Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui
pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan tejadi
dengan mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa
menit atau beberapa jam. Dalam kasus tertentu, salah satu kewajiban dokter adalah
membantu penyidik menegakan keadilan. Untuk itu dokter sedapat mungkin membantu
menentukan beberapa hal seperti saat kematian dan penyebab kematian.
Saat kematian seseorang belum dapat ditunjukan secara tepat karena tanda-tanda dan
gejala setelah kematian sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh beberapa hal diantarannya
umur, kondisi fisik pasien, penyakit fisik sebelumnya maupun penyebab kematian itu sendiri.
Salah satu penyebab kematian adalah terjadinya gangguan pertukaran udara
pernafasan yang mengakibatkan suplai oksigen berkurang. Hal ini sering dikenal dengan
istilah asfiksia, Korban kematian akibat asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh dokter,
hal tersebut menempati urutan ketiga setelah kecelakaan lalu lintas dan traumatik mekanik.
Pada berbagai kasus asfiksia, ditemukan tanda-tanda kematian yang berbeda. Hal ini
sangat tergantung dari penyebab kematian. Untuk itu kita perlu memahami lebih lanjut
tentang penyebab asfiksia tersebut.
1.2 Permasalahan
1. Apakah penyebab kematian pada penggantungan?
2. Bagaimana mekanisme tenggelam dan penggantungan?
3. Sebutkan tanda-tanda dan jenis-jenis asfiksia?
4. Jelaskan perbedaan kasus yang digantung dengan gantung diri?
5. Bagaimana pemeriksaan jenazah pada kasus penggantungan dengan tenggelam?
6. Jelaskan perbedaan tenggelam diair tawar dan tenggelam di air laut?
7. Jelaskan perbedaan penggantungan postmostem dan antemortem?
8. Jelaskan mengenai otopsi?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui penyebab kematian pada penggantungan
2. Mengetahui mekanisme tenggelam dan penggantungan
3. Menjelaskan tanda-tanda dan jenis-jenis asfiksia
4. Mengetahui perbedaan kasus yang digantung dengan gantung diri
5. Mengetahui pemeriksaan jenazah pada kasus penggantungan dengan tenggelam
6. Menjelaskan perbedaan tenggelam diair tawar dan tenggelam di air laut
7. Menjelaskan perbedaan penggantungan postmostem dan antemortem
8. Menjelaskan aspek medikolegal penggantungan dan tenggelam
9. Mengetahui otopsi pada korban meninggal

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.

Skenario 1
Penyidik dari kepolisian ke Instalasi Kedokteran Forensik RSUD dengan membawa
Surat Permintaan Visum et Repertum Jenazah untuk 2 jenazah yang baru saja ditemukan
yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Dari keterangan polisi yang mengantar,
jenazah Ny. IMD ditemukan dalam posisi setengah duduk dipohon mangga di kebun yang
jauh dari pemukiman dengan tali melilit dilehernya yang diikatkan pada dahan terendah
dari pohon mangga tersebut. Dari pemeriksaan tampak seperti pada gambar :
Sedangkan jenazah Tn. IKD ditemukan tergeletak dipantai. Penyidik ingin
mengetahui sebab kematian dari jenazah-jenazah tersebut.

2.2.

Terminologi

Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran
udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan
peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh
mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian (Ilmu
Kedokteran Forensik, 1997)

Tenggelam adalah suatu peristiwa dimana terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh
ke dalam cairan. Pada umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan, baik secara
langsung maupun karena ada faktor-faktor tertentu seperti korban dalam keadaan
mabuk atau dibawah pengaruh obat, bahkan bisa saja dikarenakan akibat dari suatu
peristiwa pembunuhan (Idries, 1997).

2.3.

Keyword

Penyidik dari kepolisian ke Instalasi Kedokteran Forensik RSUD dengan membawa


Surat Permintaan Visum et Repertum Jenazah untuk 2 jenazah yang baru saja
ditemukan yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan

Dari keterangan polisi yang mengantar, jenazah Ny. IMD ditemukan dalam posisi
setengah duduk dipohon mangga di kebun yang jauh dari pemukiman dengan tali
melilit dilehernya yang diikatkan pada dahan terendah dari pohon mangga tersebut

Jenazah Tn. IKD ditemukan tergeletak dipantai


3

Penyidik ingin mengetahui sebab kematian dari jenazah-jenazah tersebut.

2.4 Jawaban Permasalahan :


1.

Penyebab Kematian :
Penyebab atau mekanisme kematian pada penggantungan diantaranya :

Asfiksia. Merupakan penyebab kematian yang paling sering


Apopleksia (kongesti pada otak). Tekanan pada

pembuluh

darah

vena menyebabkan kongesti pada pembuluh darah otak dan mengakibatkan

kegagalan sirkulasi
Kombinasi dari asfiksia dengan apopleksia
Iskemia serebral. Hal ini akibat penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri

yang memperdarahi otak


Syok vaso vagal. Perangsangan pada sinus caroticus menyebabkan henti jantung
Fraktur atau dislokasi vertebra servikalis. (Pada korban yang dihukum gantung)

Penyebab kematian pada tenggelam

Kematian akibat perendaman dalam cairan dan termasuk jenis mati lemas
(asfiksia) oleh karena jalan napas terhalang oleh air/cairan, yang terhisap masuk

2.

ke jalan napas sampai ke alveoli paru-paru.


Ketidakseimbangan elektrolit serum yang mempengaruhi fungsi jantung (refleks

kardiak)
Laringospasme sebagai akibat refleks vagal

Mekanisme Tenggelam dan Penggantungan :


MEKANISME ASFIKSIA :
Kondisi-kondisi yang berkaitan dengan asfiksia adalah sebagai berikut:
a. Gangguan pertukaran udara pernapasan.
b. Penurunan kadar oksigen (O2) dalam darah (hipoksia).
c. Peningkatan kadar karbondioksida (CO2) dalam darah (hiperkapnea).
d. Penurunan suplai oksigen (O2) ke jaringan tubuh.
Kerusakan akibat asfiksia disebabkan oleh gagalnya sel menerima atau menggunakan
oksigen. Kegagalan ini diawali dengan hipoksemia. Hipoksemia adalah penurunan kadar
oksigen dalam darah. Manifestasi kliniknya terbagi dua yaitu hipoksia jaringan dan
4

mekanisme kompensasi tubuh. Tingkat kecepatan rusaknya jaringan tubuh bervariasi.


Yang paling membutuhkan oksigen adalah sistem saraf pusat dan jantung. Terhentinya
aliran darah ke korteks serebri akan menyebabkan kehilangan kesadaran dalam 10-20
detik. Jika PO2 jaringan dibawah level kritis, metabolisme aerob berhenti dan
metabolisme anaerob berlangsung dengan pembentukan asam laktat.
Tanda

dan

gejala

hipoksemia

dibagi

menjadi

kategori

yaitu

akibat

ketidakseimbangan fungsi pusat vital dan dan akibat aktivasi mekanisme kompensasi.
Hipoksemia ringan menyebabkan sedikit manifestasi yaitu gangguan ringan dari status
mental dan ketajaman penglihatan, kadang-kadang hiperventilasi. Hal ini karena saturasi
Hb masih sekitar 90% ketika PO2 hanya 60 mmHg.
Hipoksemia yang lebih berat bisa menyebabkan perubahan kepribadian, agitasi,
inkoordinasi otot, euphoria, delirium, bisa sampai stupor dan koma.
Pengerahan mekanisme kompensasi simpatis menyebabkan takikardi, kulit menjadi
dingin (oleh karena vasokonstriksi perifer), diaphoresis dan peningkatan ringan dari
tekanan darah.
Hipoksemia akut yang sangat berat bisa menyebabkan konvulsi, perdarahan retina dan
kerusakan otak permanent. Hipotensi dan bradikardi biasanya merupakan stadium
preterminal pada orang dengan hipoksemia, mengindikasikan kegagalan mekanisme
kompensasi.
Kehilangan oksigen bisa bersifat parsial (hipoksia) atau total (anoksia).
Hipoksia dapat diberi batasan sebagai suatu keadaan dimana sel gagal untuk dapat
melangsungkan metabolisme secara efisien. Dahulu untuk keadaan ini disebut anoksia
yang setelah dipelajari ternyata pemakaian istilah anoksia itu sendiri tidak tepat. Dalam
kenyataan seahri-hari merupakan gabungan dari 4 kelompok. Kelompok tersebut adalah:
1. Hipoksik-hipoksia (dahulu anoksik-anoksia)
Keadaan dimana oksigen tidak dapat masuk aliran darah atau tidak cukup bisa
mencapai aliran darah , misalnya pada orang-orang yang menghisap gas inert, berada
dalam tambang atau pada tempat yang tinggi dimana kadar oksigen berkurang.
2. Stagnan-hipoksia (dahulu stagnant circulatory anoxia)
Terjadi karena gangguan sirkulasi darah (embolism)
3. Anemik-hipoksia (dahulu anemic anoxia)
Darah tidak mampu mengangkut oksigen yang cukup. Bisa karena volume darah yang
kurang
5

4. Histotoksik-hipoksia (dahulu histotoxic tissue anoxia)


Pada keadaan ini sel-sel tidak dapat mempergunakan oksigen dengan baik, hal ini
dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
a) Extra celluler: system enzim oksigen terganggu. Misalnya pada keracunan
HCN, barbiturate dan obat-obat hypnotic.
b) Pada keracunan HCN, cytochrome enzim hancur sehingga sel-sel mati.
Sedangkan barbiturate dan hypnotic hanya sebagian system cytochrome enzim
yang terganggu, maka jarang menimbulkan kematian sel kecuali pada overdosis.
c) Intra celluler: terjadi karena penurunan permeabilitas sel membrane, seperti
yang terjadi pada pemberian obat-obat anesthesia yang larut dalam lemak
(chloroform, ether, dll)
d) Metabolit: sisa-sisa metabolisme tidak bisa dibuang, misalnya pada uremia dan
keracunan CO2
e) Substrat: bahan-bahan yang diperlukan untuk metabolisme kurang. Misalnya
pada hipoglikemia.
Terdapat empat fase dalam asfiksia, yaitu:
1.

Fase Dispneu.

Pada fase ini terjadi penurunan kadar oksigen dalam sel darah merah dan penimbunan
CO2 dalam plasma akan merangsang pusat pernapasan di medulla oblongata. Hal ini
membuat amplitude dan frekuensi pernapasan meningkat, nadi cepat, tekanan darah
meninggi, dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama muka dan tangan.
2.

Fase Konvulsi.

Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf
pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang), yang mula-mula kejang berupa kejang
klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik dan akhirnya timbul spasme opistotonik.
Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek
ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akobat kekurangan
O2.

3.

Fase Apneu.

Pada fase ini, terjadi depresi pusat pernapasan yang lebih hebat. Pernapasan
melemah dan dapat berhenti, kesadaran menurun,dan akibat dari relaksasi sfingter
dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urine, dan tinja.
4. Fase Akhir.
Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti setelah
kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut
beberapa saat setelah pernapasan berhenti. Masa dari saat asfiksia timbul sampai
terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit.
Fase 1 dan 2 berlangsung 3-4 menit. Hal ini tergantung dari tingkat penghalangan
O2. Bila penghalangan O2 tidak 100 %, maka waktu kematian akan lebih lama dan
tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.
Stadium asfiksia adalah:
1. Stadium pertama.
Gejala yang terjadi pada stadium ini adalah pernapasan dirasakan berat. Kadar
CO2 yang meningkat menyebabkan pernapasan menjadi cepat dan dalam (frekuensi
pernapasan meningkat), nadi menjadi cepat, tekanan darah meningkat, muka dan
tangan menjadi agak biru.
2. Stadium kedua.
Gejala yang terjadi adalah pernapasan menjadi sukar, terjadi kongesti di vena dan
kapiler sehingga terjadi perdarahan berbintik-bintik (petechie), kesadaran menurun,
dan timbul kejang.
3. Stadium ketiga.
Gerakan tubuh terhenti, pernapasan menjadi lemah dan lama kelamaan berhenti,
pingsan, muntah, pengeluaran kencing dan tinja, dan meninggal dunia. Korban lakilaki dapat mengeluarkan mani dan korban wanita mengeluarkan darah dari vagina.
4. Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam dua golongan.
1. Primer ( akibat langsung dari asfiksia )
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe
dari asfiksia. Sel - sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan O2. Apa yang terjadi
pada sel yang kekurangan O2 belum dapat diketahui, tapi yang dapat diketahui adanya
perubahan elektrolit dimana kalium meninggalkan sel dan diganti natrium
mengakibatkan terjadinya retensi air dan gangguan metabolisme. Di sini sel - sel otak
yang mati akan digantikan oleh jaringan glial. Akson yang rusak akan mengalami
7

pertumbuhan (sprouting) pada kedua ujung yang terputus oleh jaringan parut tersebut.
Akan tetapi hal ini tidak mengakibatkan tersambungnya kembali akson yang terputus,
karena terhalang oleh jaringan parut yang terdiri dari sel glia.
Bila orang yang mengalami kekurangan anoksia dapat hidup beberapa hari
sebelum meninggal perubahan tersebut sangat khas pada sel - sel serebrum, serebelum
dan ganglia basalis. Akan tetapi bila orangnya meninggal cepat, maka perubahannya
tidak spesifik dan dapat dikaburkan dengan gambaran postmortem autolisis. Pada
organ tubuh yang lain yakni jantung, paru - paru, hati, ginjal dan yang lainnya
perubahan akibat kekurangan O2 langsung atau primer tidak jelas.
2. Sekunder ( berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari
tubuh)
Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah
dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi. Karena
oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung maka
terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini didapati
pada :
a. Penutupan mulut dan hidung ( pembekapan )
b. Obstruksi jalan nafas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan
korpus alienum dalam saluran nafas atau pada tenggelam karena cairan
menghalangi udara masuk ke paru paru
c. Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan (traumatic
asphyxia )
d. Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan,
misalnya pada keracuna

MEKANISME TENGGELAM :
Tenggelam dalam Air Tawar
inhalasi air tawar

alveolus paru-paru

absorbsi dalam jumlah besar

hipervolemi

hemodilusi hebat (72%)

hemolisis

tekanan sistole menurun

perubahan biokimiawi

fibrilasi ventrikel

K+ meningkat, Na+ dan Cl- menurun

anoksia cerebri

M A T I anoksia myocardium

Air tawar akan dengan cepat diserap dalam jumlah besar sehingga terjadi hemodilusi
yang hebat sampai 72 persen yang berakibat terjadinya hemolisis

Oleh karena terjadi perubahan biokimiawi yang serius, dimana Kalium dalam plasma
meningkat dan Natrium berkurang, juga terjadi anoksia yang hebat pada myocardium

Hemodilusi menyebabkan cairan dalam pembuluh darah atau sirkulasi menjadi


berlebihan, terjadi penurunan tekanan systole, dan dalam waktu beberapa menit terjadi
fibrilasi ventrikel

Jantung untuk beberapa saat masih berdenyut dengan lemah, terjadi anoksia cerebri
yang hebat, hal ini yang menerangkan mengapa kematian terjadi cepat.

Tenggelam dalam Air Asin


inhalasi air asin

alveolus paru-paru

hemokonsentrasi

hipovolemi cairan sirkulasi berdifusi keluar hematokrit meningkat

K+ menurun, Na+ dan Cl- meningkat

viskositas darah meningkat

K+ meningkat, Na+ dan Cl- menurun

payah jantung

M AT I

Terjadi hemokonsentrasi, cairan dari sirkulasi dapat tertarik keluar sampai sekitar 42
persen, dan masuk ke dalam jaringan paru-paru sehingga terjadi edema pulmonum
yang hebat dalam waktu relatif singkat

Pertukaran elekrolit dari air asin ke dalam darah mengakibatkan meningkatnya


hematokrit dan peningkatan kadar Natrium plasma

Fibrilasi ventrikel tidak terjadi, namun terjadi anoksia pada myocardium dan disertai
peningkatan viskositas darah, akan menyebabkan terjadinya payah jantung.

Tidak terjadi hemolisis, melainkan hemokonsentrasi, tekanan sistolik akan menetap


dalam beberapa menit

3.

Jenis-jenis dan tanda-tanda asfiksia :

Jenis dan tanda Asfiksia:


Jenis asfiksia Berdasar penyebab :

Hipoksia hipoksik (anoksia anoksik)


Hipoksia hipoksik adalah hipoksia yang disebabkan oleh rendahnya tekanan
parsial oksigen dalam darah arteri yang disebabkan karena kurangnya oksigen yang
10

masuk paru-paru sehingga oksigen tidak dapat mencapai darah dan gagal untuk
masuk dalam sirkulasi darah. Kegagalan ini bisa disebabkan adanya sumbatan /
obstruksi di saluran pernapasan, baik oleh sebab alamiah (misalnya penyakit yang
disertai dengan penyumbatan saluran pernafasan seperti laringitis difteri, status
asmatikus, karsinoma bronchonenik, dan sebagainya) atau oleh trauma/kekerasan
yang bersifat mekanik, seperti tercekik, penggantungan, tenggelam dan sebagainya.
Hipoksia anemik (anoksia anemik)
Hipoksia anemik, dimana PO2 darah arteri normal tetapi jumlah hemoglobin
yang tersedia untuk mengangkut oksigen berkurang. Contohny, keracunan Karbon

monoksida yang menghambat kemampuan hemoglobin berikatan dengan oksigen.


Hipoksia stagnan (anoksia stagnan)
Di mana ada pembatasan lokal aliran darah beroksigen ke jaringan. Oksigen
diberikan ke seluruh tubuh namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
Contohnya adalah iskemia otak, penyakit jantung iskemik dan hipoksia Intraurine,

yang merupakan penyebab kematian perinatal tersering.


Hipoksia histotokik (anoksia histotoksik)
Hipoksia histotoksik di mana jumlah oksigen yang mencapai sel-sel normal,
tetapi sel tidak dapat secara efektif menggunakan oksigen karena kerusakan enzim
fosforilasi oksidatif. Contohnya adalah pengaruh minum minuman beralkohol.
Ketiga jenis hipoksia yang terakhir (yakni hipoksia anemik, stagnan dan
histotoksik) disebabkan penyakit atau keracunan, sedangkan hipoksia yang pertama
(yakni hipoksia hipoksik) disebabkan kurangnya oksigen atau obstruksi pada jalan
nafas baik karena penyakit maupun sebab kekerasan (yang bersifat mekanik). Asfiksia
mekanik (mechanical asphixia) adalah jenis yang paling sering dijumpai dalam kasus
tindak pidana yang menyangkut nyawa manusia. Dalam kedokteran forensik istilah
asfiksia, sering disebut dengan mati lemas.

Jenis-jenis asfiksia mekanik, antara lain:


1.

Penutupan saluran pernafasan bagian atas:

Suffocation: kekurangan oksigen akibat ketidakmampuan menghirup oksigen.


Peristiwa suffokasi dapat terjadi jika oksigen yang ada di udara lokal kurang
memadai, seperti misalnya di dalam satu ruang kecil tanpa ventilasi cukup berdesakdesakan dengan banyak orang, pertambangan yang mengalami keruntuhan, ataupun
terjebak di dalam ruang yang tertutup rapat. Kematian dalat terjadi dalam beberapa
jam, tergantung dari luasnya ruangan serta kebutuhan oksigen bagi orang yang berada
11

di dalamnya. Sebab kematian pada peristiwa sufokasi, biasanya merupakan kombinasi


dari hipoksia, keracunan CO2, hawa panas dan kemungkinan juga cedera yang terjadi,
misalnya pada saat peristiwa kebakaran gedung.

Smothering: pembekapan. Smothering (pembekapan) adalah bentuk safiksia yang


disebabkan oleh penutupan lubang hidung dan mulut. Penutupan dpat dilakukan
dengan mengguankan tangan atau suatu benda yang lunak, misalnya bantal atau
selimut yang dilipat. Peristiwa pembekapan dapat terjadi karena pembunuhan,
kecelakaan atau bunuh diri. Kecelakaan dapat terjadi ketika anak-anak bermain
dengan memasukkan kepala ke dalam kantong plastik dan mengikatnya di leher,
meskipun cara ini juga dapat digunakan oleh orang dewasa untuk melakan
pembunuhan atau bunuh diri.

Gangging & choking: sumbatan benda di saluran napas. Keduanya merupakan jenis
asfiksia yang disebabkan blokade jalan nafas oleh benda asing yang datangnya dari
luar ataupun dari dalam tubuh, misalnya seperti inhalasi mutahan (aspirasi), tersedak
makanan, tumor, jatuhnya lidah ke belakang ketika dalam keadaan tidak sadar, bekuan
darah atau lepasnya gigi palsu. Gejalanya sangat khas, yakni dimulai dengan batukbatuk yang terjadi secara tiba-tiba, kemudian disusul sianosis dan akhirnya
meninggal. Peristiwa ini dapat karena bunuh diri (meskipun sulit untuk memasukkan
benda asing ke dalam mulutnya sendiri, karena akan ada reflek batuk atau muntah),
pembunuhan (umumnya korban adalah bayi, orang dengan fisik lemah atau tak
berdaya) dan kecelakaan (misalnya tersedak makanan hingga menyumbat saluran
nafas). Mekanisme kematian yang mungkin terjadi adalah asfiksia atau refleks vagal
akibat rangsangan pada reseptor nervus vagus di arkus faring yang menimbulkan
inhibisi kerja jantung dengan akibat cardiac arrest dan kematian.

2.

Penekanan dinding saluran pernafasan

Stranggulation: penjeratan. Penjeratan, adalah penekanan benda asing yang


permukaannya relatif sempit dan panjang, dapat berupa tali, ikat pinggang, rantai,
stagen, dan sebagainya, melingkari atau mengikat leher yang makin lama makin kuat
di mana kekauatan jeratan berasal dari tarikan keua ujungnya, sehingga secara
berturutan pembuluh darah balik, arteri superfisial dan saluran nafas tertutup.
Biasanya arteri vertebralis tetap paten, hal ini disebabkan karena kekuatan atau beban
yang menekan pada penjeratan biasanya tidak besar. Mekanisme matinya bisa karena
tertutupnya jalan nafas hingga terjadi asfikisa, atau tertutupnya vena hingga anoksia
12

otak, atau refleks vagal atau karena tertutupnya arteri karotis sehingga otak
kekurangan darah. Penjeratan biasanya merupakan peristiwa pembunuhan, meskipun
dapat karena bunuh diri maupun kecelakaan (misalnya selendang yang dililitkan di
leher tertarik roda saat mengendari motor).

Manual strangulation/throttling: pencekikan. Pencekikkan adalah penekanan leher


dengan tangan yang menyebabkan dinding saluran nafas bagian atas tertekan dan
terjadi penyempitan saluran nafas, sehingga udara pernafasan tidak dapat lewat.
Mekanisme matinya adalah karena asfiksia ataupun refleks vagal yang terjadi akibat
rangsang pada reseptor nervus vagus pada corpus caroticus di percabangan arteri
karotis interna dan eksterna. Cekikkan merupakan jenis strangulasi yang hampir
selalu disebabkan oleh pembunuhan. Dapat disebabkan kecelakaan, misal pada saat
latihan bela diri atau pembuatan film, meskipun sangat jarang dan tidak mungkin
digunakan untuk bunuh diri, sebab cekikkan akan lepas begitu orang yang melakukan
bunuh diri itu muali kehilangan kesadaran.

Hanging: penggantungan. Penggantungan / peristiwa gantung adalah peristiwa di


mana seluruh atau sebagian dari berat tubuh seseorang ditahan di bagian lehernya oleh
sesuatu benda dengan permukaan yang relatif sempit dan panjang (biasanya tali)
sehingga daerah tersebut mengalami tekanan. Kasus ini hampir sama dengan
penjeratan, bedanya adalah asal tenaga yang dibutuhkan untuk memperkecil jeratan.
Pada penjeratan, tenaga datang dari luar, sedangkan pada penggantungan, tenaga
bersal dari berat badan korban sendiri, meskipun tidak perlu seluruh berat badan
digunakan. Pada penggantungan tidak harus seluruh tubuh berada di atas lantai, sebab
dengan tekanan berkekuatan 10 pon pada leher sudah cukup menghentikan aliran
darah di daerah itu. Sehingga tindakan gantung diri dapat saja dilakukan dengan
sebagian

tubuh

tetap

berada/menempellantai.

Peristiwa penggantungan tidak identik dengan bunuh diri, karena bisa saja karena
pembunuhan

maupun

kecelakaan.

Mekanisme

kematian

pada

peristiwa

penggantungan bisa karena asfiksia, gangguan sirkulasi darah ke otak (akibat


terhambatnya aliran arteri-arteri leher), refleks vagal ataupun karena kerusakan
medulla spinalis akibat dislokasi/fraktur vertebra cervicalisd (bisa pada sendi
atlantoaxial).
3.

Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik)

13

Keadaan asfiksia traumatik merupakan hasil dari penekanan yang terus-menerus pada
dada dan abdomen oleh kejatuhan sesuatu, kendaraan yang berat, tekanan kerumunan
orang dan sebagainya. Terjadi akibat penekanan dari luar pada dinding dada yang
menyebabkan dada terfiksasi, kadang hingga perut, hingga menimbulkan gangguan gerak
pernafasan, misalnya saat dada atau seluruh badan tertimbun pasir, tanah, runtuhan
tembok, tergencet saat saling berdesakan, ataupun tergencet stir mobil. Akibatnya gerakan
pernafasan tidak mungkin terjadi sehingga tubuh mengalami asfiksia. Istilah lain untuk
asfiksia jenis ini adalah crush asphyxia.
4.

Saluran nafas terisi air (tenggelam/drowning)


Kematian karena tenggelam biasanya didefinisikan sebagai kematian akibat mati lemas
disebabkan masuknya cairan ke dalam saluran pernafasan. Istilah tenggelam sebenarnya
harus pula mencakup proses yang terjadi akibat terbenamnya korban dalam air yang
menyebabkan kehilangan kesadaran dan mengancam jiwa, meskipun pada peristiwa
tenggelam tidak seluruh tubuh harus masuk dalam air. Asalkan lubang hidung dan mulut
berada di bawah permukaan air, maka hal itu sudah cukup memenuhi kriteria peristiwa
tenggelam. Berdasarkan pengertian tersebut, maka peristiwa tenggelam tidak hanya
terjadi di laut atau sungai tetapi juga dapat terjadi di dalam watafel atau ember berisi air.

Tanda-tanda asfisia:
a. Tanda klasik / umum :

Sianosis akibat kekurangan oksigen, darah lebih encer dan gelap, kulit, mukosa dan
lebam mayat umumnya lebih gelap. Warna lebam mayat merah kebiruan gelap dan
terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam lebih luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan
aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah
mengalir. Pada kasus keracunan sianida dan CO, lebam jenazah berwarna merah
terang meskipun tidak selalu demikian, sebab masing-masing mempunyai kadar
oskihemoglobin dan CO-Hb yang tinggi.

Kongesti vena. Khas asfiksia bila kongesti sistemik pada kulit dan organ selain paruparu

Petechial haemorrages (tardieu spot) terutama pada jaringan longgar (kelopak mata)
atau organ dengan membran trasnparan (pleura, perikardium)

Kongesti yang terjadi di paru-paru pada kematian karena asfiksia bukan merupakan
tanda yang khas. Kongesti yang khas asfiksia bila kongesti sistemik pada kulit dan
14

organ selain paru-paru, termasuk dilatasi jantung kanan. Sebagai akibat dari kongesti
vena, akan terlihat adanya bintik-bintik perdarahan (petechial haemorrages) atau
disebut tardieus spot. Bintik perdarahan terjadi karena timbulnya peningkatan
permeabilitas kapiler dan juga karena rusak/pecahnya dinding endotel kapiler akibat
hipoksia. Bintik perdarahan ini lebih mudah terjadi pada jaringan longgar, seperti
misalnya jaringan bawah kelopak mata, atau organ dengan membran trasnparan
(pleura, perikardium). Pada asfiksia hebat, bintik perdarahan dapat terlihat pada faring
dan laring.

Edema disebkan karena kerusakan pada pembuluh kapiler sehingga permeabilitas


meningkat, terutama pada paru-paru

b. Tanda spesifik
Berhubungan dengan jenis penyebab asfiksia
1. Pembekapan

Bila pembekapan dengan menggunakan benda lunak, maka pada pemeriksaan luar
mungkin tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.

Kekerasan yang mungkin terdapat adalah luka lecet jenis tekan atau geser, goresan
kuku dan luka memar pada ujung hidung, bibir, pipi dan dagu yang mungkin
terjadi akibat korban melawan.

Luka memar atau lecet pada bagian/permukaan dalam bibir, adalah akibat bibir
yang terdorong dan menekan gigi, gusi dan lidah

.
2. Penggantungan

Jejas jerat berupa lekukan melingkari leher, baik penuh atau sebagian dan
disekitarnya terlihat bendungan. Arah jejas jerat mengarah ke atas menuju simpul
dan membentuk sudut atau jika jejas diteruskan (pada jejas yang tidak melingkar
secara penuh) akan membentuk sudut semu. Warna jejas coklat kemerahan
(karena lecet akibat tali yang kasar), perabaan seperti kertas perkamen. Jeratan
akan semakin tidak jelas jejasnya, apabila penggantungan menggunakan alat yang
lunak dan atau mempunyai ukuran lebar makin besar. Hal serupa terjadi pula pada
penjeratan. Alat tersebut misalnya kain jarik, sprei atau sarung yang digulung.

Resapan darah pada jaringan bawah kulit dan otot. Tanda ini merupakan salah satu
tanda intravital, yakni adanya proses reaksi inflamasi / ekstravasasi sel-sel darah
15

pada jaringan yang menunjukkan bahwa trauma / jeratan terjadi sebelum korban
meninggal. Hal serupa pada prinsipnya terjadi pada semua jenis trauma pada
semua jaringan.

Fraktur os hyoid (biasanya pada cornu majus) dan cartilage crycoid

Lebam mayat dapat ditemukan pada bagian tubuh bawah, anggota bagian distal
serta alat genital distal apabila sesudah mati tetap dalam keadaan tergantung
cukup lama hingga lebam mayat menetap.

Lidah akan terlihat menjulur bila posisi tali di bawah kartilago thyroid dan
berwarna lebih gelap akibat proses pengeringan. Sebaliknya, apabila lilitan tali di
atas kartilago thyroid, lidah tidak akan menjulur.

3. Penjeratan

Jejas jerat: luka lecet tekan, mendatar, seluruh leher, di bawah rawan gondok,
simpul mati, tali penjerat keras, kecil, kasar, terlihat jelas, halus, lebar, lunak tidak
terlihat jelas

luka/memar bagian tubuh lain

sering adanya buih halus kemerahan di jalan nafas

Resapan darah subkutis / otot

Jejas jerat biasanya mendatar, melingkari leher dan umumnya terdapat lebih
rendah daripada jejas jerat pada gantung. Jejas jerat biasanya terletak setinggi atau
di bawah rawan gondok.

Bila jerat kasar seperti tali dan tekanan kuat, maka dapat meninggalkan luka lecet
yang tampak jelas berupa kulit yang mencekung berwarna coklat yang dengan
perabaan teraba kaku seperti kertas perkamen.

Pada peristiwa pembunuhan sering ditemukan adanya lecet-lecet atau memar di


sekitar jejas jerat, biasanya terjadi karena korban berusaha membuka jeratan.

Pada pemeriksaan dalam leher di sekitar jeratan, bisa tampak resapan darah pada
otot dan jaringan ikat, fraktur dari tulang rawan reutama rawan gondok, dan
kongesti jaringan ikat, kelenjar limnfe dan pangkal lidah.

4. Pencekikan

Luka/memar di daerah leher bentuk serupa kuku

Resapan darah di bagian dalam leher, terutama di belakang kerongkongan, dasar


lidah dan kelenjar thyroid
16

Fraktur tulang rawan thyroid, crycoid dan hyoid

Buih halus lubang mulut dan hidung

Pada pemeriksaan luar, tampak pembendungan pada kepala dan muka karena
tertekannya pembuluh vena dan arteries superficial, sedangkan arteri vertebrallis
tidak terganggu.

Tanda kekerasan pada leher ditemukan dengan distribusi berbeda-beda, tergantung


cara mencekik.

5. Tenggelam
Kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan masuknya cairan ke dalam saluran
pernafasan. Terminologi tenggelam:

Wet drowning, Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernafasan setelah
korban tenggelam. Kematian terjadi setelah korban menghirup air. Jumlah air
yang dapat mematikan, jika dihirup paru-paru adalah sebanyak 2 liter untuk orang
dewasa dan 30-40 ml untuk bayi.

Dry drowning, Pada keadaan ini, cairan tidak masuk ke dalam saluran pernafasan,
akibat spasme laring dan kematian terjadi sebelum menghirup air.

Secondary drowning,Terjadi gejala bebertapa hari setelah korban tenggelam dan


diangkat dari dalam air dan korban meninggal akibat komplikasi

Immersion syndrome, Korban tiba-tiba meninggal setelah tenggelam dalam air


dingin akibat refleks vagal yang menyebabkan cardiac arrest. Keadaan tersebut
hanya dapat dijelaskan oleh karena terjadinya fibrilasi ventrikel dan dapat
dibuktikan bahwa pada orang yang masuk ke air dingin atau tersiram air yang
dingin, dapat mengalami ventricular ectopic beat. Alkohol dan makan terlalu
banyak merupakan faktor pencetus.

4.

1.

Perbedaan kasus perbedaan kasus yang digantung dan gantung diri :


Perbedaan
Usia

Penggantungan Bunuh Diri


Penggantungan Pembunuhan
Lebih sering terjadi pada remaja Tidak mengenal batasan usia
dan dewasa

2.

Jejas Jerat

Bentuk miring berupa lingkaran Lingkaran


terputus

3.

Simpul Tali

tidak

terputus,

mendatar, letak di tengah leher

Biasanya satu simpul pada bagian Simpul tali lebih dari satu dan
17

samping leher. Simpul biasanya terikat kuat


simpul hidup
4.
5.

Riwayat

Korban

mempunyai

Korban

bunuh diri dengan cara lain

Cedera

Tidak

terdapat

riwayat Korban tidak mempunyai riwayat


upaya bunuh diri

luka

yang Terdapat

luka-luka

yang

menyebabkan kematian dan tidak mengarah ke pembunuhan


terdapat tanda-tanda perlawanan
Dapat ditemukan racun dalam
6.

Racun

lambung korban, seperti arsen, Dapat

terdapat

racun

berupa

sublimat, korosif. Rasa nyeri opium, kalium sianida. Racun ini


mendorong korban melakukan tidak menyebabkan efek kemauan
7.

Tangan

gantung diri

bunuh diri

Tidak dalam keadaan terikat

Tangan terikat mengarah k kasus


pembunuhan

8.

Kemudahan

Tempat

kejadian

mudah Korban biasa digantung di tempat

ditemukan
9.

yang sulit ditemukan

Tempat

Jika tempat kejadian merupakan Bila

kejadian

tempat

yang

tertutup,

atau terkunci

sebaliknya
dari

ditemukan
luar

maka

didapatkan ruangan dengan pintu penggantungan biasanya kasus


terkunci makan dugaan bunih diri pembunuhan
adalah kuat
10.

Lingkar tali

Jika lingkar tali dapat keluar Jika lingkar tali tidak dapat keluar
melewati kepala, maka dicurigain melewati kepala, maka dicurigai
bunuh diri

5.

peristiwa pembunuhan

Pemeriksaan jenazah pada kasus gantung diri dan tenggelam :


Pemeriksaan Jenazah Kasus Gantung Diri
a. Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan (Ilmu Kedokteran Forensik,1997):

Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku.


Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan merupakan
tanda klasik pada kematian akibat asfiksia.

18

Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi
lebam mayat lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan aktivitas

fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir.
Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan
aktivitas pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas
bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan
menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.
Kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar,
misalnya pada konjungtiva bulbi, palpebra dan subserosa lain. Kadang-kadang

dijumpai pula di kulit wajah.


Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah
konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula dan
kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding
kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik perdarahan
yang dinamakan sebagai Tardieus spot. Penulis lain mengatakan bahwa Tardieus
spot ini timbul karena permeabilitas kapiler yang meningkat akibat hipoksia.

b. Pada pemeriksaan dalam jenazah dapat ditemukan (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997):

Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat

paska kematian.
Busa halus di dalam saluran pernapasan.
Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih

berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.
Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang
jantung belakang daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di
lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam

terutama daerah otot temporal, mukosa epiglotis dan daerah sub-glotis.


Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.
Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring
langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang rawan
krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding tipis).

Pemeriksaan Jenazah Kasus Tenggelam :


Pemeriksaan Post Mortem
19

Pada pemeriksaan mayat akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti mungkin agar
mekanisme kematian dapat ditentukan, karena seringkali mayat ditemukan sudah dalam
keadaan membusuk.
Hal penting yang perlu ditentukan pada pemeriksaan adalah:
1. Menentukan identitas korban
Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain:
o Pakaian dan benda-benda milik korban
o Warna dan distribusi rambut dan identitas lain
o Kelainana atau deformitas dan jaringan parut
o Sidik jari
o Pemeriksaan gigi
o Teknik identifikasi lain
2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam
Pada mayat masih segar, untuk menentukan apakah korban masih hidup atau
sudah meninggal pada saat tenggelam, dapat diketahui dari hasil pemeriksaan :
a. Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih hidup waktu
tenggelam adalah pemeriksaan diatom
b. Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar elektrolit
magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan.
c. Benda asing dalam paru dan saluran pernafasan mempunyai nilai yang
menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu dan mulai
membusuk. Demikian juga dengan isi lambung dan usus.
d. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara
fisika dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban tenggelam mepunyai
nilai bermakna.
e. Pada beberapa kasus ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat menjelaskan
bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol pada saat masuk ke dalam air.
3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning
Pada mayat yang segar, gambaran pasca kematian dapat menunjukkan tipe
drowning dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan atau
kekerasan lain.
4. Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian

20

Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian misanya kekerasan, obatobatan, alkohol dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau melalui bedah jenazah.
5. Tempat korban pertama kali tenggelam
Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam saluran
nafas, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan dapat membantu
menentukan apakah korban tenggelam ditempat itu atau tempat lain.
6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian

Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup pada waktu masuk ke air,
maka perlu ditentukan apakah kematian disebabkan karena air masuk ke
dalam saluran pernafasan. Pada immersion, kematian terjadi dengan cepat, hal
ini mungkin disebabkan oleh sudden cardiac arrest yang terjadi pada waktu
cairan melalui saluran nafas bagian atas. Beberapa korban yang terjun dengan
kaki terlebih dahulu menyebabkan cairan dengan mudah masuk ke
hidung. Faktor lain adalah keadaan hipersensitivitas dan kadang-kadang
keracunan alkohol.

Bila tidak ditemukan air dalam paru-paru dan lambung berarti kematian terjadi
seketika akibat spasme glottis yang menyebabkan cairan tidak dapat masuk.

Waktu yang diperlukan untuk terbenam dapat bervariasi tergantung dari keadaan
sekeliling korban, keadaan masing-masing korban, reaksi perorangan yang bersangkutan,
keadaan kesehatan, dan jumlah serta sifat cairan yang dihisap masuk ke dalam saluran
pernapasan.
Korban tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama makin banyak,
kemudian menjadi tidak sadar dalam waktu 2-12 menit (fatal periode). Dalam periode ini bila
orban dikeluarkan dari air, ada kemungkinan masih dapat hidup bila upaya resusitasi berhasil.
Gambaran Post Mortem Kasus Tenggelam
Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur dan bendabenda asing lain yang terdapat dalam air, kalau seluruh tubuh terbenam dalam
air.
b. Busa halus pada hidung dan mulut, kadang-kadang berdarah.
c. Mata setengah terbuka atau tertutup, jarang pendarahan atau perbendungan.
Cutis anserina
21

d. Kutis anserina pada kulit permukaan anterior


tubuh

terutama

pada

ekstremitas

akibat

kontraksi otot erektor pili yang dapat terjadi


karena rangsang dinginnya air. Gambaran kutis
anserina kadangkala dapat juga akibat rigor
mortis pada otot tersebut.
e. Washer womans hand dimana telapak tangan
dan kaki berwarna keputihan dan berkeriput
yang disebabkan karena imbibisi cairan ke
dalam kutis dan biasanya membutuhkan waktu
lama.

Washer womans hand

f. Cadaveric spasme, merupakan tanda intravital


yang terjadi pada waktu korban berusaha menyelamatkan diri dengan
memegang apa saja seperti rumput atau benda-benda lain dalam air.

Cadaveric spame
g. Luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut dan kaki akibat gesekan pada
benda-benda dalam air. Puncak kepala mungkin terbentur dasar waktu
terbenam, tetapi dapat pula terjadi luka post mortal akibat benda-benda atau
binatang dalam air.
Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Busa halus dan benda asing (pasir, tumbuh-tumbuhan air) dalam saluran
pernafasan.
b. Paru-paru mebesar seperti balon, lebih berat, sampai menutupi kandung
jantung. Pada pengirisan banyak keluar cairan. Keadaan ini terutama terjadi
pada kasus tenggelam di laut.

22

c. Petekie sedikit sekali karena kapiler terjepit diantara septum interalveolar.


Mungkin terdapat bercak-bercak perdarahan yang disebut bercak Paltauf akibat
robeknya penyekat alveoli (Polsin).
d. Petekie subpleural dan bula emfisema jarang terdapat dan ini bukan merupakan
tanda khas tenggelam tetapi mungkin disebabkan oleh usaha respirasi.
e. Dapat juga ditemukan paru-paru yang normal karena cairan tidak masuk ke
dalam alveoli atau cairan sudah masuk ke dalam aliran darah 9melalui proses
imbibisi), ini dapat terjadi pada kasus tenggelam di air tawar.
f. Otak, ginjal, hati dan limpa mengalami perbendungan
g. Lambung dapat sangat membesar, berisi air, lumpur dan mungkin juga terdapat
dalam usus halus.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan Diatom.
Alga/ ganggang bersel satu dngan dinding terdiri dari silikat yang tahan panas
dan asam kuat. Diatom ini dapat dijumpai dalam air tawat, alut, sungai, sumur.
Bila seseorang mati karena tenggelam maka cairan bersama diatom masuk ke
dalam saluran nafas atau pencernaan, kemudian diatom akan masuk ke dalam
aliran darah melalui kerusakkan dinding kapiler pada waktu korban masih hidup
dan tesebar ke seluruh jaringan. Pemeriksaan diatom dilakukan pada jaringan paru
mayat segar. Bila mayat telah membusuk, pemeriksaan diatom dilakukan dari
jaringan ginjal, otot skelet, sumsum tulang paha. Pemeriksaan diatom pada hati
dan limpa kurang bermakna sebab berasal dari penyerapan abnormal saluran
pencernaan terhadap makanan dan minuman.
Pemeriksaan diatom positif bila pada jaringan paru ditemukan diatom cukup
banyak : 4-5/ LPB atau 10-20 per satuan sediaan, atau pada sumsum tulang cukup
ditemukan satu
2. Pemeriksaan Diatom dapat dilakukan dengan pemeriksaan destruksi pada paru
dan pemeriksaan getah paru.
3. Pemeriksaan Darah Jantung. Pemeriksaan berat jenis dan kadar elektrolit pada
darah yng berasal dari bilik jantung kiri dan bilik jantung kanan. Bila tenggelam di
air tawar, berat jenis dan kadar elektrolit dalam darah jantung kiri lebih rendah
dari jantung kanan sedangkan pada tenggelam di air asin terjadi sebaliknya.
Perbedaan kadar elektrolit lebih rendah dari 10% dapat menyokong diagnosis.
23

4. Pemeriksaan mikroskopik jaringan


5. Pemeriksaan keracunan
6. Perbedaan tenggelam di air tawar dan air laut :
Perbedaan Tempat
Air laut

Air Tawar

Paru paru besar dan berat

Paru-paru besar dan ringan

Basah

Relatif ringan

Bentuk besar kadang overlapping

Bentuk biasa

Ungu biru dan permukaan licin

Merah pucat dan emfisematous

Krepitasi tidak ada

Krepitasi ada

Busa sedikit dan banyak cairan

Busa banyak

Dikeluarkan dari torak akan mendatad dan Dikeluarkan dari toraks tapi kempes
ditekan akan menjadi cekung
Mati dalam 5-10 menit, 20 ml/kgBB

Mati dalam 5 menit, 40 ml.kgBB

Darah:

Darah:

1. BJ 1,0595 -1,0600

1. BJ 1,055

2. Hipertonik

2. hipotonik

3. hemokonsentrasi dan edema paru

3. hemodilusi/hemolisis

4. hipokalemia

4. hiperkalemia

5. hipernatremia

5. hiponatremia

6. hiperklorida
Resusitasi lebih mudah

6. hipoklorida
Resusitasi aktif

Tranfusi dengan plasma

Tranfusi dengan PRC

7. Perbedaan penggantungan post mortem dan antemortem :


No
1.

Penggantungan Antemortem

Penggantungan Postmortem

Tanda jejas jerat berupa lingkaran Tanda jejas jerat biasanya berbentuk utuh
terputus (non continous) dan letaknya (continous), agak sirkuler dan letaknya
pada leher bagian atas

2.

pada bagian leher tidak begitu tinggi

Simpul tali biasanya tunggal, terdapat Simpul tali lebih dari satu biasanya lebih
24

pada sisi leher

dari satu, diikatkan dengan kuat dan


diletakan pada bagian depan leher

3.

Ekimosis tampak jelas pada salah satu Ekimosis pada salah satu sisi jejas
sisi dari jejas penjeratan.

4.

penjeratan tidak ada atau tidak jelas.

Lebam mayat tampak diatas jejas jerat Lebam mayat terdapat pada bagian tubuh
dan pada tungkai bawah

yang menggantung sesuai dengan posisi


mayat setelah meninggal

5.

Pada kulit ditempat jejas penjeratan Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak
teraba seperti kertas perkamen yaitu jelas
tanda parchmentisasi

6.

Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dll Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga,
sangat jelas terlihat terutama jika dll, tergantung dari penyebab kematian
kematian karena asfiksia

7.

Wajah

membengkak

mengalami

kongesti

dan

mata Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga,

dan

agak dll, tergantung dari penyebab kematian

menonjol, disertai dengan gambaran


pembuluh darah vena yang jelas pada
bagian kening dan dahi
8.

Lidah bisa terjulur atau tidak sama Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
sekali

9.

pencekikan

Ereksi penis disertai dengan keluarnya Ereksi penis dan cairan sperma tidak ada.
cairan sperma sering terjadi pada Pengeluaran feses juga tidak ada
korban

pria.

Sering

ditemukan

keluarnya feses
10. Air liur ditemukan menetes dari sudut Air liur tidak ditemukan yang menetes
mulut, dengan arah yang vertikal pada kasus selain kasus penggantungan
menuju dada.
8. Autopsi
Autopsi berasal dari kata auto yaitu sendiri dan Opsis yaitu melihat. Yang
dimaksud dengan autopsi adalah pemeriksaam terhadap tubuh mayat, meliputi
pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukanm proses
penyakit dan atau cedera, melakukan interprestasi atas penemuan-penemuan tersebut,

25

menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainankelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.
Jika pada autopsi ditemukan beberapa jenis kelamin bersama-sama, maka
dilakukan penentuan kelainan mana yang merupakan penyebab kematian, serta
apakah kalinan yang lain turut punya andil dalam terjadinya kematian tersebut.
Berdasarkan tujuannya, dikenal dua jenis autopri yaitu autopsi klinik dan
Forensik. Autopsi klinik dilakukan terhadap mayat-mayat seseorang yang menderita
penyakit, dirawat di Rumas Sakit tetapi kemudian meninggal.
Tujuan dilakukannya autopsi klinik yaitu :
1. Menentukan sebab kematian yang pasti
2. Menentukan apakah diagnosis yang dibuat selama perawatan sesuai dengan diagnosis
postmortem.
3. Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis klinis dan
gejala-gejala klinik
4. Menentukan efektifitas pengobatan
5. Mempelajari perjalanan lazim suatu proses penyakit
6. Pendidikan para mahasiswa kedokteran dan para dokter
Autopsi forensik atau autopsi medikolegal dilakukan terhadap mayat
seseorang berdasarkan peraturan undang-undang dengan tujuan membantu dalam hal
penentuan identitas mayat.
Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian serta
memperkirakan saat kematian, mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti
untuk penentuan identiras benda penyebab serta identitas pelaku kejahatan. Membuat
laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum
melindungi orang yang tidak bersalah serta membantu identitas serta penuntutan
terhadap orang yang bersalah.
Dalam melakukan autopsi forensik, mutlak diperlukan pemeriksaan yang
lengkap. Meliputi pemeriksaan tubuh bagian luar, pembukaan rongga tengkorak,
rongga dada dan rongga lainnya, antara lain pemeriksaan toksikologi forensik,
histopatologi forensik, serologi forensik dan sebagainya.

26

BAB III
3.1 KESIMPULAN
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan
pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang disertai dengan
peningkatan karbon dioksida. Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan
oksigen dan terjadi kematian.
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang
memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan yang bersifat mekanik, misalnya
pembekapan, penyumbatan, penjeratan, pencekikan, gantung diri, dan tenggelam
(drowning).
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dibedakan menjadi
4 fase, yaitu: fase dispneu, fase konvulsi, fase apneu dan fase akhir. Masa dari saat
asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara
4-5 menit. Fase dispneu dan fase konvulsi berlangsung kurang lebih 3-4 menit,
tergantung dari tingkat penghalanhan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian
akan lebih lama dan tanda=tanda asfiksia akan lbih jelas.
Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung-ujung
jari dan kuku. Perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan,
merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia. Warna lebam mayat kebiruan
gelap dan terbentuk lebih cepat, terdapat busa halus pada hidung dan mulut, dan tampak
pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah, konjungtiva bulbi dan
palpebra yang terjadi pada fase konvulsi.
Pada pemeriksaan dalam jenazah, kelainan yang mungkin ditemukan adalah
darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, busa halus dalam saluran pernapasan,
pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat
dan berwarna lebih gelap, ptekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epicardium,
subpleura viseralis, kulit kepala bagian dalam, serta mukosa epiglottis, edema paru
terurtama yang berhubungan dengan hipoksia, adanya fraktur laring langsung dan tidak
langsung, perdarahan faring terutama yang berhubungan dengan kekerasan.

27

DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A., Widiatmaka W., Sudiono S, et al., Kematian Karena Asfiksia Mekanik,
Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Indonesia, Jakarta: 1997.
2. Dahlan S, Asfiksia, Ilmu Kedokteran Forensik, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang: 2000.
3. Iedris M, dr., Tjiptomartono A.L, dr., Asfiksia., Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik
dalam Proses Penyidikan., Sagung Seto., Jakarta: 2008.
4. Amir A, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, ed 2, Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan,
2007.

28

Anda mungkin juga menyukai