Asfiksia (Repaired), L
Asfiksia (Repaired), L
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui
pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan tejadi
dengan mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa
menit atau beberapa jam. Dalam kasus tertentu, salah satu kewajiban dokter adalah
membantu penyidik menegakan keadilan. Untuk itu dokter sedapat mungkin membantu
menentukan beberapa hal seperti saat kematian dan penyebab kematian.
Saat kematian seseorang belum dapat ditunjukan secara tepat karena tanda-tanda dan
gejala setelah kematian sangat bervariasi karena dipengaruhi oleh beberapa hal diantarannya
umur, kondisi fisik pasien, penyakit fisik sebelumnya maupun penyebab kematian itu sendiri.
Salah satu penyebab kematian adalah terjadinya gangguan pertukaran udara
pernafasan yang mengakibatkan suplai oksigen berkurang. Hal ini sering dikenal dengan
istilah asfiksia, Korban kematian akibat asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh dokter,
hal tersebut menempati urutan ketiga setelah kecelakaan lalu lintas dan traumatik mekanik.
Pada berbagai kasus asfiksia, ditemukan tanda-tanda kematian yang berbeda. Hal ini
sangat tergantung dari penyebab kematian. Untuk itu kita perlu memahami lebih lanjut
tentang penyebab asfiksia tersebut.
1.2 Permasalahan
1. Apakah penyebab kematian pada penggantungan?
2. Bagaimana mekanisme tenggelam dan penggantungan?
3. Sebutkan tanda-tanda dan jenis-jenis asfiksia?
4. Jelaskan perbedaan kasus yang digantung dengan gantung diri?
5. Bagaimana pemeriksaan jenazah pada kasus penggantungan dengan tenggelam?
6. Jelaskan perbedaan tenggelam diair tawar dan tenggelam di air laut?
7. Jelaskan perbedaan penggantungan postmostem dan antemortem?
8. Jelaskan mengenai otopsi?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui penyebab kematian pada penggantungan
2. Mengetahui mekanisme tenggelam dan penggantungan
3. Menjelaskan tanda-tanda dan jenis-jenis asfiksia
4. Mengetahui perbedaan kasus yang digantung dengan gantung diri
5. Mengetahui pemeriksaan jenazah pada kasus penggantungan dengan tenggelam
6. Menjelaskan perbedaan tenggelam diair tawar dan tenggelam di air laut
7. Menjelaskan perbedaan penggantungan postmostem dan antemortem
8. Menjelaskan aspek medikolegal penggantungan dan tenggelam
9. Mengetahui otopsi pada korban meninggal
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Skenario 1
Penyidik dari kepolisian ke Instalasi Kedokteran Forensik RSUD dengan membawa
Surat Permintaan Visum et Repertum Jenazah untuk 2 jenazah yang baru saja ditemukan
yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Dari keterangan polisi yang mengantar,
jenazah Ny. IMD ditemukan dalam posisi setengah duduk dipohon mangga di kebun yang
jauh dari pemukiman dengan tali melilit dilehernya yang diikatkan pada dahan terendah
dari pohon mangga tersebut. Dari pemeriksaan tampak seperti pada gambar :
Sedangkan jenazah Tn. IKD ditemukan tergeletak dipantai. Penyidik ingin
mengetahui sebab kematian dari jenazah-jenazah tersebut.
2.2.
Terminologi
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran
udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan
peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh
mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian (Ilmu
Kedokteran Forensik, 1997)
Tenggelam adalah suatu peristiwa dimana terbenamnya seluruh atau sebagian tubuh
ke dalam cairan. Pada umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan, baik secara
langsung maupun karena ada faktor-faktor tertentu seperti korban dalam keadaan
mabuk atau dibawah pengaruh obat, bahkan bisa saja dikarenakan akibat dari suatu
peristiwa pembunuhan (Idries, 1997).
2.3.
Keyword
Dari keterangan polisi yang mengantar, jenazah Ny. IMD ditemukan dalam posisi
setengah duduk dipohon mangga di kebun yang jauh dari pemukiman dengan tali
melilit dilehernya yang diikatkan pada dahan terendah dari pohon mangga tersebut
Penyebab Kematian :
Penyebab atau mekanisme kematian pada penggantungan diantaranya :
pembuluh
darah
kegagalan sirkulasi
Kombinasi dari asfiksia dengan apopleksia
Iskemia serebral. Hal ini akibat penekanan dan hambatan pembuluh darah arteri
Kematian akibat perendaman dalam cairan dan termasuk jenis mati lemas
(asfiksia) oleh karena jalan napas terhalang oleh air/cairan, yang terhisap masuk
2.
kardiak)
Laringospasme sebagai akibat refleks vagal
dan
gejala
hipoksemia
dibagi
menjadi
kategori
yaitu
akibat
ketidakseimbangan fungsi pusat vital dan dan akibat aktivasi mekanisme kompensasi.
Hipoksemia ringan menyebabkan sedikit manifestasi yaitu gangguan ringan dari status
mental dan ketajaman penglihatan, kadang-kadang hiperventilasi. Hal ini karena saturasi
Hb masih sekitar 90% ketika PO2 hanya 60 mmHg.
Hipoksemia yang lebih berat bisa menyebabkan perubahan kepribadian, agitasi,
inkoordinasi otot, euphoria, delirium, bisa sampai stupor dan koma.
Pengerahan mekanisme kompensasi simpatis menyebabkan takikardi, kulit menjadi
dingin (oleh karena vasokonstriksi perifer), diaphoresis dan peningkatan ringan dari
tekanan darah.
Hipoksemia akut yang sangat berat bisa menyebabkan konvulsi, perdarahan retina dan
kerusakan otak permanent. Hipotensi dan bradikardi biasanya merupakan stadium
preterminal pada orang dengan hipoksemia, mengindikasikan kegagalan mekanisme
kompensasi.
Kehilangan oksigen bisa bersifat parsial (hipoksia) atau total (anoksia).
Hipoksia dapat diberi batasan sebagai suatu keadaan dimana sel gagal untuk dapat
melangsungkan metabolisme secara efisien. Dahulu untuk keadaan ini disebut anoksia
yang setelah dipelajari ternyata pemakaian istilah anoksia itu sendiri tidak tepat. Dalam
kenyataan seahri-hari merupakan gabungan dari 4 kelompok. Kelompok tersebut adalah:
1. Hipoksik-hipoksia (dahulu anoksik-anoksia)
Keadaan dimana oksigen tidak dapat masuk aliran darah atau tidak cukup bisa
mencapai aliran darah , misalnya pada orang-orang yang menghisap gas inert, berada
dalam tambang atau pada tempat yang tinggi dimana kadar oksigen berkurang.
2. Stagnan-hipoksia (dahulu stagnant circulatory anoxia)
Terjadi karena gangguan sirkulasi darah (embolism)
3. Anemik-hipoksia (dahulu anemic anoxia)
Darah tidak mampu mengangkut oksigen yang cukup. Bisa karena volume darah yang
kurang
5
Fase Dispneu.
Pada fase ini terjadi penurunan kadar oksigen dalam sel darah merah dan penimbunan
CO2 dalam plasma akan merangsang pusat pernapasan di medulla oblongata. Hal ini
membuat amplitude dan frekuensi pernapasan meningkat, nadi cepat, tekanan darah
meninggi, dan mulai tampak tanda-tanda sianosis terutama muka dan tangan.
2.
Fase Konvulsi.
Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf
pusat sehingga terjadi konvulsi (kejang), yang mula-mula kejang berupa kejang
klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik dan akhirnya timbul spasme opistotonik.
Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun, tekanan darah juga menurun. Efek
ini berkaitan dengan paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak akobat kekurangan
O2.
3.
Fase Apneu.
Pada fase ini, terjadi depresi pusat pernapasan yang lebih hebat. Pernapasan
melemah dan dapat berhenti, kesadaran menurun,dan akibat dari relaksasi sfingter
dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urine, dan tinja.
4. Fase Akhir.
Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti setelah
kontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut
beberapa saat setelah pernapasan berhenti. Masa dari saat asfiksia timbul sampai
terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit.
Fase 1 dan 2 berlangsung 3-4 menit. Hal ini tergantung dari tingkat penghalangan
O2. Bila penghalangan O2 tidak 100 %, maka waktu kematian akan lebih lama dan
tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.
Stadium asfiksia adalah:
1. Stadium pertama.
Gejala yang terjadi pada stadium ini adalah pernapasan dirasakan berat. Kadar
CO2 yang meningkat menyebabkan pernapasan menjadi cepat dan dalam (frekuensi
pernapasan meningkat), nadi menjadi cepat, tekanan darah meningkat, muka dan
tangan menjadi agak biru.
2. Stadium kedua.
Gejala yang terjadi adalah pernapasan menjadi sukar, terjadi kongesti di vena dan
kapiler sehingga terjadi perdarahan berbintik-bintik (petechie), kesadaran menurun,
dan timbul kejang.
3. Stadium ketiga.
Gerakan tubuh terhenti, pernapasan menjadi lemah dan lama kelamaan berhenti,
pingsan, muntah, pengeluaran kencing dan tinja, dan meninggal dunia. Korban lakilaki dapat mengeluarkan mani dan korban wanita mengeluarkan darah dari vagina.
4. Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam dua golongan.
1. Primer ( akibat langsung dari asfiksia )
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung pada tipe
dari asfiksia. Sel - sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan O2. Apa yang terjadi
pada sel yang kekurangan O2 belum dapat diketahui, tapi yang dapat diketahui adanya
perubahan elektrolit dimana kalium meninggalkan sel dan diganti natrium
mengakibatkan terjadinya retensi air dan gangguan metabolisme. Di sini sel - sel otak
yang mati akan digantikan oleh jaringan glial. Akson yang rusak akan mengalami
7
pertumbuhan (sprouting) pada kedua ujung yang terputus oleh jaringan parut tersebut.
Akan tetapi hal ini tidak mengakibatkan tersambungnya kembali akson yang terputus,
karena terhalang oleh jaringan parut yang terdiri dari sel glia.
Bila orang yang mengalami kekurangan anoksia dapat hidup beberapa hari
sebelum meninggal perubahan tersebut sangat khas pada sel - sel serebrum, serebelum
dan ganglia basalis. Akan tetapi bila orangnya meninggal cepat, maka perubahannya
tidak spesifik dan dapat dikaburkan dengan gambaran postmortem autolisis. Pada
organ tubuh yang lain yakni jantung, paru - paru, hati, ginjal dan yang lainnya
perubahan akibat kekurangan O2 langsung atau primer tidak jelas.
2. Sekunder ( berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari
tubuh)
Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang rendah
dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena meninggi. Karena
oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup untuk kerja jantung maka
terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung dengan cepat. Keadaan ini didapati
pada :
a. Penutupan mulut dan hidung ( pembekapan )
b. Obstruksi jalan nafas seperti pada mati gantung, penjeratan, pencekikan dan
korpus alienum dalam saluran nafas atau pada tenggelam karena cairan
menghalangi udara masuk ke paru paru
c. Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan (traumatic
asphyxia )
d. Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat pernafasan,
misalnya pada keracuna
MEKANISME TENGGELAM :
Tenggelam dalam Air Tawar
inhalasi air tawar
alveolus paru-paru
hipervolemi
hemolisis
perubahan biokimiawi
fibrilasi ventrikel
anoksia cerebri
M A T I anoksia myocardium
Air tawar akan dengan cepat diserap dalam jumlah besar sehingga terjadi hemodilusi
yang hebat sampai 72 persen yang berakibat terjadinya hemolisis
Oleh karena terjadi perubahan biokimiawi yang serius, dimana Kalium dalam plasma
meningkat dan Natrium berkurang, juga terjadi anoksia yang hebat pada myocardium
Jantung untuk beberapa saat masih berdenyut dengan lemah, terjadi anoksia cerebri
yang hebat, hal ini yang menerangkan mengapa kematian terjadi cepat.
alveolus paru-paru
hemokonsentrasi
payah jantung
M AT I
Terjadi hemokonsentrasi, cairan dari sirkulasi dapat tertarik keluar sampai sekitar 42
persen, dan masuk ke dalam jaringan paru-paru sehingga terjadi edema pulmonum
yang hebat dalam waktu relatif singkat
Fibrilasi ventrikel tidak terjadi, namun terjadi anoksia pada myocardium dan disertai
peningkatan viskositas darah, akan menyebabkan terjadinya payah jantung.
3.
masuk paru-paru sehingga oksigen tidak dapat mencapai darah dan gagal untuk
masuk dalam sirkulasi darah. Kegagalan ini bisa disebabkan adanya sumbatan /
obstruksi di saluran pernapasan, baik oleh sebab alamiah (misalnya penyakit yang
disertai dengan penyumbatan saluran pernafasan seperti laringitis difteri, status
asmatikus, karsinoma bronchonenik, dan sebagainya) atau oleh trauma/kekerasan
yang bersifat mekanik, seperti tercekik, penggantungan, tenggelam dan sebagainya.
Hipoksia anemik (anoksia anemik)
Hipoksia anemik, dimana PO2 darah arteri normal tetapi jumlah hemoglobin
yang tersedia untuk mengangkut oksigen berkurang. Contohny, keracunan Karbon
Gangging & choking: sumbatan benda di saluran napas. Keduanya merupakan jenis
asfiksia yang disebabkan blokade jalan nafas oleh benda asing yang datangnya dari
luar ataupun dari dalam tubuh, misalnya seperti inhalasi mutahan (aspirasi), tersedak
makanan, tumor, jatuhnya lidah ke belakang ketika dalam keadaan tidak sadar, bekuan
darah atau lepasnya gigi palsu. Gejalanya sangat khas, yakni dimulai dengan batukbatuk yang terjadi secara tiba-tiba, kemudian disusul sianosis dan akhirnya
meninggal. Peristiwa ini dapat karena bunuh diri (meskipun sulit untuk memasukkan
benda asing ke dalam mulutnya sendiri, karena akan ada reflek batuk atau muntah),
pembunuhan (umumnya korban adalah bayi, orang dengan fisik lemah atau tak
berdaya) dan kecelakaan (misalnya tersedak makanan hingga menyumbat saluran
nafas). Mekanisme kematian yang mungkin terjadi adalah asfiksia atau refleks vagal
akibat rangsangan pada reseptor nervus vagus di arkus faring yang menimbulkan
inhibisi kerja jantung dengan akibat cardiac arrest dan kematian.
2.
otak, atau refleks vagal atau karena tertutupnya arteri karotis sehingga otak
kekurangan darah. Penjeratan biasanya merupakan peristiwa pembunuhan, meskipun
dapat karena bunuh diri maupun kecelakaan (misalnya selendang yang dililitkan di
leher tertarik roda saat mengendari motor).
tubuh
tetap
berada/menempellantai.
Peristiwa penggantungan tidak identik dengan bunuh diri, karena bisa saja karena
pembunuhan
maupun
kecelakaan.
Mekanisme
kematian
pada
peristiwa
13
Keadaan asfiksia traumatik merupakan hasil dari penekanan yang terus-menerus pada
dada dan abdomen oleh kejatuhan sesuatu, kendaraan yang berat, tekanan kerumunan
orang dan sebagainya. Terjadi akibat penekanan dari luar pada dinding dada yang
menyebabkan dada terfiksasi, kadang hingga perut, hingga menimbulkan gangguan gerak
pernafasan, misalnya saat dada atau seluruh badan tertimbun pasir, tanah, runtuhan
tembok, tergencet saat saling berdesakan, ataupun tergencet stir mobil. Akibatnya gerakan
pernafasan tidak mungkin terjadi sehingga tubuh mengalami asfiksia. Istilah lain untuk
asfiksia jenis ini adalah crush asphyxia.
4.
Tanda-tanda asfisia:
a. Tanda klasik / umum :
Sianosis akibat kekurangan oksigen, darah lebih encer dan gelap, kulit, mukosa dan
lebam mayat umumnya lebih gelap. Warna lebam mayat merah kebiruan gelap dan
terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam lebih luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan
aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah
mengalir. Pada kasus keracunan sianida dan CO, lebam jenazah berwarna merah
terang meskipun tidak selalu demikian, sebab masing-masing mempunyai kadar
oskihemoglobin dan CO-Hb yang tinggi.
Kongesti vena. Khas asfiksia bila kongesti sistemik pada kulit dan organ selain paruparu
Petechial haemorrages (tardieu spot) terutama pada jaringan longgar (kelopak mata)
atau organ dengan membran trasnparan (pleura, perikardium)
Kongesti yang terjadi di paru-paru pada kematian karena asfiksia bukan merupakan
tanda yang khas. Kongesti yang khas asfiksia bila kongesti sistemik pada kulit dan
14
organ selain paru-paru, termasuk dilatasi jantung kanan. Sebagai akibat dari kongesti
vena, akan terlihat adanya bintik-bintik perdarahan (petechial haemorrages) atau
disebut tardieus spot. Bintik perdarahan terjadi karena timbulnya peningkatan
permeabilitas kapiler dan juga karena rusak/pecahnya dinding endotel kapiler akibat
hipoksia. Bintik perdarahan ini lebih mudah terjadi pada jaringan longgar, seperti
misalnya jaringan bawah kelopak mata, atau organ dengan membran trasnparan
(pleura, perikardium). Pada asfiksia hebat, bintik perdarahan dapat terlihat pada faring
dan laring.
b. Tanda spesifik
Berhubungan dengan jenis penyebab asfiksia
1. Pembekapan
Bila pembekapan dengan menggunakan benda lunak, maka pada pemeriksaan luar
mungkin tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.
Kekerasan yang mungkin terdapat adalah luka lecet jenis tekan atau geser, goresan
kuku dan luka memar pada ujung hidung, bibir, pipi dan dagu yang mungkin
terjadi akibat korban melawan.
Luka memar atau lecet pada bagian/permukaan dalam bibir, adalah akibat bibir
yang terdorong dan menekan gigi, gusi dan lidah
.
2. Penggantungan
Jejas jerat berupa lekukan melingkari leher, baik penuh atau sebagian dan
disekitarnya terlihat bendungan. Arah jejas jerat mengarah ke atas menuju simpul
dan membentuk sudut atau jika jejas diteruskan (pada jejas yang tidak melingkar
secara penuh) akan membentuk sudut semu. Warna jejas coklat kemerahan
(karena lecet akibat tali yang kasar), perabaan seperti kertas perkamen. Jeratan
akan semakin tidak jelas jejasnya, apabila penggantungan menggunakan alat yang
lunak dan atau mempunyai ukuran lebar makin besar. Hal serupa terjadi pula pada
penjeratan. Alat tersebut misalnya kain jarik, sprei atau sarung yang digulung.
Resapan darah pada jaringan bawah kulit dan otot. Tanda ini merupakan salah satu
tanda intravital, yakni adanya proses reaksi inflamasi / ekstravasasi sel-sel darah
15
pada jaringan yang menunjukkan bahwa trauma / jeratan terjadi sebelum korban
meninggal. Hal serupa pada prinsipnya terjadi pada semua jenis trauma pada
semua jaringan.
Lebam mayat dapat ditemukan pada bagian tubuh bawah, anggota bagian distal
serta alat genital distal apabila sesudah mati tetap dalam keadaan tergantung
cukup lama hingga lebam mayat menetap.
Lidah akan terlihat menjulur bila posisi tali di bawah kartilago thyroid dan
berwarna lebih gelap akibat proses pengeringan. Sebaliknya, apabila lilitan tali di
atas kartilago thyroid, lidah tidak akan menjulur.
3. Penjeratan
Jejas jerat: luka lecet tekan, mendatar, seluruh leher, di bawah rawan gondok,
simpul mati, tali penjerat keras, kecil, kasar, terlihat jelas, halus, lebar, lunak tidak
terlihat jelas
Jejas jerat biasanya mendatar, melingkari leher dan umumnya terdapat lebih
rendah daripada jejas jerat pada gantung. Jejas jerat biasanya terletak setinggi atau
di bawah rawan gondok.
Bila jerat kasar seperti tali dan tekanan kuat, maka dapat meninggalkan luka lecet
yang tampak jelas berupa kulit yang mencekung berwarna coklat yang dengan
perabaan teraba kaku seperti kertas perkamen.
Pada pemeriksaan dalam leher di sekitar jeratan, bisa tampak resapan darah pada
otot dan jaringan ikat, fraktur dari tulang rawan reutama rawan gondok, dan
kongesti jaringan ikat, kelenjar limnfe dan pangkal lidah.
4. Pencekikan
Pada pemeriksaan luar, tampak pembendungan pada kepala dan muka karena
tertekannya pembuluh vena dan arteries superficial, sedangkan arteri vertebrallis
tidak terganggu.
5. Tenggelam
Kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan masuknya cairan ke dalam saluran
pernafasan. Terminologi tenggelam:
Wet drowning, Pada keadaan ini cairan masuk ke dalam saluran pernafasan setelah
korban tenggelam. Kematian terjadi setelah korban menghirup air. Jumlah air
yang dapat mematikan, jika dihirup paru-paru adalah sebanyak 2 liter untuk orang
dewasa dan 30-40 ml untuk bayi.
Dry drowning, Pada keadaan ini, cairan tidak masuk ke dalam saluran pernafasan,
akibat spasme laring dan kematian terjadi sebelum menghirup air.
4.
1.
2.
Jejas Jerat
3.
Simpul Tali
tidak
terputus,
Biasanya satu simpul pada bagian Simpul tali lebih dari satu dan
17
Riwayat
Korban
mempunyai
Korban
Cedera
Tidak
terdapat
luka
yang Terdapat
luka-luka
yang
Racun
terdapat
racun
berupa
Tangan
gantung diri
bunuh diri
8.
Kemudahan
Tempat
kejadian
ditemukan
9.
Tempat
kejadian
tempat
yang
tertutup,
atau terkunci
sebaliknya
dari
ditemukan
luar
maka
Lingkar tali
Jika lingkar tali dapat keluar Jika lingkar tali tidak dapat keluar
melewati kepala, maka dicurigain melewati kepala, maka dicurigai
bunuh diri
5.
peristiwa pembunuhan
18
Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi
lebam mayat lebih luas akibat kadar karbondioksida yang tinggi dan aktivitas
fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar membeku dan mudah mengalir.
Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan
aktivitas pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas
bagian atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan
menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.
Kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar,
misalnya pada konjungtiva bulbi, palpebra dan subserosa lain. Kadang-kadang
b. Pada pemeriksaan dalam jenazah dapat ditemukan (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997):
Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat
paska kematian.
Busa halus di dalam saluran pernapasan.
Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih
berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak mengeluarkan darah.
Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang
jantung belakang daerah aurikuloventrikular, subpleura viseralis paru terutama di
lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam
Pada pemeriksaan mayat akibat tenggelam, pemeriksaan harus seteliti mungkin agar
mekanisme kematian dapat ditentukan, karena seringkali mayat ditemukan sudah dalam
keadaan membusuk.
Hal penting yang perlu ditentukan pada pemeriksaan adalah:
1. Menentukan identitas korban
Identitas korban ditentukan dengan memeriksa antara lain:
o Pakaian dan benda-benda milik korban
o Warna dan distribusi rambut dan identitas lain
o Kelainana atau deformitas dan jaringan parut
o Sidik jari
o Pemeriksaan gigi
o Teknik identifikasi lain
2. Apakah korban masih hidup sebelum tenggelam
Pada mayat masih segar, untuk menentukan apakah korban masih hidup atau
sudah meninggal pada saat tenggelam, dapat diketahui dari hasil pemeriksaan :
a. Metode yang memuaskan untuk menentukan apakah orang masih hidup waktu
tenggelam adalah pemeriksaan diatom
b. Untuk membantu menentukan diagnosis, dapat dibandingkan kadar elektrolit
magnesium darah dari bilik jantung kiri dan kanan.
c. Benda asing dalam paru dan saluran pernafasan mempunyai nilai yang
menentukan pada mayat yang terbenam selama beberapa waktu dan mulai
membusuk. Demikian juga dengan isi lambung dan usus.
d. Pada mayat yang segar, adanya air dalam lambung dan alveoli yang secara
fisika dan kimia sifatnya sama dengan air tempat korban tenggelam mepunyai
nilai bermakna.
e. Pada beberapa kasus ditemukannya kadar alkohol tinggi dapat menjelaskan
bahwa korban sedang dalam keracunan alkohol pada saat masuk ke dalam air.
3. Penyebab kematian yang sebenarnya dan jenis drowning
Pada mayat yang segar, gambaran pasca kematian dapat menunjukkan tipe
drowning dan juga penyebab kematian lain seperti penyakit, keracunan atau
kekerasan lain.
4. Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian
20
Faktor-faktor yang berperan pada proses kematian misanya kekerasan, obatobatan, alkohol dapat ditemukan pada pemeriksaan luar atau melalui bedah jenazah.
5. Tempat korban pertama kali tenggelam
Bila kematian korban berhubungan dengan masuknya cairan ke dalam saluran
nafas, maka pemeriksaan diatom dari air tempat korban ditemukan dapat membantu
menentukan apakah korban tenggelam ditempat itu atau tempat lain.
6. Apakah ada penyulit alamiah lain yang mempercepat kematian
Bila sudah ditentukan bahwa korban masih hidup pada waktu masuk ke air,
maka perlu ditentukan apakah kematian disebabkan karena air masuk ke
dalam saluran pernafasan. Pada immersion, kematian terjadi dengan cepat, hal
ini mungkin disebabkan oleh sudden cardiac arrest yang terjadi pada waktu
cairan melalui saluran nafas bagian atas. Beberapa korban yang terjun dengan
kaki terlebih dahulu menyebabkan cairan dengan mudah masuk ke
hidung. Faktor lain adalah keadaan hipersensitivitas dan kadang-kadang
keracunan alkohol.
Bila tidak ditemukan air dalam paru-paru dan lambung berarti kematian terjadi
seketika akibat spasme glottis yang menyebabkan cairan tidak dapat masuk.
Waktu yang diperlukan untuk terbenam dapat bervariasi tergantung dari keadaan
sekeliling korban, keadaan masing-masing korban, reaksi perorangan yang bersangkutan,
keadaan kesehatan, dan jumlah serta sifat cairan yang dihisap masuk ke dalam saluran
pernapasan.
Korban tenggelam akan menelan air dalam jumlah yang makin lama makin banyak,
kemudian menjadi tidak sadar dalam waktu 2-12 menit (fatal periode). Dalam periode ini bila
orban dikeluarkan dari air, ada kemungkinan masih dapat hidup bila upaya resusitasi berhasil.
Gambaran Post Mortem Kasus Tenggelam
Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Mayat dalam keadaan basah, mungkin berlumuran pasir, lumpur dan bendabenda asing lain yang terdapat dalam air, kalau seluruh tubuh terbenam dalam
air.
b. Busa halus pada hidung dan mulut, kadang-kadang berdarah.
c. Mata setengah terbuka atau tertutup, jarang pendarahan atau perbendungan.
Cutis anserina
21
terutama
pada
ekstremitas
akibat
Cadaveric spame
g. Luka-luka lecet pada siku, jari tangan, lutut dan kaki akibat gesekan pada
benda-benda dalam air. Puncak kepala mungkin terbentur dasar waktu
terbenam, tetapi dapat pula terjadi luka post mortal akibat benda-benda atau
binatang dalam air.
Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam dapat ditemukan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Busa halus dan benda asing (pasir, tumbuh-tumbuhan air) dalam saluran
pernafasan.
b. Paru-paru mebesar seperti balon, lebih berat, sampai menutupi kandung
jantung. Pada pengirisan banyak keluar cairan. Keadaan ini terutama terjadi
pada kasus tenggelam di laut.
22
Air Tawar
Basah
Relatif ringan
Bentuk biasa
Krepitasi ada
Busa banyak
Dikeluarkan dari torak akan mendatad dan Dikeluarkan dari toraks tapi kempes
ditekan akan menjadi cekung
Mati dalam 5-10 menit, 20 ml/kgBB
Darah:
Darah:
1. BJ 1,0595 -1,0600
1. BJ 1,055
2. Hipertonik
2. hipotonik
3. hemodilusi/hemolisis
4. hipokalemia
4. hiperkalemia
5. hipernatremia
5. hiponatremia
6. hiperklorida
Resusitasi lebih mudah
6. hipoklorida
Resusitasi aktif
Penggantungan Antemortem
Penggantungan Postmortem
Tanda jejas jerat berupa lingkaran Tanda jejas jerat biasanya berbentuk utuh
terputus (non continous) dan letaknya (continous), agak sirkuler dan letaknya
pada leher bagian atas
2.
Simpul tali biasanya tunggal, terdapat Simpul tali lebih dari satu biasanya lebih
24
3.
Ekimosis tampak jelas pada salah satu Ekimosis pada salah satu sisi jejas
sisi dari jejas penjeratan.
4.
Lebam mayat tampak diatas jejas jerat Lebam mayat terdapat pada bagian tubuh
dan pada tungkai bawah
5.
Pada kulit ditempat jejas penjeratan Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak
teraba seperti kertas perkamen yaitu jelas
tanda parchmentisasi
6.
Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dll Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga,
sangat jelas terlihat terutama jika dll, tergantung dari penyebab kematian
kematian karena asfiksia
7.
Wajah
membengkak
mengalami
kongesti
dan
dan
Lidah bisa terjulur atau tidak sama Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
sekali
9.
pencekikan
Ereksi penis disertai dengan keluarnya Ereksi penis dan cairan sperma tidak ada.
cairan sperma sering terjadi pada Pengeluaran feses juga tidak ada
korban
pria.
Sering
ditemukan
keluarnya feses
10. Air liur ditemukan menetes dari sudut Air liur tidak ditemukan yang menetes
mulut, dengan arah yang vertikal pada kasus selain kasus penggantungan
menuju dada.
8. Autopsi
Autopsi berasal dari kata auto yaitu sendiri dan Opsis yaitu melihat. Yang
dimaksud dengan autopsi adalah pemeriksaam terhadap tubuh mayat, meliputi
pemeriksaan terhadap bagian luar maupun dalam, dengan tujuan menemukanm proses
penyakit dan atau cedera, melakukan interprestasi atas penemuan-penemuan tersebut,
25
menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainankelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.
Jika pada autopsi ditemukan beberapa jenis kelamin bersama-sama, maka
dilakukan penentuan kelainan mana yang merupakan penyebab kematian, serta
apakah kalinan yang lain turut punya andil dalam terjadinya kematian tersebut.
Berdasarkan tujuannya, dikenal dua jenis autopri yaitu autopsi klinik dan
Forensik. Autopsi klinik dilakukan terhadap mayat-mayat seseorang yang menderita
penyakit, dirawat di Rumas Sakit tetapi kemudian meninggal.
Tujuan dilakukannya autopsi klinik yaitu :
1. Menentukan sebab kematian yang pasti
2. Menentukan apakah diagnosis yang dibuat selama perawatan sesuai dengan diagnosis
postmortem.
3. Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis klinis dan
gejala-gejala klinik
4. Menentukan efektifitas pengobatan
5. Mempelajari perjalanan lazim suatu proses penyakit
6. Pendidikan para mahasiswa kedokteran dan para dokter
Autopsi forensik atau autopsi medikolegal dilakukan terhadap mayat
seseorang berdasarkan peraturan undang-undang dengan tujuan membantu dalam hal
penentuan identitas mayat.
Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian serta
memperkirakan saat kematian, mengumpulkan serta mengenali benda-benda bukti
untuk penentuan identiras benda penyebab serta identitas pelaku kejahatan. Membuat
laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum
melindungi orang yang tidak bersalah serta membantu identitas serta penuntutan
terhadap orang yang bersalah.
Dalam melakukan autopsi forensik, mutlak diperlukan pemeriksaan yang
lengkap. Meliputi pemeriksaan tubuh bagian luar, pembukaan rongga tengkorak,
rongga dada dan rongga lainnya, antara lain pemeriksaan toksikologi forensik,
histopatologi forensik, serologi forensik dan sebagainya.
26
BAB III
3.1 KESIMPULAN
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan
pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang disertai dengan
peningkatan karbon dioksida. Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan
oksigen dan terjadi kematian.
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang
memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan yang bersifat mekanik, misalnya
pembekapan, penyumbatan, penjeratan, pencekikan, gantung diri, dan tenggelam
(drowning).
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dibedakan menjadi
4 fase, yaitu: fase dispneu, fase konvulsi, fase apneu dan fase akhir. Masa dari saat
asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya berkisar antara
4-5 menit. Fase dispneu dan fase konvulsi berlangsung kurang lebih 3-4 menit,
tergantung dari tingkat penghalanhan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian
akan lebih lama dan tanda=tanda asfiksia akan lbih jelas.
Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung-ujung
jari dan kuku. Perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan,
merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia. Warna lebam mayat kebiruan
gelap dan terbentuk lebih cepat, terdapat busa halus pada hidung dan mulut, dan tampak
pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah, konjungtiva bulbi dan
palpebra yang terjadi pada fase konvulsi.
Pada pemeriksaan dalam jenazah, kelainan yang mungkin ditemukan adalah
darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, busa halus dalam saluran pernapasan,
pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat
dan berwarna lebih gelap, ptekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epicardium,
subpleura viseralis, kulit kepala bagian dalam, serta mukosa epiglottis, edema paru
terurtama yang berhubungan dengan hipoksia, adanya fraktur laring langsung dan tidak
langsung, perdarahan faring terutama yang berhubungan dengan kekerasan.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto A., Widiatmaka W., Sudiono S, et al., Kematian Karena Asfiksia Mekanik,
Ilmu Kedokteran Forensik Universitas Indonesia, Jakarta: 1997.
2. Dahlan S, Asfiksia, Ilmu Kedokteran Forensik, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang: 2000.
3. Iedris M, dr., Tjiptomartono A.L, dr., Asfiksia., Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik
dalam Proses Penyidikan., Sagung Seto., Jakarta: 2008.
4. Amir A, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, ed 2, Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan,
2007.
28