Anda di halaman 1dari 8

J.Alchemy, Vol. 5, No.

1 (Maret 2006), 31-38


ISSN 1412-4092

AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK RIMPANG TEMU GLENYEH


(Curcuma soloensis val.)
Venty Suryanti1, Zalinar Udin2, Dilla Harliana1
1

Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta
Pusat Penelitian Kimia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jl. Cisitu Bandung

ABTRAK
Telah dilakukan penelitian aktivitas antijamur ekstrak rimpang temu glenyeh ( Curcuma soloensis val.)
terhadap Candida albicans, Aspergillus niger dan Trichophyton sp. Ekstrak diperoleh dengan metode ekstraksi
perkolasi menggunakan pelarut metanol dilanjutkan dengan ekstraksi menggunakan pelarut organik dengan tingkat
kepolaran yang semakin meningkat yaitu n-heksana, metilen klorida, etil asetat dan butanol. Fraksi diperoleh
dengan kromatografi kolom, dimana elusi digunakan pelarut dengan kepolaran yang meningkat dengan memvariasi
nisbah n-heksana dan etil asetat. Analisis komponen kimia fraksi aktif antijamur dilakukan dengan penapisan
fitokimia dan kromatografi lapis tipis (KLT).
Ekstrak n-heksana, metilen klorida, dan etil asetat rimpang temu glenyeh memiliki aktivitas antijamur
terhadap C. albicans, namun tidak terhadap A. niger dan Trichophyton sp. Ketiga ekstrak tersebut mengandung
golongan senyawa terpenoid. Aktivitas antijamur tertinggi terhadap C. albicans dimiliki oleh ekstrak etil asetat.
Fraksinasi terhadap ekstrak etil asetat menghasilkan fraksi aktif, yaitu fraksi F-9, fraksi F-10, fraksi A (gabungan
fraksi F-7 dan F-8) dan fraksi B (gabungan fraksi F-11 dan F-12), dimana fraksi F-9 memiliki aktivitas antijamur
tertinggi. Hasil KLT terhadap fraksi F-9 dengan eluen n-heksana:etil asetat = 4:6 menunjukkan adanya dua noda
dengan Rf 0,10 dan 0,31. Konsentrasi hambat minimum (KHM) fraksi F-9 terhadap C. albicans adalah 6000 ppm,
sedangkan KHM fraksi A adalah 2000 ppm. Uji banding menunjukkan aktivitas antijamur fraksi F-9 dan fraksi A
jauh lebih kecil dibandingkan standar mikonazol dengan nilai masing-masing sebesar 1,41% dan 0,91%.
Kata kunci : temu glenyeh, Curcuma soloensis val., antijamur, Candida albicans, Aspergillus niger,
Trichophyton sp.

I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang memiliki

xanthorhiza.Roxb), temu giring (Curcuma heyneana


val

&

v.zijp),

temu
temu

putih

(Curcuma

sumber daya alam cukup potensial untuk tanaman

aeruginosa.Roxb)

obat. Obat tradisional yang semula hanya diketahui

zedoaria (berg.)Rosc) memiliki aktivitas antijamur

berdasarkan data empiris secara turun temurun, kini

terhadap Candida albicans, namun tidak terhadap

mulai dibuktikan berdasarkan penelitian ilmiah.

Aspergillus niger.

Tanaman obat yang ada di Indonesia sangat

dan

hitam

(Curcuma

Salah satu tanaman yang termasuk

beragam jenisnya dan salah satu diantaranya adalah

famili

famili Zingiberaceae. Penelitian Pratiwi (2001)

(Curcuma soloensis Val.) . Menurut Heyne (1987),

menunjukkan bahwa minyak atsiri beberapa spesies

tanaman ini diduga berasal dari daerah Surakarta.

suku Zingiberaceae seperti temu lawak (Curcuma

Secara fisik rimpang temu glenyeh ini mirip dengan

Korespondensi :
Venty Suryanti
Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Sebelas Maret,
Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta

kunyit (Curcuma domestica Val.) dan temu lawak

Aktivitas Anti Jamur(Venty Suryanty)

Zingiberaceae

adalah

temu

glenyeh

(Curcuma xanthoriza Roxb) (Santoso dkk, 1996).

31

Temu glenyeh telah digunakan untuk mengobati

klorida) (370 mL)) diuapkan dan diperoleh ekstrak

bisul, batuk, demam, kudis (Anonim, 1995).

kental (21,2 g). Lapisan (fase) metanol-air diuapkan

Penelitian Ariani dkk (2004), menunjukkan minyak

metanolnya sehingga hanya tinggal residu air saja.

atsiri rimpang temu glenyeh memiliki aktivitas

Residu air ini diekstraksi dengan etil asetat (3 x

antijamur terhadap Trichophyton rubrum dan C.

@100 mL), lapisan atas ((etil asetat) (250 mL))

albicans.

diuapkan dan dihasilkan ekstrak kental (0,8 g).

Informasi mengenai aktivitas antijamur

Lapisan air kembali diekstraksi dengan butanol (2 x

dalam rimpang temu glenyeh baru diketahui pada

@100 mL), lapisan atas (butanol) (165 mL)

minyak atsiri, sedangkan pada ekstrak belum dikaji.

diuapkan dan dihasilkan ekstrak kental (1,1 g).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas

Tiap-tiap

ekstrak

kental

selanjutnya

ekstrak rimpang temu glenyeh terhadap C. albicans,

dilakukan pemeriksaan kualitatif golongan senyawa

A. niger dan Trichophyton sp. dan mengetahui

kimia (penapisan fitokimia) meliputi pengujian

kandungan golongan senyawa dalam ekstrak yang

terhadap golongan senyawa alkaloid, saponin, fenol,

aktif terhadap jamur.

flavonoid, terpenoid, steroid dan triterpenoid.


Uji Aktivitas Antijamur

II. METODE PENELITIAN

Ekstrak yang diperoleh diuji aktivitas

Bahan. Simplisa (1232 g), metanol (1220

antijamurnya untuk mengetahui ekstrak mana yang

mL), aquades, n-heksana (380 mL), metilen klorida

memberikan aktivitas antijamur yang paling tinggi.

(100 mL), butanol (200 mL), daktarin(500 mg),

Masing-masing ekstrak tersebut dibuat konsentrasi

DMSO (1 mL), C. albicans, Trichopyton sp dan A.

10% (b/v) dengan pelarut dimetil sulfoksida

Niger.

(DMSO). Pengujian aktivitas antijamur dilakukan


Alat. Rotary evaporator, Kromatografi

dengan metode difusi agar (perforasi) dengan

Lapis Tipis, Centrifuse Mikro 8000r, dan UV254/365

tahapan kerja sebagai berikut :

Cole-parmer 9815

a.

Penyediaan Jamur Uji

Ekstraksi

Jamur uji ditanam pada agar miring dan

Simplisia (1232 g) yang telah digiling kasar

diinkubasi pada suhu 37oC selama 2x24 jam untuk

diekstraksi dengan metode perkolasi menggunakan

C. albicans, 7x24 jam untuk Trichopyton sp dan

metanol selama 5 x 24 jam (@ 1220 mL metanol).

4x24 jam untuk A. niger, lalu disuspensikan dengan

Perkolat yang diperoleh dipekatkan menggunakan

akuades steril dan diukur transmitannya dengan

rotary evaporator dan dihasilkan ekstrak kental

spektrofotometer pada panjang gelombang 560 nm

metanol (114,3 g).

sehingga diperoleh suspensi 90%T.

Ekstrak kental metanol (50,9 g) ditambah

b.

Penyediaan Standar Pembanding Antijamur

pelarut metanol-air (125 mL) dengan perbandingan

Daktarin (500 mgr) dilarutkan dalam

4:1, kemudian diekstraksi dengan 5 x @100 mL n-

DMSO (1 mL) dan dimasukkan ke dalam tabung

heksana dalam corong pisah, lapisan atas ((n-

eppendorf kemudian disentrifugasi dengan alat

heksana) (380 mL)) dipekatkan dengan rotary

Centrifuse Mikro 8000r dengan kecepatan 5000 rpm

evaporator dan dihasilkan 21,5 g ekstrak pekat.

selama

Lapisan (fase) metanol-air diekstraksi dengan 5 x

sentrifugasi, pada tabung tersebut akan terlihat

@100 mL metilen klorida, lapisan bawah ((metilen

endapan putih daktarin yang terpisah dari larutan

32

menit

pada

suhu

kamar.

Selesai

J.Alchemy, Vol. 5, No. 1 (Maret 2006), 31-38

bening diatasnya. Larutan bening ini merupakan

mL), kemudian elusi dilanjutkan dengan campuran

mikonazol (standar) yang telah larut dalam DMSO

etil asetat : metanol (90:10) (2200 mL), (80:20)

dan memiliki konsentrasi 10000 ppm. Larutan

(1100 mL), (70:30) (1600 mL), (60:40) (1200 mL),

bening tersebut kemudian dibuat berbagai variasi

(50:50) (600 mL) dan metanol (200 mL). Fraksi-

konsentrasi standar mikonazol yang diinginkan.

fraksi yang terkumpul sebanyak @ 100 ml dengan

c.

Pengujian Aktivitas Antijamur

pola Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang sama

Suspensi jamur (50 l) dituang ke cawan

dijadikan satu, kemudian pelarut diuapkan dengan

petri steril dan ditambahkan PDA steril (15 mL)

rotary evaporator. Deteksi bercak dilakukan dengan

dalam keadaan hangat, digoyang supaya jamur dan

alat UV pada 254 nm dan penampak bercak 5%

agar

asam fosfomolibdat dalam alkohol. Fraksi-fraksi

tercampur

secara

homogen

kemudian

didiamkan sampai agar memadat. Agar padat

selanjutnya diuji aktivitas antijamurnya.

tersebut

Uji aktivitas antijamur dalam fraksi

dibuat

lubang-lubang

menggunakan

perforator dengan diameter 6 mm sebanyak lima

Fraksi-fraksi yang diperoleh diuji kembali

lubang tiap cawan petri dengan jarak antar lubang

aktivitas antijamurnya untuk mengetahui fraksi

yang sama lalu dimasukkan larutan ekstrak uji

mana yang mempunyai aktivitas antijamur tertinggi.

dengan konsentrasi 10% (b/v) dan larutan kontrol

Pengujian

negatif (DMSO) ke dalam tiap lubang sebanyak 20

dilakukan dengan cara yang sama seperti pada

l menggunakan mikropipet. Cawan kemudian

pengujian terhadap ekstrak namun menggunakan

diinkubasikan di dalam inkubator bersuhu 37oC

konsentrasi 1% (b/v).

selama 18-24 jam, setelah lewat masa inkubasi,

Penetapan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)

dengan menggunakan penggaris diukur diameter

dan Uji banding

hambat yang terbentuk berupa daerah bening di


sekeliling

lubang

menentukan

sebagai

besarnya

parameter

aktivitas

untuk

antijamur

dari

aktivitas

antijamur

terhadap

fraksi

Metode yang digunakan sama dengan


pengujian aktivitas antijamur namun menggunakan
berbagai

tingkat

konsentrasi

sampel

(variasi

ekstrak yang diuji.

konsentrasi) yaitu 10, 100, 1000, 2000, 4000, 6000,

Fraksinasi ekstrak

8000 dan 10000 ppm. Hal yang sama kemudian

Ekstrak yang memiliki aktivitas antijamur


tertinggi

sebanyak

difraksinasi

dengan

dilakukan terhadap standar mikonazol.


Nilai uji banding sampel terhadap standar mikonazol

menggunakan metode kromatografi kolom dengan

ditetapkan

dengan

membuat

kurva

standar

fasa diam silika gel 60.

mikonazol, log konsentrasi (sumbu-x) vs diameter

Elusi dilakukan berturut-turut dengan n-

hambatan (sumbu-y). Dari persamaan tersebut

heksana (100 mL), campuran n-heksana-etil asetat

diperoleh nilai konsentrasi standar mikonazol pada

(97,5:2,5) (100 mL), (95:5) (100 mL), (92,5:7,5)

diameter hambatan yang ditetapkan, sehingga nilai

(100 mL), (90:10) (100 mL), (87,5:12,5) (100 mL),

uji banding fraksi aktif antijamur terhadap standar

(85:15) (1500 mL), (82,5:17,5) (200 mL), (80:20)

mikonazol dapat ditetapkan dengan rumus nilai uji

(4200 mL), (75:25) (400 mL), (70:30) (400 mL),

banding (Agustina dkk, 2000)

(65:35) (600 mL), (55:45) (300 mL), (50:50) (500


mL), (40:60) (700 mL), (30:70) (2800 mL), (20:80)
(1600 mL), (10:90) (500 mL) dan etil asetat (600

Aktivitas Anti Jamur(Venty Suryanty)

33

Penapisan Fitokimia

konsentrasi anti jamur dari kurva

Penapisan fitokimia dilakukan terhadap tiap

pada diameter hambatan y


x 100%
konsentrasi yang digunakan pada

ekstrak rimpang temu glenyeh yang meliputi


pengujian

diameter hambatan y

Penapisan

Ekstraksi

tersebut

Proses ekstraksi dilakukan dengan cara


(perkolasi)

saponin,

flavonoid,

fenol,

terpenoid, steroid dan triterpenoid (Tabel 2).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

perendaman

alkaloid,

menggunakan

pelarut

golongan-golongan
dipilih

dengan

senyawa

antijamur

senyawa

kimia

pertimbangan

bahwa

umumnya

golongan

senyawa

terpenoid,

steroid,

agar simplisia dapat terekstraksi dalam jumlah yang

(Padmawinata, 1995). Tiap-tiap ekstrak rimpang

lebih

temu glenyeh selanjutnya dilakukan pengujian

dan

perubahan

kimia

terhadap

fenol,

pada

metanol pada suhu kamar. Cara perkolasi dilakukan


banyak

saponin,

terdapat

triterpenoid

flavonoid,

dan

alkaloid

senyawa-senyawa tertentu oleh karena pemanasan

aktivitas antijamur.

akan dapat dihindari. Metanol digunakan sebagai

Pengujian Aktivitas Antijamur Ekstrak Rimpang

pelarut karena metanol merupakan pelarut umum

Temu Glenyeh

sehingga dapat melarutkan sebagian besar senyawa


yang ada dalam simplisia.
Hasil

aktivitas

antijamur

ekstrak

rimpang temu glenyeh dilakukan dengan konsentrasi


didapatkan

ekstrak 10% (b/v) disertai dengan zat kontrol negatif

ekstrak kental metanol (114,3 g) dengan rendemen

(DMSO). Masing-masing ekstrak diuji aktivitas

9,3%. Ekstrak metanol (50,9 g) ini diekstraksi

antijamur terhadap C. albicans, Trichophyton sp, A.

kembali secara bertahap menggunakan pelarut

niger dengan metode difusi agar yaitu menggunakan

dengan kepolaran yang semakin meningkat yaitu n-

lubang (perforator) dengan pelarut DMSO (Tabel 3).

heksana, metilen klorida, etil asetat dan butanol

Tabel 3 menunjukkan hasil pengujian

(Tabel 1). Tiap-tiap ekstrak rimpang temu glenyeh

aktivitas antijamur ekstrak rimpang temu glenyeh

selanjutnya dilakukan penapisan fitokimia.


Tabel 1. Hasil ekstraksi rimpang temu glenyeh
dengan berbagai pelarut.

dimana ekstrak yang memiliki aktivitas antijamur

Ekstrak

perkolasi

Pengujian

simplisia

Berat (g)

tertinggi adalah ekstrak etil asetat (19,5 mm)


terhadap jamur C. albicans, diikuti oleh ekstrak

Prosentase
( % b/b )*
42,2

metanol (12,0 mm), ekstrak n-heksana (11,7 mm)

n-Heksana
21,5
dan ekstrak metilen klorida (8,8 mm) terhadap jamur
Metilen
41,6
Tabel 2.21,2
Hasil penapisan
fitokimia terhadap ekstrak rimpang temu glenyeh
klorida
Etil asetat
0,8
1,5
Ekstrak
Alkaloid
Saponin
Triterpenoid
Butanol
1,1
2,1 Flavonoid Fenol Terpenoid Steroid
n-Heksana
+++
Air (residu)
9,3
18,2
Metilen klorida
+
+++
Keterangan: * dibandingkan terhadap berat ekstrak
Etil asetat
+++
+
+
metanol
yang diekstraksi. Butanol
+
+
++
++
Air
Keterangan : (+) = terdeteksi
(-) = tidak terdeteksi
+,++,+++ = menunjukkan intensitas

34

++

J.Alchemy, Vol. 5, No. 1 (Maret 2006), 31-38

Tabel 3. Hasil pengujian aktivitas antijamur ekstrak rimpang temu glenyeh .


Ekstrak
10% (b/v)
Metanol
n-heksana
Metilen klorida
Etil asetat
Butanol
Air

I
12,0
12,0
8,4
20,0
-

Diameter hambat (mm)


Trichophyton sp.
I
II
x Sd
-

C. albicans
II
x Sd
12,0
12,0 0,00
11,4
11,7 0,30
9,2
8,8 0,40
19,0
19,5 0,50
-

A. niger
II
x Sd
-

I
-

Keterangan : diameter lubang = 6 mm


(-) = tidak memiliki diameter hambat
I, II = diameter hambat pada cawan petri ke 1 dan 2
x = nilai rata-rata; Sd = standar deviasi
yang sama. Sedangkan ekstrak butanol dan ekstrak

Fraksi yang memiliki aktifitas antijamur

air tidak memberikan aktivitas antijamur terhadap

terhadap C. Albicans tertinggi adalah fraksi F-9

ketiga jamur uji tersebut. Ekstrak dikatakan aktif

dengan

antijamur apabila memiliki diameter hambat lebih

kualitatif selanjutnya dilakukan terhadap fraksi aktif

besar daripada diameter lubang ( > 6 mm). Diameter

antijamur fraksi F-7, F-8, F-9, F-10, F-11 dan F-12

hambat ekstrak etil asetat sebesar 19,5 mm artinya

karena fraksi-fraksi ini berada dalam range diatas

lebih besar daripada diameter lubang sehingga

dan dibawah fraksi aktif tertinggi (F-9).

ekstrak etil asetat dapat dikatakan aktif sebagai

Analisis Kualitatif Fraksi Aktif Antijamur

antijamur. Ekstrak metanol (12,0 mm), ekstrak nheksana (11,7 mm), dan ekstrak metilen klorida (8,8
mm) masing-masing memiliki diameter hambat
lebih besar daripada diameter lubang sehingga dapat
dikatakan aktif sebagai antijamur. Ekstrak etil asetat
selanjutnya dilakukan fraksinasi untuk mendapatkan
fraksi aktif antijamur.
Fraksinasi Ekstrak Etil Asetat
Ekstrak etil asetat (4 g) difraksinasi dengan
kromatografi

kolom

dipercepat.

Fraksi

yang

memiliki pola noda sama digabungkan dan diperoleh


25 fraksi. Fraksi F-5 sampai dengan fraksi F-25
selanjutnya dilakukan pengujian aktivitas antijamur.
F-1 sampai dengan F-4 tidak dilakukan uji aktivitas
antijamur karena jumlah sampel yang sangat sedikit.
Pengujian Aktivitas Antijamur terhadap Fraksifraksi F
Pengujian aktivitas antijamur terhadap
fraksi hanya digunakan C. albicans, karena ekstrak
etil asetat rimpang temu glenyeh hanya positif
memiliki aktivitas antijamur C. albicans (Tabel 4).

Aktivitas Anti Jamur(Venty Suryanty)

diameter

hambat

12,2

mm.

Analisis

Tabel 4. Hasil pengujian aktivitas antijamur fraksifraksi F terhadap C. albicans.


Fraksi
1% ( b/v)
I

Diameter hambat
(mm)
II
x Sd

F-5
8,1
9,1
8,6 0,70
F-6
10,5
11,8
11,1 0,91
F-7
11,3
9,9
10,6 0,99
F-8
10,2
9,6
9,9 0,42
F-9
12,9
11,6
12,2 0,91
F-10
9,4
9,0
9,2 0,20
F-11
9,7
8,3
9,0 0,70
F-12
10,0
9,2
9,6 0,40
F-13
8,9
8,0
8,4 0,63
F-14
9,5
9,0
9,3 0,35
F-15
F-16
F-17
7,0
7,5
7,3 0,35
F-18
F-19
F-20
F-21
F-22
F-23
F-24
F-25
Keterangan : diameter lubang = 6 mm
(-) = tidak memiliki diameter hambat
I, II = diameter hambat pada cawan petri ke 1
dan 2
x
= nilai rata-rata; Sd = standar deviasi

35

Analisis kualitatif dilakukan dengan KLT

Penetapan KHM

terhadap fraksi F-9 (Tabel 5), fraksi F-7, fraksi F-8


dan fraksi F-10 (Tabel 6).

Penetapan KHM dilakukan terhadap fraksi


F-9 dan fraksi A. Pemilihan fraksi ini karena fraksi

Tabel 6 menunjukkan bahwa fraksi F-7 dan

F-9 memiliki aktivitas antijamur tertinggi terhadap

fraksi F-8 keduanya memiliki nilai Rf yang sama,

C. albicans dan jumlahnya mencukupi untuk

oleh karena itu dapat digabung. Hasil penggabungan

dilakukan penetapan KHM, sedangkan fraksi A juga

dari fraksi F-7 dan fraksi F-8 ini selanjutnya

memiliki

dinyatakan sebagai fraksi A. Hasil KLT fraksi F-10

setinggi fraksi F-9) dan jumlah sampel mencukupi

menunjukkan nilai Rf

untuk dilakukan penetapan KHM.

yang berbeda dari kedua

fraksi F-7 dan fraksi F-8 sehingga fraksi F-10 tidak

aktivitas

antijamur

(walaupun

tidak

1. Penetapan KHM Fraksi F-9

dapat digabung dengan fraksi F-7 dan fraksi F-8.

Hasil pengujian KHM fraksi F-9 terhadap

Analisis KLT juga dilakukan terhadap

C. albicans pada konsentrasi 10000, 8000 dan 6000

fraksi F-11 dan fraksi F-12 dengan pertimbangan

ppm

menunjukkan

diameter

hambat

terhadap

wujud fisik keduanya yang sama yaitu berbentuk

masing-masing 12,2; 8,5; dan 7,2 mm, sedangkan

kristal (Tabel 7). Fraksi F-11 dan fraksi F-12

pada konsentrasi 4000 ppm ke bawah tidak

keduanya memiliki nilai Rf yang sama, oleh karena

menunjukkan diameter hambat. KHM fraksi F-9

itu dapat digabung. Hasil penggabungan dari fraksi

terhadap C. albicans adalah 6000 ppm.

F-11 dan fraksi F-12 ini selanjutnya dinyatakan

2. Penetapan KHM Fraksi A

sebagai fraksi B. Kristal fraksi B selanjutnya

Hasil pengujian KHM fraksi A terhadap C.

dilakukan rekristalisasi dan didapatkan kristal putih

albicans pada konsentrasi 10000, 8000, 6000, 4000

dengan titik leleh 195,7-198,0 C.

dan 2000 ppm menunjukkan diameter hambat


Tabel 5. Hasil KLT fraksi F-9

Eluen

Jumlah
noda
1
1
2

n-Heksana : aseton = 4: 6
n-Heksana : Etil asetat = 1: 1
n-Heksana : Etil asetat = 4 : 6

Nilai Rf
0,64
0,24
0,1
0.31

Tabel 6. Hasil KLT fraksi F-7, F-8 dan F-10


Eluen
n-Heksana : aseton = 4:6
n-Heksana : metilen klorida = 2:8
n-Heksana : etil asetat = 4:6
Keterangan : (-) = noda tidak naik

Nilai Rf
Fraksi F-8
0,64
0,50

Fraksi F-7
0,64
0,50

Fraksi F-10
0,05
0,16

Tabel 7. Hasil KLT fraksi F-11 dan F-12


Eluen
Metilen klorida : Etil asetat = 1:1

Nilai Rf
Fraksi F-11
0,22
0,29

Fraksi F-12
0,22
0,29

masing-masing 11,2; 10,2; 9,2; 8,3 dan 8,1 mm,

36

J.Alchemy, Vol. 5, No. 1 (Maret 2006), 31-38

sedangkan pada konsentrasi 1000 ppm ke bawah

aktivitas antijamur terhadap C. albicans yang setara

tidak menunjukkan diameter hambat. KHM fraksi A

dengan konsentrasi standar mikonazol sebesar 141

terhadap C. albicans adalah 2000 ppm.

ppm. Nilai uji banding terbesar adalah 1,41 %

3. Penetapan Konsentrasi Standar Mikonazol

diperoleh pada konsentrasi 10000 ppm dengan

Hasil pengujian KHM standar mikonazol

diameter hambat 12,2 mm. Berdasarkan nilai uji

pada konsentrasi 10000, 8000, 6000, 4000, 2000,

banding tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas

1000 dan 100 ppm menunjukkan diameter hambat

antijamur fraksi F-9 jauh lebih kecil dibandingkan

terhadap C. albicans masing-masing 19,3; 19,8;

dengan standar mikonazol.

19,9; 19,8; 19,7 ; 19,2 dan 11,8 mm, sedangkan pada

2. Penetapan Nilai Uji Banding Fraksi A

konsentrasi 10 ppm tidak menunjukkan diameter


hambat.

KHM standar mikonazol terhadap C.

Nilai uji banding fraksi A terhadap standar


mikonazol

dihitung

dengan

menggunakan

albicans adalah 100 ppm. Kurva log konsentrasi

persamaan pada kurva standar mikonazol. Diameter

standar

hambat

mikonazol

terhadap

diameter

hambat

fraksi A pada konsentrasi 10000 ppm

diperlihatkan dalam Gambar 1.

terhadap C. albicans adalah sebesar 11,2 mm.

Gambar 1. Kurva log konsentrasi standar mikonazol


terhadap diameter hambat (mm) C.
Albicans

Konsentrasi

standar

mikonazol pada

diameter

hambatan 11,2 mm dihitung dalam persamaan garis


(gambar 1) diperoleh antilog X = 91. Jadi

Penetapan Nilai Uji Banding Fraksi F-9 dan


Fraksi A

konsentrasi 10000 ppm fraksi A memiliki aktivitas


antijamur terhadap C. albicans yang setara dengan

1. Penetapan Nilai Uji Banding Fraksi F-9


Nilai uji banding fraksi F-9 terhadap
standar mikonazol dihitung dengan menggunakan

konsentrasi standar mikonazol sebesar 91 ppm. Nilai


uji banding terbesar adalah 0,91 % diperoleh pada
konsentrasi

10000 ppm dengan diameter hambat

11,2 mm. Berdasarkan nilai uji banding tersebut


20.8

dapat disimpulkan bahwa aktivitas antijamur fraksi

y =5.2287x +0.9618

19.8

R2 =0.9843

18.8

A jauh lebih kecil dibandingkan dengan standar

17.8
16.8

mikonazol.

15.8
14.8
13.8
12.8

IV. KESIMPULAN

11.8
2

2.5

3.5

1.

log konsentrasi mikonaz ol

Ekstrak n-heksana, ekstrak metilen klorida dan


ekstrak etil asetat rimpang temu glenyeh

Gambar 14. Kurva Log Konse ntrasi


Standar Mikonazol te rhadap Diame ter
Hambat (mm) Jamur Candida albicans

memiliki

aktivitas

antijamur

terhadap

C.

albicans, namun tidak terhadap A. niger dan

persamaan pada kurva standar mikonazol. Diameter

Trichopyton

sp.

hambat fraksi F-9 pada konsentrasi 10000 ppm

mengandung

golongan

terhadap C. albicans adalah sebesar 12,2 mm.

Aktivitas antijamur tertinggi dimiliki oleh

Konsentrasi

ekstrak etil asetat.

standar mikonazol

pada diameter

hambatan 12,2 mm dihitung dalam persamaan garis

2.

Fraksinasi

Ketiga

terhadap

ekstrak

senyawa

ekstrak

tersebut
terpenoid.

etil

asetat

(gambar 1) didapat antilog X = 141. Jadi pada

menghasilkan fraksi F-9, fraksi F-10, fraksi A

konsentrasi 10000 ppm fraksi F-9 mempunyai

(gabungan fraksi F-7 dan F-8) dan fraksi B

Aktivitas Anti Jamur(Venty Suryanty)

37

(gabungan fraksi F-11 dan F-12) yang memiliki


aktivitas antijamur dengan aktivitas tertinggi

Anonim, 1995, Materia Medika Indonesia, Jilid 1,


Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

dimiliki oleh fraksi F-9. Hasil KLT terhadap


fraksi F-9 dengan eluen n-heksana:etil asetat =
4:6 menunjukkan adanya dua noda dengan Rf
0,10 dan 0,31.
3.

KHM fraksi F-9 terhadap C. albicans adalah


6000 ppm, sedangkan KHM fraksi A adalah

Ariani, S. R. D., Susanti, E.V.H., Susilowati, E.,


2004, Analisis Fitokimia Minyak Atsiri
Rimpang Temu Glenyeh (Curcuma soloensis
Val) dari Daerah Karanganyar serta
Pengaruhnya Terhadap Jamur Penyebab
Utama Dermatofitosis dan Kandidiasis,
Lembaga Penelitian Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.

2000 ppm. Uji banding menunjukkan aktivitas


antijamur fraksi F-9 dan fraksi A jauh lebih

Heyne, K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia I,


Badan Litbang Kehutanan, Jakarta.

kecil dibandingkan standar mikonazol dengan


nilai masing-masing sebesar 1,41% dan 0,91%.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, H., Linar, Z.U., 2000, Uji Pendahuluan
Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Ceguk
(Quisqualis indica L.), Prosiding Seminar
Nasonal Tumbuhan Obat Indonesia XVII,
Puslitbang Kimia Terapan LIPI, Bandung.

38

Pratiwi, S.T., 2001, Uji Daya Anti Jamur Minyak


Atsiri Beberapa Species Suku Zingiberaceae,
Pharmacon, No.2, Vol.2.
Santoso, M.H., Suyanto, Dyatmiko, W., 1996,
Analisis Fitokimia Minyak Atsiri Rimpang
Temu Glenyeh dari Kecamatan GrogolKediri, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Biologi LIPI, Bogor.

J.Alchemy, Vol. 5, No. 1 (Maret 2006), 31-38

Anda mungkin juga menyukai