Anda di halaman 1dari 29

BAB I

ILUSTRASI KASUS
I.

STATUS PENDERITA

Nomor Rekam Medik

: 422197

Tanggal dan Pukul Masuk RSAM

: 29 Juli 2015 / 12.00 WIB

I. ANAMNESIS
a. Identitas Pasien
Nama

: Ny. SA

Jenis kelamin

: Perempuan

Umur

: 40 tahun

Agama

: Islam

Suku

: Lampung

Alamat

: Pringsewu

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

b. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama :
Nyeri pada bagian payudara kiri
KeluhanTambahan :
Sesak sejak 2 hari SMRS
Riwayat Perjalanan Penyakit :

Pasien datang ke RSAM dengan keluhan nyeri pada bagian payudara kiri ,
sebelumnya terdapat benjolan berwarna merah pada bagian payudara kiri yang
muncul sejak 3 bulan SMRS, lalu benjolan tersebut pecah dan mengeluarkan
nanah yang berwarna pekat yang terus menetes dan menimbulkan rasa nyeri. 2
hari SMRS pasien merasa sesak, lalu pasien berobat ke mantri tetapi tidak
membaik, lalu pasien pergi ke RS Abdul Moeloek.
Riwayat Keluarga :
Pasien menyangkal dalam keluarga terdapat keluhan serupa dan tidak pernah ada
riwayat kanker di keluarga, riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes melitus (-).
Riwayat Masa Lampau :
-

Penyakit terdahulu
Trauma Terdahulu
Operasi
Sistem saraf
Sistem Kardiovaskular
Sistem Gastrointestinal
Sistem urinarius
Sistem Genitalis
Sistem Muskuloskeletal

: (-)
: (-)
: (-)
: (-)
: tidak ada
: tidak ada
: (-)
: (-)
: (-)

B. Status Present
a. Status Umum
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis ; GCS : 15, E: 4, V: 5, M: 6

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Suhu

: 36,5 oC

Frekuensi nadi

: 88x/menit

Frekuensi nafas

: 22x/ menit

Berat Badan awal

: 70 kg

Berat Badan saat ini

: 60 kg

Kulit

: Akral hangat, turgor cukup, sianosis (-)

Status gizi

: Kesan baik
Tinggi : 165 cm Berat badan : 60 kg
IMT : 22,05 (Kesan: Normal)

Kepala dan Muka


o Kepala
o Rambut
o

o
o
o
o
o

: Normochepal
: Hitam, tidak mudah
dicabut
Mata
:
- Konjungtiva
: Anemis +/+
- Sklera
: Ikterik -/- Reflek Cahaya
: Langsung +/+, Tidak Langsung +/+
- Pupil
: Isokor +/+
- Palpebra
: edem (-)
Telinga
: Bentuk normal, liang lapang, membrane
timpani intake, Otorhea (-), pus (-)
Hidung
: Rinore (-), pus (-), sekret (-), mukosa
merah muda, deformitas (-), edema (-),
napas cuping hidung (-)
Tenggorokan
: Tonsil T1-T1, mukosa merah muda
Mulut
: Laserasi (-), sianosis (-), tumor (-), bibir
kering (-), lidah kotor (-),Tonsil T1-T1,
mukosa merah muda
Gigi
: Karies (-)

Leher
o KGB
o Kelenjar Gondok
o JVP
Dada (Thorax)
o Inspeksi
o Palpasi
o Perkusi
o Auskultasi

Perut (Abdomen)
o Inspeksi
o Palpasi
o Perkusi
o Auskultasi

: Pembesaran (-), nyeri tekan (-)


: dalam batas normal
: tidak terdapat peningkatan

: Simetris (-), ikterik (-), scar (-), deformitas (-),


keluar nanah pada bagian payudara kiri.
: Femitus taktil kanan sama dengan kiri, ictus cordis
teraba di arcus costae, tidak ada nyeri tekan
: Sonor di seluruh lapang paru , kardiomegali (-)
: Vesikuler, bunyi jantung BJ1-BJ2 reguler

: Datar (terpasang kateter ureterostomy)


: Nyeri Tekan (+), organomegali (-)
: Redup
: Bising Usus (+)

Regio Lumbal (Flank Area)


o Inspeksi
: Deformitas (-), edema (-), jejas (-), lordosis (-),
kifosis (-), spondilitis (-), massa (-), ballotement
(+)
o Palpasi
: Nyeri tekan (-), massa (-)
o Perkusi
: Nyeri ketok CVA (-/-)
o Auskultasi
: tidak dilakukan

Ekstremitas
o Superior
o Inferior
Neuromuskular
Sensibilitas
Reflek fisiologis
Reflek patologis

o
o
o

: Edema (-), fraktur (-)


: Edema (-), fraktur (-)
: region superior (+++), region inferior (+++)
: + (positif)
: - (tidak ada)

Tulang Belakang
o skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-), deformitas (-), lordosis (-)

Laboratorium
o Darah Rutin
Hb = 9,6 ( N : 12 16)
Ht = 27 ( N: 37 47 %)
LED = 42 (N: 0 -15 mm/jam)
Leukosit = 13. 400 ( N: 4800- 10.800)
Trombosit = 691.000 (N: 150.000-450.000)
Eritrosit = 3,1 (N: 4,2-5,4)
CT/BT = 9/3
Hitung jenis
Basofil 0
Eosinofil 0
Batang 0
Segme 78
Limfosit 11
Monosit 11
o
o
o
o
o
o
o
o

Kimia Darah
SGOT= 67 (<31)
SGPT= 17 (<31)
GDS = 81 (<140)
Ureum = 30 (13-43)
Creatinine = 0,60 (0,55-1,02)
Natrium = 137 (135-145)
Kalium = 4,2 (3,5-5)

o Kalsium = 9,3 (8,6-10)


o Chlorida = 111 (96-106)

Resume
Pasien datang ke RSAM dengan keluhan nyeri pada bagian payudara kiri ,
sebelumnya terdapat benjolan berwarna merah pada bagian payudara kiri
yang muncul sejak 3 bulan SMRS, lalu benjolan tersebut pecah dan
mengeluarkan nanah yang berwarna pekat yang terus menetes dan
menimbulkan rasa nyeri. 2 hari SMRS pasien merasa sesak, lalu pasien
berobat ke mantri tetapi tidak membaik, lalu pasien pergi ke RS Abdul
Moeloek.
Sesampainya di RSAM dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan tekanan
darah : 120/80 mmHg, nadi : 88 x/menit, suhu : 36.5oC, pernafasan 22
x/menit. Pasien tampak sakit sedang dan konjungtiva anemis +/+. Pada
inspeksi bagian dada tampak keluar nanah pada bagian payudara kiri.
Setelah itu dilakukan pemeriksaan penunjang yakni Darah Rutin dengan
hasil Hb = 9,6 ( N : 12 16) Ht = 27 ( N: 37 47 %) LED = 42 (N: 0 -15
mm/jam) Leukosit = 13. 400 ( N: 4800- 10.800) Trombosit = 691.000 (N:
150.000-450.000) Eritrosit = 3,1 (N: 4,2-5,4) CT/BT = 9/3 Hitung jenis:
Basofil 0 Eosinofil 0 Batang 0 Segmen 78 Limfosit 11 Monosit 11, Kimia
Darah: SGOT= 67 (<31) SGPT= 17 (<31) GDS = 81 (<140) Ureum = 30
(13-43) Creatinine = 0,60 (0,55-1,02) Natrium = 137 (135-145) Kalium =
4,2 (3,5-5) Kalsium = 9,3 (8,6-10) Chlorida = 111 (96-106).

Diagnosis banding
o FAM ( Fibroadenoma Mammae)
Diagnosis kerja
o Susp. Ca Mamae
Penatalaksanaan dan Pengobatan :
1. Non Medikamentosa
: Pemasangan threeway kateter, diet lunak,
tirah baring
2. Medikamentosa
:
- IVFD RL gtt xx/menit
- Ceftriaxon 1 gr/12 jam
- Ranitidin amp/ 12 jam
- Ketorolac 3mg/ 8 jam

III.

Pemeriksaan Penunjang :
1. Radiologi : Foto Thorax AP
Kesan:

IV.

Opasitas didinding hemithorax sinistra curiga massa mamae

sinistra
Suspek efusi pleura sinistra
Besar cor tidak valid dinilai

Prognosis
Quo ad Vitam
Quo ad Fungtionam
Quo ad Sanationam

: Dubia ad malam
: Dubia ad malam
: Dubia ad malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Payudara
1. Anatomi
Secara umum, payudara terdiri atas dua jenis jaringan yaitu jaringan
kelenjar dan jaringan stromal. Jaringan kelenjar meliputi lobus dan

duktus. Sedangkan jaringan stromal meliputi jaringan lemak dan jaringan


ikat. Payudara terdapat dalam fasia superfisialis dinding torak ventral
yang berkembang menonjol tegak dari subklavikula sampai dengan
costae atau intercostae kelima sampai keenam (Haryono et al, 2011;
Moore et al, 2009). Adapun anatomi payudara tersaji pada gambar 1.

Gambar 1. Anatomi mammae anterior (Sumber: http://www.cancer.gov).

Perdarahan jaringan payudara berasal dari arteri perforantes anterior yang


merupakan cabang dari arteri mammaria interna, arteri torakalis lateralis,
dan arteri interkostalis posterior. Sedangkan, sistem limfatik payudara
terdiri dari pleksus subareola dan pleksus profunda. Pleksus subareola
mencakup bagian tengah payudara, kulit, areola dan puting yang akan
mengalir kearah kelenjar getah bening pektoralis anterior dan sebagian
besar ke kelenjar getah bening aksila. Pleksus profunda mencakup daerah
muskulus pektoralis menuju kelenjar getah bening rotter, kemudian ke
kelenjar getah bening subklavikula atau route of Grouzsman, dan 25%
sisanya menuju kelenjar getah bening mammaria interna (Soetrisno,
2010). Sistem limfatik payudara tersaji pada gambar 2.

Gambar 2. Sistem limfatik mammae (Sumber: http://www.edoctoronline.com).

Persarafan sensorik payudara diurus oleh cabang pleksus servikalis dan


cabang saraf interkostalis kedua sampai keenam sehingga dapat
menyebabkan penyebaran rasa nyeri terutama pada punggung, skapula,
lengan bagian tengah, dan leher (Moore et al, 2009).
2. Histologi
Payudara terdiri dari 15 sampai 25 lobus kelenjar tubuloalveolar yang
dipisahkan oleh jaringan ikat padat interlobaris. Setiap lobus akan
bermuara ke papila mammae melalui duktus laktiferus. Dalam lobus
payudara terdapat lobuluslobulus yang terdiri dari duktus intralobularis
yang dilapisi oleh epitel kuboid atau kolumnar rendah dan pada bagian
dasar

terdapat

mioepitel

kontraktil.

Pada

duktus

intralobularis

mengandung banyak pembuluh darah, venula, dan arteriol (Eroschenko,


2008). Adapun gambaran histologi payudara dan predileksi lesi payudara
tersaji pada gambar 3 dan 4.

Gambar 3. Histologi Mammae (Sumber: Eroschenko, 2008).

Gambar 4. Predileksi lesi payudara (Sumber: http://generalsurgeonnews.com).

3. Fisiologi
Secara fisiologi, unit fungsional terkecil jaringan payudara adalah asinus.
Sel epitel asinus memproduksi air susu dengan komposisi dari unsur
protein yang disekresi apparatus golgi bersama faktor imun IgA dan IgG,
unsur lipid dalam bentuk droplet yang diliputi sitoplasma sel. Dalam
perkembangannya, kelenjar payudara dipengaruhi oleh banyak hormon
yang berasal dari berbagai kelenjar endokrin seperti hipofisis anterior,
adrenal,

dan

ovarium.

Kelenjar

hipofisis

anterior

menghasilkan

somatotropin, prolaktin, dan oksitosin yang berpengaruh terhadap


hormonal siklik FSH dan LH. Sedangkan ovarium menghasilkan estrogen

dan progesteron yang merupakan hormon siklus haid. Pengaruh hormon


siklus haid yang paling sering menimbulkan dampak yang nyata adalah
payudara terasa tegang, membesar atau kadang disertai rasa nyeri.
Sedangkan pada masa pramenopause dan perimenopause sistem
keseimbangan hormonal siklus haid terganggu sehingga beresiko terhadap
perkembangan dan involusi siklik-fisiologis, seperti jaringan parenkim
atrofi diganti jaringan stroma payudara, dapat timbul fenomena kista
kecil-kecil dalam susunan lobular atau cystic change yang merupakan
proses aging (Soetrisno, 2010; Sabiston, 2011).
B. KANKER PAYUDARA
1. Epidemiologi
Di seluruh dunia, kanker payudara adalah kanker paling umum pada wanita
setelah kanker serviks uterus yang mewakili 16% dari semua kanker wanita.
Angka ini lebih dari dua kali lipat dari kanker kolorektal dan sekitar tiga kali
lipat dari kanker paru-paru. Kematian di seluruh dunia adalah 25% lebih
besar dari kanker paru-paru pada wanita. Insiden kanker payudara sangat
bervariasi di seluruh dunia, yang lebih rendah di negara-negara berkembang
dan terbesar di negara-negara yang lebih maju.
Amerika Serikat memiliki tingkat kejadian tertinggi tahunan kanker payudara
di dunia; 128,6 per 100.000 dalam wanita kulit putih dan 112,6 per 100.000 di
kalangan Amerika Afrika. Pada tahun 2007, kanker payudara diperkirakan
menyebabkan 40.910 kematian di Amerika Serikat (7% dari kematian kanker;
hampir 2% dari seluruh kematian). Angka ini termasuk 450-500 kematian
tahunan antara orang dari 2.000 kasus kanker

baik tingkat insiden dan

kematian untuk kanker payudara (Anonim, 2007).


2. Etiologi

10

Banyak faktor yang memungkinkan seorang wanita menderita penyakit


kanker, adapun faktor - faktor yang mempengaruhinya :
a. Keluarga
Kemungkinan seorang wanita menderita kanker payudara dua sampai tiga
kali lebih besar pada wanita yang ibunya atau saudara kandungnya
menderita kanker payudara. Kemungkinan ini lebih besar bila ibu dan
saudaranya menderita kanker bilateral atau kanker pra menopause (De
Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).
b. Usia
Seperti pada banyak jenis kanker insidens menurut usia meningkat sejalan
dengan bertambahnya usia (De Jong dan Sjamsuhidajat, 2005). Kanker
payudara jarang terjadi pada wanita berusia kurang dari 30 tahun. Setelah
itu, resiko meningkat secara tetap sepanjang usia, tetapi setelah menopause
bagian menanjak dari kurva hampir mendatar (Kumar dkk, 2007).
c. Hormon
Pertumbuhan kanker diperngaruhi oleh hormon. Kelebihan estrogen dan
endogen, atau yang lebih tetap ketidakseimbangan hormon sangat berperan
penting. Estrogen merangsang pembentukan faktor pertumbuhan oleh sel
epitel normal oleh sel kanker. Reseptor estrogen dan progesteron yang
secara normal terdapat di epitel payudara, mungkin berinteraksi dengan
promotor pertumbuhan, seperti transforming growth factor alfa (berkaitan
dengan faktor pertumbuhan epitel), platelet-derived growth factor dan
faktor pertumbuhan fibroblast yang dikeluarkan oleh sel kanker payudara,
untuk menciptakan suatu mekanisme autokrin perkembangan tumor (De
Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).

11

d. Diet
Sampai sekarang tidak terbukti bahwa diet lemak berlebihan dapat
memperbesar atau memperkecil resiko kanker payudara (De Jong dan
Sjamsuhidajat, 2005).
e. Virus
Pada air susu ibu ditemukan partikel virus yang sama dengan yang
terdapat pada air susu tikus yang menderita kanker payudara. Akan tetapi
peranannya sebagai faktor penyebab pada manusia tidak dapat dipastikan
(De Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).
f. Radiasi Pengion
Radiasi pengion ke dada meningkatkan resiko kanker payudara. Besar
resiko tergantung dari besar dosis radiasi, waktu sejak pajanan dan usia.
Hanya pada wanita yang diradiasi sebelum usia 30 tahun, saat
perkembangan payudara yang tampak terkena. Dosis radiasi yang rendah
pada penapisan mammografi hampir tidak berefek pada insidensi kanker
payudara (Kumar dkk, 2007).
g. Faktor lain
Banyak faktor lain yang belum dapat dipastikan dalam peranan terhadap
terbentuknya kanker, misalnya kegemukan dan mengkonsumsi alkohol
(Kumar dkk, 2007).
3. Gejala Klinis Kanker Payudara
Wanita dengan kanker payudara, mengalami gejala-gejala berikut. Kadang
meskipun di tubuhnya telah tumbuh kanker dia tidak merasakan gejala
apapun. Atau ditubuhnya menunjukkan gejala tersebut tetapi bukan karena
kanker payudara, tetapi akibat kondisi medis lain. Adapun tanda-tanda atau
gejalanya antara lain:

12

a. Ada benjolan yang keras di payudara.


b. Bentuk umumnya berupa benjolan yang tidak nyeri pada payudara.
Benjolan itu mula-mula kecil, semakin lama akan semakin besar, lalu
melekat pada kulit atau menimbulkan perubahan pada kulit payudara atau
pada puting susu. Puting berubah (bisa masuk kedalam, atau terasa sakit
terus-menerus), mengeluarkan cairan atau darah.
c. Kulit atau puting susu menjadi tertarik ke dalam (retraksi), bewarna merah
muda atau kecoklat-coklatan sampai menjadi edema hingga kulit kelihatan
seperti kulit jeruk, mengkerut, atau timbul lesi pada payudara. lesi itu
semakin lama akan semakin membesar dan mendalam sehingga dapat
menghancurkan seluruh payudara, sering berbau busuk, dan mudah
berdarah. Ciri-ciri lainnya antara lain pendarahan pada puting susu, rasa
sakit atau nyeri pada umumnya baru timbul apabila tumor sudah besar,
atau bila sudah muncul metastase ke tulang, kemudian timbul pembesaran
kelenjar getah bening di ketiak, bengkak pada lengan, dan penyebaran
kanker ke seluruh tubuh.

Kanker payudara lanjut sangat mudah dikenali degan mengetahui kriteria


operabilitas Heagensen sebagai berikut :
1) Terdapat edema luas pada kulit payudara (lebih 1/3 luas kulit
payudara).
2) Adanya nodul satelit pada kulit payudara.
3) Kanker payudara jenis mastitis kasinomatosa.
4) Terdapat model parasternal dan nodul supraklavikula.

13

5) Adanya edema lengan dan metastase jauh.


6) Serta terdapat dua dari tanda-tanda locally advanced, yaitu ulserasi
kulit, edema kulit, kulit terfiksasi pada dinding toraks, kelenjar
getah bening aksila berdiameter lebih 2,5 cm dan kelenjar getah
bening aksila melekat satu sama lain (Handoyo, 2002).

4. Klasifikasi TNM dan Stadium Keganasan Kanker Payudara.


Sistem TNM sudah dikembangkan sebagai sistem penentuan stadium standar
keganasan. Sistem Internasional ini mula mula dilaporkan pada pertemuan
Internasional Union Againts Cancer namun The American Joint Committee
on Cancer Staging and Result Reporting telah memodifikasi. Pada klasifikasi
TNM, T adalah Tumor, N adalah Nodule

atau kelenjar getah bening

sedangkan M adalah Metastase Jauh (Prawirohardjo, 2008).

Klasifikasi penyebaran TNM :


T

Tumor primer

TX
Tis
T0
T1
T2
T3
T4

Tumor primer tidak dapat ditentukan


Karsinoma in situ dan penyakit paget pada papila tanpa teraba tumor
Tidak ada bukti tumor primer
Tumor <2 cm
Tumor 2-5 cm
Tumor >5 cm
Tumor dengan penyebaran langsung ke dinding thorax atau ke kulit
dengan tanda oedem, tukak atau peau d orange

Nodule

NX
N0
N1
N2

Kelenjar regional tidak dapat ditentukan


Tidak teraba kelenjar axilla
Teraba kelenjar axilla homolateral yang tidak melekat
Teraba kelenjar axilla homolateral yang melekat satu sama lain atau

N3

melekat pada jaringan sekitarnya


Terdapat kelenjar mamaria internal homolateral

14

Metastase jauh

MX
M0
M1

Tidak dapat ditentukan metastase jauh


Tidak ada metastasis jauh
Terdapat metastasis jauh termasuk ke kelenjar supraklavikuler

(De Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).

Faktor prognostik untuk kanker payudara adalah ukuran tumor primer,


metastasis ke kelenjar getah bening dan adanya lesi di tempat jauh. Faktor
prognostik lokal yang buruk adalah invasi ke dinding dada, ulserasi kulit dan
gambaran klinis karsinoma peradangan. Gambaran ini digunakan untuk
mengklasifikasikan pasien ke dalam kelompok prognostik demi kepentingan
pengobatan, konseling dan uji klinis. Sistem penentuan stadium yang
tersering digunakan telah dirancang oleh

American Joint Comittee on

Cancer Staging dan Internasional Union Againts Cancer, seperti terlihat


berikut ini. Menurut American Joint Comittee on Cancer Staging
Carcinoma :
a. Stadium 0
(Tis, N0, M0)
DCIS (termasuk penyakit Paget pada puting payudara) dan LCIS.
b. Stadium I
(T1, N0, M0)
Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang serta kelenjar
getah bening negatif.
c. Stadium IIA
(T0, N1, M0),( T1, N1, M0), (T2,N0,M0)
Karsinoma invasif dengan ukuran 2 cm atau kurang disertai dengan
metastasis ke kelenjar getah bening atau karsinoma invasif lebih
dari 2 cm tetapi kurang dari 5 cm dengan kelenjar getah bening
negatif.
d. Stadium IIB
(T2,N1,M0), (T3,N0,M0)

15

Karsinoma invasif berukuran garis tengah lebih dari 2 cm tetapi


kurang dari 5 cm dengan kelenjar getah bening positif atau
karsinoma invasif berukuran lebih dari 5 cm tanpa keterlibatan
kelenjar getah bening.
e. Stadium IIIA
(T0,N2,M0), (T1,N2,M0), (T2,N2,M0), (T3, N1 atau N2, M0)
Karsinoma invasif ukuran berapa pun dengan kelenjar getah bening
terfiksasi (yaitu invasi ekstranodus yang meluas diantara kelenjar
getah bening atau mengivasi kedalam struktur lain) atau karsinoma
berukuran garis tengah lebih dari 5 cm dengan metastasis kelenjar
getah bening nonfiksasi.
f. Stadium IIIB
(T4,NI atau N2 dan N3, M0)
Karsinoma inflamasi yang menginvasi dinding dalam, karsinoma
yang mengivasi kulit, karsinoma dengan nodus kulit satelit, atau
setiap karsinoma dengan metastasis ke kelenjar getah bening
mamaria interna ipsilateral.
g. Stadium IV
(T1-T4,N1-N4,M1)
Metastatis ke tempat jauh (Kumar dkk, 2007).
5. Faktor Resiko Kanker Payudara
Beberapa faktor resiko untuk kanker payudara telah didokumentasikan.
Namun demikian, untuk mayoritas wanita yang menderita kanker payudara,
faktor resiko yang spesifik tidak dapat ditentukan (IARC, 2008). Yang paling
beresiko terserang kanker payudara ialah wanita yang berumur di atas 30
tahun (sekarang, dibawah 20 tahun juga sudah ditemukan kanker payudara).
Kejadian puncak kanker payudara terjadi pada usai 40-45 tahun. Di samping
itu, riwayat dalam keluarga ada yang menderita kanker payudara (ini juga

16

tidak mutlak karena tanpa ada riwayat keluarga juga bisa terkena) juga
menjadi faktor resiko. Mereka yang punya riwayat tumor juga mempunyai
resiko tinggi menderita kanker payudara.

Faktor resiko lain adalah seperti haid terlalu muda atau menopause diatas
umur 50 tahun, tidak menikah atau tidak menyusui dan melahirkan anak
pertama diatas usia 35 tahun. Mereka yang sering terkena radiasi (bisa dari
sering melakukan pemeriksaan kesehatan dengan menggunakan alat x-ray)
juga mempunyai kemungkinan menderita kanker payudara. Selain itu, pola
makan dengan konsumsi lemak berlebihan, kegemukan dan konsumsi alkohol
berlebihan juga merupakan faktor resiko.

Mereka yang sudah mendapatkan terapi hormonal dalam jangka panjang


harus lebih berwaspada karena mereka mempunyai resiko mendapat kanker
payudara. Stres dan faktor genetik (BRCA1/BRCA2) juga dikatakan
tergolong dalam faktor resiko kanker payudara. Mutasi gen BRCA1 pada
kromosom 17 dan BRCA2 pada kromosom 13 dapat meningkatkan resiko
kanker payudara sampai 85% (Azamris, 2006).
C. PROSEDUR DIAGNOSTIK
1. Anamnesis
Anamnesis harus diawali dengan pencatatan identitas pasien secara
lengkap, keluhan apa yang mendasari penderita untuk datang ke dokter.
Keluhan ini dapat berupa massa di payudara, adanya nyeri, cairan dari
papilla mammae, adanya retraksi papilla mammae, kemerahan, ulserasi
sampai dengan pembengkakan kelenjar limfe.

17

Perlu ditanyakan pula

riwayat penyakit terdahulu hingga riwayat

penyakit sekarang. Tumor mulai dirasakan sejak kapan, cepat membesar


atau tidak dan disetai sakit atau tidak. Anamnesis penderita kelainan
payudara harus disertai pula dengan riwayat keluarga, riwayat kehamilan
maupun riwayat ginekologi.
2. Inspeksi
Pasien diminta duduk tegak atau berbaring atau kedua duanya, kemudian
perhatikan bentuk kedua payudara, warna kulit, tonjolan, lekukan,
retraksi adanya kulit berbintik seperti kulit jeruk, ulkus dan benjolan.
Dengan lengan terangkat lurus keatas, kelainan terlihat lebih jelas.
3. Palpasi
Palpasi lebih baik dilakukan berbaring dengan bantal tipis dipunggung
sehingga payudara terbentang rata. Palpasi dilakukan dengan telapak jari
tangan yang digerakan perlahan lahan tanpa tekanan pada setiap
kuandran payudara seperti tampak pada gambar 6 dan gambar 7. Yang
diperhatikan pada hakikatnya sama dengan penilaian tumor ditempat lain
(De Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).

Gambar 6. Palpasi dini sendiri (SADARI) (David, 2010).

18

Gambar 7. Palpasi mengunakan telapak jari tangan (Anonim, 2009).

Pada sikap duduk, benjolan yang tak teraba ketika penderita berbaring
kadang lebih mudah ditemukan. Perabaan axilla pun lebih mudah
dilakukan dalam posisi duduk. Dengan memijat halus puting susu dapat
diketahui adanya pengeluaran cairan, darah, atau nanah. Cairan yang
keluar dari kedua puting susu selalu harus dibandingkan (De Jong dan
Sjamsuhidajat, 2005).

Gambar 8. Abses pada bagian puting susu (David, 2010).

Pengeluaran cairan dari puting payudara seperti pada gambar 8, diluar


masa laktasi dapat disebakan oleh berbagai kelainan, seperti kanker,
papiloma disalah satu duktus dan kelainan yang disertai duktus ekstasia
(De Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi Payudara
19

Pemeriksaan tumor payudara dengan ultrasonografi (USG) mulai


dikembangkan oleh Wild dan Reid pada tahun 1952 dan saat ini
pemeriksaan dengan USG sudah semakin popular dan berkembang
pesat.

Ultrasonografi berperan pada payudara yang padat yang

biasanya ditemui pada wanita muda dan

bermanfaat untuk

membedakan tumor itu solid atau kistik dan ganas.


Pemeriksaan ini mempergunakan linear scanner dengan transduser
berfrekuensi 5 MHz dengan posisi pasien supine yang dilakukan
scanning secara sistematis mulai dari kuadran medial atas dan bawah
dilanjutkan ke kuadran lateral atas dan bawah untuk dilakukan
pemotretan dengan film Polaroid pada potongan transversal dan
longitudinal atau oblik, biasanya lama pemeriksaan berkisar antara 10
- 15 menit.
Nilai ketepatan USG untuk lesi kistik adalah 90-95 %, sedangkan
untuk lesi solid seperti fibroadenoma adalah 75-85%. Sedangkan
untuk mengenal tumor ganas nilai ketepatan diagnostik USG hanya
62-78% sehingga masih diperlukan pemeriksaan lainnya untuk dapat
menentukan keganasan kanker payudara (Rasad dkk, 2005).
b. Fine Needle Aspiration Biopsi (FNAB)
Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) adalah prosedur pemeriksaan
yang melewati kulit (percutaneous) dengan menggunakan jarum halus
biasanya berukuran 22 atau 25 G dan mengambil contoh cairan dari
kista payudara atau mengambil sekelompok sel dari massa yang solid
pada payudara. Setelah dilakukan FNAB, material sel yang diambil

20

dari payudara akan diperiksa di bawah mikroskop yang sebelumnya


terlebih dahulu dilakukan pengecatan sampel. Jarum yang digunakan
pada FNAB lebih kecil dibandingkan jarum yang biasa dipakai untuk
mengambil darah.
Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) dilakukan dengan terlebih
dulu membersihkan kulit payudara yang akan diperiksa. Apabila
benjolan dapat diraba maka jarum halus tersebut di masukan ke
daerah benjolan tersebut seperti pada gambar 9.

Gambar 9. Pemeriksaan FNAB (David, 2010).

Apabila benjolan tidak dapat diraba, prosedur FNAB akan dilakukan


dengan panduan dari sistem pencitraan yang lain seperti mammografi
atau USG. Setelah jarum dimasukkan ke dalam bagian payudara yang
tidak normal, maka dilakukan penghisapan melalui jarum tersebut.

Hasil sampel yang diperoleh diratakan pada gelas obyek dibiarkan


kering kemudian dipulas dan akhirnya diperiksa dibawah mikroskop.
Efektivitas dari pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biops (FNAB)

21

sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan keahlian pemeriksa yang


sudah berpengalaman. Kondisi dari sampel FNAB memiliki makna
yang sangat penting untuk menentukan apakah hasil tersebut
mengandung sel kanker atau tidak. Apabila sampel yang dihasilkan
dari benjolan tersebut tampak bersih, sedikit berwarna, kehijauan atau
kecoklatan, putih, kuning, atau pada kasus yang sangat jarang
mengandung darah, pada kebanyakan kasus kemungkinan besar ini
berasal dari tumor yang jinak atau bukan kanker. Sedangkan sampel
yang

mengandung

darah

mengindikasikan

sampel

tersebut

mengandung sel kanker dan dianalisis lebih lanjut.

Sebelum dilakukan Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) seringkali


tidak dilakukan pembiusan lokal

karena prosedur anastesi lebih

memberikan rasa sakit dibandingkan FNAB-nya sendiri dan lidokain


sebagai bahan anestesi bisa menimbulkan artefak yang tampak pada
pemeriksaan

mikroskopis.

Seorang

wanita

sebaiknya

tidak

menggunakan bedak, deodoran, lotion, atau parfum dibawah lengan


atau pada payudara sebelum pemeriksaan yang nantinya dapat
mengganggu gambaran pemeriksaan mikroskopis.

Gambaran mikroskopis suatu keganasan payudara tampak kelainan


berupa sel tunggal dengan inti banyak, hiperkromasi, batas irregular,
pleomorfik maupun sel dalam kelompok dengan sel yang bertumpuk,
inti hiperkromatik. Perubahan secara morfologik paling bermakna

22

dijumpai pada inti sel sedangkan perubahan pada sitoplasma lebih


mengarah pada penentuan diferensiasi fungsional seluler.

Prosedur Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) memiliki beberapa


keuntungan antara lain FNAB adalah metode tercepat dan termudah
dari biopsi payudara dan hasilnya dapat diperoleh dengan cepat.
FNAB sangat baik untuk mengkonfirmasi kista payudara sekaligus
aspirasi cairan dan setelah dilakukan pemeriksaan, pasien dapat
langsung melakukan aktivitasnya seperti biasa.

Kekurangan dari Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) adalah


prosedur ini hanya mengambil sangat sedikit sampel dari jaringan atau
sel

payudara

sehingga

hanya

dapat

menghasilkan

diagnosis

berdasarkan keadaan sel. Hal ini menyebabkan penilaian yang diambil


harus teliti karena tidak dapat dibandingkan dengan keadaan jaringan
di sekitarnya (Mulandari, 2003).
c. Pemeriksaan Histopatologi
Pada prosedur pemeriksaan ini akan dilakukan pengambilan sampel
jaringan dari tubuh. Sebelumnya payudara dibersihkan terlebih dahulu
dengan menggunakan antiseptik. Kemudian Bius lokal disuntikkan ke
dalam lokasi payudara yang akan dilakukan pemeriksaan, setelah itu
dibuat sayatan sepanjang kontur payudara setelah itu jarum
dimasukkan, di bawah anestesi lokal, melalui sayatan kecil di kulit,

23

dan mengambil sedikit jaringan dari massa bersama dengan jaringan


normal.

Pemeriksaan ini dapat dilakukan baik dengan menggunakan jarum


yang sangat halus maupun dengan jarum yang cukup besar untuk
mengambil jaringan. Jarum biopsy dengan menggunakan jarum agak
lebih besar terdapat tepi pemotongan khusus. Kemudian material yang
diperoleh dari insisi maupun eksisi dilakukan pewarnaan dengan
Hematoxylin dan Eosin di bagian Patologi anatomi. Gambaran
histopatologi keganasan berupa campuran sel ganas dan sel piknotik,
inti hiperkromatik dan degenerative dengan banyak mengandung
debris nekrotik, sitoplasma bervakuol besar (Damjanov, 2001).

D. TERAPI
Sebelum merencanakan terapi karsinoma mammae, diagnostik klinis dan
histopatologik serta tingkat penyebaran harus dipastikan dahulu.
Diagnostik klinis harus sama dengan diagnostik histopatologis. Bila
keduanya berbeda, harus dibedakan mana yang keliru. Atas dasar itu
disusunlah rencana terapi dengan mempertimbangan manfaat dan mudarat
setiap tindakan yang akan diambil. Bila bertujuan kuratif, tindakan radikal
yang berkonsekuensi mutilasi harus dikerjakan demi kesembuhan. Apabila
tindakan paliatif, alasan nonkuratif menentukan terapi yang dipilih (De
Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).
1. Pembedahan

24

Pembedahan merupakan terapi yang diberikan apabila pada hasil


pemeriksaan histopatologi menunjukan hasil menunjukan tumor ganas
sehingga diperlukan pembedahan kuratif. Pembedahan kuratif yang
mungkin dilakukan adalah masektomi radikal dan bedah konservatif
yang merupakan eksisi tumor luas. Terapi kuratif dilakukan jika tumor
berbatasan pada payudara dan tidak ada infiltrasi ke dinding dada dan
kulit mammae atau infiltrasi ke kelenjar limfe disekitarnya (De Jong dan
Sjamsuhidajat, 2005).
Pembedahan radikal menurut Halsted meliputi pengangkatan payudara
dengan sebagian besar kulitnya, otot dan kelenjar limfe sekaligus. Namun
saat ini telah dimodifikasi oleh Patey, sehingga otot dipertahankan jika
tumor mammae jelas bebas dari otot tersebut. Sekarang biasanya
dilakukan pembedahan kuratif dengan mempertahankan payudara. Bedah
konservatif ini selalu ditambah diseksi kelenjar aksila dan radioterapi (De
Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).
Syarat mutlak untuk operasi ini adalah tumor kecil dan tersedia sarana
radioterapi yang khusus untuk penyinaran. Penyinaran dilakukan untuk
mencegah kambuhnya tumor dipayudara dari tumor yang tertinggal. Bila
dilakukan pengangkatan mammae, pertimbangkan untuk melakukan
konstruksi mammae dengan melakukan implantasi prostesis atau cangkok
flap muskulokutan. Implatasi ini dapat sekaligus dilakukan dengan bedah
kuratif dan pada waktu penyinaran (De Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).
2. Radioterapi

25

Radioterapi untuk kanker payudara biasanya digunakan sebagai terapi


kuratif dengan mempertahankan mammae, dan sebagai terapi tambahan
atau

terapi

paliatif.

Radioterapi

kuratif

sebagai

terapi

tunggal

lokoregional tidak begitu efektif, tetapi sebagai terapi tambahan untuk


tujuan kuratif
Radioterapi paliatif dapat dilakukan dengan hasil yang baik untuk waktu
terbatas bila tumor sudah tidak mampu angkat secara lokal (T4) (De Jong
dan Sjamsuhidajat, 2005).
3. Kemoterapi
Terapi sistemik yang digunakan bila ada penyebaran sistemikdan sebagai
terapi adjuvan. Kemoterapi adjuvan diberikan kepada pasien yang pada
pemeriksaan histopatologi pascabedah mastektomi ditemukan metastasis
disebuah atau beberapa kelenjar. Tujuannya adalah menghancurkan
mikrometastasis yang biasanya terdapat pada pasien yang kelenjar
aksilanya sudah mengandung metastasis (De Jong dan Sjamsuhidajat,
2005).
Obat yang diberikan adalah kombinasi siklofosamid, metrotreksat dan 5
fluorourasil (CMF) selama enam bulan pada wanita usia pramenopause,
sedangkan pada wanita pascamenopause diberikan terapi adjuvan
hormonal berupa pil antiestrogen. Kemoterapi paliatif dapat diberikan
kepada pasien yang telah menderita metastasis sistemik. Obat yang
dipakai secara kombinasi antara lain CMF atau vinkristin dan adriamisin
(VA) atau 5 fluorourasil adriamisin (De Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).
4. Terapi Hormonal
Indikasi pemberikan terapi hormonal adalah bila penyakit menjadi
sistemik akibat metastasis jauh. Terapi hormonal biasanya diberikan

26

secara paliatif sebelum kemoterapi karena efek terapinya lama dan efek
sampingnya kurang, tetapi tidak semua karsinoma mammae peka terhadap
terapi hormonal. Hanya kurang dari 60 % yang bereaksi baik dan
penderita mana yang ada harapan memberi respons dapat diketahui dari
uji reseptor estrogen pada jaringan tumor (De Jong dan Sjamsuhidajat,
2005).
E. PROGNOSIS
Prognosis pasien ditentukan oleh tingkat penyebaran dan potensi
metastasis yang terlihat pada tabel 1. Ketahanan hidup seseorang sangat
bergantung pada tingkat penyakit, saat mulai pengobatan, gambaran
histopatologi dan uji reseptor estrogen yang bila positif lebih baik.
Stadium tumor dipandang secara luas sebagai faktor prognosis yang
paling kuat.
Tabel 1. Prognosis Pasien Kanker Payudara

Stadium
I
II
III
IV
(De Jong dan Sjamsuhidajat, 2005).

Ketahanan hidup lima tahun


85%
65%
40%
10%

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Tufts U. 19 Februari 2011 http://www.absolute-truth-incancer.com/breast-cancer.html
Anonim. 2009 Tufts U. 19 Februari 2011 http://www.breastexams.net/besttechniques/
Alsoph, Y.H., Tjindarbumi, D. 2002. Nullipara Sebagai Salah Satu Faktor Resiko
pada Kanker Payudara. Ropanasuri. Indonesia. 75-78 hlm.
Azamris, 2006. Analisis Faktor Resiko pada Pasien Kanker Payudara di Rumah
Sakit Dr. M. Djamil Padang. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran No. 152. In;
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/17152/AnalisaPasienKanker.pdf/Anali
saPasienKanker . Diakses 18 Februari 2011.

27

Dahlan, M. S. 2009. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam


Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Edisi 2. Salemba Medika, Jakarta.
79-82 hlm.
Damjanov, I. 2001. Buku Teks & Atlas Berwarna Histopatologi. Widya Medika,
Jakarta. 372-375 hlm.
David, A.L. 2010 Tufts U. 20 September 2011. http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ ency/presentations/100205_1.htm
De Jong, W.D., Sjamsuhidajat, R. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC,
Jakarta. 387-402 hlm.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Deteksi Kanker Leher Rahim
dan Kanker Payudara. In: http://www.depkes.go.id/-index.php?
option=new&task=viewarticle&sid=3081. Diakses 18 Februari 2011.
Djamaloeddin.2008.Kelainan pada Mamma (Payudara).In : Wiknjosastro, Hanifa,
Abdul Bari Saifuddin, dan Trijatmo Rachimhadi, ed. Ilmu kandungan.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. 472-494 hlm.
Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi Di Fiore. EGC, Jakarta. 327 hlm.
Handoyo D. 2002. Pengelolaan Karsinoma Payudara Dalam Keganasan Kulit,
Kepala Dan Leher. Badan Penerbit Universitas Diponogoro, Semarang
International Agency For Research Of Cancer (IARC), 2008. Breast Cancer.
Available from: http://screening.iarc.fr/breastindex.php Diakses 17
Desember 2011
Ismail, S., Sastroasmoro, S. 2010. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.
Sagung Seto, Jakarta
Jonqueira, L.C.,Carneiro, J. 2007. Histologi Dasar Teks dan Atlas Edisi 10. EGC,
Jakarta. 447-450 hlm.
Kumar, V., Cotran, R., Robbins, S. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7.
EGC, Jakarta. 794-801 hlm.
Lestadi, L. 2002. Penuntun Diagnosis Praktis Sitologi Payudara. Widya Medika,
Jakarta.
Moore, K.L., Agur, A.M. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Hipokrates, Jakarta. 35
hlm..

28

Mulandari, D. 2003. Perbandingan Akurasi Diagnostik Antara Biopsi Aspirasi


Jarum Besar Dengan Potongan Beku Pada Tumor Payudara. Universitas
Diponogoro, Semarang. Tesis 1-40 hlm.
Nicholson S. 2001. Use of Fine Needle Aspiration Cytology With Immediate
Reporting In The Diagnosis of Breast Desease. Br.J.Surg. 849-850 hlm.
Notoatmodjo, S. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta.
Novianto, C. 2004. Akurasi Pemeriksaan Klinis, Ultrasonografi Payudara Dan
Sitologi Biopsi Aspirasi Dalam Menegakan Keganasan Payudara Stadium
Dini. Universitas Diponogoro, Semarang. Tesis 1-48 hlm.
Price, S., Wilson, P. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
Edisi 6. EGC, Jakarta. 1303-1305 hlm.
Rasad, S., Makes, D. 2005. Radiologi Diagnostik Edisi Kedua. FKUI, Jakarta.
511-512 hlm
Sriwibowo, K. 2005. Akurasi Biopsi Jarum Halus Sebagai Sarana Dalam
Menegakan Diagnosis Neoplasma Ganas Jaringan Lunak. Universitas
Diponogoro, Semarang. Tesis. 1-36 hlm.
Tjahjono. 2003. Deteksi Dini Kanker, Peran Pemeriksaan Sitologi dan Antisipasi
Era Pasca Genom. Universitas Diponogoro, Semarang.
World Health Organization, 2008. Breast Cancer Risk Factors. Available from:
http://www.who.int/cancer/detection/breastcancer/en/index4.html Diakses
31 Desember 2011.

29

Anda mungkin juga menyukai