Anda di halaman 1dari 4

Fatwa MUI tentang Makanan dan Minuman

Beralkohol
KUTIPAN KEPUTUSAN FATWA MUI NO 4/2003 TENTANG PEDOMAN FATWA PRODUK HALAL

Alkohol dan Turunannya


1. Khamar adalah setiap yang memabukkan, baik minuman maupun yang lainnya.
Hukumnya haram.
2. Minuman Yang termasuk dalam Kategori khamar adalah minuman yang
mengandung ethanol (C2H5OH) minimal 1 %.
3. Minuman yang termasuk kategori khamar adalah najis.
4. Minuman yang mengandung ethanol dibawah 1 % sebagai hasil fermentasi yang
direkayasa adalah haram atas dasar preventif, tapi tidak najis.
5. Minuman yang dibuat dari air perasan tape dengan kandungan ethanol minimal 1
% termasuk kategori khamar.
6. Tape tidak termasuk khamar.
7. Ethanol yang merupakan senyawa murni yang bukan berasal dari industri
khamar adalah suci.
Mengacu pada Fatwa MUI no 4 tahun 2003 : Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan
makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma (flavor) benda-benda atau binatang
yang diharamkan. Hal ini lebih pada efek mencegah (preventive) untuk menyukai sesuatu yang
haram, sebagai mana yang disampaikan oleh ketua komisi Fatwa MUI, KH Maruf Amin; Al washilatu
ilal haram haramun; segala sesuatu jalan menuju haram adalah haram. Jadi inilah perbedaan kita
sebagai orang muslim, memiliki jati diri untuk tidak ikut-ikutan pada suatu yang mendatangkan
ketidakbaikan/keburukan.
Minuman keras atau khmar adalah produk yang dihasilkan melalui proses fermentasi dengan
menggunakan khamir (ragi sacharomyces cereviciae), pada bahan yang yang mengandung pati
atau mengandung gula tinggi. Proses fermentasi adalah proses yang sudah dikenal sejak berabad
tahun yang lalu. Pada zaman kehidupan Rasulullah saw, beliau melarang para sahabat untuk
mengkonsumsi jus buah yang umurnya lebih dari 3 hari, atau ketika sari buah tersebut dalam
kondisi menggelegak (berbuih). Berdasarkan penelitian para pakar, ternyata perasan sari buah yang
sudah berumur lebih dari 3 hari tersebut, maka kandungan alkohol (ethanolnya sudah lebih dari 1
persen).
Berdasarkan fakta inilah kemudian komisi Fatwa MUI menetapkan batas maksimal kandungan
alkohol (sebagai senyawa tunggal, ethanol) yang digunakan sebagai pelarut dalam produk pangan
yaitu 1 persen. Bagi konsumen muslim, minuman yang merupakan hasil fermentasi yang
menghasilkan minuman beralkohol adalah haram untuk dikonsumsi.
Minuman keras atau sering disebut dengan minuman beralkohol tersebut diproduksi dari setiap
bahan yang mengandung karbohidrat (pati) seperti biji-bijian, umbi-umbian , atau pun tanaman
palma
(seperti
legen,kurma).
Adapun alkohol yang sering disebut sebagai konsen dari minuman keras ini sebenarnya
adalah senyawa ethanol (ethyl alcohol) suatu jenis alkohol yang paling popular digunakan dalam
industri.
Menurut peraturan Menteri Kesehatan No 86 tahun 1997, minuman beralkohol dibedakan menjadi
tiga (3) golongan.

Golongan A dengan kadar alcohol 1-5 % misalnya bir.


Golongan B dengan kadar alcohol 5-20 % misalnya anggur
Golongan C dengan kadar alcohol 20-55 % misalnya whisky dan brandy.

Beberapa Contoh Hukum Menurut Para Imam Madzhab


1. Hukum Minum Khamar
Khamar adalah minuman memabukkan. Khamar dalam bahasa Arab berarti menutup.
Istilah menutup di sini adalah sesuatu yang bisa menutup akal. Menurut pengertian urfi pada masa
itu, khamar adalah apa yang bisa menutupi akal yang terbuat dari perasan anggur. Sedangkan
dalam pengertian syara, khamar tidak terbatas pada perasan anggur saja, tetapi semua minuman
yang memabukkan dan tidak terbatas dari perasan anggur saja. Rasulullah saw. bersabda:

:
Dari Ibnu Umar ra. Bahwa Nabi saw. bersabda: Setiap yang memabukkan adalah khamar
dan setiap yang memabukkan adalah haram (HR. Muslim)
Hadits itu menunjukkan bahwa khamar tidak terbatas terbuat dari perasan anggur saja,
sebagaimana makna urfi tetapi mencakup semua yang bisa menutupi akal dan memabukkannya.
Setiap minuman yang memabukkan dan menutupi akal layak disebut khamar, baik terbuat dari
anggur, gandum, jagung, kurma, maupun lainnya. Jika khamar diharamkan karena zatnya,
sementara pada hadits di atas dinyatakan bahwa berarti itu menunjukkan bahwa sifat yang melekat
pada zat khamar adalah memabukkan. Karena sifat utama khamar itu memabukkan, maka untuk
mengetahui keberadaan zat khamar itu atau untuk mengenali zatnya adalah dengan meneliti zat-zat
apa saja yang memiliki sifat memabukkan.
Unsur-unsur jarimah minuman Khamar ada dua macam, antara lain:
Asy-Syurbu (meminum)
Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad berpendapat bahwa unsur meminum ini
terpenuhi apabila pelaku meminum sesuatu yang memabukkan. Dalam hal ini, tidak ada perbedaan
apakah yang diminum itu dibuat dari perasaan buang anggur, gandum, kurma, tebu, maupun bahanbahan lainnya. Demikian pula tidak diperhatikan kadar kekuatan memabukkannnya, baik sedikit
maupun banyak, hukumannya tetap haram.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa unsur pertama ini tidak dapat terpenuhi kecuali apabila
yang diminum itu khamar. Apabila pendapat jumhur ulama tersebut diikuti, maka semua jenis bahan
yang memabukkan hukumnya tetap haram, seperti ganja, kokain, heroin, dan semacamnya. Hanya
saja karena meminum merupakan unsur penting dalam jarimah minuman khamar, maka bahanbahan yang dikonsumsi tidak dengan jalan diminum, tidak mengakibatkan hukuman had, melainkan
hukuman tazir. Seseorang dianggap meminum apabila barang yang diminumnya telah sampai ke
tenggorokan. Apabila tidak sampai ke tenggorokan maka dianggap tidak meminum. Seseorang
meminum khamar dengan alasan untuk pengobatan, para fuqaha berbeda pendapat mengenai
status hukumnya. Namun menurut pendapat yang rajih dalam mazhab Maliki, Syafii, dan Hanbali,
berobat dengan menggunakan khamar merupakan perbuatan yang dilarang, dan peminumnya
dapat dikenai hukuman had. Dalil yang menguatkan pendapat tersebut ada dalam hadits Nabi saw.
yang diriwayatkan oleh Ummi Salamah:

) :
(
Dari Ummi Salamah ra. Dari Nabi saw. beliau bersabda: Sesungguhnya Allah tidak menjadikan
kesembuhan di dalam barang yang diharamkan atas kamu (oleh Al-Baihaqi dan dishahihkan oleh

Ibn Hibban) Akan tetapi menurut Imam Abu Hanifah, berobat dengan khamar hukumnya boleh
asalkan tidak ada obat yang halal yang dapat menyembuhkan penyakit itu.
Hukuman untuk Peminum Khamar
Menurut Imam Abu Hanifah, ada dua jenis hukuman bagi orang yang meminum minuman keras
dan hukuman mabuk, yakni:

Hukuman hudud karena meminum minuman keras tanpa memandang apakah peminumnya
mabuk atau tidak, meminum sedikit atau banyak,

Hukuman hudud karena mabuk, yang diberikan kepada orang yang meminum minuman selain
khamar, yang jika diminum dalam jumlah tertentu bisa membuat mabuk. Jika ia diminum dan tidak
mabuk, maka ia tidak dihukum.
Imam yang lain mengatakan bahwa hukuman hudud hanya satu yaitu hukuman hudud karena
meminum minuman. Atas dasar ini, setiap orang yang meminum minuman, yang jika diminum dalam
jumlah banyak bisa memabukkan, akan dijatuhi hukuman hudud. Perlakuan ini tidak memandang
apakah minuman itu bernama khamar atau nama lainnya, apakah peminumnya mabuk atau tidak.
Ini merujuk pada kaidah:
sesuatu yang (ketika) banyak memabukkan, (ketika) sedikit hukumnya haram.
Menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah serta sebuah riwayat dari Imam Ahmad
bin Hanbal, bahwa orang yang meminum minuman keras harus didera sebanyak 80 kali. Namun
Imam Syafii berbeda pendapat bahwa hukuman hudud atas tindak pidana ini adalah 40 kali dera.
Akan tetapi tidak ada halangan bagi penguasa untuk mendera pelaku sampai 80 kali jika ia memiliki
kebijakan seperti itu. Jadi, hukuman peminum minuman keras adalah 40 kali dera dan selebihnya
yaitu 40 deraan lainnya adalah hukuman takzir.
Perbedaan pendapat di kalangan para fuqaha dalam menentukan kadar hukuman hudud
disebabkan tidak adanya ketentuan dalam Al-Quran tentang hukuman tersebut. Selain itu, riwayat
yang ada tidak menyebutkan dengan pasti adanya ijma para sahabat tentang hukuman hudud
tersebut. Hal yang melatarbelakangi jumlah hukuman dera 40 kali yakni pada masa Abu Bakar ra.
saat itu Abu Bakar bertanya kepada para sahabat tentang berapa jumlah dera bagi peminum
khamar. Sahabat meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. mendera hingga 40 kali. Namun pada masa
Umar bin Khatab ra, saat itu masyarakat risau akibat maraknya orang yang meminum minuman
keras. Akhirnya Umar menetapkan hukuman hudud sebanyak 80 kali dera. Adapun sebab terjadinya
perbedaan dalam penentuan hukuman ini adalah karena nash yang qathi yang mengatur tentang
hukuman had bagi peminum khamar itu tidak ada. di samping itu, tidak ada riwayat yang
memastikan adanya ijma sahabat dalam penetapan hukuman had bagi peminum khamar.
Walaupun Al-Quran mengharamkan khamar, yang kemudian diperkuat oleh hadits Nabi, namun
untuk hukumannya sama sekali tidak ditetapkan secara pasti. Rasulullah menghukum orang yang
meminum khamar dengan pukulan yang sedikit atau banyak, tetapi tidak lebih dari 40 kali. Pada
masa pemerintahan khalifah Umar, beliau bingung memikirkan orang-orang yang bertambah banyak
meminum khamar. Beliau mengadakan musyawarah dengan para sahabat untuk menetapkan
hukumannya. Di antara sahabat yang berbicara adalah Abdurrahman bin Auf. Beliau mengatakan
bahwa hukuman had yang paling ringan adalah 80 kali dera. Sayidina Umar akhirnya menyetujui
pendapat tersebut dan ditetapkan sebagai keputusan bersama.
Fuqaha yang menganggap bahwa hukuman had untuk peminum khamar itu 80 kali berpendapat
bahwa para sahabat telah sepakat (ijma), sedangkan ijma juga merupakan salah satu sumber
hukum (dalil) syara. Akan tetapi, mereka yang berpendapat bahwa hukuman had bagi peminum
khamar itu 40 kali dera beralasan dengan sunah, yang kemudian diikuti oleh Khalifah Abu Bakar.
Mereka berpendapat bahwa tindakan Nabi saw. itu merupakan hujjah yang tidak boleh ditinggalkan
karena adanya perbuatan orang lain. Dan ijma tidak boleh terjadi atas keputusan yang menyalahi
perbuatan Nabi dan para sahabat. Dengan demikian, mereka menafsirkan kelebihan 40 kali dera
dari Sayidina Umar itu merupakan hukuman tazir yang boleh diterapkan apabila hakim memandang
perlu.
Menurut imam Abu Hnafiah dan imam Malik sanksi minum khamar itu 80 kali dera.
Menurut imam Syafii adalah 40 kali jilid, meskipun kemudian ia membolehkan menambah sampai
80 kali jilid bila imam menghendakinya. Jadi 40 selebihnya bagi imam Syafii adalah tazir

Imam Tirmidzi mengatakan, bahwa hadits Muawiyah ini berlaku pada awalnya, tetapi setelah itu
dihapuskan. Diriwayatkan dari Jabir bii} Abdillah Radhiyallahu Anhu, ia menceritakan, Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
"Sesungguhnya orang yang meminum khamr, maka deralah , jika dia masih mengulangi keempat
kalinya, maka bunuhlah. " Jabir melanjutkan: "Kemudian kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
dihadapkan seorang yang telah meminum khamr untuk yang keempat kalinya, maka beliau
menderanya dan tidak membunuhnya. " (HR. At-Tirmidzi)
Demikian juga dengan apa yang diriwayatkan Al-Zuhri dari Qabishah bin Dzuaib dari Nabi
Shallallahu Alaihi wa Sallam yang isinya sama dengan hadits terakhir di atas. Seluruh ulama
mengamalkan hadits tersebut dan kami tidak melihat adanya perbedaan pendapat, baik pada masamasa terdahulu maupun sekarang.
Di antara yang memperkuat pernyataan di atas adalah sabda Nabi Shal-lallahu Alaihi wa Sallam:
"Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah
melainkan Allah, dan sesungguhnya aku adalah utusan Allah, kecuali dengan salah satu dari tiga
perkara: Jiwa dengan jiwa, janda yang berzina, dan orang yang meninggalkan agamanya. " (HR.
Tirmidzi)
Para ulama telah sepakat mewajibkan pemberian hukuman had bagi pe-minum khamr, yaitu
hukuman dera. Tetapi mereka masih berbeda pendapat dalam hal standar deraan tersebut. Para
ulama penganut madzhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa hukumannya adalah delapan puluh
kali dera. Sedangkan menurut penganut madzhab Syafii adalah empat puluh kali dera.
Adapun dari Imam Ahmad ada dua riwayat, pertama delapan puluh kali dera danyang kedua empat
puluh kali dera. Sedangkan perintah membunuh peminum khamr yang meminumnya berulang kali
telah dimansukh (dihapuskan).

Perbedaan Pandangan Fuqoha Tentang Khamar


Para fuqoha berbeda pendapat mengenai minuman memabukkan yang terbuat dari selain anggur,
hal ini disebabkan karena ayat-ayat Al Quran yang berkenaan dengan minuman yang memabukkan
diatas, memberi peluang terhadap kemungkinan perbadaan interpertasi.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa khamar adalah minuman keras yang memabukkan yang
terbuat dari buah anggur. Minuman keras memabukkan yang terbuat selain dari anggur tidak
dinamakan khamar, tetapi dinamakan Nabidz.
Sedangkan mayoritas fuqoha, Imam Malik, Syafii dan Ahmad berpendapat bahwa semua
minuman keras yang memabukkan, dari bahan apapun asalnya termasuk khamar yang diharamkan,
sedikit atau banyak meminumnya. Ini berdasarkan pada hadist riwayat Muslim dari Ibnu Umar,
:
Artinya: Dari ibnu Umar r.a: sesungguhnya Nabi SAW bersabda: setiap yang memabukkan itu
adalah khamar dan setiap yang memabukkan adalah haram (HR. Muslim).
Imam Tirmidzi mengatakan, bahwa hadits Muawiyah ini berlaku pada awalnya, tetapi setelah itu
dihapuskan. Diriwayatkan dari Jabir bii} Abdillah Radhiyallahu Anhu, ia menceritakan, Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
"Sesungguhnya orang yang meminum khamr, maka deralah , jika dia masih mengulangi keempat
kalinya, maka bunuhlah. " Jabir melanjutkan: "Kemudian kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam
dihadapkan seorang yang telah meminum khamr untuk yang keempat kalinya, maka beliau
menderanya dan tidak membunuhnya. " (HR. At-Tirmidzi)

Anda mungkin juga menyukai