Anda di halaman 1dari 6

Antipsikosis bermanfaat pada terapi psikosis akut maupun kronik, suatu

gangguan jiwa yang berat. Ciri terpenting obat antipsikosis ialah : (1) berefek
antipsikosis, yaitu berguna mengatasi agresivitas, hiperaktivitas dan labilitas
emosional pada pasien psikosis; (2) dosis besar tidak menyebabkan koma yang
dalam ataupun anesthesia; (3) dapat menimbulkan gejala ekstrapiramidal yang
reversible maupun ireversibel. Pada neuroleptik yang lebih baru, efek samping ini
minimal sehingga antipsikotik menurut efek samping ekstrapiramidal yang
ditimbulkan terbagi menjadi antipsikotik yang tipikal (efek samping ekstrapiramidal
yang nyata) dan antipsikotik yang atipikal (efek samping ekstrapiramidal yang
minimal); (4) tidak ada kecenderungan untuk menimbulkan ketergantungan fisik
dan psikis.
Sejak ditemukannya klorpromazin, suatu neuroleptik golongan fenotiazin
pada tahun 1950, pengobatan untuk psikosis terutama skizofrenia terus
dikembangkan. Istilah neuroleptik sebagai sinonim antipsikotik brkembang dari
kenyataan bahwa obat antipsikotik sering menimbulkan gejala saraf berupa gejala
ekstrapiramidal. Dengan dikembangkannya golongan baru yang hamper tidak
menimbulkan gejala ekstrapiramidal istilah neuroleptik tidak lagi dapat dianggap
sinonim dari istilah antipsikotik. Selanjutnya, ditemukan generasi kedua antipsikotik,
yakni haloperidol, yang penggunaannya cukup luas hingga selama 4 dekade.
Pada tahun 1990 ditemukan klozapin yang dikenal sebagai generasi pertama
antipsikotik golongan atipikal. Disebut atipikal karena golongan obat ini sedikit
menyebabkan reaksi ekstrapiramidal (EPS = extrapyramidal symptom) yang umum
terjadi dengan obat antipsikotik tipikal yang ditemukan lebih dahulu. Sejak
ditemukan klozapin, pengembangan obat baru golongan atipikal ini terus dilakukan.
Hal ini terlihat dengan ditemukannya obat baru yaitu risperidon, olanzapin, zolepin,
ziprasidon dan lainnya.
Kebanyakan antipsikosis golongn tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam
menghambat reseptor dopamine 2, hal inilah yang diperkirakan menyebabkan
reaksi ekstrapiramidal yang kuat. Obat golongan atipikal pada umumnya
mempunyai afinitas yang lemah terhadap dopamine 2, selain itu juga memiliki
afinitas terhadap reseptor dopamine 4, serotonin, histamine, reseptor muskarinik
dan reseptor alfa adrenergic. Golongan antipsikosis atipikal diduga efektif untuk
gejalan positif (seperti bicara kacau, halusinasi, delusi) maupun gejala negative
(miskin kata kata, afek yang datar, menarik diri dari lingkungan, inisiatif menurun)
pasien skizofrenia. Golongan antipsikosis ipikal umumnya hanya berespons untuk
gejala positif.
PENGGOLONGAN ANTIPSIKOSIS
a. ANTIPSIKOSIS TIPIKAL : KLORPROAZIN DAN DERIVAT FENOTIAZIN
Prototip kelompok ini adalah klorpromazin (CPZ). Pembahasan terutama
mengenai CPZ karena obat ini sampai sekarang masih tetap digunakan
sebagai antipsikosis, karena ketersediaannya dan harganya yang murah.

Efek farmakologik klorpromazin dan antipsikosis lainnya meliputi efek


pada susunan saraf pusat, sistem otonom, dan sistem endokrin. Efek ini
terjadi karena antipsikosis menghambat berbagai reseptor diantaranya
dopamin, reseptor -adrenergik, muskarinik, histamin H1 dan reseptor
serotonin 5HT2 dengan afinitas yang berbeda. Klorpromazin misalnya
selain memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin, juga memiliki afinitas
yang tinggi terhadap reseptor -adrenergik, sedangkan risperidon
memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor serotonin 5HT2.
Susunan Saraf Pusat CPZ menimbulkan efek sedasi yang disertai
sikap acuh tak acuh terhadap rangsang dari lingkungan. Pada pemakaian
lama dapat timbul toleransi terhadap efek sedasi. Timbulnya sedasi amat
tergantung dari status emosional paien sebelum minum obat.
Klorpromazin berefek antipsikosis terlepas dari efek sedasinya. Reflex
terkondisi pada tiks hilang oleh CPZ. Pada manusia kemampuan terlatih
yang memerlukan kecekatan dan daya pemikiran berkurang. Aktivitas
motorik terganggu antara lain telihat sebagai efek kataleptik pada tikus.
CPZ menimbulkan efek menenangkan pada hewan buas. Efek ini juga
dimiliki oleh obat lain, misalnya barbiturate, narkotik, meprobamat, atau
klordiazepoksid.
Berbeda dengan barbiturate, CPZ tidak dapat mencegah timbulnya
konvulsi akibat rangsang listrik maupun rangsang oleh obat. Semua
derivate fenotiazin mempengaruhi ganglia basal, sehingga menimbulkan
gejala parkinsonisme (efek ekstrapiramidal).
CPZ dapat mengurangi atau mencegah muntah yang disebabkan oleh
rangsangan p ada chemoreceptor trigger zone. Muntah yang disebabkan
oleh kelainan saluran cerna atau vestibuler, kurang dipengaruhi, tetapi
fenotiazin potensi tinggi, dapat berguna untuk keadaan tersebut.
Fenotiazin terutama yang potensinya rendah menurunkan ambang
bangkitan sehingga penggunaannya pada pasien epilepsy harus sangat
berhati-hati. Derivate piperazin dapat digunakan secara aman pada
pasien epilepsy bila dosis diberikan bertahap dan bersama anti konvulsan.
Neurologic pada dosis berlebihan, semua derivate fenotiazin dapat
menyebabkan gejala ekstrapiramidal serupa dengan yang terlihat pada
parkinsonisme. Dikenal 6 gejala sindrom neurologic yang karateristik dari
obat ini. Empat diantaranya biasa terjadi sewaktu obat diminum, yaitu
distonia akut, akatisia, parkinsonisme dan sindrom neuroleptic malignant;
yang terakhir jarang terjadi. Dua sindrom yang lain terjadi setelah
pengobatan brbulan-bulan sampai brtahun-tahun, berupa tremor perioral
(jarang) dan diskinesia tardif.
Otot Rangka CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot rangka yang
berada dalam keadaan spastic. Cara kerja relaksasi ini diduga bersifat
sentral, sebab sambungan saraf-otot dan medulla spinalis tidak
dipengaruhi CPZ.
Efek Endokrin CPZ dan beberapa antipsikosis lama lainnya
mempunyai efek samping terhadap system reproduksi. Pada wanita dapat

terjadi amenorea, galaktorea, dan peningkatan libido, sedangkan pada


pria dilaporkan adanya penurunan libido dan ginekomastia. Efek ini terjadi
karena efek sekunder dari hambatan reseptor dopamine yang
menyebabkan hiperprolaktinemia, serta kemungkinan adanya
peningkatan perubahan androgen menjadi estrogen di perifer. Pada
antipsikosis yang baru misalnya olanzapin, quetiapin, dan aripriprazol,
efek samping ini minimal karena afinitasnya yang rendah terhadap
reseptor dopamine.
Kardiovaskular hipotensi ortostatik, dan peningkatan denyut nadi
saat istirahat biasanya sering terjadi dengan derivate fenotiazin. Tekanan
arteri rata-rata, resistensi perifer, curah jantung menurun dan frekuensi
denyut jantung meningkat. Efek ini diperkirakan karena efek otonom dari
obat antipsikosis. Abnormalitas EKG dilaporkan terjadi pada pemakaian
tioridazin berupa perpanjangan interval QT, abnormalitas segmen ST dan
gelmbang T. perubahan ini biasanya bersifat reversible.
EFEK SAMPING batas keamanan CPZ cukup lebar, sehingga obat ini
cukup aman. Efek samping umumnya merupakan perluasan efek
farmakodinamiknya. Gejala idiosinkrasi mungkin timbul, berupa ikterus,
dermatitis dan leucopenia. Reaksi ini disertai eosinofilia dalam darah
perifer.
b. ANTIPSIKOSIS TIPIKAL LAINNYA
HALOPERIDOL
Haloperidol berguna untuk menenangkan keadaan mania pasien psikosis
yang karena hal tertentu tidak dapat diberi pasien fenotiazin. Reaksi
ekstrapiramidal timbul pada 80% pasien yang diobati haloperidol.
Oksipertin merupakan derivate butirofenon yang banyak persamaannya
dengan CPZ. Oksipertin berefek blokae adrenergic dan antiemetic serta
dapat menimbulkan parkinsonisme pada manusia dan katalepsi pada
hewan. Haloperidol memperlihatkan antipsikosis yang kuat dan efektif
untuk fase mania penyakit manic depresif dan skizofrenia.
Susunan Saraf Pusat haloperidol menenangkan dan menyebabkan
tidur pada orang yang mengalami eksitasi. Efek sedative haloperidol
kurang kuat disbanding dengan CPZ, sedangkan efek haloperidol terhadap
EEG menyerupai CPZ yakni memperlambat dan menghambat jumlah
gelombang teta. Haloperidol dan CPZ sama kuat menurunkan ambang
rangsang konvulsi. Haloperidol menghambat system dopamine dan
hipotalamus, juga menghambat muntah yang yang ditimbulkan oleh
apomorfin.
System Saraf Otonom efek haloperidol terhadap system saraf
otonom lebih kecil daripada efek antipsikotik lain; walaupun demikian
haloperidol dapat menyebabkan pandangan kabur (blurring of vision).
Obat ini menghambat aktivasi reseptor -adrenergik yang disebabkan
oleh amin simpatomimetik, tetapi hambatannya tidak sekuat hambatan
CPZ.

System Kardiovaskular dan Respirasi haloperidol menyebabkan


hipotensi, tetapi tidak sesering dan sehebat akibat CPZ. Haloperidol
menyebabkan takikardia meskipun kelainan EKG belum pernah
dilaporkan. Klorpromazin atau haloperidol dapat menimbulkan potensiasi
dengan obat penghambar respirasi.
Efek Endokrin seperti CPZ, haloperidol menyebabkan galaktorea, dan
respons endokrin lain.
EFEK SAMPING DAN INTOKSIKASI haloperidol menimbulkan reaksi
ekstrapiramidal dengan insidens yang tinggi, terutama pada pasien usia
muda. Pengobatan dengan haloperidol harus dimulai dengan hati-hati.
Dapat terjadi depresi akibat reversi keadaan mania atau sebagai efek
samping yang sebenarnya. Perubahan hematologic ringan dan selintas
dapat terjadi, tetapi hanya leucopenia dan agranulositosis yang sering
dilaporkan. Frekuensi kejadian ikterus akibat haloperidol rendah.
Haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil sampai terdapat
bukti bahwa obat ini tidak menimbulkan efek teratogenik.
DIBENZOKSAZEPIN
Yang termasuk derivate senyawa ini adalah loksapin. Obat ini mewakili
golongan antipsiosis yang baru dengan rumus kimia yang berbeda,
namun sebagian besar efek farmakologiknya sama.
Loksapin memiliki efek antiemetic, sedative, antikolinergik dan
antiadrenergik. Obat ini berguna untuk mengobati skizofrenia dan psikosis
lainnya.
EFEK SAMPING insidens reaksi ekstrapiramidal (selain diskinesia
tardif) terletak antara fenotiazin alifatik dan fenotiazin piperazin. Seperti
antipsikosis lainnya dapat menurunkan ambang bangkitan pasien,
sehingga harus hati-hati digunakan pada pasien dengan riwayat kejang.
c. ANTIPSIKOSIS ATIPIKAL
DIBENZODIAZEPIN (KLOZAPIN)
Merupakan antipsikotik atipikal pertama dengan potensi lemah. Disebut
atipikal karena obat ini hamper tidak menimbulkan efek ekstrapiramidal
dan kadar prolaktin serum pada manusia tidak ditingkatkan. Diskinesia
tardif belum pernah dilaporkan terjadi pada pasien yang diberi obat ini,
walaupun beberapa pasien telah diobati hingga 10 tahun. Dibandingkan
terhadap psikotropik yang lain, klozapin menunjukkan efek dopaminergik
lemah, tetapi dapat mempengaruhi fungsi saraf dopamine pada system
mesolimbik-mesokortikal otak; yang berhubungan dengan fungsi
emosional dan mental yang lebih tinggi, yang berbeda dari dopamine
neuron di daerah nigrostriatal (daerah gerak) dan tuberoinfundibular
(daerah neurondokrin).
Klozapin efektif untuk mengontrol gejala-gejala psikosis dan skizofrenia
baik yang positif (iritabilitas) maupun yang negative (social disinterest
dan incompetence, personal neatness). Efek yang bermanfaat terlihat
dalam waktu 2 mingu, diikuti perbaikan secara bertahap pada minggu-

minggu berikutnya. Obat ini berguna untuk pengobatan pasien yang


refrakter terhadap obat standar. Selain itu, karena risiko efek samping
ekstrapiramidal yang sangat rendah, obat ini cocok untuk pasien yang
menunjukkan gejala ekstrapiramidal berat pada pemberian antipsikosis
tipikal. Namun karena klozapin memiliki risiko timbulnya agranulositosis
yang lebih tinggi dibandingkan antipsikosis yang lain, maka
penggunaannya dibatasi hanya pada pasien yang resisten atau tidak
dapat mentoleransi antipsikosis yang lain. Pasien yang diberi klozapin
perlu dipantau sel darah putihnya setiap minggu.
EFEK SAMPING DAN INTOKSIKASI agranulositosis merupakan efek
samping utama yang ditimbulkan pada pengobatan dengan klozapin. Pada
pasien yang mendapat klozapin selama 4 minggu atau lebih, risiko
terjadinya 1,2%. Gejala ini timbul paling sering 6-18 minggu setelah
pemberian obat. Pengobatan dengan obat ini tidak boleh lebih dari 6
minggu kecuali bila terlihat perbaikan. Efek samping lain yang dapat
terjadi antara lain : kantuk, letargi, koma, disorientasi, delirium, takikardia,
depresi napas, aritmia, kejang dan hipertermia.
RISPERIDON
Risperidon yang merupakan derivate dari benzisoksazol mempunyai
afinitas yang tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2), dan aktivitas
menengah terhadap reseptor dopamine (D2), alfa 1 dan alfa 2adrenergik
dan reseptor histamin. Aktivitas antipsikosis diperkirakan melalui
hambatan terhadap resept6or serotonin dan dopamin.
EFEK SAMPING secara umum risperidon dapat ditoleransi dengan
baik. Efek samping yang dilaporkan adalah insomnia, agitasi, ansietas,
somnolen, mual, muntah, peningkatan berat badan, hiperprolaktinemia
dan reaksi ekstrapiramidal terutama tardiv dyskinesia. Efek samping
ekstrapiramidal umumnya lebih ringan dibanding antipsikosis tipikal.
OLANZAPIN
Olanzapine merupakan derivat dibenzodiazepin, struktur kimianya mirip
dengan klozapin. Olanzapine memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin
(D2, D3, D4 dan D5), reseptor serotonin (5HT2), muskarinik, histamin (H1)
dan reseptor alfa 1.
EFEK SAMPING meskipun strukturnya mirip dengan klozapin,
olanzapin tidak menyebabkan agranulositosis seperti klozapin. Olanzapin
dapat ditoleransi dengan baik dengan efek samping ekstrapiramidal
terutama tardiv diskinesia yang minimal. Efek samping yang sering
dilaporkan adalah peningkatan berat badan dan gangguan metabolik
yaitu intoleransi glukosa, hiperglikemia, dan hiperlipidemia.
QUETIAPIN
Obat ini memiliki afinitas terhadap reseptor dopamine (D2), serotonin
(5HT2), dan bersifat agonis parsial terhadap reseptor serotonin 5HT1A

yang diperkirakan mendasari efektivitas obat ini untuk gejala positif


maupun negative skizofrenia.
EFEK SAMPING efek samping yang umum adalah sakit kepala,
somnolen, dan dizziness. Seperti antipsikosis atipikal umumnya, quetiapin
juga memiliki efek samping dan hiperprolaktinemia, sedangkan efek
samping ekstrapiramidalnya minimal.
ZIPRASIDON
Obat ini dikembangkan dengan harapan memiliki spectrum skizofrenia
yang luas, baik gejala positif, negatif, maupun gejala afektif dengan efek
samping yang minimal terhadap prolactin, metabolic, gangguan seksual
dan efek antikolinergik. Obat ini memperlihatkan afinitas terhadap
reseptor serotonin (5HT2A) dan dopamine (D2).
EFEK SAMPING efek sampingnya mirip dengan antipsikosis atipikal
lainnya. Yang perlu menjadi perhatian adalah adanya studi yang
menunjukkan ziprasidon memiliki gangguan kardiovaskular yakni
perpanjangan interval QT yang lebih besar disbanding antipsikosis
lainnya. Pasien dengan gangguan elektrolit, sedang minum obat yang
memiliki efek perpanjangan interval QT, atau gangguan kardiovaskular
perlu berhati-hati dalam penggunaan obat ini.

Anda mungkin juga menyukai