BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Landasan Teori
1. Konsep Medik
a. Stroke
1) Definisi
peredaran
darah
otak,
dimana
secara
11
jenis
preventif,
dan
stroke
mempunyai
prognosa
yang
cara
pengobatan,
berbeda,
walaupun
ii.
Trombosis serebri.
ii.
Perdarahan subarachnoid.
12
dan
gejala/
tanda
yang
diakibatkan
oleh
sedemikian
tidak
jelas
sehingga
diperlukan
13
dan
dengan
pemeriksaan
neurologis
terlokalisasi
dan
mengenai
daerah
14
ini
biasanya
merupakan
mekanisme
15
keaadn
stroke,
bahkan
sering
16
darah:
polisitemia,
hemoglobinopati
jantung,
katup
prostetik,
kardiomiopati
iskemik.
(2) Sumber trombo emboli aterosklerosis di arteri :
bifurkasio karotis komunis, arteri vertrebralis distal.
(3) Keadaan
hiper
koagulasi
kontrasepsi
oral,
karsinoma.
c) Vasokonstriksi.
Vasospasma
serebrum
setelah
peradarahan
subaraknoid.
4) Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan
serta merupakan satu dari tiga penyebab terbesar
17
18
serebrovaskuler
(CVD)
atau
stroke
yag
19
hipertensi,
dan
diabetes
mellitus
(Misbach, 2009).
Stroke menjadi penyebab kecacatan utama diantara
semua orang dewasa dan kecacatan yang memerlukan
fasilitas perawatan jangka panjang diantara populasi usia
dan merupakan penyebab utama gangguan fungsional
dengan 20% penderita yang masih bertahan hidup
memerlukan perawatan institusi setelah 3 bulan dan 15%
sampai 30% menjadi cacat permanen. Stroke juga
merupakan kejadian yang dapat merubah kehidupan yang
tidak hanya mengenai seseorang yang dapat menjadi
cacat tetapi juga seluruh keluarga dan pengasuh yang lain
(Goldstein, 2006).
5) Gambaran klinis
Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai
beberapa sifat klinis yang spesifik (Sacco, 2010):
a)
20
atau
semua
cabangcabangnya.
terjadi
di
dalam
pembuluh
darah
yang
21
seperti
aterosklerosis
dinding
pembuluh
dan
darah,
thrombosis,
atau
robeknya
peradangan;
(2)
syok
gejala
stroke.
Stadium
ini
umumnya
lesi
pada
otak.
Lesi
ini
umumnya
22
taraf tertentu.
(3) Stadium pascapatogenesis, yaitu stadium ini secara
klinis ditandai dengan defisit neurologik yang
cenderung menetap. Usaha yang dapat dilakukan
adalah mengusahakan adaptasi dengan lingkungan
atau sedapat mungkin lingkungan beradaptasi
dengan keadaan penderita.
Sehubungan dengan penalataksanaanya maka stadium
patogenoesis dapat dibagi menjadi tiga fase (Sacco,
2010), yaitu :
(1) Fase hiperakut atau fase emergensi. Fase ini
berlangsung selama 0-3/12 jam pasca onset.
Penatalaksanaan fase ini lebih ditujukkan untuk
menegakkan
diagnosis
dan
usaha
untuk
23
organ
distal
kemudian
bekuan
dapat
tinggi
dapat
mengakibatkan
terjadinya
24
gangguan
peredaran
darah
otak
atau
stroke
perdarahan
subarachnoid
dan
perdarahan
anamnesis akan
ditemukan
kelumpuhan
25
tentukan
juga
tingkat
kesadaran
(refleks)
respirasi,
apakah
terdapat
26
baik
prognosis
neurologis
maupun
luas
sekali
jika
terjadi
perdarahan
penunjang
laboratorium,
dilakukan
pemeriksaan
dengan
cek
neurokardiologi,
27
turun.
Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi
hati, enzim SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid
(trigliserid, LDH-HDL kolesterol serta total
lipid).
iii. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap).
Waktu protrombin.
Kadar fibrinogen.
Viskositas plasma.
iv. Pemeriksaan tambahan yang dilakukan atas
indikasi Homosistein.
(2) Pemeriksaan neurokardiologi
Sebagian kecil penderita stroke terdapat perubahan
elektrokardiografi. Perubahan ini dapat berarti
kemungkinan mendapat serangan infark jantung,
atau pada stroke dapat terjadi perubahan
perubahan
elektrokardiografi
sebagai
akibat
Pemeriksaan
khusus
atas
indikasi
Pada
pemeriksaan
EKG
dan
28
maka
pemeriksaan
echocardiografi
terutama
otak
mungkin
tidak
memperlihatkan
memperlihatkan
keadaan
jantung,
29
rongga
mikroorgnisme
mulut
meskipun
terdapat
bersifat
berbagai
komensal,
macam
pada
30
31
proteksinya
tergantung
pada
32
merupakan
perlindungan
alamiah
karena
33
adalah
cara
perawatan
diri
individu
untuk
orang
merupakan
muda,
proses
perkembangan
patologi
yang
lubang
mellibatkan
gigi,
seperti
peradangan
membran
periodontal
(3) Plak Adalah transparan dan melekat pada gigi,
khususnya dekat dasar kepala gigi pada margin
gusi
34
35
penting
bagi
penderita
stroke,
karena
36
bertanggung
jawab
dalam
memberikan
keperawatan
yang
profesioanal,
mengelola
pelayanan
keperawatan
untuk
37
perawat
diharapkan
dapat
menjadi
atau
tidak
langsung
sebagai
individu,
38
yang
bersifat
sederhana
sampai
yang
komplek.
b) Pendidik (Educator)
Sebagai pendidik (health educator), perawat berperan
mendidik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
serta tenaga keperawatan atau tenaga kesehatan
yang berada di bawah tanggung jawabnya. Peran ini
dapat berupa penyuluhan kesehatan kepada klien
maupun bantuk desiminasi ilmu kepada peserta didik
keperawtan, antara sesama perawat atau tenaga
kesehatan lain (Gaffar, 2005).
c) Konselor (Counselor)
Tugas
utama
perawat
adalah
mengidentifikasi
Adanya
perubahan
pola
interaksi
ini
kemampuan
kepada
aplikasinya.
individu,
keluarga
Konseling
dalam
39
mengintegrasikan
pengalaman
kesehatan
dengan
perawat
dalam
diharapkan
ilmu
dapat
keperawatan
menjadi
karena
ia
melalui
penelitian.
Penelitian
pada
berupaya
mengidentifikasi
pelayanan
40
yang
sistematis
dalam
berhubungan
Menurut
Notoatmodjo
(2008),
faktor
faktor
yang
hygiene
adalah
tindakan
untuk
membersihkan
dan
41
keperawatan
yang
tepat
adalah
melalui
proses
42
riwayat
penyakit
keluarga,
dan
pengkajian
psikososial.
(1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua),
jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor registrasi, dan
diagnose medis.
(2) Keluhan utama
Sering menjadi alas an klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan
penurunan tingkat kesadaran.
(3) Penyakit sekarang
Serangan
stroke
sering
kali
berlangsung
sangat
43
Adanya
penurunan
kesadaran
atau
disebabkan
perubahan
pada
tingkat
perubahan
di
dalam
dapat terjadi
digunakan
antihipertensi,
klien,
antilipidemia,
seperti
pemakaian
penghambat
beta,
obat
dan
44
terjadi
pada
gaya
hidup
individu.
Perspektif
B1 (Breathing)
Pada infeksi didapatkan klien batuk, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada
klien
dengan
peningkatan
produksi
sekret
dan
45
kemampuan
batuk
yang
menurun
yang
sering
compos
mentis,
pengkajian
inspeksi
tidak
didapatkan
bunyi
napas
tambahan.
ii.
B2(Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler didapatkan
renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada
klien stroke.Tekanan darah terjadi peningkatan dan
dapat terjadi hipertensi massif (tekanan darah > 200
mmHg).
iii. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana
yang tersumbat), ukuran area yang perfisinya tidak
adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak dapat membaik
sepenuhnya.
(a) Pengkajian B3 (Brain)
Merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada system lainnya.
46
membuat
peringkat
perubahan
dalam
cranial 1-XII.
Saraf I
Biasanya pada klien stroke tidak ada
kelainan pada fungsi penciuman.
47
Saraf II
Disfungsi persepsi visual karena gangguan
jaras sensori primer di antara mata dan
korteks visual. Gangguan hubungan visualspasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering
terlihat
pada
klien
dengan
hemipelgia
tanpa
ketidakmampuan
bantuan
untuk
karena
mencocokkan
beberapa
keadaan
stroke
otot
eksternus.
pterigoideus
internus
dan
48
Saraf VII
Persepsi pengecapan dalam batas normal,
wajah asimetris, dan otot wajah tertarik ke
bagian sisi yang sehat.
Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan
tuli persepsi.
Saraf IX dan X.
Kemampuan menelan kurang baik dan sulit
membuka mulut.
Saraf XI
Tidak
ada
atrofi
otot
salah
satu
tubuh
dapat
menunjukkan
49
Otot
pada
penilaian
dengan
mengalami
gangguan
karena
adanya
biasanya
terutama
pada
mengalami
anak
kejaaang
dengan
stroke
umum,
disertai
untuk
mengintepretasikan
50
sensasi.
Disfungsi
persepsi
visual
karena
lebih
berat,
dengan
kehilangan
stimuli
visual,
taktil,
dan
auditorius.
iv. B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia
urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan
untuk
mengendalikan
kandung
kemih
karena
B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesuliatan menelan,
nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan
51
produksi
asam
lambung
sehingga
menimbulkan
kesulitan
kelemahan,
untuk
kehilangan
beraktivitas
sensori
atau
karena
paralise
52
b. Diagnosa Keperawatan
Untuk membuat diagnosis keperawatan yang akurat, perawat
harus mampu melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan
data yang valid dan berkaitan, mengelompokkan data,
membedakan
diagnosis
keperawatan
dari
masalah
perfusi
jaringan
serebral
berhubungan
dengan:
a) Interupsi aliran darah
b) Gangguan oklusif, hemoragi
c) Vasospasme serebral
d) Edema serebral
e) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:
(1) Kerusakan neuromuskuler
(2) Kelemahan, parestesia
(3) Paralisis spastis
(4) Kerusakan perseptual/ kognitif
f) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan:
(1) Kerusakan sirkulasi serebral
(2) Kerusakan neuromuskuler
(3) Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial
53
kognitif,
kesalahan
interprestasi
54
perencanaan
keperawatan
adalah
menentukan
keperawatan
pertama:
perubahan
perfusi
55
c) Intervensi
(1) Pantau/catat
status
neurologis
secara
teratur
autoregulasi
mempertahankan
aliran
menurunkan
meningkatkan
tekanan
drainase
arteri
dan
dengan
meningkatkan
obat
sesuai
indikasi:
contohnya
antikoagulan (heparin)
Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah
serebral
dan
selanjutnya
dapat
mencegah
pembekuan.
2) Diagnosa keperawatan kedua: kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan kelemahan.
56
mendemonstrasikan
perilaku
yang
memungkinkan aktivitas
c) Intervensi;
(1) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan
dan dapat memberikan informasi bagi pemulihan
(2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,
miring)
Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/
iskemia jaringan
(3) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan
pasif pada semua ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan
sirkulasi, membantu mencegah kontraktur.
(4) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan
latihan dengan menggunakan ekstremitas yang
tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah
yang sakit tidak menjadi lebih terganggu.
57
menemukan
menjaga
kebutuhan
kekurangan
yang
tersebut
berarti/
dalam
dapat
berkomunikasi
sesuai
dengan
keadaannya.
b) Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa
isyarat dengan tepat, terjadi kesapahaman bahasa
antara klien, perawat dan keluarga.
c) Intervensi;
(1) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara
merupakan
indikator
dari
derajat
gangguan
serebral
(2) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya
kerusakan sensorik
(3) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan
nama benda tersebut
58
untuk
mengidentifikasi
kekurangan/
kebutuhan terapi.
4) Diagnosa keperawatan keempat: perubahan sensori
persepsi berhubungan dengan stress psikologis.
a) Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.
b) Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan
fungsi
perseptual,
mengakui
perubahan
dalam
kemampuan.
c) Intervensi
(1) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan
panas/ dingin, tajam/ tumpul, rasa persendian.
Rasional: penurunan kesadaran terhadap sensorik
dan kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk
terhadap keseimbangan.
(2) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian
tubuh
59
membantu
dalam
mengintergrasikan
rentang
pemahaman.
perhatian
atau
masalah
60
B.
Kerangka Teori
Tanda dan Gejala Stroke (De Freitas et al., 2009)
Hemidefisit motoric
Hemidefisit sensorik
Penurunan kesadaran
Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus
(XII) yang bersifat sentral
Buta separuh lapangan pandang (hemianopsia)
61
Gambar 1. Kerangka Teori dikutip dari buku Perilaku Kesehatan dan Ilmu
Perilaku oleh (Notoatmodjo, 2007)
Kerangka Konsep
62