelah biasanya
dipandang sebagai gejala depresi yang paling khas; sekurangkurangnya dua dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua
gejala lazim di atas harus ada untuk menegakkan diagnosis
pasti. Tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya.
Lamanya

seluruh

episode

berlansung

kurangnya sekitar 2 minggu.


Individu yang mengalami

episode

ialah

sekurang-

depresif

ringan

biasanya resah tentang gejalanya dan agak sukar baginya

11

EPISODE DEPRESIF
untuk meneruskan pekerjaan biasa dan kegiatan social,
namun mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi sama sekali.
F32.1 Episode depresif sedang
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala yang
paling khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan,
ditambah sekurang-kurangnya tiga (dan sebaiknya empat)
gejala

lainnya.

menyolok,

Beberapa

namun

ini

gejala

tidak

mungkin

esensial

tampil

apabila

amat
secara

keseluruhan ada cukup banyak variasi gejalanya. Lamanya


seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu.
Individu dengan episode depresif taraf; sedang biasanya
menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.
F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
Pada episode depresif berat, penderita biasanya
menunjukkan ketegangan atau kegelisahan yang amat nyata,
kecuali

apabila

retardasi

merupakan

ciri

terkemuka.

Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak berguna


mungkin mencolok, dan bunuh diri merupakan bahaya nyata
terutama pada beberapa kasus berat. Anggapan di sini ialah
bahwa sindrom somatik hampir selalu ada pada episode
dpresif berat.
Semua tiga gejala khas yang ditentukan untuk episode
depresif ringan dan sedang harus ada, ditambah sekurangkurangnya empat gejala lainnya, dan beberapa diantaranya
harus berintensitas berat. Namun, apabila gejala penting
(misalnya agitasi atau retardasi) menyolok, maka pasien
mungkin tidak mau atau tidak mampu utnuk melaporkan
banyak

gejalanya

secara

terinci.

Dalam

hal

demikian,

penentuan menyeluruh dalam subkategori episode berat


masih

dapat

dibenarkan.

Episode

depresif

biasanya

seharusnya berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan


tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka

12

EPISODE DEPRESIF
mungkin dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam
waktu kurang dari 2 minggu.
Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkin
penderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas.
Kategori ini hendaknya digunakan hanya untuk episode
depresif berat tunggal tanpa gejala psikotik; untuk episode
selanjutnya, harus digunakan subkategori dari gangguan
depresif berulang.
F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut
F32.2 terssebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor
depresif. Wahamnya biasanya melibatkan ide tentang dosa,
kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien
dapat merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi
auditorik

atau

olfaktorik

biasanya

berupa

suara

yang

menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging


membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju
pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat
ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan suasana
perasaan (mood).
Diagnosis banding. Stupor depresif perlu dibedakan dari
skizofrenia katatonik, stupor disosiatif, dan bentuk stupor
organik lainnya. Kategori ini hendaknya hanya digunakan
untuk episode depresif berat tunggal dengan gejala psikotik;
untuk

episode

selanjutnya

harus

digunakan

subkategori

gangguan depresif berulang.


F32.8 Episode depresif lainnya
Episode yang termasuk di sini adalah yang tidak sesuai
dengan gambaran yang diberikan untuk episode deprresif
pada F32.0-F32.3, meskipun kesan diagnostik menyeluruh
menunjukkan sifatnya sebagai depresi. Contohnya termasuk
campuran gejala depresif (khususnya jenis somatik) yang

13

EPISODE DEPRESIF
berfluktuasi dengan gejala non diagnostik seperti ketegangan,
keresahan dan penderitaan; dan campuran gejala depresif
somatik dengan nyeri atau keletihan menetap yang bukan
akibat penyebab organik (seperti yang kadang-kadang terlihat
pada pelayanan rumah sakit umum).
F32.9 Episode depresif YTT
F.

GAMBARAN KLINIK
Episode depresi. Mood terdepresi, kehilangan minat dan

berkurangnya energy adalah gejala utama dari depresi. Pasien


mungkin

mengatakan

perasaannya

sedih,

tidak

mempunyai

harapan, dicampakkan, atau tidak berharga. Emosi pada mood


depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan
yang normal.
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan
kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi,
hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan
gejala lain termasuk perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan
kognitif, bicara dan fungsi vegetative (termasuk tidur, aktivitas
seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu
menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan.
Adapun gambaran klinik dari pasien depresi ini antara lain :
1. Adanya gejala psikologis berupa penurunan vitalitas umum,
yang mungkin dinyatakan pasien sebagai suatu kehilangan
dan sedih. Biasanya dia menarik diri dari kehidupan
sosialnya. Segala sesuatu kelihatannya tanpa harapan,
selalu murung, ansietas mungkin ada atau pasien mungkin
mencoba untuk menyembunyikan keluhannya (depresi
senyum).
2. Variasi diurnal, dimana semua gejala cenderung memburuk
pada dini hari dan membaik di siang hari.
3. Bunuh diri, dapat menjadi tanda awal

penyakit.

Kemungkinan bunuh diri sulit diduga sebelumnya, tetapi


selalu harus diperhitungkan. Pikiran bunuh diri seharusnya
selalu ditanyakan dan jika ada harus dianggap serius.

14

EPISODE DEPRESIF
Penderita depresi jarang membunuh keluarganya, tetapi
kalau

terjadi

biasanya

menyelamatkan

karena

keluarganya

dia

dari

merasa

harus

kehidupan

yang

sengsara.
4. Retardasi atau perlambatan berpikir biasa ditemukan dan
dicerminkan dalam pembicaraan serta pergerakannya. Ada
kemiskinan pikiran dan kesulitan berkonsentrasi. Pada
kasus lain agitasi mungkin menjadi gejala dominan, disertai
dengan adanya kegelisahan motorik yang nyata.
5. Perasaan bersalah sering ditemukan disertai mengomeli
diri sendiri dan turunnya penilaian diri. Dalam kasus berat,
bisa timbul waham dimana penyakit yang dideritanya
merupakan

suatu

hukuman

untuk

dosanya

di

masa

lampau, baik itu dosa yang dikhayalkannya maupun


kesalahan yang memang benar-benar pernah ia lakukan.
Pasien juga bisa merasa bahwa dia dipandang rendah dan
dituduh bejad oleh orang lain. Kemungkinan ada keasyikan
sendiri, hipokondriasis dan waham hipokondria. Mungkin
juga ada waham kemiskinan atau waham nihilistik.
6. Halusinasi jarang ditemukan, tetapi dapat timbul pada
kasus berat.
7. Depersonalisasi dan derealisasi tidak jarang terjadi. Pasien
menyatakan

bahwa

dia

kehilangan

perasaan

dan

mempunyai sensasi asing. Dia merasa tidak nyata dan


baginya benda-benda terlihat tidak nyata.
8. Pikiran dan tindakan berisi perasaan

bersalah

atau

menyalahkan diri sendiri mungkin ditemukan.


9. Insomnia sering ditemukan. Gejala khasnya pasien mulamula bangun dini hari, kemudian semakin lama semakin
pagi dan bahkan akhirnya dapat menjadi insomnia total.
10. Anoreksia, konstipasi, gangguan pencernaan, penurunan
berat

badan,

amenore

dan

kehilangan

libido

biasa

ditemukan. Mungkin terjadi kelelahan dan letargi, atau


tanda autonom ansietas.

15

EPISODE DEPRESIF
Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar
dua pertiga pasien depresi, dan 10-15% melakukan bunuh diri.
Mereka yang dirawat dirumah sakit dengan percobaan bunuh diri
dan ide bunuh diri mempunyai umur hidup lebih panjang disbanding
yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi terkadang tidak
menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang
gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman
dan aktifitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua
pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan energi dimana
mereka

mengalami

kesulitan

menyelesikan

tugas,

mengalami

kendala disekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk


terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien mengeluh masalah
tidur, khusunya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering
terbangun dimalam hari karena memikirkan masalh yang dihadapi.
Kebanyakan pasien menunjukkan peningkatan atau penurunan
nafsu makan, demikian pula dengan bertambah dan menurunnya
berat badan serta mengalami tidur lebih lama dari yang biasa.
G.

DIAGNOSIS
Konsep gangguan jiwa yang terdapat dalam PPDGJ III ini

merujuk kepada DSM-IV dan konsep disability berasal dari The ICD10 Classification of Mental and Behavioral Disorders. DSM-IV
mendefinisikan

sejumlah

gangguan

psikiatrik

yang

dapat

diidentifikasi (meskipun ada kemungkinan tumpang tindih) dan


berisi kriteria diagnostik yang spesifik untuk setiap diagnosis.
Diagnosis dibuat berdasarkan kenyataan dari riwayat pasien yang
khas dan tampilan klinis yang cocok dan memenuhi sejumlah
kriteria diagnostik yang ditentukan (suatu diagnostik politetik, tidak
perlu seluruh kriteria dipenuhi untuk membuat diagnosa).
Menurut PPDGJ Gejala utama Episode depresif pada derajat
ringan, sedang dan berat adalah :
Afek depresif

16

EPISODE DEPRESIF
Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
Berkurangnya

energi

yang

menuju

meningkatnya

keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah


kerja sedikit saja) dan menurunnya aktivitas.
Gejala Lainnya adalah :
a) Konsentrasi dan perhatian berkurang
b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau
bunuh diri
f) Tidur terganggu
g) Nafsu makan berkurang
Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut
diperlukan masa sekurang-kurangnya dua minggu untuk
penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat
dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung
cepat.
Berdasarkan PPDGJ III, Pedoman Diagnostik Episode Depresif
Ringan terdiri dari :
F32.0 Episode Depresif Ringan
Pedoman Diagnositik

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi.

Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya.

Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.

Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya


sekitar 2 minggu.

Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial


yang biasa dilakukannya.

17

EPISODE DEPRESIF
Karakter kelima : F32.00 = Tanpa gejala somatik
F32.01 = Dengan gejala somatik
F32.1 Episode Depresif Sedang
Pedoman Diagnositik

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama depresi


seperti pada episode depresif ringan.

Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala


lainnya.

Lamanya seluruh episode berlangsung minimum sekitar 2


minggu.

Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan


sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga.

Karakter kelima : F32.10 = Tanpa gejala somatik


F32.11 = Dengan gejala somatik
F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
Pedoman Diagnositik

Semua 3 gejala utama depresi harus ada.

Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya dan


beberapa diantaranya harus berintensitas berat.

Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi


psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau
atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara
rinci. Dalam hal demikian penilaian secara menyeluruh
terhadap episode depresif berat masih dapat dibenarkan.

Episode

depresif

biasanya

harus

berlangsung

sekurang-

kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan


beronset

sangat

cepat,

maka

masih

dibenarkan

untuk

menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2


minggu

18

EPISODE DEPRESIF

Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan


kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga kecuali
pada taraf yang sangat terbatas.

F32.3 Episode Depresif Berat dengan gejala Psikotik


Pedoman Diagnositik

Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F.32.2


tersebut diatas.

Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham


biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau
malapetaka

yang

mengancam,

dan

pasien

merasa

bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau


olfaktorik

biasanya

berupa

suara

yang

menghina

atau

menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retadasi


psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.

Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan


sebagai

serasi

atau

tidak

serasi

dengan

afek

(mood-

congruent).
F32.8 Episode Depresif Lainnya
F32.9 Episode Depresif YTT
Di samping kriteria yang ditentukan secara operasional, DSMIV

juga

menggunakan

sistem

klasifikasi

multiaksial

untuk

menangkap informasi penting lainnya, yaitu:


1. Aksis I :Gangguan-gangguan klinis yang digambarkan di
atas.
2. Aksis II

:Gangguan-gangguan kepribadian atau retardasi

mental

19

EPISODE DEPRESIF
3. Aksis III :Gangguan-gangguan
dengan gangguan mental.
4. Aksis IV :Daftar masalah

fisik

yang

psikososial

dan

berhubungan
lingkungan,

biasanya selama setahun sebelumnya, tetapi tidak selalu


demikian,

seperti

tidak

punya

pekerjaan,

perceraian,

problem keuangan, korban penelantaran anak dan lain-lain.


5. Aksis V :Penilaian fungsi secara global.

H.

PEMERIKSAAN
Selain dari klasifikasi yang telah dipaparkan di atas, ada

beberapa instrumen-instrumen pengukur tingkat depresi dapat


digunakan untuk membantu memberikan penilaian yang objektif
terhadap kondisi depresi yang dialami oleh pasien. Berikut ini adalah
beberapa instrumen yang sering digunakan, yaitu:
a)
Becks Depression Inventory
b)
Hamilton Depression Scale
c)
The Zung Self-Rating Depression Scale
Beck Depression Inventory (BDI) adalah tes depresi untuk
mengukur keparahan dan kedalaman dari gejala gejala depresi
seperti yang tertera dalam the American Psychiatric Association's
Diagnostik and Statistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition
(DSM-IV) pada pasien dengan depresi klinis. BDI dapat digunakan
untuk dewasa ataupun remaja yang berumur 13 tahun ke atascan
be used for both adults and adolescents 13 years of age and older,
dan merupakan sebuah ukuran standar dari depresi yang terutama
digunakan

dalam

penelitian

dan

untuk

mengevaluasi

dari

efekttivitas pengobatan dan terapi.


BDI

tidak

dapat

digunakan

sebagai

instrumen

untuk

mendiagnosis, tetapi lebih kepada identifikasi dari adanya depresi


dan tingkat keparahannya sesuai dengan criteria dari DSM-IV.
Pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada BDI II menilai gejalagejala khas dari depresi seperti gangguan mood, pesimisme,
perasaan gagal, ketidakpuasan diri, perasaan bersalah, merasa
dihukum, ketidaksukaan terhadap diri sendiri, pendakwaan terhadap
20

EPISODE DEPRESIF
diri, pikiran untuk bunuh diri, menangis, irittabilitas, penarikan diri
dari kehidupan sosial, gambaran tubuh, kesulitan bekerja, insomnia,
kelelahan, nafsu makan, kehilangan berat badan dan kehilangan
libido.

I.

DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang tidak cermat dan teliti

pada penderita depresi, dapat menyebabkan kesalahan diagnostik


sehingga

menyebabkan

terapi

yang

inadekuat

untuk

pasien.

Berdasarkan kepustakaan, ada beberapa kondisi yang harus benarbenar

diperhatikan

sebagai

diagnosa

banding

dari

depresi,

diantaranya adalah:
1. Remaja yang terdepresi harus diuji untuk mononucleosis,
2. Pasien yang terdapat kelebihan berat badan atau kekurangan
berat badan harus diuji untuk disfungsi adrenal dan tiroid,
3. Homoseksual, biseksual dan pengguna zat aditif harus diuji
untuk sindrom imunodefisiensi sindrom (AIDS),
4. Pasien lanjut usia harus diuji untuk pneumonia virus dan
kondisi medis lainnya,
5. Penyakit Parkinson adalah masalah neurologis yang paling
umum bermanifestasi sebagai gejala depresif.
J.

TERAPI
Pengobatan

pasien

dengan

gangguan

mood

harus

diamanahkan pada sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien


harus terjamin. Kedua, pemeriksaan diagnostik yang lengkap pada
pasien harus dilakukan. Ketiga, suatu rencana pengobatan harus
dimulai yang menjawab bukan hanya gejala sementara tetapi juga
kesehatan pasien selanjutnya.
Dokter

harus

mengintegrasikan

farmakoterapi

dengan

intervensi psikoterapeutik. Jika dokter memandang gangguan mood

21

EPISODE DEPRESIF
pada

dasarnya

berkembang

dari

masalah

psikodinamika,

ambivalensi mengenai kegunaan obat dapat menyebabkan respons


yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis yang tidak
adekuat untuk jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter
mengabaikan kebutuhan psikososial pasien, hasil dari farmakoterapi
mungkin terganggu.

1. Terapi Farmakologis
Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam
efek farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk
pengamatan bahwa pasien individual mungkin berespons terhadap
antidepresan lainnya. Variasi tersebut juga merupakan dasar untuk
membedakan efek samping yang terlihat pada antidepresan.
Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah
pada proses farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan
yang memiliki efek farmakodinamika jangka pendek utamanya pada
tempat ambilan kembali (reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi
enzim

monoamine

oksidasi.

bekerja

untuk

menormalkan

neurotransmitter yang abnormal di otak khususnya epinefrin dan


norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini sesuai
dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan dari
abnormalitas

dari

sistem

neurotransmitter

di

otak.

Obat

antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi generasi


pertama (Trisiklik dan MAOIs), antidepresi golongan kedua (SSRIs)
dan antidepresi golongan ketiga (SRNIs).
a) Trisiklik
Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan
sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif (Kaplan,
2010).

Golongan

golongan,

yaitu

trisiklik
trisiklik

ini

dapat

primer,

dibagi

menjadi

tetrasiklik

amin

beberapa
sekunder

(nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier (imipramine,


amitriptlyne). Dari ketiga golongan obat tersebut, yang paling sering
digunakan adalah tetrasiklik amin sekunder karena mempunyai efek
22

EPISODE DEPRESIF
samping yang lebih minimal. Obat golongan tetrasiklik sering dipilih
karena tingkat kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang murah
karena sebagian besar golongan dari obat ini tersedia dalam
formulasi generik.
Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake
neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder
diduga

bekerja

sebagai

penghambat

reuptake

norepinefrin,

sedangkan amin tersier menghambat reuptake serotonin pada


sinaps neuron.hal ini mempunyai implikasi bahwa depresi akibat
kekurangan norepinefrin lebih responsive terhadap amin sekunder,
sedangkan

depresi

akibat

kekurangan

serotonin

akan

lebih

responsive terhadap amin tersier.


b) MAOIs (Monoamine Oxidase Inhibitors)
MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun
yang lalu. Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan
deaminasi oksidatif katekolamin di mitokondria, akibatnya kadar
einefrin, noreprinefrin dan 5-HT dalam otak naik. Obat ini sekarang
jarang digunakan sebagai lini pertama dalam pengobatan depresi
karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain karena dapat
menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi dengan

tiramin

yang berasal dari makanan-makanan tertentu seperti keju, anggur


dan acar, MAOIs juga dapat menghambat enzim-enzim di hati
terutama

sitokrom

P450

yang

akhirnya

akan

mengganggu

metabolisme obat di hati.


c) SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)
SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini
pertama pada gangguan depresif selain golongan trisiklik (Kaplan,
1992). Obat golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan
setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang pengalamannya
mendukung data penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan
trisiklik

dan

jauh

lebih

baik

ditoleransi

oleh

tubuh

karena

mempunyai efek samping yang cukup minimal karena kurang


memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik

23

EPISODE DEPRESIF
dan histaminergik. Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan
terjadi bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi
peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom
serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular
dan gangguan tanda vital.
d) SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors )
Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang
hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga
menghambat dari reuptake norepinefrin.
Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya,
masih ada beberapa alternatif yang digunakan untuk terapi
medikamentosa pada pasien depresi dengan keadaan tertentu. Hal
tersebut dapat terlihat lebih jelas pada gambar di bawah ini :

Gambar 2 . Pilihan obat-obatan antidepresan pada lini


pertama
2. Terapi NonFarmakologis

24

EPISODE DEPRESIF
Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam
pengobatan depresif adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan
terapi perilaku. NIMH (2002) telah menemukan predictor respons
terhadap berbagai pengobatan sebagai berikut ini : (1) disfungsi
sosial yang rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi
interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang rendah menyatakan
respons

yang

baik

terhadap

terapi

kognitif-perilaku

dan

farmakoterapi, (3) disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan respons


yang baik terhadap farmakoterapi, (4) keparahan depresi yang
tinggi menyatakan respons yang baik terhadap terapi interpersonal
dan farmakoterapi.
Pada awalnya, terapi ini dikembangkan oleh Aaron Beck yang
memusatkan pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada
gangguan depresi berat. Tujuan terapi ini untuk menghilangkan
episode depresif dan mencegah rekurennya dengan membantu
pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif.
Terapi interpersonal dikembangkan oleh

Gerald

Klerman,

memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien yang


sedang dialami sekarang, dengan menggunakan dua anggapan:
pertama, masalah interpersonal sekarang kemungkinan memiliki
akar pada hubungan awal yang disfungsional. Kedua, masalah
interpersonal sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan
atau memperberat gejala depresif sekarang.
K.

PROGNOSIS
Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit

yang panjang dan pasien cenderung mengalami kekambuhan.


Episode depresif yang tidak diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan,
sementara sebagian besar episode yang diobati berlangsung kirakira 3 bulan. Menghentikan antidepresan sebelum 3 bulan hampir
selalu menyebabkan kembalinya gejala.
Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama
gangguan depresif berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih
dalam tahun pertama. Banyak penelitian telah berusaha untuk
mengidentifikasi indikator prognostik yang baik dan buruk di dalam

25

EPISODE DEPRESIF
perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan, tidak adanya
gejala psikotik, fungsi keluarga yang stabil, tidak adanya gangguan
kepribadian, tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit dalam
waktu yang singkat, dan tidak lebih dari satu kali perawatan di
rumah sakit adalah indikator prognostik yang baik. Prognosis buruk
dapat

meningkat

oleh

adanya

penyerta

gangguan

distimik,

penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan kecemasan,


dan riwayat lebih dari satu episode sebelumnya.

26

EPISODE DEPRESIF

BAB III
PENUTUP
A.

KESIMPULAN
Depresi adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood

sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni


gangguan episode depresif, gangguan distimik, gangguan depresif
mayor dan gangguan depresif unipolar serta bipolar.
Berbagai

faktor

psikologik

memainkan

peran

terjadinya

gangguan depresif. Kebanyakan gangguan depresif karena faktor


psikologik terjadi pada gangguan depresif ringan dan sedang.
Jika mereka mengalami stres besar, mereka cenderung akan
mengalami gangguan depresif. Para psikolog menyatakan bahwa
mereka yang mengalami gangguan depresif

mempunyai riwayat

pembelajaran depresi dalam pertumbuhan perkembangan dirinya.


Mereka belajar seperti model yang mereka tiru dalam keluarga,
ketika menghadapi masalah psikologik maka respon mereka meniru
perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif. Orang belajar
dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres
kehidupan dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan
lingkungan

kerjanya.

Faktor

lingkungan

mempengaruhi

perkembangan psikologik dan usaha seseorang mengatasi masalah.


Faktor pembelajaran sosial juga menerangkan kepada kita mengapa
masalah psikologik kejadiannya lebih sering muncul pada anggota
keluarga dari generasi ke generasi. Jika anak dibesarkan dalam
suasana pesimistik, dimana dorongan untuk keberhasilan jarang
atau tidak biasa, maka anak itu akan tumbuh dan berkembang
dengan kerentanan tinggi terhadap gangguan depresif. Menurut
Freud,

kehilangan

obyek

cinta,

seperti

orang

yang

dicintai,

pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit


terminal, sakit kronis dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu
episode gangguan depresif. Seringkali kombinasi faktor biologik,

27

EPISODE DEPRESIF
psikologik dan lingkungan merupakan campuran yang membuat
gangguan depresif muncul.
B.

SARAN

Membicarakan

ketakutan yang Anda atau keluarga Anda miliki.


Saling mendengarkan dengan sungguh-sungguh, dan

perasaan-perasaan

atau

ketakutan-

memutuskan bersama apa yang bisa dilakukan untuk

saling meringankan.
Mendorong, tetapi bukan

bersikap terbuka.
Mencari bantuan melalui konseling atau support group.
Berdoa.
Melakukan relaksasi beberapa kali sehari.
Membicarakannya dengan dokter yang merawat Anda,

memaksa,

untuk

saling

psikolog, atau psikiater.

28

EPISODE DEPRESIF

DAFTAR PUSTAKA
1. Asta Qauliah 2008. Gangguan Kepribadian Depresif Medical
Information.

http://astaqauliyah.com/2006/02/gangguan

kepribadian depresif/
2. Departeman Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
UI.Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru. 2007.
3. Hartanto, Huriawati, dr. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya
Medika. Cetakan I : 2001. Jakarta.
4. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga, Jilid I.
Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2001. Jakarta.
5. Maslim, Rusdi, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan
Ringkas dari PPDGJ III, 2003 Jakarta.
6. Rindang Sitarani Putri. 2010 Ilmu Kedokteran Jiwa.Jurnal
fkumyecase.http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=Episode+Depresi+Berat+Tanpa+Gejala+Psikotik&highli
ght=gangguan%20depresi%20berat
7. Rowley, James A, emedicine from WebMD, November 2008
http://id.wikipedia.org/wiki/Depresi.
8. Sadock. BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadocks Synopsis of
Psychiatry 10 th ed Philadelphia Tokyo Lippincott Williams and
Wikins 1992.
9. Yvon D. Lapierre, Pahmacotherapy of Depression. PharmaLibri,
1994, Canada.

29

Anda mungkin juga menyukai