Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obesitas
2.1.1 Definisi
Obesitas adalah kondisi akumulasi lemak abnormal atau berlebihan di jaringan adiposa
yang dapat menggangu kesehatan, di mana indeks massa tubuh (IMT) lebih dari atau
sama dengan 30 kg/ m.16 Indeks massa tubuh (IMT) merupakan ukuran standar yang
diterima untuk mengukur kelebihan berat badan dan obesitas untuk anak-anak usia dua
tahun dan lebih tua.17 Disamping IMT, terdapat cara lain untuk mengukur obesitas pada
anak-anak, termasuk weight-for-height (yang sangat berguna untuk anak usia dibawah
dua tahun), distribusi lemak regional (misalnya, lingkar pinggang dan rasio pinggangpinggul), dan kurva standar pertumbuhan yang dikembangkan oleh Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO).18
Tabel 2.Kategori Berat badan untuk dewasa dan remaja
Kategori
Berat badan kurang
Berat badan normal
Berat badan lebih
Obesitas
Obesitas berat

Dewasa (18 tahun dan lebih tua)


IMT <18.5
IMT 18.5-24.9
IMT 25-29.9
IMT 30
IMT 35 (obesitas kelas II)
IMT 40 (obesitas kelas III)

Remaja ( 2 sampai 18 tahun)


IMT < persentil 5 untuk usia
IMT antara persentil 5 dan 85
IMT antara persentil 85 dan 95
IMT persentil 95
IMT 120% dari persentil 95
IMT 140% dari persentil 95

Orang dewasa dengan IMT antara 25 dan 30 dianggap kelebihan berat badan, sedangkan
mereka dengan IMT 30 kg / m2 dianggap obesitas. Tidak seperti orang dewasa, anakanak masih mengalami pertumbuhan tinggi serta berat badan. Dengan demikian, norma6

norma untuk IMT pada anak bervariasi sesuai dengan usia dan jenis kelamin. Pada tahun
2000, National Center for Health Care Statistics dan Centers for Disease Control (CDC)
menerbitkan standar acuan IMT untuk anak-anak antara usia 2 dan 20 tahun (Lampiran
2).18

2.1.2 Prevalensi
Lebih dari tiga dekade terakhir prevalensi overweight dan obesitas telah meningkat.
Secara global, diperkirakan 170 miliyar anak-anak (usia kurang dari 18 tahun) menjadi
overweight. Proporsi anak sekolah yang mengalami obesitas menjadi dua kali lipat pada tahun
2010 dibandingkan dengan survei yang telah ada pada tahun 1990 hingga 2003. Diantara anak
yang berusia 6 hingga 19 tahun pada tahun 1999 hingga 2002, 31 persen adalah overweight dan
16 persen adalah obesitas di Amerika. Overweight meningkat pada hampir semua negara, dengan
kecepatan peningkatan prevalensi terbanyak di negara berpenghasilan menengah kebawah.16,19
Di Indonesia, hasil RISKESDAS tahun 2010 menunjukkan prevalensi overweight dan
obesitas pada anak sekolah (6-12 tahun) sebesar 9,2%. Sejak tahun 2010, kejadian obesitas
meningkat tiga kali lipat pada anak usia 6-11 tahun.3 Data penelitian multisenter tahun 2004 yang
dilakukan di 10 kota besar yaitu Medan, Padang, Palembang, Semarang, Solo, Yogyakarta,
Surabaya, Denpasar dan Manado didapatkan prevalensi obesitas pada anak usia sekolah dasar
adalah 12%. Prevalensi obesitas pada anak sekolah usia 6-12 tahun di Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2010 lebih tinggi dari prevalensi nasional yaitu 10,9%.20,21

2.1.3 Faktor Risiko Obesitas


2.1.3.1 Genetik
Beberapa sindroma genetik, seperti sindroma Prader-Willi, Turner, dan Lawrence-MoonBieldl, telah diketahui dapat mencetuskan obesitas. Tercatat bahwa kelainan-kelainan tersebut
umumnya disertai dengan pertumbuhan linier yang jelek akibat adanya berat badan berlebih dan
retardasi mental dimana hipogonadisme juga sering terjadi. Lokus genetik lain juga telah diidentifikasi dalam beberapa tahun terakhir sebagai faktor yang berhubungan secara kuat dengan
obesitas, salah satunya adalah lokus yang mengkode reseptor melanokortin 4. Perubahan pada
reseptor ini terbukti dapat mencetuskan fenotip obesitas dan kebiasaan makan berlebih.22
2.1.3.2 Pengaruh prenatal dan pertumbuhan masa anak
Beberapa periode pertumbuhan tertentu merupakan periode yang secara spesifik cukup
berpengaruh terhadap berat badan di masa depan. Periode prenatal saat ini dinyatakan sebagai
periode pertumbuhan yang penting, dimana peningkatan berat badan janin secara drastis pada
masa prenatal, diabetes gestasional, dan berat badan lahir tinggi merupakan faktor yang memiliki
korelasi positif dengan tingkat obesitas pada kehidupan selanjutnya.23
Pubertas juga merupakan masa dinamis utama dari pertumbuhan dan perubahan
komposisi tubuh, dan suatu penelitian menyatakan bahwa menstruasi atau masa akil balik lebih
cepat memberikan risiko yang lebih tinggi dalam menyebabkan obesitas dan sindroma metabolik
pada masa kehidupan selanjutnya.24

2.1.3.3 Asupan makanan


Asupan makanan berlebih merupakan faktor yang penting dalam terjadinya obesitas.
Makanan cepat saji, makanan instan, sedikitnya konsumsi buah dan sayur, dan penambahan gula
pada hampir semua makanan yang dikonsumsi oleh kebanyakan anak-anak saat ini merupakan
kontributor kunci dalam meningkatkan berat badan.25 Diet yang mengandung makanan
8

tinggi

indeks

glikemik

ataupun

makanan

yang

cenderung

dapat

meningkatkan kadar glukosa darah setelah makan telah terbukti dapat


meningkatkan asupan makanan dan berhubungan dengan kadar insulin dan
glukosa darah yang lebih tinggi pada remaja laki-laki dengan obesitas. 26
Suatu

penelitian

menemukan

bahwa

produk

susu

dan

turunannya

memberikan pengaruh protektif terhadap pemeliharaan berat badan. Asupan


kalsium dari produk susu berkorelasi negatif terhadap perubahan selama dua
tahun pada total berat badan dan lemak tubuh pada wanita muda serta
berhubungan dengan penurunan resistensi insulin.27
2.1.3.4 Aktivitas fisik
Aktivitas fisik telah berbukti berhubungan langsung dengan status berat badan berlebih
pada remaja. Peningkatan angka kejadian berat badan berlebih pada remaja di USA dihubungkan
dengan rendahnya aktivitas fisik remaja sekolah menengah atas dimana pada tahun 2007
diketahui bahwa 65.3% dari mereka tidak melakukan aktivitas fisik pada tingkat yang
direkomendasikan, dan 24.9% bahkan tidak berpatisipasi dalam melakukan aktivitas fisik 60
menit perhari dalam 1 minggu. 34 Suatu penelitian yang menguji faktor diet, gaya hidup, dan
perilaku aktivitas membuktikan bahwa faktor yang paling kuat berkorelasi dengan BMI yang
lebih tinggi pada remaja laki-laki adalah penurunan aktivitas fisik.28
2.1.3.5 Gaya hidup santai
Pola inaktivitas dan gaya hidup tidak sehat sering dialami pada masa remaja. Dua puluh
lima persen dari jam terjaga anak dan remaja dihabiskan dengan menonton televisi atau bermain
video game, yang merupakan hal yang perlu diperhatikan karea peningkatan waktu menonton
televisi terbukti berkorelasi dengan peningkatan BMI dan risiko berkembangnya diabetes tipe
2.29 Selain itu, televisi juga merupakan sumber utama sebagai pengaruh media dalam
9

memberikan pilihan makanan-makanan instan maupun cepat saji yang merupakan penyebab
obesitas. Pada suatu penelitian eksperimental menemukan adanya peningkatan sel-sel adiposit
secara bermakna dalam satu tahun akademik pada remaja di sekolah kelompok kontrol yang
tetap melanjutkan kegiatan menonton televisi seperti biasanya dibandingkan dengan remaja di
sekolah kelompok intervensi yang mengurangi waktu kegiatan menonton televisi sebanyak
40%.30
2.1.3.6 Faktor keluarga
Suatu penelitian prospektif terhadap 150 anak mulai dari mereka lahir hingga berusia 9.5
tahun menemukan bahwa faktor risiko yang paling kuat untuk terjadi obesitas pada masa anak
adalah akibat berat badan berlebih orang tua, yang dimediasi oleh temperamen sang anak.
Penelitian lain menyatakan bahwa setelah berusia 7 tahun, anak dengan kedua orang tua nya
mengalami overweight secara konsisten mengalami peningkatan BMI, dibandingkan dengan
anak yang tidak memiliki atau hanya memiliki salah satu orang tua saja yang overweight.31
Interaksi orang tua-anak dan lingkungan rumah juga mempengaruhi perilaku yang
berhubungan dengan obesitas. Kehidupan keluarga telah berubah dalam dua dekade terakhir,
yang lebih cenderung memilih makan diluar dan memiliki akses yang lebih besar untuk
menonton televisi dibandingkan dekade-dekade sebelumnya. Anak-anak mengkonsumsi kalori
yang lebih banyak ketika makan di restoran dari pada dirumah, yang mungkin dikarenakan
restoran cenderung memberikan porsi yang lebih besar. Makan malam bersama keluarga juga
menurunkan waktu menonton televisi, dan meningkatkan kualitas diet (lebih sedikit lemak trans
dan lemak tak jenuh, lebih sedikit gorengan, minuman bersoda, dan lebih banyak serat, sayuran,
dan buah).32 Selain itu, dukungan sosial dari orang tua dan saudara berkorelasi kuat dengan
partisipasi dalam melakukan aktivitas fisik.33
10

2.2 Keseimbangan
2.2.1 Definisi
Keseimbangan adalah kondisi dimana Center of Gravity (COG) berada di dalam area
Base of Support (BOS). Keseimbangan terjadi apabila proyeksi pusat gravitasi tubuh (COG)
secara vertikal jatuh di dalam landasan penunjang (BOS) dan resultan semua gaya yang bekerja
pada tubuh sama dengan nol. Pada saat tubuh mengalami ancaman stabilitas, sistem sensorik
akan memberikan respon dengan berusaha membaca posisi tubuh terhadap lingkungan. Pada saat
COG bergeser atau terletak di luar BOS, terjadi aktivasi otot tertentu untuk melawan gaya
gravitasi agar tidak terjatuh. Kemampuan untuk mempertahankan atau untuk mengontrol pusat
gravitasi pada landasan penunjang ini yang disebut sebagai kontrol postural atau
keseimbangan.34,35

2.2.2 Pembagian Keseimbangan


Keseimbangan dibagi menjadi:36
a.

Keseimbangan statis adalah kemampuan untuk menjaga stabilitas postural dan orientasi
dengan COG di dalam BOS dimana tubuh dan BOS tidak bergerak. Keseimbangan ini
merujuk

kepada

gerakan

yang

sedikit

dan

adanya

penyesuaian

postural

untuk

mempertahankan keseimbangan.

11

b.

Keseimbangan dinamis adalah kemampuan untuk menjaga stabilitas postural dan


orientasi dengan COG di dalam BOS dimana tubuh bergerak tetapi BOS tidak bergerak.
Gangguan pada keseimbangan dinamis akan menyebabkan ketidakmampuan tubuh dalam
menjaga kontrol postur pada saat adanya gerakan dari batang atau anggota tubuh.
Keseimbangan dinamis merujuk kepada gerakan yang lebih banyak dan melibatkan jarak.

2.2.3 Fisiologi Keseimbangan


Secara fisiologis, keseimbangan postural tergantung dari integrasi dan koordinasi tiga
sistem tubuh yaitu sistem sensorik, susunan saraf pusat (SSP) dan neuromuskuler. Sistem
sensorik mengumpulkan informasi penting tentang posisi dan orientasi segmen tubuh dalam
ruang, SSP mengintegrasi, koordinasi, dan menginterpretasikan input sensorik dan kemudian
mengarahkan untuk terjadinya gerakan, dan sistem neuromuskuler merespon perintah yang
diberikan susunan saraf pusat.10
Sistem sensorik berperan penting dalam memperbarui sistem saraf pusat tentang posisi
dan gerakan tubuh dalam ruang. Input sensorik dikumpulkan melalui sistem somatosensorik,
visual, dan vestibuler. Informasi somatosensorik dikumpulkan dari reseptor-reseptor yang
terdapat di sendi, otot, dan tendon, kemudian memberikan ke SSP informasi penting mengenai
posisi segmen tubuh dan gerakan dalam ruang relatif terhadap satu sama lain, serta jumlah
tenaga yang dihasilkan untuk menghasilkan gerakan. Input visual memberikan SSP informasi
kontrol postural tegak untuk menjaga tubuh dalam posisi vertikal terhadap lingkungan
sekitarnya. Sistem vestibuler memberikan informasi ke SSP tentang akselerasi angular melalui
kanalis semisirkularis dan akselerasi linear melalui otolit.10

12

SSP merupakan komponen fisiologis penting dalam kontrol sistem postural. SSP
menerima

input

sensorik,

menginterpretasikan

dan

mengintegrasikan,

kemudian

mengkoordinasikan dan menjalankan perintah ke sistem neuromuskuler untuk menghasilkan


gerakan yang baik. Sistem yang terlibat dalam proses kontrol postural antara lain korteks,
thalamus, ganglia basalis, nukleus vestibuler dan serebelum. 10 Hubungan antara gerak tubuh dan
kompleksitas keseimbangan dinamik dapat dilihat pada gambar dibawah ini.36

Visual

Penentuan posisi tubuh

Pemilihan gerakan tubuh

Perbandingan, pemilihan
dan kombinasi sensasi

Pemilihan dan penentuan


pola kontraksi otot

Vestibuler

Somatosensorik

Otot-otot
pergelangan kaki

Otot-otot
paha

Interaksi lingkungan

Otot-otot
tubuh

Otot-otot
leher

Pembentukan gerakan

tubuh
Gambar 1. Keseimbangan dinamik
Pada saat terjadi gangguan postural, terdapat lima strategi dasar sebagai respon terhadap
gangguan tersebut. Setiap strategi yang ditimbulkan tergantung pada jumlah gaya yang dibuat
dan ukuran BOS selama terjadinya gangguan tersebut.10
Strategi ankle adalah aktivasi dari otot-otot di sekitar ankle setelah terjadi gangguan pada
BOS ketika berdiri di permukaan normal. Strategi ini dipakai untuk mempertahankan
keseimbangan dengan sedikit gangguan pada tubuh atau center of mass (COM). Strategi hip
13

adalah aktivasi otot-otot di sekitar sendi panggul sebagai hasil dari gangguan yang tiba-tiba dan
kuat pada BOS ketika berdiri pada permukaan yang sempit. Strategi stepping didefinisikan
sebagai mengambil langkah maju atau mundur dengan cepat untuk mendapatkan kembali
keseimbangan ketika COG berpindah di luar batas-batas BOS. Strategi reaching berupa
menggerakkan lengan untuk menggenggam atau menyentuh objek sebagai sokongan. Gerakan
lengan berperan penting untuk mempertahankan stabilitas dengan mengubah COG atau
melindungi dari cidera. Strategi stepping dan reaching hanya merupakan reaksi kompensasi
terhadap gangguan yang besar, sehingga keduanya berperan penting dalam pencegahan jatuh.
Strategi suspensory berupa menekuk lutut selama berdiri atau ambulasi dengan tujuan untuk
mempertahankan posisi stabil selama terjadi gangguan. Menekuk lutut biasanya akan
menurunkan COG supaya lebih dekat ke BOS, sehingga meningkatkan stabilitas postural.10

2.2.4 Maturasi Keseimbangan


Pada orang dewasa sistem vestibuler tampaknya memegang peranan dalam menangani
konflik antara sistem somatosensori dan visual. Dengan adanya pengurangan dalam akuisitas
penglihatan, perubahan dalam sistem vestibuler akan mempengaruhi keseimbangan.37
Sedangkan pada anak-anak sistem visual merupakan hal yang penting dalam
mempertahankan keseimbangan pada anak usia dibawah 3 tahun. Antara usia 4 sampai 7 tahun
anak menggunakan sistem somatosensori untuk mempertahankan keseimbangan. Setelah usia 7
tahun maka sistem keseimbangan anak-anak akan sama dengan orang dewasa. Dan setelah usia 7
tahun maka sudah dapat memecahkan informasi dari sistem visual dan somatosensori dengan
menggunakan sistem vestibuler mereka. Dan juga dinyatakan bahwa setelah usia 7 tahun maka
kualitas gait (langkah) juga sudah matur dan menyerupai orang dewasa.38,39
14

2.2.5 Pengaruh Obesitas terhadap Keseimbangan Postural


Obesitas secara signifikan mengubah cara tubuh bergerak. Jaringan adiposa yang berlebih
akan mengganggu interaksi sendi dan otot yang penting untuk kapasitas fungsional dan
keseimbangan postural. Kecenderungan meningkatnya kegemukan di daerah perut berkontribusi
terhadap pergeseran COM tubuh ke anterior. Pergeseran COM di seluruh tubuh ke anterior juga
mengancam stabilitas dengan menempatkan garis gravitasi lebih dekat ke batas BOS tubuh.40
Deviasi postural juga sering terjadi pada penderita obesitas. Sebagai akibat dari
keterbatasan lingkup gerak sendi dan distribusi massa, obesitas akan mengadopsi adaptasi
postural kronis yang mengancam kapasitas fungsional yang mengakibatkan terjadinya nyeri
punggung dan tulang belakang selama melakukan aktivitas fisik. Fabris de Souza dkk
menemukan bahwa 100% dari subyek gemuk yang tidak sehat menunjukkan deviasi postural
abnormal. Termasuk di dalamnya berupa deviasi angular ke segala arah antara sumbu tubuh dan
sendi. Deviasi yang paling menonjol pada obesitas terjadi di tulang belakang, lutut dan kaki.
Selain itu, Greve dkk juga menemukan korelasi positif antara instabilitas postural dan IMT
dimana terdapat pergeseran yang besar ke arah lateral dan anteroposterior pada subyek obesitas
untuk mempertahankan stabilitas.40,41,42
Gangguan fungsi muskuloskeletal, terutama ekstremitas bawah berhubungan erat dengan
obesitas. Kelebihan berat badan atau meningkatnya massa tubuh akan meningkatkan stres pada
tulang, sendi, jaringan lunak, dan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menahan
kelelahan otot sehingga biomekanik dan postur menjadi terganggu.40,43,44

2.3 Pediatric Balance Scale


15

Pediatric Balance Scale (PBS) atau Pediatric Berg Balance Scale ditemukan tahun 2003
dan banyak dikembangkan di Amerika Serikat. PBS terdiri dari 14 item dan digunakan untuk
menilai ketrampilan keseimbangan fungsional sehari-hari anak usia 5 sampai 15 tahun dengan
impairmen motorik ringan sampai sedang.45,46 PBS dapat digunakan sebagai alat penyaring atau
evaluasi keseimbangan fungsional. Pasien diminta untuk melakukan tugas tertentu dan kemudian
penilai mengobservasi dan menilai hasil akhir. Penilaian bertahap dimulai dari posisi stabil
sampai ke tugas yang sulit.47
Kekuatan: PBS mudah dilakukan dan tidak membutuhkan biaya mahal untuk alat-alat,
membuatnya tidak hanya handal tetapi juga praktis. Waktu pelaksanaan juga tidak lama kurang
lebih 15 menit, sehingga anak tidak kelelahan sebelum menyelesaikan tugas. Kelemahan:
validitas dan reliabilitas dari PBS masih sedikit yang menilai, sehingga masih sulit untuk diambil
kesimpulan bahwa modifikasi BBS menguntungkan untuk menilai anak-anak dibandingkan
pasien geriatri.12
Deskripsi jenis:
1. Duduk ke berdiri
2. Berdiri ke duduk
3. Transfer
4. Berdiri tanpa bantuan
5. Duduk tanpa sandaran
6. Berdiri dengan mata tertutup
7. Berdiri dengan kedua kaki
8. Berdiri dengan satu kaki di depan
9. Berdiri dengan satu kaki
16

10. Berputar 360 derajat


11. Berputar menoleh ke belakang
12. Mengambil objek dari lantai
13. Menempatkan salah satu kaki di atas bangku
14. Meraih ke depan dengan lengan teregang

2.4 Square Stepping Exercise


Square Stepping Exercise atau SSE diciptakan oleh Shigematsu dan Okura dengan tujuan
untuk meningkatkan keseimbangan dan kebugaran ekstremitas bawah sehingga dapat
menurunkan risiko jatuh. SSE telah dikembangkan oleh peneliti di bidang kedokteran
olahraga, fisiologi dan gerontologi. Latihan ini adalah metode latihan yang didasarkan
pada bukti-bukti ilmiah yang kuat yang meliputi peningkatan mobilitas pada usia lanjut,
peningkatan kebugaran fisik pada anak-anak, pengkondisian untuk atlet dan pencegahan
penyakit berkaitan dengan gaya hidup. Meskipun demikian, SSE tampaknya
membutuhkan upaya fisik rendah sampai sedang secara bersamaan dengan tingkat fungsi
kognitif yang tinggi dalam kinerjanya.11,14,15
SSE ini mirip dengan berjalan dan dapat dengan mudah dilakukan di dalam ruangan.
Namun, berjalan hanya melibatkan gerakan melangkah maju sedangkan SSE melibatkan gerakan
langkah dalam berbagai arah. Seperti yang disarankan pada penelitian sebelumnya, perbaikan
langkah-langkah dalam arah tertentu diperlukan untuk memulihkan keseimbangan sehingga
dapat mencegah jatuh. Secara singkat, SSE dilakukan pada lintasan (100x250 cm) yang dibagi
menjadi 40 kotak ( masing-masing berukuran 25 cm). Peserta harus berjalan sesuai dengan pola
langkah yang ditunjukkan oleh peneliti. Ketika peserta sudah mencapai ujung matras, mereka
17

diinstruksikan untuk kembali ke posisi awal dengan berjalan biasa. Setiap pola dapat diulang 410 kali, kemudian mulai pola yang baru. Pola SSE ini terdiri dari gerakan melangkah maju,
mundur, lateral dan miring, dan, untuk setiap urutan, kompleksitas pola langkah semakin tinggi.
Kompleksitas pola langkah ini membutuhkan pemahaman atau fungsi kognitif yang baik dan
koordinasi dari sistem tubuh yang mengatur keseimbangan postural (sistem sensorik, SSP dan
neuromuskuler). Ada 6 kategori SSE berdasarkan tingkat kesulitannya yaitu Elementary, Basic,
Intermediate 1, Intermediate 2, Advanced 1, dan Advanced 2.10,11,14,15

18

Anda mungkin juga menyukai