Anda di halaman 1dari 22

Kisah Nabi Ibrahim as.

Mencari Kebenaran Tuhan


Nabi Ibrahim as. adalah putra dari Azar. Nabi Ibrahim as. dilahirkan di wilayah Kerajaan
Babylonia yang saat itu diperintah oleh Raja bernama Namrud. Namrud adalah raja yang sangat
sombong yang mengaku dirinya Tuhan. Raja Namrud juga dikenal sangat kejam kepada siapa
saja yang berani menentang kekuasaannya.
Suatu saat Namrud bermimpi. Dalam mimpinya itu, ia melihat seorang anak laki- laki yang
memasuki kamarnya kemudian mengambil mahkotanya. Keesokan harinya, ia pun memanggil
tukang ramal yang sangat terkenal untuk mengartikan mimpinya tersebut. Tukang ramal
mengartikan bahwa anak yang hadir dalam mimpinya tersebut kelak suatu saat akan
meruntuhkan kerajaannya. Mendengar hal tersebut, Namrud menjadi murka. Dia memerintahkan
kepada seluruh tentara kerajaan agar membunuh setiap bayi laki-laki yang dilahirkan.
Azar yang istrinya saat itu sedang mengandung begitu khawatir akan keselamatan bayi
yang dikandung istrinya tersebut. Ia khawatir bahwa bayi yang ada dalam perut istrinya adalah
seorang bayi laki-laki yang selama ini ia dambakan. Untuk menyelamatkan calon bayinya
tersebut, diam-diam Azar mengajak istrinya bersembunyi di dalam sebuah gua yang jauh dari
keramaian. Di gua itulah kemudian bayi tersbut dilahirkan dan diberi nama Ibrahim. Agar tidak
diketahui oleh khalayak ramai, Azar dan istrinya meninggalkan Ibrahim yang masih bayi itu di
dalam gua dan sesekali datang untuk melihat keadaannya. Hal itu terus dilakukukan hingga
Ibrahim tumbuh menjadi anak kecil yang sehat dan kuat atas izin Allah Swt. Bagaimana Ibrahim
dapat hidup di dalam gua, padahal tidak ada makanan dan minuman yang diberikan kepadanya?
Jawabannya karena Allah Swt. menganugerahkan Ibrahim untuk menghisap jari tangannya yang
dari situ keluarlah air susu yang sangat baik. Itulah mukjizat pertama yang diberikan oleh Allah
kepada Nabi Ibrahim as.
Lama hidup di dalam gua tentu membuat Ibrahim kecil sangat terbatas pengetahuannya
tentang alam sekitar. Maka, di saat ada kesempatan untuk keluar dari gua, Ibrahim pun
melakukannya. Betapa terkejutnya ia, ternyata alam di luar gua begitu luas dan indah. Di dalam
ketakjubannya itu, Ibrahim berpikir bahwa alam yang sangat luas dan indah berikut isinya
termasuk manusia, pasti ada yang menciptakannya. Maka, Nabi Ibrahim pun lalu berjalan untuk

mencari Tuhan. Ia mengamati lingkungan sekelilingnya. Namun, ia tidak menemukan sesuatu


yang membuatnya kagum dan merasa dapat dijadikan Tuhannya.
Di siang hari, Ibrahim melihat begitu cerahnya matahari menyinari bumi. Ia berpikir,
mungkin matahari adalah tuhan yang ia cari. Tetapi ketika senja datang dan matahari tenggelam
di ufuk, gugurlah keyakinannya akan matahari sebagai tuhan. Sampai akhirnya, malam pun
datang menjelang. Bintang di langit bekerlap-kerlip dengan indahnya. Sinarnya membuat
suasana malam menjadi lebih indah dan cerah. Apakah ini Tuhan yang aku cari? Kata Ibrahim
di dalam hati dengan gembira. Ditatapnya bintang-bintang itu dengan penuh rasa bangga. Tapi
ternyata, ketika malam beranjak pagi, bintang-bintang itu pun menghilang satu per satu. Dengan
pandangan kecewa, Nabi Ibrahim melihat satu per satu bintang-bintang itu menghilang dari
langit. Aku tidak menyukai Tuhan yang bisa menghilang dan tenggelam karena waktu,
gumamnya dengan penuh perasaan kecewa.
Nabi Ibrahim pun kemudian mencoba mencari Tuhan yang lain. Memasuki malam
berikutnya, bulan pun muncul dan bersinar memancarkan cahayanya yang terang. Ia pun
menduga, Inikah Tuhan yang aku cari? Maka, ketika pagi datang menjelang, bulan pun hilang
tanpa alasan seperti yang terjadi terhadap matahari dan bintang, Ibrahim pun memastikan bahwa
bukanlah matahari, bintang, maupun bulan yang menjadi Tuhan untuk disembah, tetapi pasti ada
satu kekuatan Yang Maha perkasa dan Maha agung yang menggerakkan dan menghidupkan
semua yang ada, termasuk matahari, bintang, dan bulan. Ibrahim pun menyimpulkan bahwa
Tuhan tidak lain adalah Allah Swt.
Saat keyakinan Nabi Ibrahim as. kepada Allah Swt. betul-betul merasuki jiwanya, mulailah
ia mengajak orang-orang di sekitarnya untuk meninggalkan penyembahan terhadap berhala yang
tak memiliki kekuatan apa pun, tidak pula memberi manfaat apa-apa. Orang pertama yang ia ajak
untuk hanya menyembah Allah Swt. adalah Azar, ayahnya sendiri yang berprofesi sebagai
pembuat patung untuk disembah. Mendengar ajakan Ibrahim, Azar marah karena apa yang
dilakukannya sudah dilakukan oleh nenek moyangnya sejak dahulu. Azar meminta Ibrahim
untuk tidak menghina dan melecehkan berhala yang seharusnya disembah.
Kepada orang-orang di sekelilingnya Ibrahim berseru, Wahai saudaraku! Patung-patung
itu hanyalah buatan manusia yang tidak dapat bergerak dan tidak memberi manfaat sedikitpun.
Mengapa kalian sembah dengan memohon kepadanya? Demikian ajakan Ibrahim kepada

umatnya. Akan tetapi, kaumnya tidak mau mendengarkan, apalagi mengikuti ajakan Nabi
Ibrahim a.s., bahkan mereka mencemooh dan memaki Nabi Ibrahim.
Menyadari bahwa ajakannya untuk menyembah hanya kepada Allah Swt. tidak
mendapatkan respon yang baik dari umatnya, Nabi Ibrahim as. lalu mengatur cara bagaimana
melakukan dakwah secara cerdas dan lebih efektif. Maka, saat seluruh penduduk negeri termasuk
Raja Namrud pergi untuk berburu, Nabi Ibrahim a.s. lalu masuk ke dalam kuil penyembahan
berhala kemudian menghancurkan semua berhala yang ada dengan sebuah kapak besar yang
telah disiapkannya. Semua berhala hancur kecuali berhala yang paling besar yang sengaja ia
sisakan. Pada berhala besar itu, Nabi Ibrahim a.s. menggantungkan kapak di leher berhala
terbesar tersebut.
Sekembalinya dari perburuan, Raja Namrud dan semua penduduk negeri terkejut luar
biasa. Mereka dengan sangat marah mencari tahu siapa yang telah berani melakukan perbuatan
tersebut. Mengetahui bahwa Ibrahimlah satu-satunya lelaki yang tidak ikut serta dalam
perburuan, Raja Namrud memerintahkan tentaranya untuk memanggil dan menangkap Ibrahim
untuk dihadapkan kepadanya. Di hadapan Raja Namrud, Ibrahim berdiri dengan tegak dan penuh
percaya diri.
Hai Ibrahim, apakah engkau yang menghancurkan berhala-berhala itu? tanya Raja
Namrud. Tidak, saya tidak melakukannya, jawab Ibrahim as. Jangan mengelak, wahai
Ibrahim, bukankah kamu satu-satunya orang yang berada di negeri saat yang lainnya pergi
berburu? sergah Raja Namrud. Sekali lagi tidak! Bukan aku yang melakukannya, melainkan
berhala besar itu yang melakukannya, jawab Ibrahim as. dengan tenang. Mendengar pernyataan
Nabi Ibrahim as, Raja Namrud marah seraya berkata, Mana mungkin berhala yang tidak dapat
bergerak engkau tuduh menghancurkan berhala lainnya?
Mendengar pertanyaan Raja Namrud, Ibrahim as. tersenyum kemudian berkata, Sekarang
anda tahu dan anda yang mengatakannya sendiri bahwa berhala itu tidak dapat bergerak dan
memberikan melakukan apa-apa. Lalu, mengapa ia engkau sembah?
Mendengar jawaban Ibrahim as. yang tidak disangka-sangka, Namrud terhenyak dan
Namrud sebetulnya menyadari hal tersebut. Namun, karena kebodohan dan kesombongannya,
Namrud tetap saja tidak memedulikan jawaban dari Ibrahim as. Ia kemudian memerintahkan
kepada tentaranya untuk membakar Ibrahim hidup-hidup sebagai hukuman atas perlakuannya
kepada berhala-berhala yang mereka sembah.

Setelah semua persiapan untuk membakar Ibrahim as. telah lengkap, dilemparkanlah Nabi
Ibrahim ke dalam api yang berkobar dan panas. Apa yang terjadi selanjutnya? Allah Swt.
menunjukkan kemahakuasaan-Nya dengan meminta api agar menjadi dingin untuk
menyelamatkan Ibrahim as. Maka, api pun dingin sehingga Ibrahim as. tidak terluka sedikit
pun karenanya. Itulah mujizat terbesar yang diterima oleh Nabi Ibrahim, yaitu tidak terluka saat
dibakar dengan api membara yang sangat panas.
Sumber: http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/09/kisah-nabi-ibrahimas-mencari-kebenaran.html

SALMAN AL-FARISY PENCARI KEBENARAN


Sesungguhnya sesiapa yang mencari kebenaran, pasti akan menemuinya.
Kisah ini adalah kisah benar pengalaman seorang manusia mencari agama
yang benar (hak), iaitu pengalaman Salman Al Farisy
Marilah kita semak Salman menceritakan pengalamannya selama mengembara mencari agama
yang hak itu. Dengan ingatannya yang kuat, ceritanya lebih lengkap, terperinci dan lebih
terpercaya. seorang sahabat Rasulullah saw.
Dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu 'Anhuma berkata, "Salman al-Farisi Radhiyallahu 'Anhu
menceritakan biografinya kepadaku dari mulutnya sendiri. Kata Salman, "Saya pemuda Parsi,
penduduk kota Isfahan, berasal dari desa Jayyan. Bapaku pemimpin Desa. Orang terkaya dan
berkedudukan tinggi di situ. Aku adalah insan yang paling disayangi ayah sejak dilahirkan. Kasih
sayang beliau semakin bertambah seiring dengan peningkatan usiaku, sehingga kerana teramat
sayang, aku dijaga di rumah seperti anak gadis.
Aku mengabdikan diri dalam Agama Majusi (yang dianut ayah dan bangsaku). Aku ditugaskan
untuk menjaga api penyembahan kami supaya api tersebut sentiasa menyala.
Ayahku memiliki kebun yang luas, dengan hasil yang banyak Kerana itu beliau menetap di sana
untuk mengawasi dan memungut hasilnya. Pada suatu hari bapa pulang ke desa untuk
menyelesaikan suatu urusan penting. Beliau berkata kepadaku, "Hai anakku! Bapa sekarang
sangat sibuk. Kerana itu pergilah engkau mengurus kebun kita hari ini menggantikan Bapa.''
Aku pergi ke kebun kami. Dalam perjalanan ke sana aku melalui sebuah gereja Nasrani. Aku
mendengar suara mereka sedang sembahyang. Suara itu sangat menarik perhatianku.
Sebenarnya aku belum mengerti apa-apa tentang agama Nasrani dan agama-agama lain. Kerana
selama ini aku dikurung bapa di rumah, tidak boleh bergaul dengan siapapun. Maka ketika aku
mendengar suara mereka, aku tertarik untuk masuk ke gereja itu dan mengetahui apa yang
sedang mereka lakukan. Aku kagum dengan cara mereka bersembahyang dan ingin
menyertainya.
Kataku, "Demi Allah! ini lebih bagus daripada agama kami."Aku tidak berganjak dari gereja itu
sehinggalah petang. Sehingga aku terlupa untuk ke kebun.
Aku bertanya kepada mereka, "Dari mana asal agama ini?"

"Dari Syam (Syria)," jawab mereka.


Setelah hari senja, barulah aku pulang. Bapa bertanyakan urusan kebun yang ditugaskan beliau
kepadaku.
Jawabku, "Wahai, Bapa! Aku bertemu dengan orang sedang sembahyang di gereja. Aku kagum
melihat mereka sembahyang. Belum pernah aku melihat cara orang sembahyang seperti itu.
Kerana itu aku berada di gereja mereka sampai petang."
Bapa menasihati akan perbuatanku itu. Katanya, "Hai, anakku! Agama Nasrani itu bukan agama
yang baik. Agamamu dan agama nenek moyangmu (Majusi) lebih baik dari agama Nasrani itu!"
Jawabku, "Tidak! Demi Allah! Sesungguhnya agama merekalah yang lebih baik dari agama
kita."
Bapa khuatir dengan ucapanku itu. Dia takut kalau aku murtad dari agama Majusi yang kami
anuti. Kerana itu dia mengurungku dan membelenggu kakiku dengan rantai.
Ketika aku beroleh kesempatan, kukirim surat kepada orang-orang Nasrani minta tolong kepada
mereka untuk memaklumkan kepadaku andai ada kafilah yang akan ke Syam supaya
memberitahu kepadaku. Tidak berapa lama kemudian, datang kepada mereka satu kafilah yang
hendak pergi ke Syam. Mereka memberitahu kepadaku.
Maka aku berusaha untuk membebaskan diri daripada rantai yang membelengu diriku dan
melarikan diri bersama kafilah tersebut ke Syam.
Sampai di sana aku bertanya kepada mereka, "Siapa kepala agama Nasrani di sini?"
"Uskup yang menjaga "jawab mereka.
Aku pergi menemui Uskup seraya berkata kepadanya, "Aku tertarik masuk agama Nasrani. Aku
bersedia menadi pelayan anda sambil belajar agama dan sembahyang bersama-sama anda."
'Masuklah!" kata Uskup.
Aku masuk, dan membaktikan diri kepadanya sebagai pelayan.
Setelah beberapa lama aku berbakti kepadanya, tahulah aku Uskup itu orang jahat. Dia
menganjurkan jama'ahnya bersedekah dan mendorong umatnya beramal pahala. Bila sedekah
mereka telah terkumpul, disimpannya saja dalam perbendaharaannya dan tidak dibahagibahagikannya kepada fakir miskin sehingga kekayaannya telah berkumpul sebanyak tujuh peti
emas.

Aku sangat membencinya kerana perbuatannya yang mengambil kesempatan untuk mengumpul
harta dengan duit sedekah kaumnya. tidak lama kemudian dia meninggal. Orang-orang Nasrani
berkumpul hendak menguburkannya.
Aku berkata kepada mereka, 'Pendeta kalian ini orang jahat. Dianjurkannya kalian bersedekah
dan digembirakannya kalian dengan pahala yang akan kalian peroleh. Tapi bila kalian berikan
sedekah kepadanya disimpannya saja untuk dirinya, tidak satupun yang diberikannya kepada
fakir miskin."
Tanya mereka, "Bagaimana kamu tahu demikian?"
Jawabku, "Akan kutunjukkan kepada kalian simpanannya."
Kata mereka, "Ya, tunjukkanlah kepada kami!"
Maka kuperlihatkan kepada mereka simpanannya yang terdiri dan tujuh peti, penuh berisi emas
dan perak. Setelah mereka saksikan semuanya, mereka berkata, "Demi Allah! Jangan dikuburkan
dia!"
Lalu mereka salib jenazah uskup itu, kemudian mereka lempari dengan batu. Sesudah itu mereka
angkat pendeta lain sebagai penggantinya. Akupun mengabdikan diri kepadanya. Belum pernah
kulihat orang yang lebih zuhud daripadanya. Dia sangat membenci dunia tetapi sangat cinta
kepada akhirat. Dia rajin beribadat siang malam. Kerana itu aku sangat menyukainya, dan lama
tinggal bersamanya.
Ketika ajalnya sudah dekat, aku bertanya kepadanya, "Wahai guru! Kepada siapa guru
mempercayakanku seandainya guru meninggal. Dan dengan siapa aku harus berguru
sepeninggalan guru?"
Jawabnya, "Hai, anakku! Tidak seorang pun yang aku tahu, melainkan seorang pendeta di Mosul,
yang belum merubah dan menukar-nukar ajaran-ajaran agama yang murni. Hubungi dia di sana!"
Maka tatkala guruku itu sudah meninggal, aku pergi mencari pendeta yang tinggal di Mosul.
Kepadanya kuceritakan pengalamanku dan pesan guruku yang sudah meninggal itu.
Kata pendeta Mosul, "Tinggallah bersama saya."
Aku tinggal bersamanya. Ternyata dia pendeta yang baik. Ketika dia hampir meninggal, aku
berkata kepada nya, "Sebagaimana guru ketahui, mungkin ajal guru sudah dekat. Kepada siapa
guru mempercayai seandainya guru sudah tiada?"
Jawabnya, "Hai, anakku! Demi Allah! Aku tak tahu orang yang seperti kami, kecuali seorang
pendeta di Nasibin. Hubungilah dia!"

Ketika pendeta Mosul itu sudah meninggal, aku pergi menemui pendeta di Nasibin. Kepadanya
kuceritakan pengalamanku serta pesan pendeta Mosul.
Kata pendeta Nasibin, "Tinggallah bersama kami!"
Setelah aku tinggal di sana, ternyata pendeta Nasibin itu memang baik. Aku mengabdi dan
belajar dengannya sehinggalah beliau wafat. Setelah ajalnya sudah dekat, aku berkata kepadanya,
"Guru sudah tahu perihalku maka kepada siapa harusku berguru seandainya guru meninggal?"
Jawabnya, "Hai, anakku! Aku tidak tahu lagi pendeta yang masih memegang teguh agamanya,
kecuali seorang pendeta yang tinggal di Amuria. Hubungilah dia!"
Aku pergi menghubungi pendeta di Amuria itu. Maka kuceritakan kepadanya pengalamanku.
Katanya, "Tinggallah bersama kami!
Dengan petunjuknya, aku tinggal di sana sambil mengembala kambing dan sapi. Setelah guruku
sudah dekat pula ajalnya, aku berkata kepadanya, "Guru sudah tahu urusanku. Maka kepada
siapakah lagi aku akan anda percayai seandainya guru meninggal dan apakah yang harus
kuperbuat?"
Katanya, "Hai, anakku! Setahuku tidak ada lagi di muka bumi ini orang yang berpegang teguh
dengan agama yang murni seperti kami. Tetapi sudah hampir tiba masanya, di tanah Arab akan
muncul seorang Nabi yang diutus Allah membawa agama Nabi Ibrahim.
Kemudian dia akan berpindah ke negeri yang banyak pohon kurma di sana, terletak antara dua
bukit berbatu hitam. Nabi itu mempunyai ciri-ciri yang jelas. Dia mahu menerima dan memakan
hadiah, tetapi tidak mahu menerima dan memakan sedekah. Di antara kedua bahunya terdapat
tanda kenabian. Jika engkau sanggup pergilah ke negeri itu dan temuilah dia!"
Setelah pendeta Amuria itu wafat, aku masih tinggal di Amuria, sehingga pada suatu waktu
segerombolan saudagar Arab dan kabilah "Kalb" lewat di sana. Aku berkata kepada mereka,
"Jika kalian mahu membawaku ke negeri Arab, aku berikan kepada kalian semua sapi dan
kambing-kambingku."
Jawab mereka, "Baiklah! Kami bawa engkau ke sana."
Maka kuberikan kepada mereka sapi dan kambing peliharaanku semuanya. Aku dibawanya
bersama-sama mereka. Sesampainya kami di Wadil Qura aku ditipu oleh mereka. Aku dijual
kepada seorang Yahudi. Maka dengan terpaksa aku pergi dengan Yahudi itu dan berkhidmat
kepadanya sebagai hamba. Pada suatu hari anak saudara majikanku datang mengunjunginya,
iaitu Yahudi Bani Quraizhah, lalu aku dibelinya daripada majikanku.

Aku berpindah ke Yastrib dengan majikanku yang baru ini. Di sana aku melihat banyak pohon
kurma seperti yang diceritakan guruku, Pendeta Amuria. Aku yakin itulah kota yang dimaksud
guruku itu. Aku tinggal di kota itu bersama majikanku yang baru.
Ketika itu Nabi yang baru diutus sudah muncul. Tetapi baginda masih berada di Makkah
menyeru kaumnya. Namun begitu aku belum mendengar apa-apa tentang kehadiran serta da'wah
yang baginda sebarkan kerana aku terlalu sibuk dengan tugasku sebagai hamba.
Tidak berapa lama kemudian, Rasulullah saw. berpindah ke Yastrib. Demi Allah! Ketika itu aku
sedang berada di puncak pohon kurma melaksanakan tugas yang diperintahkan majikanku. Dan
majikanku itu duduk di bawah pohon. Tiba-tiba datang anak saudaranya mengatakan, "Biar
mampus Bani Qaiah!( kabilah Aus dan Khazraj) Demi Allah! Sekarang mereka berkumpul di
Quba' menyambut kedatangan lelaki dari Makkah yang mendakwa dirinya Nabi."
Mendengar ucapannya itu badanku terasa panas dingin seperti demam, sehingga aku menggigil
kerananya. Aku kuatir akan jatuh dan tubuhku akan menimpa majikanku. Aku segera turun dari
puncak ponon, lalu bertanya kepada tamu itu, "Apa kabar anda? Cubalah khabarkan kembali
kepadaku!"
Majikanku marah dan memukulku seraya berkata, "Ini bukan urusanmu! Kerjakan tugasmu
kembali!"
Keesokannya aku mengambil buah kurma seberapa banyak yang mampu kukumpulkan. Lalu
kubawa ke hadapan Rasulullah saw..
Kataku "Aku tahu tuan orang soleh. Tuan datang bersama-sama sahabat tuan sebagai perantau.
Inilah sedikit kurma dariku untuk sedekahkan kepada tuan. Aku lihat tuanlah yang lebih berhak
menerimanya daripada yang lain-lain." Lalu aku hulurkan kurma itu ke hadapannya.
Baginda berkata kepada para sahabatnya, "silakan kalian makan,...!" Tetapi baginda tidak
menyentuh sedikit pun makanan itu apalagi untuk memakannya.
Aku berkata dalam hati, "Inilah satu di antara ciri cirinya!"
Kemudian aku pergi meninggalkannya dan kukumpulkan pula sedikit demi sedikit kurma yang
terdaya kukumpulkan. Ketika Rasulullah saw. pindah dari Quba' ke Madinah, kubawa kurma itu
kepada baginda.
Kataku, "Aku lihat tuan tidak mahu memakan sedekah. Sekarang kubawakan sedikit kurma,
sebagai hadiah untuk tuan."

Rasulullah saw. memakan buah kurma yang kuhadiahkan kepadanya. Dan baginda
mempersilakan pula para sahabatnya makan bersama-sama dengannya. Kataku dalam hati, "ini
ciri kedua!"
Kemudian kudatangi baginda di Baqi', ketika baginda menghantar jenazah sahabat baginda untuk
dimakamkan di sana. Aku melihat baginda memakai dua helai kain. Setelah aku memberi salam
kepada baginda, aku berjalan mengekorinya sambil melihat ke belakang baginda untuk melihat
tanda kenabian yang dikatakan guruku.
Agaknya baginda mengetahui maksudku. Maka dijatuhkannya kain yang menyelimuti
belakangnya, sehingga aku melihat dengan jelas tanda kenabiannya.
Barulah aku yakin, dia adalah Nabi yang baru diutus itu. Aku terus memeluk bagindanya, lalu
kuciumi dia sambil menangis.
Tanya Rasulullah, "Bagaimana khabar Anda?"
Maka kuceritakan kepada beliau seluruh kisah pengalamanku. Beliau kagum dan menganjurkan
supaya aku menceritakan pula pengalamanku itu kepada para sahabat baginda. Lalu kuceritakan
pula kepada mereka. Mereka sangat kagum dan gembira mendengar kisah pengalamanku.
Berbahagilah Salman Al-Farisy yang telah berjuang mencari agama yang hak di setiap tempat.
Berbahagialah Salman yang telah menemukan agama yang hak, lalu dia iman dengan agama itu
dan memegang teguh agama yang diimaninya itu. Berbahagialah Salman pada hari kematiannya,
dan pada hari dia dibangkitkan kembali kelak.
Salman sibuk bekerja sebagai hamba. Dan kerana inilah yang menyebabkan Salman terhalang
mengikuti perang Badar dan Uhud. "Rasulullah saw. suatu hari bersabda kepadaku, "Mintalah
kepada majikanmu untuk bebas, wahai Salman!" Maka majikanku membebaskan aku dengan
tebusan 300 pohon kurma yang harus aku tanam untuknya dan 40 uqiyah.
Kemudian Rasulullah saw. mengumpulkan para sahabat dan bersabda, "Berilah bantuan kepada
saudara kalian ini." Mereka pun membantuku dengan memberi pohon (tunas) kurma. Seorang
sahabat ada yang memberiku 30 pohon, atau 20 pohon, ada yang 15 pohon, dan ada yang 10
pohon, setiap orang sahabat memberiku pohon kurma sesuai dengan kadar kemampuan mereka,
sehingga terkumpul benar-benar 300 pohon.
Setelah terkumpul Rasulullah saw. bersabda kepadaku, "Berangkatlah wahai Salman dan
tanamlah pohon kurma itu untuk majikanmu, jika telah selesai datanglah kemari aku akan
meletakkannya di tanganku."

Aku pun menanamnya dengan dibantu para sahabat. Setelah selesai aku menghadap Rasulullah
saw. dan memberitahukan perihalku, Kemudian Rasulullah saw. keluar bersamaku menuju kebun
yang aku tanami itu. Kami dekatkan pohon (tunas) kurma itu kepada baginda dan
Rasulullah saw. pun meletakkannya di tangan baginda. Maka, demi jiwa Salman yang berada di
tanganNya, tidak ada sebatang pohon pun yang mati.
Untuk tebusan pohon kurma sudah dipenuhi, aku masih mempunyai tanggungan wang sebesar
40 uqiyah. Kemudian Rasulullah saw. membawa emas sebesar telur ayam hasil dari rampasan
perang. Lantas baginda bersabda, "Apa yang telah dilakukan Salman al-Farisi?"
Kemudian aku dipanggil baginda, lalu baginda bersabda, "Ambillah emas ini, gunakan untuk
melengkapi tebusanmu wahai Salman!"
"Wahai Rasulullah saw., bagaimana status emas ini bagiku? Soalku inginkan kepastian daripada
baginda.
Rasulullah menjawab, "Ambil saja! Insya Allah, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberi
kebaikan kepadanya." Kemudian aku menimbang emas itu. Demi jiwa Salman yang berada di
tanganNya, berat ukuran emas itu 40 uqiyah. Kemudian aku penuhi tebusan yang harus aku
serahkan kepada majikanku, dan aku dimerdekakan.
Setelah itu aku turut serta bersama Rasulullah saw. dalam perang Khandaq, dan sejak itu tidak
ada satu peperangan yang tidak aku ikuti.'
(HR. Ahmad, 5/441; ath-Thabrani dalam al-Kabir(6/222); lbnu Sa'ad dalamath-Thabagat, 4/75;
al-Balhaqi dalam al-kubra, 10/323.)

Kisah Masuk Islam-nya Umar bin Khattab RA

Umar bin Khattab ra terkenal sebagai orang yang berwatak keras dan bertubuh tegap.
Sering kali pada awalnya (sebelum masuk Islam) kaum muslimin mendapatkan
perlakukan kasar darinya. Sebenarnya di dalam hati Umar sering berkecamuk
perasaan-perasaan yang berlawanan, antara pengagungannya terhadap ajaran nenek
moyang, kesenangan terhadap hiburan dan mabuk-mabukan dengan kekagumannya
terhadap ketabahan kaum muslimin serta bisikan hatinya bahwa boleh jadi apa yang
dibawa oleh Islam itu lebih mulia dan lebih baik.
Sampailah kemudian suatu hari, beliau berjalan dengan pedang terhunus untuk segera
menghabisi Rasulullah SAW. Namun di tengah jalan, beliau dihadang oleh Abdullah anNahham al-Adawi seraya bertanya:
Hendak kemana engkau ya Umar ?,
Aku hendak membunuh Muhammad, jawabnya.
Apakah engkau akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhroh jika engkau membunuh
Muhammad ?,
Jangan-jangan engkau sudah murtad dan meninggalkan agama asal-mu?. Tanya
Umar.
Maukah engkau ku tunjukkan yang lebih mengagetkan dari itu wahai Umar,
sesungguhnya saudara perempuanmu dan iparmu telah murtad dan telah
meninggalkan agamamu, kata Abdullah.
Setelah mendengar hal tersebut, Umar langsung menuju ke rumah adiknya. Saat itu di
dalam rumah tersebut terdapat Khabbab bin Art yang sedang mengajarkan al-Quran

kepada keduanya (Fatimah, saudara perempuan Umar dan suaminya). Namun ketika
Khabbab merasakan kedatangan Umar, dia segera bersembunyi di balik rumah.
Sementara Fatimah, segera menutupi lembaran al-Quran.
Sebelum masuk rumah, rupanya Umar telah mendengar bacaan Khabbab, lalu dia
bertanya :
Suara apakah yang tadi saya dengar dari kalian?,
Tidak ada suara apa-apa kecuali obrolan kami berdua saja, jawab mereka
Pasti kalian telah murtad, kata Umar dengan geram
Wahai Umar, bagaimana pendapatmu jika kebenaran bukan berada pada agamamu ?,
jawab ipar Umar.
Mendengar jawaban tersebut, Umar langsung menendangnya dengan keras hingga
jatuh dan berdarah. Fatimah segera memba-ngunkan suaminya yang berlumuran
darah, namun Fatimah pun ditampar dengan keras hingga wajahnya berdarah, maka
berkata-lah Fatimah kepada Umar dengan penuh amarah:
Wahai Umar, jika kebenaran bukan terdapat pada agamamu, maka aku bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa
Nabi Muhammad adalah Rasulullah
Melihat keadaan saudara perempuannya dalam keadaan ber-darah, timbul penyesalan
dan rasa malu di hati Umar. Lalu dia meminta lembaran al-Quran tersebut. Namun
Fatimah menolaknya seraya mengatakan bahwa Umar najis, dan al-Quran tidak boleh
disentuh kecuali oleh orang-orang yang telah bersuci. Fatimah memerintahkan Umar
untuk mandi jika ingin menyentuh mushaf tersebut dan Umar pun menurutinya.
Setelah mandi, Umar membaca lembaran tersebut, lalu membaca :
Bismillahirrahmanirrahim. Kemudian dia berkomentar: Ini adalah nama-nama yang
indah nan suci

Kemudian beliau terus membaca :


Hingga ayat :
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka
sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku
(QS. Thaha : 14)
Beliau berkata :
Betapa indah dan mulianya ucapan ini. Tunjukkan padaku di mana Muhammad.
Mendengar ucapan tersebut, Khabab bin Art keluar dari balik rumah, seraya berkata:
Bergembiralah wahai Umar, saya berharap bahwa doa Rasulullah SAW pada malam
Kamis lalu adalah untukmu, beliau SAW berdoa :
Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah seorang dari dua orang yang lebih Engkau
cintai; Umar bin Khattab atau Abu Jahal bin Hisyam. Rasulullah SAW sekarang berada
di sebuah rumah di kaki bukit Shafa.
Umar bergegas menuju rumah tersebut seraya membawa pedangnya. Tiba di sana dia
mengetuk pintu. Seseorang yang ber-ada di dalamnya, berupaya mengintipnya lewat
celah pintu, dilihatnya Umar bin Khattab datang dengan garang bersama pedangnya.
Segera dia beritahu Rasulullah SAW, dan merekapun berkumpul. Hamzah bertanya:
Ada apa ?.
Umar Jawab mereka.
Umar ?!, bukakan pintu untuknya, jika dia datang membawa kebaikan, kita sambut.
Tapi jika dia datang membawa keburukan, kita bunuh dia dengan pedangnya sendiri.
Rasulullah SAW memberi isyarat agar Hamzah menemui Umar. Lalu Hamzah segera
menemui Umar, dan membawanya menemui Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah
SAW memegang baju dan gagang pedangnya, lalu ditariknya dengan keras, seraya
berkata :

Engkau wahai Umar, akankah engkau terus begini hingga kehinaan dan adzab Allah
diturunakan kepadamu sebagaimana yang dialami oleh Walid bin Mughirah ?, Ya Allah
inilah Umar bin Khattab, Ya Allah, kokohkanlah Islam dengan Umar bin Khattab.
Maka berkatalah Umar :
Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang disembah selain Allah, dan Engkau adalah
Rasulullah .
Kesaksian Umar tersebut disambut gema takbir oleh orang-orang yang berada di dalam
rumah saat itu, hingga suaranya terdengar ke Masjidil-Haram.
Masuk Islamnya Umar menimbulkan kegemparan di kalangan orang-orang musyrik,
sebaliknya disambut suka cita oleh kaum muslimin.
Umar bin Khattab: Asal-usul Julukan al-Faruq
Umar bin Khattab adlh seorang khulafaur rasyidin yg terkenal dg ketegasan dan sikap
tak kenal komprominya. Saking tegasnya, beliau mendapat julukan al-Faruq (yg
membedakan antara haq dan bathil). Adapun beliau mendapat julukan tersebut
tentunya ada peristiwa yg melatarbelakanginya. Di sini akan saya nukil cerita yg
melatarbelakangi penjulukan tersebut dari kitab Maroh Labid karya Imam Nawawi:
Pada suatu ketika, ada seorang munafiq yg bermusuhan dg seorang Yahudi. Untuk
menyelesaikan masalah tersebut, si Yahudi memberi usulan untuk meminta putusan pd
Rasulullah saw. Dia berkata, Di antara kita ada Abul Qosim (Nabi Muhammad saw).
Sedangkan si munafiq yg mengetahui kredibilitas Rasulullah saw yg tdk mungkin
menerima suap dan juga ia berada pada pihak yg bersalah, ia mengusulkan untuk
meminta putusan pada orang lain yg sangat mungkin untuk memenangkannya dlm
urusan ini karena kegemarannya dlm menerima suap. Ia mengusulkan Kab ibn alAsyraf sebagai kandidat pemutus perselisihan ini. Si munafiq berkata, Di antara kita
ada Kab ibn al-Asyraf. Untungnya, si Yahudi tdk tertipu oleh kelicikan si munafiq. Dia

tetap bersikeras untuk meminta putusan pada Rasulullah.


Setelah mereka berdua sowan pada Rasulullah dan meminta putusan beliau, ternyata
apa yg ditakut2kan oleh si munafiq menjadi kenyataan, yaitu Rasulullah memenangkan
si Yahudi. Setelah keluar dari kediaman Rasulullah, si munafiq tdk merasa puas dan
mengajak untuk meminta putusan pada Abu Bakr ra.
Setali tiga uang, putusan Abu Bakr pun senada dg putusan Rasulullah. Mendapatkan
putusan yg sama dari 2 orang yg terpercaya, bukannya si munafiq menyerah dan
mengakui kekalahannya tapi malah menantang untuk mendatangi Umar bin Khattab yg
terkenal akan ketegasan serta kebengisannya itu. Sesampai di kediaman Umar, si
Yahudi menjelaskan duduk perkaranya serta menjelaskan pula putusan Rasulullah dan
Abu Bakr yg memvonis si munafiq sebagai pihak yg bersalah, namun si munafiq tetap
tdk mau mengaku bersalah. Mendengar cerita si Yahudi, Umar meminta konfirmasi dari
si munafiq, Apa benar yg dikatakan oleh Yahudi tersebut? Si munafiq menjawab, Ya!.
Kemudian Umar berkata lagi, Tunggu sebentar, aku ada keperluan. Mari masuk dulu!
Setelah itu aku akan memberikan putusan pada kalian berdua.. Setelah keluar, ternyata
yg dibawa Umar bukan hidangan atau yg lainnya, akan tetapi yg disuguhkannya yaitu
pedang kesayangannya yang sesaat kemudian Umar gunakan untuk menebas leher si
munafiq. Seiring dg terkulainya jasad si munafiq, Umar berkata, Inilah putusanku bagi
orang yg tdk ridlo dg putusan Allah dan Rasulullah. Melihat kejadian yg mengerikan
tersebut, si Yahudi langsung lari ketakutan.
Ternyata urusannya tdk sampai di situ. Mengetahui apa yg telah dilakukan Umar
terhadap si munafiq, keluarga si munafiq tersebut mengadu pada Rasulullah. Akan
tetapi sayang sekali, Rasulullah memihak kpd Umar setelah didatangi oleh malaikat
Jibril yg melegalkan tindakan Umar tersebut dan kemudian memberikan julukan alFaruq pada Umar.

Demikianlah kisah teladan shahabat Rasulullah yg patut untuk diteladani. Semoga kita
senantiasa mendapat limpahan barokah dari Umar bin Khattab sehingga kita mampu
membedakan antara yg haq dan yg bathil di zaman yg sudah serba kabur ini.
Pada hari-hari terakhir hidupnya, Khalifah Abu Bakar sibuk bertanya pada banyak
orang."Bagaimana pendapatmu tentang Umar?" Hampir semua orang menyebut Umar
adalah seorang yang keras, namun jiwanya sangat baik. Setelah itu, Abu Bakar minta
Usman bin Affan untuk menuliskan wasiat bahwa penggantinya kelak adalah Umar.
Tampaknya Abu Bakar khawatir jika umat Islam akan berselisih pendapat bila ia tak
menuliskan wasiat itu.
Pada tahun 13 Hijriah atau 634 Masehi, Abu Bakar wafat dan Umar menjadi khalifah.
Jika orang-orang menyebut Abu Bakar sebagai "Khalifatur- Rasul", kini mereka
memanggil Umar "Amirul Mukminin" (Pemimpin orang mukmin). Umar masuk Islam
sekitar tahun 6 Hijriah. Saat itu, ia berniat membunuh Muhammad namun tersentuh hati
ketika mendengar adiknya,Fatimah, melantunkan ayat Quran.
Selama di Madinah, Umarlah bersama Hamzah-yang paling ditakuti orang-orang
Quraisy.Keduanya selalu siap berkelahi jika Rasul dihina. Saat hijrah, ia juga satusatunya sahabat Rasul yang pergi secara terang-terangan. Ia menantang siapapun agar
menyusulnya bila ingin "ibunya meratapi, istrinya jadi janda, dan anaknya menangis
kehilangan."
Kini ia harus tampil menjadi pemimpin semua. Saat itu, pasukan Islam tengah
bertempur sengit di Yarmuk -wilayah perbatasan dengan Syria. Umar tidak
memberitakan kepada pasukannya bahwa Abu Bakar telah wafat dan ia yang sekarang
menjadi khalifah. Ia tidak ingin mengganggu konsentrasi pasukan yang tengah melawan
kerajaan Romawi itu.
Di Yarmuk, keputusan Abu Bakar untuk mengambil markas di tempat itu dan kecerdikan

serta keberanian Khalid bin Walid membawa hasil. Muslim bermarkas di bukit-bukit
yang menjadi benteng alam, sedangkan Romawi terpaksa menempati lembah di
hadapannya. Puluhan ribu pasukanRomawi -baik yang pasukan Arab Syria maupun
yang didatangkan dari Yunani-tewas. Lalu terjadilah pertistiwa mengesankan itu.
Panglima Romawi, Gregorius Theodore -orang-orang Arab menyebutnya "Jirri Tudur"
ingin menghindari jatuhnya banyak korban. Ia menantang Khalid untuk berduel. Dalam
pertempuran dua orang itu, tombak Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Ia
ganti mengambil pedang besar. Ketika berancang-ancang perang lagi, Gregorius
bertanya pada Khalid tentang motivasinya berperang serta tentang Islam.
Mendengar jawaban Khalid, di hadapan ratusan ribu pasukan Romawi dan Muslim,
Gregorius menyatakan diri masuk Islam. Ia lalu belajar Islam sekilas, sempat
menunaikan salat dua rakaat, lalu bertempur di samping Khalid. Gregorius syahid di
tangan bekas pasukannya sendiri. Namun pasukan Islam mencatat kemenangan besar
di Yarmuk, meskipun sejumlah sahabat meninggal di sana. Di antaranya adalah
Juwariah, putri Abu Sofyan.
Umar kemudian memecat Khalid, dan mengangkat Abu Ubaidah sebagai Panglima
Besar pengganti. Umar khawatir, umat Islam akan sangat mendewakan Khalid. Hal
demikian bertentangan prinsip Islam. Khalid ikhlas menerima keputusan itu. "saya
berjihad bukan karena Umar," katanya. Ia terus membantu Abu Ubaidah di medan
tempur. Kota Damaskus berhasil dikuasai. Dengan menggunakan "tangga manusia",
pasukan Khalid berhasil menembus benteng Aleppo. Kaisar Heraklius dengan sedih
terpaksa mundur ke Konstantinopel, meninggalkan seluruh wilayah Syria yang telah
lima abad dikuasai Romawi.
Penguasa Yerusalem juga menyerah. Namun mereka hanya akan menyerahkan kota itu
pada pemimpin tertinggi Islam. Maka Umar pun berangkat ke Yerusalem. Ia menolak

dikawal pasukan. Jadilah pemandangan ganjil itu. Pemuka Yerusalem menyambut


dengan upacara kebesaran. Pasukan Islam juga tampil mentereng. Setelah
menaklukkan Syria, mereka kini hidup makmur.Lalu Umar dengan bajunya yang sangat
sederhana datang menunggang unta merah. Ia hanya disertai seorang pembantu.
Mereka membawa sendiri kantung makanan serta air.
Kesederhanaan Umar itu mengundang simpati orang-orang non Muslim. Apalagi kaum
GerejaSyria dan Gereja Kopti-Mesir memang mengharap kedatangan Islam. Semasa
kekuasaan Romawi mereka tertindas, karena yang diakui kerajaan hanya Gereja
Yunani. Maka, Islam segera menyebar dengan cepat ke arah Memphis (Kairo),
Iskandaria hingga Tripoli, di bawah komandoAmr bin Ash dan Zubair, menantu Abu
Bakar.
Ke wilayah Timur, pasukan Saad bin Abu Waqas juga merebut Ctesiphon pusat
kerajaan Persia,pada 637 Masehi. Tiga putri raja dibawa ke Madinah, dan dinikahkan
dengan Muhammad anak Abu Bakar, Abdullah anak Umar, serta Hussein anak Ali.
Hussein dan istrinya itu melahirkan Zainal Ali Abidin -Imam besar Syiah.
Dengan demikian, Zainal mewarisi darah Nabi Muhammad, Ismail dan Ibrahim dari
ayah, serta darah raja-raja Persia dari ibu. Itu yang menjelaskan mengapa warga Iran
menganut aliran Syiah. Dari Persia, Islam kemudian menyebar ke wilayah Asia Tengah,
mulai Turkmenistan, Azerbaijan bahkan ke timur ke wilayah Afghanistan sekarang.
Banyak Sekali Sifat-sifat teladan yang patut kita contoh dari Seorang Umar Bin Khatab,
Salah satunya adalah, Suatu ketika Umar bin Khattab sedang berkhotbah di masjid di
kota Madinah tentang keadilan dalam pemerintahan Islam. Pada saat itu muncul
seorang lelaki asing dalam masjid , sehingga Umar menghentikan khotbahnya sejenak,
kemudian ia melanjutkan.
"Sesungguhnya seorang pemimpin itu diangkat dari antara kalian bukan dari bangsa

lain. Pemimpin itu harus berbuat untuk kepentingan kalian, bukan untuk kepentingan
dirinya, golongannya, dan bukan untuk menindas kaum lemah. Demi Allah, apabila ada
di antara pemimpin dari kamu sekalian menindas yang lemah, maka kepada orang yang
ditindas itu diberikan haknya untuk membalas pemimpin itu. Begitu pula jika seorang
pemimpin di antara kamu sekalian menghina seseorang di hadapan umum, maka
kepada orang itu harus diberikan haknya untuk membalas hal yang setimpal."
Selesai khalifah berkhotbah, tiba-tiba lelaki asing tadi bangkit seraya berkata; "Ya
Amiirul Muminin, saya datang dari Mesir dengan menembus padang pasir yang luas
dan tandus, serta menuruni lembah yang curam. Semua ini hanya dengan satu tujuan,
yakni ingin bertemu dengan Tuan."
"Katakanlah apa tujuanmu bertemu denganku," ujar Umar.
"Saya telah dihina di hadapan orang banyak oleh Amr bin Ash, gubernur Mesir. Dan
sekarang saya akan menuntutnya dengan hukum yang sama."
"Ya saudaraku, benarkah apa yang telah engkau katakan itu?" tanya khalifah Umar
ragu-ragu.
"Ya Amiirul Muminin, benar adanya."
"Baiklah, kepadamu aku berikan hak yang sama untuk menuntut balas. Tetapi, engkau
harus mengajukan empat orang saksi, dan kepada Amr aku berikan dua orang
pembela. Jika tidak ada yang membela gubernur, maka kau dapat melaksanakan
balasan dengan memukulnya 40 kali."
"Baik ya Amiirul Muminin. Akan saya laksanakan semua itu," jawab orang itu seraya
berlalu. Ia langsung kembali ke Mesir untuk menemui gubernur Mesir Amr bin Ash.
Ketika sampai ia langsung mengutarakan maksud dan keperluannya. "Ya Amr,
sesungguhnya seorang pemimpin diangkat oleh rakyat, dari rakyat, dan untuk rakyat.
Dia diangkat bukan untuk golongannya, bukan untuk bertindak sewenang-wenang

terhadap rakyatnya, dan bukan pula untuk menindas yang lemah dan mengambil hak
yang bukan miliknya. Khalifar Umar telah memberi izin kepada saya untuk memperoleh
hak saya di muka umum."
"Apakah kamu akan menuntut gubernur?" tanya salah seorang yang hadir.
"Ya, demi kebenaran akan saya tuntut dia," jawab lelaki itu tegas.
"Tetapi, dia kan gubernur kita?"
"Seandainya yang menghina itu Amiirul Muminin, saya juga akan menuntutnya."
"Ya, saudara-saudaraku. Demi Allah, aku minta kepada kalian yang mendengar dan
melihat kejadian itu agar berdiri."
Maka banyaklah yang berdiri.
"Apakah kamu akan memukul gubernur?" tanya mereka.
"Ya, demi Allah saya akan memukul dia sebanyak 40 kali."
"Tukar saja dengan uang sebagai pengganti pukulan itu."
"Tidak, walaupun seluruh masjid ini berisi perhiasan aku tidak akan melepaskan hak
itu," jawabnya .
"Baiklah, mungkin engkau lebih suka demi kebaikan nama gubernur kita, di antara kami
mau jadi penggantinya," bujuk mereka.
"Saya tidak suka pengganti."
"Kau memang keras kepala, tidak mendengar dan tidak suka usulan kami sedikit pun."
"Demi Allah, umat Islam tidak akan maju bila terus begini. Mereka membela
pemimpinnya yang salah dengan gigih karena khawatir akan dihukum," ujarnya seraya
meninggalkan tempat.
Amr binAsh serta merta menyuruh anak buahnya untuk memanggil orang itu. Ia
menyadari hukuman Allah di akhirat tetap akan menimpanya walaupun ia selamat di
dunia.

"Ini rotan, ambillah! Laksanakanlah hakmu," kata gubernur Amr bin Ash sambil
membungkukkan badannya siap menerima hukuman balasan.
"Apakah dengan kedudukanmu sekarang ini engkau merasa mampu untuk menghindari
hukuman ini?" tanya lelaki itu.
"Tidak, jalankan saja keinginanmu itu," jawab gubernur.
"Tidak, sekarang aku memaafkanmu," kata lelaki itu seraya memeluk gubernur Mesir itu
sebagai tanda persaudaraan. Dan rotan pun ia lemparkan.
Umar wafat pada tahun 23 Hijriah atau 644 Masehi. Saat salat subuh, seorang asal
Parsi Firuz menikamnya dan mengamuk di masjid dengan pisau beracun. Enam orang
lainnya tewas, sebelum Firus sendiri juga tewas. Banyak dugaan mengenai alasan
pembunuhan tersebut. Yang pasti,ini adalah pembunuhan pertama seorang muslim
oleh muslim lainnya.
Umar bukan saja seorang yang sederhana, tapi juga seorang yang berani berijtihad.
Yakni melakukan hal-hal yang tak dilakukan Rasul. Untuk pemerintah, ia membentuk
departemen-departemen.Ia tidak lagi membagikan harta pampas an perang buat
pasukannya, melainkan menetapkan gaji buat mereka. Umar memulai penanggalan
Hijriah, dan melanjutkan pengumpulan catatan ayat Quran yang dirintis Abu Bakar. Ia
juga memerintahkan salat tarawih berjamaah.

Anda mungkin juga menyukai