BAB I
PENDAHULUAN
Depresi biasanya terjadi saat stress yang dialami seseorang
tidak kunjung reda, atau dapat pula berkorelasi dengan kejadian
dramatis yang baru terjadi atau menimpa seseorang. Depresi
adalah masalah yang bisa dialami oleh siapapun di dunia ini.
Banyak orang yang enggan mengaku mengalami depresi
karena khawatir dianggap sakit jiwa. Padahal, depresi sebagai
gangguan
mental
yang
paling
banyak
menimbulkan
beban
gembira
dan
sedih
tertekan
(depresif)
merupakan
EPISODE DEPRESIF
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFENISI
Depresi adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood
ANGKA KEJADIAN
Gangguan depresi, paling sering terjadi, dengan prevalensi
EPISODE DEPRESIF
Pada pengamatan yang hampir universal, terdapat
prevalensi gangguan depresif yang dua kali lebih besar ada
wanita dibandingkan dengan laki-laki. Pada penelitian lain
disebutkan bahwa wanita 2 hingga 3 kali lebih rentan terkena
depresi
dibandingkan
laki-laki.
Walaupun
alasan
adanya
didalilkan
sebagai
keterlibatan
dari
perbedaan
dikarenakan
adanya
ketidakseimbangan
EPISODE DEPRESIF
tahun). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Akhtar (2007)
didapatkan bahwa tingkat prevalensi tertinggi terjadi pada
kelompok usia 20-24 tahun (14,3%) dan yang terendah pada
kelompok usia >75 tahun (4,3%), sementara data yang
didapatkan dari NIMH (2002) menyebutkan bahwa tingkat
depresi terbanyak ditemukan pada kelompok usia >18 tahun
(10%).
3. Status Perkawinan
Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai
hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka yang
bercerai atau berpisah. Wanita yang tidak menikah memiliki
kecenderungan
lebih
rendah
untuk
menderita
depresi
oleh
Akhtar
(2007)
memperlihatkan
bahwa
EPISODE DEPRESIF
pendidikan yang lebih tinggi sebesar (13,4%). Walaupun
hasil ini dapat menjadi indikasi adanya perbedaan
tingkat depresi pada tingkat pendidikan, namun hal
tersebut tidak memiliki korelasi positif dengan terjadinya
gangguan depresif.
C.
EPIDEMIOLOGI
Gejala
depresi
memang
sering
tidak
terasa
dan
tidak
beban
dan
risiko
distabilitas,
meningkatkan
bunuh
Berdasarkan
diri.
morbiditas,
studi
Badan
ETIOLOGI
Etiologi depresi terdiri dari:
1. Faktor Genetik
Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi
mayor dan gangguan bipolar terkait erat dengan hubungan
saudara;
juga
pada
anak
kembar,
suatu
bukti
adanya
EPISODE DEPRESIF
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu
faktor penting di dalam perkembangan gangguan mood
adalah genetika. Tetapi, pola penurunan genetika adalah jelas
melalui mekanisme yang kompleks. Bukan saja tidak mungkin
untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non
genetik kemungkinan memainkan peranan kausatif dalam
perkembangan gangguan mood pada sekurangnya beberapa
orang. Penelitian keluarga menemukan bahwa sanak saudara
derajat pertama dari penderita gangguan depresif berat
berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih besar daripada sanak
saudara derajat pertama.
2. Faktor Biokmia
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai
kelainan di dalam metabolit amin biogenik yang mencakup
neurotransmitter
norepinefrin,
serotonin
dan
dopamine
beberapa
timbulnya
penyebab
depresi
lain
yaitu
yang
dapat
neurotransmitter
mencetuskan
asam
amino
adalah
penurunan
penurunan
pelepasan
sekresi
nocturnal
melantonin,
prolaktin
terhadap
pemberian
EPISODE DEPRESIF
(Metabolit
primer
mereka
mengalami
episode
depresi
dan
EPISODE DEPRESIF
Kelainan
depresi
mayor
dihubungkan
dengan
berlangsung
menggambarkan
sering
bahwa
timbul
amenore.
Hal
ini
gangguan
endokrin
mungkin
mempengaruhi
perkembangan
psikologik
dan
EPISODE DEPRESIF
usaha seseorang mengatasi masalah. Faktor pembelajaran
sosial juga menerangkan kepada kita mengapa masalah
psikologik kejadiannya lebih sering muncul pada anggota
keluarga dari generasi ke generasi. Jika anak dibesarkan
dalam
suasana
pesimistik,
dimana
dorongan
untuk
neurotransmitter
dan
sistem
pemberi
sinyal
EPISODE DEPRESIF
intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan tersebut akan
menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi
untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan
E.
menuju
meningkatnya
keadaan
mudah
lelah
dan
(bahkan
sekalipun)
Pandangan
d.
pada
masa
episode
depan
yang
tipe
ringan
suram
dan
pesimistis
e.
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau
bunuh diri
Tidur terganggu
Nafsu makan berkurang
f.
g.
waktu-waktu
depresinya,
mungkin
dan
juga
tertentu
perubahan
terselubung
lebih
suasana
oleh
cirri
menonjol
daripada
perasaan
(mood)
tambahan
seperti
10
EPISODE DEPRESIF
eksaserbasi
gejala
fobik
atau
obsesif
yang
sudah
ada
masa
sekurang-kurangnya
minggu
untuk
dari
gejala
somatik
ialah
kehilangan
minat
atau
seluruh
episode
berlansung
episode
ialah
sekurang-
depresif
ringan
11
EPISODE DEPRESIF
untuk meneruskan pekerjaan biasa dan kegiatan social,
namun mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi sama sekali.
F32.1 Episode depresif sedang
Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala yang
paling khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan,
ditambah sekurang-kurangnya tiga (dan sebaiknya empat)
gejala
lainnya.
menyolok,
Beberapa
namun
ini
gejala
tidak
mungkin
esensial
tampil
apabila
amat
secara
apabila
retardasi
merupakan
ciri
terkemuka.
gejalanya
secara
terinci.
Dalam
hal
demikian,
dapat
dibenarkan.
Episode
depresif
biasanya
12
EPISODE DEPRESIF
mungkin dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam
waktu kurang dari 2 minggu.
Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkin
penderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat
terbatas.
Kategori ini hendaknya digunakan hanya untuk episode
depresif berat tunggal tanpa gejala psikotik; untuk episode
selanjutnya, harus digunakan subkategori dari gangguan
depresif berulang.
F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut
F32.2 terssebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor
depresif. Wahamnya biasanya melibatkan ide tentang dosa,
kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien
dapat merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi
auditorik
atau
olfaktorik
biasanya
berupa
suara
yang
episode
selanjutnya
harus
digunakan
subkategori
13
EPISODE DEPRESIF
berfluktuasi dengan gejala non diagnostik seperti ketegangan,
keresahan dan penderitaan; dan campuran gejala depresif
somatik dengan nyeri atau keletihan menetap yang bukan
akibat penyebab organik (seperti yang kadang-kadang terlihat
pada pelayanan rumah sakit umum).
F32.9 Episode depresif YTT
F.
GAMBARAN KLINIK
Episode depresi. Mood terdepresi, kehilangan minat dan
mengatakan
perasaannya
sedih,
tidak
mempunyai
penyakit.
14
EPISODE DEPRESIF
Penderita depresi jarang membunuh keluarganya, tetapi
kalau
terjadi
biasanya
menyelamatkan
karena
keluarganya
dia
dari
merasa
harus
kehidupan
yang
sengsara.
4. Retardasi atau perlambatan berpikir biasa ditemukan dan
dicerminkan dalam pembicaraan serta pergerakannya. Ada
kemiskinan pikiran dan kesulitan berkonsentrasi. Pada
kasus lain agitasi mungkin menjadi gejala dominan, disertai
dengan adanya kegelisahan motorik yang nyata.
5. Perasaan bersalah sering ditemukan disertai mengomeli
diri sendiri dan turunnya penilaian diri. Dalam kasus berat,
bisa timbul waham dimana penyakit yang dideritanya
merupakan
suatu
hukuman
untuk
dosanya
di
masa
bahwa
dia
kehilangan
perasaan
dan
bersalah
atau
badan,
amenore
dan
kehilangan
libido
biasa
15
EPISODE DEPRESIF
Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar
dua pertiga pasien depresi, dan 10-15% melakukan bunuh diri.
Mereka yang dirawat dirumah sakit dengan percobaan bunuh diri
dan ide bunuh diri mempunyai umur hidup lebih panjang disbanding
yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi terkadang tidak
menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang
gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman
dan aktifitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua
pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan energi dimana
mereka
mengalami
kesulitan
menyelesikan
tugas,
mengalami
DIAGNOSIS
Konsep gangguan jiwa yang terdapat dalam PPDGJ III ini
merujuk kepada DSM-IV dan konsep disability berasal dari The ICD10 Classification of Mental and Behavioral Disorders. DSM-IV
mendefinisikan
sejumlah
gangguan
psikiatrik
yang
dapat
16
EPISODE DEPRESIF
Kehilangan minat dan kegembiraan, dan
Berkurangnya
energi
yang
menuju
meningkatnya
17
EPISODE DEPRESIF
Karakter kelima : F32.00 = Tanpa gejala somatik
F32.01 = Dengan gejala somatik
F32.1 Episode Depresif Sedang
Pedoman Diagnositik
Episode
depresif
biasanya
harus
berlangsung
sekurang-
sangat
cepat,
maka
masih
dibenarkan
untuk
18
EPISODE DEPRESIF
yang
mengancam,
dan
pasien
merasa
biasanya
berupa
suara
yang
menghina
atau
serasi
atau
tidak
serasi
dengan
afek
(mood-
congruent).
F32.8 Episode Depresif Lainnya
F32.9 Episode Depresif YTT
Di samping kriteria yang ditentukan secara operasional, DSMIV
juga
menggunakan
sistem
klasifikasi
multiaksial
untuk
mental
19
EPISODE DEPRESIF
3. Aksis III :Gangguan-gangguan
dengan gangguan mental.
4. Aksis IV :Daftar masalah
fisik
yang
psikososial
dan
berhubungan
lingkungan,
seperti
tidak
punya
pekerjaan,
perceraian,
H.
PEMERIKSAAN
Selain dari klasifikasi yang telah dipaparkan di atas, ada
dalam
penelitian
dan
untuk
mengevaluasi
dari
tidak
dapat
digunakan
sebagai
instrumen
untuk
EPISODE DEPRESIF
diri, pikiran untuk bunuh diri, menangis, irittabilitas, penarikan diri
dari kehidupan sosial, gambaran tubuh, kesulitan bekerja, insomnia,
kelelahan, nafsu makan, kehilangan berat badan dan kehilangan
libido.
I.
DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Anamnesa dan pemeriksaan fisik yang tidak cermat dan teliti
menyebabkan
terapi
yang
inadekuat
untuk
pasien.
diperhatikan
sebagai
diagnosa
banding
dari
depresi,
diantaranya adalah:
1. Remaja yang terdepresi harus diuji untuk mononucleosis,
2. Pasien yang terdapat kelebihan berat badan atau kekurangan
berat badan harus diuji untuk disfungsi adrenal dan tiroid,
3. Homoseksual, biseksual dan pengguna zat aditif harus diuji
untuk sindrom imunodefisiensi sindrom (AIDS),
4. Pasien lanjut usia harus diuji untuk pneumonia virus dan
kondisi medis lainnya,
5. Penyakit Parkinson adalah masalah neurologis yang paling
umum bermanifestasi sebagai gejala depresif.
J.
TERAPI
Pengobatan
pasien
dengan
gangguan
mood
harus
harus
mengintegrasikan
farmakoterapi
dengan
21
EPISODE DEPRESIF
pada
dasarnya
berkembang
dari
masalah
psikodinamika,
1. Terapi Farmakologis
Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam
efek farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk
pengamatan bahwa pasien individual mungkin berespons terhadap
antidepresan lainnya. Variasi tersebut juga merupakan dasar untuk
membedakan efek samping yang terlihat pada antidepresan.
Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah
pada proses farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan
yang memiliki efek farmakodinamika jangka pendek utamanya pada
tempat ambilan kembali (reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi
enzim
monoamine
oksidasi.
bekerja
untuk
menormalkan
dari
sistem
neurotransmitter
di
otak.
Obat
Golongan
golongan,
yaitu
trisiklik
trisiklik
ini
dapat
primer,
dibagi
menjadi
tetrasiklik
amin
beberapa
sekunder
EPISODE DEPRESIF
samping yang lebih minimal. Obat golongan tetrasiklik sering dipilih
karena tingkat kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang murah
karena sebagian besar golongan dari obat ini tersedia dalam
formulasi generik.
Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake
neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder
diduga
bekerja
sebagai
penghambat
reuptake
norepinefrin,
depresi
akibat
kekurangan
serotonin
akan
lebih
tiramin
sitokrom
P450
yang
akhirnya
akan
mengganggu
dan
jauh
lebih
baik
ditoleransi
oleh
tubuh
karena
23
EPISODE DEPRESIF
dan histaminergik. Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan
terjadi bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi
peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom
serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular
dan gangguan tanda vital.
d) SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors )
Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang
hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga
menghambat dari reuptake norepinefrin.
Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya,
masih ada beberapa alternatif yang digunakan untuk terapi
medikamentosa pada pasien depresi dengan keadaan tertentu. Hal
tersebut dapat terlihat lebih jelas pada gambar di bawah ini :
24
EPISODE DEPRESIF
Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam
pengobatan depresif adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan
terapi perilaku. NIMH (2002) telah menemukan predictor respons
terhadap berbagai pengobatan sebagai berikut ini : (1) disfungsi
sosial yang rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi
interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang rendah menyatakan
respons
yang
baik
terhadap
terapi
kognitif-perilaku
dan
Gerald
Klerman,
PROGNOSIS
Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit
25
EPISODE DEPRESIF
perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan, tidak adanya
gejala psikotik, fungsi keluarga yang stabil, tidak adanya gangguan
kepribadian, tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit dalam
waktu yang singkat, dan tidak lebih dari satu kali perawatan di
rumah sakit adalah indikator prognostik yang baik. Prognosis buruk
dapat
meningkat
oleh
adanya
penyerta
gangguan
distimik,
26
EPISODE DEPRESIF
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Depresi adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood
faktor
psikologik
memainkan
peran
terjadinya
mempunyai riwayat
kerjanya.
Faktor
lingkungan
mempengaruhi
kehilangan
obyek
cinta,
seperti
orang
yang
dicintai,
27
EPISODE DEPRESIF
psikologik dan lingkungan merupakan campuran yang membuat
gangguan depresif muncul.
B.
SARAN
Membicarakan
perasaan-perasaan
atau
ketakutan-
saling meringankan.
Mendorong, tetapi bukan
bersikap terbuka.
Mencari bantuan melalui konseling atau support group.
Berdoa.
Melakukan relaksasi beberapa kali sehari.
Membicarakannya dengan dokter yang merawat Anda,
memaksa,
untuk
saling
28
EPISODE DEPRESIF
DAFTAR PUSTAKA
1. Asta Qauliah 2008. Gangguan Kepribadian Depresif Medical
Information.
http://astaqauliyah.com/2006/02/gangguan
kepribadian depresif/
2. Departeman Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
UI.Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru. 2007.
3. Hartanto, Huriawati, dr. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya
Medika. Cetakan I : 2001. Jakarta.
4. Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga, Jilid I.
Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2001. Jakarta.
5. Maslim, Rusdi, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan
Ringkas dari PPDGJ III, 2003 Jakarta.
6. Rindang Sitarani Putri. 2010 Ilmu Kedokteran Jiwa.Jurnal
fkumyecase.http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=Episode+Depresi+Berat+Tanpa+Gejala+Psikotik&highli
ght=gangguan%20depresi%20berat
7. Rowley, James A, emedicine from WebMD, November 2008
http://id.wikipedia.org/wiki/Depresi.
8. Sadock. BJ, Sadock VA, Kaplan & Sadocks Synopsis of
Psychiatry 10 th ed Philadelphia Tokyo Lippincott Williams and
Wikins 1992.
9. Yvon D. Lapierre, Pahmacotherapy of Depression. PharmaLibri,
1994, Canada.
29