Anda di halaman 1dari 10

PSORIASIS DAN SINDROM METABOLIK

Hidetoshi TAKAHASHI, Hajime IIZUKA


Department of Dermatology, Asahikawa Medical University, Asahikawa, Japan
Abstrak
Psoriasis adalah penyakit inflamasi kronis dan merupakan penyakit imunmediated yang berhubungan dengan beberapa penyakit penyerta seperti obesitas,
hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia dan gangguan kardiovaskuler. Penyakit
penyerta ini merupakan komponen metabolik sindrom. Patogenesis sindrom
metabolik seharusnya berhubungan dengan peningkatan kadar adipocytokines,
seperti tumor necrosis factor-a (TNF-a) dan adiponektin. Penelitian terbaru telah
mengungkapkan tingginya prevalensi sindrom metabolik pada psoriasis
dibandingkan dengan penyakit kulit lainnya. Agen biologis, termasuk anti-TNF-a
antibodi, disarankan sebagai pengobatan lini pertama untuk psoriasis dengan
sindrom metabolik. Artikel ini meninjau hubungan antara psoriasis dan sindrom
metabolik dalam hal adipocytokines dan mengevaluasi peran agen biologis dalam
pengobatan psoriasis.
Kata kunci: Penyakit Penyerta, Sindrom Metabolik, Psoriasis.

PENDAHULUAN
Psoriasis adalah penyakit kulit kronis yang ditandai dengan inflamasi
infiltrasi sel, hiperproliferasi sel epidermal dan dilatasi kapiler. Prevalensi
psoriasis bervariasi pada sekitar 0,1-3% dari populasi. 1-3 Faktor Baik genetik dan
lingkungan terlibat dalam patomekanismenya.4-6
Sindrom metabolik adalah kombinasi dari obesitas sentral, dislipidemia,
intoleransi glukosa dan tekanan darah tinggi. Patofisiologi sindrom metabolik dikaitkan dengan resistensi insulin yang dimediasi oleh adipocytokines, seperti
tumor necrosis factor (TNF)-a leptin, dan adiponectin.7-13 Sindrom ini terkait
dengan penyakit jantung dan diabetes mellitus tipe 2 (DM).14 faktor risiko
dominan yang mendasari adalah Adiposit Viseral.15-17
Survei epidemiologi di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang mengungkapkan
hubungan antara psoriasis dengan metabolisme syndrome.18-20 Selanjutnya,
beberapa laporan menunjukkan bahwa pasien psoriasis merupakan faktor risiko
independen dari kejadian kardiovaskular.21-23 Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian kardiovaskular, seperti merokok, obesitas, ketidakmampuan fisik
dan stress psikologis, yang banyak terjadi pada pasien psoriasis.24
Dalam kajian ini, kami menilai hubungan antara psoriasis dan sindrom
metabolik dan membahas prevalensi dan risiko pasien psoriasis terkait
penyakit penyerta dalam hal sindrom metabolik.
SINDROM METABOLIK
Pada tahun 1988, Reaven mengusulkan istilah Sindrom X untuk kombinasi
intoleransi glukosa, hipertensi, hiperinsulinemia, rendah high-density lipoprotein
(HDL) kolesterol dan triglycemia tinggi.25
Namun, Reaven tidak melibatkan obesitas abdominal. Pada tahun 1989,
Kapranmengusulkan the deadly Quartet", yang merupakan konstelasi obesitas
tubuh bagian atas, intoleransi glukosa, triglycemia tinggi dan hipertensi.26 Tahun
1991, De Fronzo menamai pengelompokan gangguan metabolisme, termasuk DM
non-insulin-dependent, obesitas, hipertensi, kelainan lipid dan penyakit
aterosklerotik kardiovaskular sebagai ''sindrom resistensi insulin''.27 Nakamura dan

Tokunaga28 menunjukkan kontribusi penimbunan lemak visceral dalam


perkembangan penyakit arteri koroner dan Lamarche et al.29 mengusulkan
kombinasi hiperinsulinemia, tingkat apolipoprotein B yang tinggi dan sedang,
low-density lipoprotein (LDL) yang tinggi sebagai faktor risiko

untuk penyakit

jantung iskemik dan ditunjuk sebagai Trias aterogenik metabolik. Akhirnya,


pada tahun 1999, The World Health Organization (WHO) menetapkan yang
termasuk gejala dari metabolik sindrom adalah obesitas, dislipidemia, hipertensi
dan intoleransi glukosa yang meningkatkan risiko penyakit jantung dan diabetes.30
Diantara beberapa kriteria diagnostik sindrom metabolik , National
Cholestrol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP ATP III) yang
juga digunakan di USA dan Eropa (Tabel 1). Sebaliknya, Japan Society for the
Study of Obesity (JASSO) telah menentukan sindrom metabolik yang mirip
dengan International Diabetese Foundation (IDF) (Tabel 1). Bertentangan dengan
defini JASSO, dimana obesitas sentral yang ditentukan oleh lingkar pinggang
tidak efisien untuk diagnosis NCEP ATP III. Peningkatan lingkar pinggang
berbeda sesuai dengan etnis (Tabel 2). Sindrom metabolik mempengaruhi 25%
orang di Amerika Serikat, dan prevalensi meningkat sesuai usia. Di Jepang,
menurut kriteria Komite Jepang untuk kriteria diagnostik sindrom metabolik,
angka kejadian sindrom metabolic pada tahun 2007 sebanyak 18,4%.
SINDROM METABOLIK DAN PSORIASIS
Mayoritas infiltrasi sel T pada psoriasis diasumsikan bagian dari sel T-helper
(Th) 1, memproduksi interferon (IFN)- dan TNF-. Baru-baru ini, aktivasi
kelainan sel dendritik dalam sel kulit berperan penting dalam patogenesis
psoriasis. Aktivasi sel dendritik mempengaruhi sel-sel yang memproduksi Th17
interleukin (IL) -17 dan IL-22, dan IL-22 menginduksi keratinosit proliferasi.
Psoriasis, gangguan inflamasi kulit kronis, menunjukkan keterlibatan sistemik
mempengaruhi sendi pada beberapa pasien. Inflamasi sistemik dikaitkan dengan
sejumlah adipocytokines seperti TNF-, adiponektin, leptin dan plasminogen
activator inhibitor-1 (PAI-1). Di antara sitokin inflamasi, TNF- berperan penting
pada psoriasis dan metabolik syndrome.

Beberapa laporan menunjukkan hubungan antara psoriasis dan sindrome


metabolisme. Sommer et al.39 menunjukkan bahwa psoriasis pasien memiliki
hubungan yang meningkat secara signifikan dengan sindrom metabolisme
dibandingkan dengan pasien melanoma (odds ratio [OR] = 5.92; 95% confidence
interval [CI] = 2,78-12,8). Resiko sindrom metabolik meningkat pada pasien
psoriasis yang berusia 40-49 tahun dan fenomena yang tidak dijelaskan oleh
peningkatan frekuensi merokok atau konsumsi alkohol. Gisondi et al.
menunjukkan bahwa prevalensi sindrom metabolik pada psoriasis secara
signifikan lebih tinggi daripada penyakit kulit lainnya, bahkan setelah usia dan
penyesuaian seks (30,1% vs 20,6%, OR = 1,65, 95% CI = 1,16-2,35). Suatu
penelitian di Jepang juga menunjukkan bahwa prevalensi sindrom metabolik
meningkat pada pasien psoriasis dibandingkan dengan penyakit kulit lainnya (OR
= 1,72, 95% CI = 0,98-3.01). Penelitian berikutnya, sejumlah besar kasus yang
ditemukan sindrom metabolik pada pasien psoriasis di Jepang meningkat secara
signifikan (OR = 1,82, 95% CI = 1,12-3,21) (Tabel 3). Sebaliknya, OR sindrom
metabolik dalam populasi psoriasis di Taiwan adalah 0.84. Hal Ini bisa
berhubungan dengan prevalensi yang lebih rendah dari sindrom metabolik pada
populasi ini. Sementara kejadian sindroma metabolik meningkat di antara
penduduk Cina umum, apalagi jelas dalam Asia lainnya. Laporan ini semua
dibandingkan dengan penyakit kulit lainnya. Menggunakan pelayanan kesehatan
Database di Israel, suatu penelitian cross-sectional diungkapkan hubungan antara
psoriasis dengan sindrom metabolik yang signifikan (OR = 1,3, 95% CI = 1,11,4). Love et al. melaporkan peningkatan prevalensi sindrom metabolik yang
signifikan di Amerika Serikat (OR = 1,96, 95% CI = 1,02-3,77), sesuai dengan
usia, jenis kelamin, ras / etnis, merokok dan kadar protein C-reaktif.
OBESITAS
Indeks massa tubuh (BMI) umumnya digunakan sebagai evaluasi tingkat
obesitas. Overweight dan obesitas ditetapkan sebagai BMI lebih dari 25 kg / m2
dan lebih dari 30 kg / m2. Menurut data dari Departemen Kesehatan, Tenaga Kerja
dan Kesejahteraan pada tahun 2009, 30,4% dari laki-laki dan 20,2% dari populasi

wanita memiliki kelebihan berat badan di Jepang. Namun, hanya 3% dari orang
dewasa di Jepang mengalami obesitas. Sebaliknya, 66% dan 32% dari populasi
orang dewasa di Amerika Serikat memiliki kelebihan berat badan dan obesitas.
Pada populasi Eropa, 30-80% dan 30% didiagnosis sebagai kelebihan berat badan
dan obesitas.
Bukti kuat menunjukkan bahwa psoriasis dikaitkan erat dengan peningkatan
risiko obesitas. Namun, belum diketahui apakah obesitas adalah hasil atau
penyebab psoriasis. Herron et al. secara retrospektif diperiksa berat badan
sebelum timbulnya psoriasis dan menyimpulkan bahwa obesitas mengikuti
psoriasis. Mallbris et al. juga menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan
dalam BMI antara pasien psoriasis dalam waktu satu tahun dan kontrol
menunjukkan bahwa obesitas mengikuti psoriasis. Sebaliknya, perbandingan
pasien psoriasis dalam waktu 2 tahun dan pasien penyakit dermatologis lainnya
mengungkapkan bahwa risiko psoriasis terkait dengan BMI menyarankan bahwa
obesitas bisa menjadi salah satu faktor penyebab untuk psoriasis.
Hensler dan Christophers melaporkan korelasi positif antara psoriasis dan
obesitas di Kaukasia, yang dikonfirmasi oleh berbagai penelitian. Dalam
penelitian baru-baru ini di Jepang, pasien psoriasis yang obesitas / kelebihan berat
badan meningkat secara signifikan dibandingkan dengan kontrol yang sehat dan
tingkat keparahan (Psoriasis Area and Severity Index [PASI] score) berkorelasi
positif dengan BMI.
RESISTENSI INSULIN / DM
Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara psoriasis dan
resistensi insulin / DM. Penelitian di Jerman mengungkapkan bahwa psoriatis
menunjukkan peningkatan prevalensi DM, terutama pada wanita. Selain itu,
prevalensi DM pada pasien psoriasis dua kali lipat dari melanoma (OR = 2,5,
95% CI = 1,7-3,6). Qureshi et al.57 menunjukkan bahwa psoriasis secara
independen terkait dengan DM (relative risiko [RR] = 1,63). Brauchli et al.
menunjukkan RR DM pada pasien psoriasis menjadi 1,36 dibandingkan dengan
pasien non-psoriasis. OR DM adalah 2.56 dan risiko yang berhubungan dengan

psoriasis berat. Di Jepang, DM juga secara signifikan terkait dengan psoriasis


dengan OR 1,71 (95% CI = 1,05-2,79) (Tabel 3). Meskipun banyak laporan
mendukung hubungan psoriasis dengan DM, perlu dicatat bahwa obesitas, yang
berhubungan erat dengan DM, adalah salah satu komorbiditas pada pasien
psoriasis. Penjelasan yang tepat dari hubungan antara psoriasis dan resistensi
insulin / DM masih harus ditentukan.
DISLIPIDEMIA
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa psoriasis berhubungan dengan
atherogenic dislipidemia dengan peningkatan tekanan darah atau kolesterol total,
trigliserida, LDL, LDL tinggi dan lipoprotein A, dan HDL rendah serta
apolipoprotein B. Dilaporkan bahwa pasien yang terkena psoriasis dengan waktu
kurang lebih 1 tahun menunjukkan peningkatan LDL dan apolipoprotein A-1 dan
kolesterol/trigliserida. Suatu penelitian di Jepang juga menunjukkan bahwa
dislipidemia memiliki hubungan yang signifikan dengan psoriasis dengan OR :
2,73 (95% Cl = 1,59-4,69) (Tabel 3). Karena psoriasis dihubungkan dengan
obesitas dan dislipidemia dan jaringan lemak yang berlebihan mungkin
memberikan kontribusi ke dislipidemia, hubungan yang nyata antara dislipidemia
dengan psoriasis tidak jelas. Namun, peningkatan produksi sitokin yang berasal
dari sel radang adipocytederived lipolytic seperti TNF-, IL-6, dan Leptin dapat
merangsang dislipidemia.
HIPERTENSI
Beberapa laporan menunjukkan prevalensi hipertensi pada psoriasis. Pada
pasien Swedia yang terkena psoriasis menunjukkan angka kejadian hipertensi
yang tinggi (observed/expected (O/E) rasio : 3,6 ; P < 0.001) dibandingkan
dengan pasien dermatologi lainnya. Hal yang serupa juga telah diamati pada
penelitian di Jerman (O/E rasio = 1,9 ; P < 0.01). Selanjutnya, Sommer et al,
dilaporkan bahwa pasien psoriasis menunjukkan prevalensi hipertensi tiga kali
lipat lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang terkena penyakit kulit lainnya
(OR = 3.3 ; 95 % Cl = 2.4-4.4). Pasien Jepang yang terkena psoriasis juga
menunjukkan peningkatan prevalensi hipertensi dibandingkan pasien dermatologi

lainnya (OR = 2,03; 95 % Cl = 1,15-3,59) (tabel 3). Hipertensi dianggap menjadi


komorbiditas independen pada psoriasis.
Ena et al melaporkan bahwa angiotensin-convering enzyme (ACE) dan
aktivitas rennin meningkat pada psoriasis. Angiotensin II diproduksi oleh ACE
kemudian diikuti produksi rennin-dependent angiotensin I. Meskipun hipertensi
mungkin sering terjadi pada pasien psoriasis, tapi adanya hubungan hipertensi
dengan psoriasis belum ditentukan.
CARDIOVASCULAR DISORDER (CVD)
Penyakit kardiovaskular seperti infark miokard dan stroke berhubungan erat
dengan psoriasis. Mc Donald dan Calabresi menunjukkan bahwa resiko penyakit
vascular seperti infark miokard, thrombophlebitis, pulmonary embolism dan
penyakit serebrovaskular dua kali lipat lebih tinggi pada pasien psoriasis
dibandingkan dengan penyakit dermatologi yang lain. Gelfand et al melaporkan
bahwa psoriasis yang ringan atau berat menunjukkan secara signifikan
peningkatan resiko infark miokard. Resiko infark miokard lebih tinggi pada
pasien psoriasis berusia muda

(< 30 tahun) dengan rasio hazard (HR) 1,29 dan

3.10 untuk psoriasis yang ringan dan berat. Sedangkan, HR untuk psoriasis yang
ringan dan berat pada pasien yang berusia 60 tahun atau lebih tua adalah 1.08 dan
1.36. Brauchli et al melaporkan bahwa insiden infark miokard, stroke, dan
transient ischemik attack tidak meningkat signifikan pada pasien psoriasis
dibandingkan dengan kontrol. Dilihat dari OR, infark miokard berkembang pada
pasien dengan psoriasis yang berusia kurang lebih 60 tahun yaitu 1.66 (95% Cl =
1.03-2.66) dibandingkan dengan pasien nonpsoriasis. Sedangkan, pada pasien
psoriasis yang infark miokard dengan usia lebih dari 60 tahun tidak mengalami
peningkatan secara signifikan. Di Jepang, pada pasien psoriasis yang berumur 1992 tahun, OR gangguan miokard iskemik meningkat secara signifikan (OR =5.51;
95% Cl = 1.86-16.5). Namun, OR gangguan cerebrovaskular tidak berbeda secara
signifikan pada populasi ini (OR= 1,75; 95% Cl = 0.67-4.5).
SINDROM METABOLIK DAN ADIPOCYTOKINES

Penelitian terbaru telah mengungkapkan bahwa jaringan adipose terutama


jaringan adipose visceral, fungsinya tidak hanya menyimpan energy, tapi juga
sebagai organ endokrin yang berkontribusi terhadap regulasi fungsi tubuh seperti
glucose, lipid-and-insulin-dependent metabolism, tonus vaskular, koagulasi, dan
inflamasi. Berbagai macam adipocytokine terlibat dalam proses ini seperti
adiponektin, leptin, IL-6, TNF- dan PAI-1 yang diproduksi dalam jaringan
adiposa. Adiponektin merupakan adipocyt spesifik yang menghasilkan protein
berlimpah yang terdapat dalam sirkulasi. Suatu korelasi negatif antara BMI dan
kadar adiponektin plasma telah dilaporkan. Kadar adiponektin plasma menurun
pada obesitas, resistensi insulin dan DM tipe 2. Hipoadiponektinemia dianggap
berhubungan erat dengan sindrom metabolik. Pada penelitian in vitro, dijelaskan
bahwa adiponektin ditekan oleh adipokin lainnya yaitu TNF- dan IL-6. Okamoto
et al melaporkan penurunan adiponektin plasma pada pasien dengan penyakit
arteri koroner. Selanjutnya, pasien dengan adiponektin yang menurun
menunjukkan peningkatan resiko DM, hipertensi, dan dislipidemia. Kaus et al
melaporkan bahwa pasien psoriasis dengan berat badan normal, menunjukkan
penurunan adiponektin dibandingkan dengan berat badan normal yang kontrol
kesehatan. Di Jepang, pasien psoriasis menunjukkan penurunan kadar adiponektin
yang telah diamati dengan korelasi negatif dengan psoriasis berat dan TNF- dan
IL-6 dalam darah. Adiponektin menekan sekresi TNF- dari keratinosit dan TNF, IL-6, IL-17, IL-22, dan IFN- dari limfosit T.
Leptin merupakan adiposity spesifik lain yang menghasilkan protein yang
mana bertindak terutama melalui reseptor spesifik dalam hipotalamus. Hal ini
menurunkan nafsu makan dan meningkatkan pengeluaran energi yang terlihat
pada massa lemak tubuh. Reseptor leptin juga diekspresikan dalam berbagai
jaringan termasuk adiposity, sel endothelial, monosit, dan keratinosit dari kulit
yang luka. Peningkatan kadar leptin mempengaruhi ketebalan arteri dan leptin
dianggap sebagai predictor independen CVD dan penyakit jantung koroner.
Johnston et al menunjukkan korelasi positif antara BMI dan lingkar pinggang
dengan kadar leptin dalam serum. Namun, terdapat perbedaan yang signifikan
pada kadar leptin antara pasien psoriasis dengan control yang sehat . Berbeda

dengan Johnson et al yang melaporkan peningkatan kadar leptin pada pasien


psoriasis dibandingkan dengan penyakit kulit lainnya. Perbedaan ini disebabkan
karena perbedaan jumlah pasien studi masing-masing. Penelitian Johnston telah
dilakukan hanya dengan 30 pasien psoriasis, kemudian penelitian berikutnya
dilakukan dengan 144 dan 122 pasien. Penelitian in vitro, menjelaskan bahwa
peningkatan kadar leptin keratinosit dan proliferasi. Hal ini disertai dengan
peningkatan sekresi TNF- dan IL-6 dari keratinosit, dan TNF-, IL-6, IL-17, IL22 dan IFN- dari limfosit T.
PENANGANAN ANTAGONIS TNF- DAN PENCEGAHAN CVD
TNF- berperan penting dalam patofisiologi psoriasis. Penelitian terbaru
kami menunjukkan bahwa serumTNF-a meningkat pada pasien psoriatis
dibandingkan dengan kontrol, dan selanjutnya, meningkat dengan korelasi yang
signifikan dengan skor PASI. Sekarang diakui bahwa psoriasis bukan penyakit
kulit yang sederhana melainkan penyakit sistemik inflamasi kronis yang dimediasi
oleh berbagai sitokin inflamasi termasuk TNF-a. Sekarang, anti-TNF-a atau anti
TNF-a-agen reseptor menunjukkan terapi luar biasa pada psoriasis. Baru-baru ini,
Boehncke et al. mengusulkan konsep'' psoriatic march'', psoriasis dapat
menyebabkan resistensi insulin, yang memicu disfungsi sel endotel, menyebabkan
aterosklerosis dan infark miokard atau stroke akhirnya. Penelitian psoriasis yang
disertai arthritis dan Reumatoid arthritis menunjukkan bahwa pengobatan anti
TNF memberikan efek anti proatherogenic, penurunan LDL dan trigliserida.
Selanjutnya, Bernstein et al.102 melaporkan bahwa pengobatan etanercept selama
4 minggu secara signifikan menurunkan inflamasi (C-reactive protein) dan faktor
prothrombotic (fibrinogen) dalam sindrom metabolik. Jacobsson et al.103
melaporkan bahwa CVD secara signifikan ditekan rheumatoid arthritis dengan
pengobatan anti-TNF. Penelitian ini dapat menunjukkan bahwa pengobatan antiTNF-a dapat mencegah CVD pada psoriasis. Strober et al. merekomendasikan
penggunaan anti-TNF-a sebagai modalitas, adalimumab dan infliximab, untuk
pengobatan psoriatics obesitas atau mereka yang sindrom metabolik.

KESIMPULAN
Psoriasis adalah penyakit peradangan kronis sistemik yang terkait dengan
sindrom metabolik dan penyakit penyerta lainnya termasuk CVD. Sitokin proinflamasi dan adipocytokines berkontribusi terhadap komorbiditas. Jadi, psoriasis
tidak boleh dianggap sebagai penyakit kulit sederhana melainkan sebagai penyakit
inflamasi sistemik. Dalam hal ini, pengobatan anti-TNF untuk psoriasis akan
berguna tidak hanya untuk lesi kulit tetapi juga untuk pencegahan CVD.

Anda mungkin juga menyukai