Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme dan Suap (KKN) di Indonesia bukan lagi

merupakan sebuah fenomena, melainkan sudah merupakan fakta yang terkenal di


mana-mana.[1] Kini, setelah rezim otoriter Orde Baru tumbang, tampak jelas bahwa
praktik KKN selama ini terbukti telah menjadi tradisi dan budaya yang keberadaannya
meluas, berurat akar dan menggurita dalam masyarakat serta sistem birokrasi
Indonesia, mulai dari pusat hingga lapisan kekuasaan yang paling bawah.
Sumartana, menyatakan bahwa Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) akhir-akhir ini
dianggap sebagai wujud paling buruk dan paling ganas dari gejala kemerosotan moral
dari kehidupan masyarakat dan bernegara di negeri kita. KKN adalah produk dari relasi
sosial-politik dan ekonomi yang pincang dan tidak manusiawi. Relasi yang
dikembangkan adalah relasi yang diskriminatif, alienatif, tidak terbuka, dan meleceh-kan
kemanusiaan. Kekuasaan dianggap sebagai sebuah privilege bagi kelompok

kecil

tertentu, serta bersifat tertutup dan menempatkan semua bagian yang lain sebagai
objek yang tak punya akses untuk berpartisipasi. Setiap bentuk kekuasaan baik politik,
sosial, maupun ekonomi yang tertutup akan menciptakan hukum-hukumnya sendiri
demi melayani kepentingan penguasa yang eksklusif. Kekuasaan yang tertutup
semacam ini merupakan lahan subur yang bisa menghasilkan panen KKN yang benarbenar melimpah.
Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain jika bangsa
kita ingin maju, jawabanya adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil
memberantas korupsi, atau paling tidak dapat mengurangi kasus-kasus korupsi sampai
pada titik yang paling rendah maka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar
ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju.
1

Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa
negara ke jurang kehancuran.

B.

Tujuan
A. Untuk mengetahui pengertian KKN;
B. Untuk mengetahui bagaimana pandangan Al-Quran dan Hadits terhadap
KKN
C. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh KKN;
D. Untuk mengetahui Latar belakang terjadinya KKN.

C.

Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.

Apa Pengertian Korupsi, Kolusi, Nepotisme dan Suap?


Bagaimana Kriteria Korupsi , Kolusi dan Nepotisme?
Bagaimana Pandangan Al-Quran Terhadap Korupsi, Kolusi dan Nepotisme?
Bagaimana Dampak Negatif Korupsi , Kolusi dan Nepotisme.?
Kedudukan Hukum Korupsi, Kolusi, Nepotisme, dan Suap Menurut Hukum

6.
7.

Islam.?
Apa Sanksi Terhadap Pelaku Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.?
Bagaimana Pembangunan ekonomi umat Menteri Agama RI Tahun 2013?

BAB II
PEMBAHASAN
2

A. Pengertian Korupsi, Kolusi, Nepotisme dan Suap


1. Korupsi
Kata

korupsi

berasal

dari

Bahasa

inggris,

yaitu

corruption,

yang

artinya

menyelewengkan atau menggelapkan uang negara atau perusaan dan sebaginya untuk
kentingan pribadi atau orang lain

2. Kolusi
Kata kolusi berasal dari Bahasa inggris, yaitu coluttion, yang artinya: kerjasama rahasia
untuk maksud tidak terpuji

3. Nepotisme
Kata nepotisme berasal dari Bahasa inggris, yitu nepotism, artinya : kecenderungan
untuk mengutamakan ( menguntungkan ) sanak saudara sendiri, terutama memilih
jabatan, pangkat dilingkungan pemerintah, atau tindakan memilih kerabat atau sanak
saudara sendiri untuk memegang pemerintahan.

4. Suap
Suap adalah suatu tindakan dengan memberikan sejumla uang atau barang atau
perjanjian khusus kepada seseorang yang mempunyai otoritas atu yang dipercaya,
contohnya para pejabat demi keuntungan orang yang memberikan uang atau barang
atau perjanjian lainya sebagai kompensasi sesuatu yang dia inginkan untuk menutupi
tuntutan lainya yang masih kurang.
Dengan pengertian menurut Bahasa tersebut , dapat disimpulkan bahwa korupsi,
kolusi, nepotisme, dan suap adalah tingkah laku baik dilakukan sendiri atau bersamasama yang berhubungan dengan dunia pemerintahan yang merugikan rakyat, bangsa
dan negara.

Pengertian Secara Terminologis


3

a. Pengertian korupsi
Menurut JW. Schoorl : Korupsi adalah penggunaan kekuasaan negara untuk
memperoleh penghasilan , keuntungan, atau prestise perorangan atau untuk memberi
keuntungan bagi sekelompok orang atau suatu kelas sosial dengan cara yang
bertentangan dengan undang-undang atau dengan norma akhlak yang tinggi.[6]
Menurut robert Klitgard : korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari tugastugas resmi sebuah jabatan negara, karena keuntungan status atau uang yang
menyangkut pribadi ( perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri) atau melanggar
aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi.[7]
b.

Pengertian kolusi
Menurut Teten Masduki, Koordinator ICW ( Indonesia Corruption Watch ) kolusi

adalah suatu sarana atau cara untuk melakukan korupsi.[8]


Menurut Undang No. 28 Tahun 1999 pasal 1 ayat 4, kolusi adalah pemufakatan
atau kerja sama secara melawan hukum antara Penyelenggara negara atau dengan
pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau Negara
c.

Pengertian nepotisme
Menurut JW.Schoorl nepotisme adalah praktik seorang pegawai negeri yang

mengangkat seorang atau lebih dari keluarga dekatnya menjadi pegawai pemerintah
atau memberi perlakuan yang istimewa kepada mereka denga maksud untuk
menjunjung nama keluarga, untuk menambah penghasilan keluarga, atau untuk
membantu menegakka suatu organisasi politik, sedang ia seeharusnya mengabdi
kepada kepentingan umum.[9]
Dari ungkapan-ungkapan diatas, dapat disimpulkan bahwa korupsi, kolusi,
nepotisme dan suap adalah tindakan atau perbuatan memanfaatkan jabatan atau
kedudukan untuk mendapatkan keuntungan, baik material atau prestise bagi pribadi
atau keluarga atau kelompok, tanpa melihat kapabilitas , profesionalitas dan moralitas
dengan jalan melanggar ketentuan-ketentuan yang
4

B.

Kriteria Korupsi , Kolusi dan Nepotisme

Diantara kriteria KKN adalah sebagai berikut :


1)

Penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau kelompok.

2)

Penyelewengan dana, seperti dalam bentuk-bentuk sebagai berikut :

3)

Pengeluaran fiktif

4)

Manipulasi harga pembelian atau kontrak

5)

Menerima suap untuk memenangkan yang bathil.

Sedangkan penyebab atau sumber KKN tersebut antara lain sebagai berikut :
1)

Proyek pembangunan fisik dan pengadaan barang , hal ini menyangkut

2)

harga , kualitas dan komisi.


Bea dan cukai yang menyangkut manipulasi bea masuk barang dan

3)

penyelundupan administratif.
Perpajakan yang menyangkut proses penentuan besarnya pajak dan

4)

pemeriksaan pajak .
Pemberian fasilitas kredit perbankan dalam bentuk penyelewengan komisi dan
jasa pungutan liar atau suap.

Berdasarkan apa yang disebutkan diatas, maka kriteria korupsi dapat diformulasikan
sebagai suatu tindakan berupa penyelewengan hak , kedudukan, wewenang, atau
jabatan yang dilakukan untuk mengutamakan kepentingan dan keuntunga pribadi ,
menyalahgunakan amanat rakyat dan bangsa, memperturutka hawa nafsu serakah
untuk memperkaya diri dan mengabaikan kepentingan umum.
Kriteria kebijakan atau tindakan apakah itu nepotisme atau tidak, memang tidak
selalu harus dilihat dari perspektif ada tidaknya hubungan darah atau kekerabatan
seseorang dengan pihak tertentu. Islam memberikan petunjuk mengenai pemilihan dan
pengangkatan seseorang untuk menjabat suatu kedudukan atas dasar pertimbangan
kapabilitas ( kemampuan dan rasa tanggung jawab) , profesionalitas ( keahlian ) dan
moralitas.[11]
5

Ketiga kriteria yang telah disebutkan tadi dibenarkan oleh islam sebagaimana
disebutkan dalam Al-Quran Surah Taha ayat 29-34,berkenaan dengan pengangkatan
Harun saudara kandung Nabi Musa menjadi Nabi untuk mendampinginya dalam
mengamban risalah kenabian.
"Dan kami jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku (yaitu) Harun,
saudaraku, teguhkanlah kekuatanku dengan (adanya) dia, dan jadikanlah dia teman
dalam urusanku, agar kami banyak bertasbih kepada-Mu, dan banyak mengingat-Mu.
Sesungguhnya Engkau Maha melihat (keadaan) kami. Dia berfirman Sungguh telah
diperkenankan permintaanmu, wahai Musa ! Dan sungguh, Kami telah memberi nikmat
kepadamu pada kesempatan yang lain (sebelum ini)". (Thaha/20 ; 29-34)

Selain kriteria yang telah disebutkan diatas, seseorang yang diangkat menduduki
jabatan tertentu meskipun ia dari kerabat dekat , juga harus mempunyai integritas
pribadi dan kredibilitas yang tinggi.
Sedangkan kriteria

kolusi adalah terjadinya proses tindakan tawar menawar

kepentingan demi keuntungan , kerjasama tersembunyi dan penuh materi, manipulasi


prosedur birokrasi, pemaksaan keputusan atau kebijakan ( pemerintah,perusahaan,
swasta atau masyarakat) secara struktural, misalnya melalui surat sakti, pemberian
ancaman dan kekerasan terhadap bawahan jika tidak meloloskan kepentingan atasan,
monopoli penafsiran konstitusi demi sukses dan langgengnya kepentingan kepentingan
pengawetan orang-orang dekat untuk tetap menjabat demi keuntungan , pemanfaatan
jaringan birokrasi struktural

untuk mengeruk kekayaan secara tidak sehat dan

menyalahi prosedur yang berlaku (seperti tender fiktif atau tidak transparan).[12]
Menurut Dawam Rahardjo kolusi sebagai gejala dapat dikenali karena beberapa faktor
yaitu: Pertama, peranan pemerintah yang sangat kuat dalam pembangunan ekonomi
maupun dalam mendorong perkembangan bisnis. Kedua, tum-buhnya korporasi dan
konglomerasi yang perkembangannya dan besarnya sangat mengesankan. Ketiga,
sedikit-nya orang yang memperoleh kesem-patan dan mampu mengembangkan usaha
besar. Keempat, nampaknya kerjasama antara pengusaha-pengu-saha tertentu dengan
6

penguasa, dan Kelima, berkembangnya politik seba-gai sumberdaya baru atau faktor
produksi baru yang menentukan keberhasilan perusahaan.
Begitu pula nepotisme seperti halnya korupsi dan kolusi, kriterianya adalah
menggunakan dalam jaringan kekuasaan dan bisnis yang tidak sehat. Tujuan
nepotisme mengawetkan atau dalam batas-batas tertentu memaksakan kehendak dan
kepentingan untuk tetap memegang kekuasaan (politik) dan penguasaan ekonomi
(bisnis) sehingga salah satu dampaknya adalah praktik monopoli yang diminati oleh
keluarga atau orang-orang terdekat tertentu.[13]
Sedangkan kriteria suap adalah memberikan suap kepada hakim atau pejabat
dengan maksud untuk mendapatkan milik atau harta orang lain dengan cara yang batil,
atau untuk mendapatkan suatu pekerjaan atau jabatan, padahal tidak memenuhi syarat
atau kriteria yang diperlukan dengan cara menyogok. ada yangb akibatnya merugikan
orang lain, masyarakat, bangsa dan negara.

C. Pandangan Al-Quran Terhadap Korupsi, Kolusi dan Nepotisme


Adapun ayat ayat yang berkenaan dengan masalah KKN antara lain:
Surah Al-Baqarah/ 2 : 188
"Dan janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan jalan yang bathil, dan
(janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar
kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu
mengetahui. ( Al-Baqarah/2 : 188)

( 2 )
Dzalikal kitabu la raiba fihi hudal lil muttaqin
Artinya : "Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan pada nya dan petunjuk bagi orang yang
bertakwa."

Surah Ali Imran / 3: 161


7

Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat ( dalam urusan harta rampasan perang).
Barangsiapa berkhianat , niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa
yang dikhianatkanya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna
sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi ( Ali Imran/ 3 : 161)

Dalam hadits-hadits Nabi SAW banyak pula menyebutkan larangan berkhianat (korupsi)
dan suap, antara lain :
Korupsi yang paling besar menurut pandangan Allah ialah sejengkal tanah. Kamu
melihat dua orang yang tanahnya atau rumahnya berbatasan. Kemudian salah seorang
dari keduanya mengambil sejengkal dari milik saudaranya itu. Maka jika dia
mengambilnya , akan dikalungkan kepadanya dari tujuh lapis bumi pada hari Kiamat.
(HR. Ahmad Dari Abu Malik Al-Asyja)

Sabda Rasulullah SAW :


Allah mengutuk orang yang menyogok dan orang yang disogok dalam memutuskan
perkara (HR. At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Abu Hurairah)

D. Dampak Negatif Korupsi , Kolusi dan Nepotisme.


KKN sebagai fenomena sosial , dapat membahayakan kehidupan masyarakat, karena
dampak negatifnya sangat luas dan gterasa sekali dalam kehidupan mereka.
Adapun dampak negatif dari KKN antara lain sebagai berikut :
1) Menghancurkan wibawa hukum. Orang yang salah dapat lolos dari hukuman ,
sedangkan yang belum jelas kesalahannya dapat meringkuk dalam tahanan .
Pencuri ayam lebih berat hukumannya daripada pencuri uang rakyat ( koruptor )
yang merugikan negara dan masyarakat, karena dia memiliki uang yang banyak
untuk menyuap.
2) Menurunnya etos kerja . Para pemimpin dan pejabat yang mangkal di
pemerintahan adalah mereka yang tidak mempunyai etos kerja yang baik
8

sehingga mengakibatkan menurunnya etos kerja. Bagi mereka uang segalagalanya.


3) Menurunnya kualitas . Seorang yang pandai dapat tersingkirkan oleh orang yang
bodoh tetapi berkantong tebal ( berduit ). Seorang Profesional dapat terdepak
oleh mereka yang belum berpengalaman tetapi ber-backing kuat, karena
nepotsme da banyak duit.
4) Kesenjangan sosial dan ekonomi . Karena uang negara hanya beredar
dikalangan

kelas

elit

dari

para

konglomerat

yang

berakibat

tidak

terdistribusikannya uang secara merata, maka lahirlah fenomena diatas.


Pemimpin dan pejabat yang naik kursi karena ulah KKN berlaku congkak dan
secara kontinyu memeras uang rakyat, sehingga membuat kesenjangan sosial
dan ekonomi makin melemah.

E. Kedudukan Hukum Korupsi, Kolusi, Nepotisme, dan Suap Menurut


Hukum Islam.
Dari uraian dan penjelasan diatas, dapat dilihat dengan jelas bahwa KKN merupakan
praktik yang berhubungan dengan memakan harta orang lain dengan cara yang bathil
dan kerjasama dalam perbuatan tercela serta penggunaan kekuasaan untuk
kepentingan pribadi, keluarga , atau kelompok. Oleh karena itu, praktik KKN hukumnya
haram.
Keharaman KKN dapat ditinjau dari beberapa aspek, antara lain sebagai
berikut:
Perbuatan KKN merupakan perbuatan curang dan penipuan yang secara langsung
merugikan keuangan negara dan masyarakat. Allah memberi peringatan menghindari
kecurangan dan penipuan sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran Surah Ali Imran
ayat 161.
Nabi Muhammad SAW telah menetapkan suatu peraturan, bahwa setiap
kembali dari peperangan , semua harta rampasan baik yang kecil maupun yang besar
harus dilaporkan dan dikumpulkan dihadapan panglima perang, kemudian Rasulullah
SAW membaginya sesuai dengan ketentuan bahwa 1/5 dari harta rampasan perang itu
9

untuk Allah , Rasul, dan kerabatnya , anak yatim, orang miskin , dan ibnu sabil.
Sedangkan sisanya 4/5 diberikan kepada mereka yang ikut perang.
Nabi Muhammad SAW tidak pernah menggunakan jabatan sebagai panglima perang
untuk mengambil harta rampasan diluar dari ketentuan itu.
KKN diharamkan karena KKN merupakan suatu perbuatan penyalahgunaan jabatan
untuk memperkaya diri sendiri , keluarga , atau kelompok. Hal ini merupakan perbuatan
yang mengkhianati amanat yang diberikan negara dan masyarakat kepadanya.
Berkhianat terhadap amanat adalah perbuatan terlarang dan mendatangkan dosa,
sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Anfal ayat 27 :
Wahai orang-orang yang beriman , janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan
(jga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang
kamu mengetahui. (Al-Anfal/8:27)
Ayat tersebut di atas menerangkan bahwa mengkhianati amanat seperti perbuatan KKN
bagi para pejabat adalah dilarang. Oleh sebab itu, hukumnya haram.
Sebagaimana dengan hukum KKN tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI)
telah memfatwakan , sebagai berikut[14] :
1.
2.
3.
4.

Memberikan risywah dan menerimanya hukumnya adalah haram ;


Melakukan korupsi hukumnya adalah haram ;
Memberikan hadiah kepada pejabat ;
Jika pemberian itu pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut memegang
jabatan , maka pemberian seperti itu hukumnya adalah halal, demikian juga

menerimanya.
5. Jika pemberian hadiah itu tidak pernah dilakukan sebelum pejabat tersebut
memegang jabatan, maka dalam hal ini ada tiga kemungkinan :
a.

Jika antara pemberi hadiah dan pejabat tidak ada atau tidak akan ada urusan

apa-apa, maka memberikan dan menerima hadiah itu tidak haram.


b.

Jika antara pemberi hadiah dan pejabat terdapat urusan , maka bagi pejabat

haram menerima hadiah tersebut, sedangkan bagi pemberi, haram memberikannya


apabila pemberian dimaksud bertujuan untuk meluluskan sesuatu yang bathil.
10

c.

Jika diantara pemberi hadiah dan pejabat ada sesuatu urusan , baik sebelum

maupun sesudah pemberian hadiah dan pemberiannya itu tidak bertujuan untuk
sesuatu yang bathil, maka halal bagi pemberi memberikan hadiah itu, tetapi bagi
pejabat haram menerimanya.
Disamping mengeluarkan fatwa, MUI juga mengimbau agar semua lapisan masyarakat
berkewajiban untuk memberantas dan tidak terlibat dalam praktik hal-hal tersebut.

F. Sanksi Terhadap Pelaku Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.


Pada hakikatnya,

kolusi, nepotisme dan suap semuanya bermuara pada korupsi,

karena perbuatan-perbuatan yang terkait dengannya semuanya berakibat korupsi.


Hukuman bagi pelaku korupsi menurut hukum islam adalah tazir, yaitu suatu hukuman
yang dikenakan kepada pelaku tindak pidana yang diserahkan kepada kebijaksanaan
hakim untuk menentukan berat dan ringannya semua hukuman atas pelaku tindak
pidana yang belum ditentukan dalam Al-Quran dan Hadits. Tindakan pidana korupsi
belum ditentukan dalam Al-Quran dan Hadits. Oleh sebab itu, hukuman bagi pelaku
korupsi adalah tazir, yang mana sekarang ini telah ada undang-undang yang dibuat
oleh pemerintah penanggulangannya.
Berkenaan dengan tindak pidana korupsi maka sanksi bagi pelakunya telah ditetapkan
dalam undang-undang Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001:
(1)Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda
paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). (2) Dalam hal tindak pidana korupsi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati
dapat dijatuhkan. Rumusan korupsi pada Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999, pertama kali
termuat dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a UU No. 3 Tahun 1971. Perbedaan rumusan
terletak

pada

masuknya

kata

dapat

sebelum

unsur

merugikan

keuangan/perekonomian negara pada UU No. 31 Tahun 1999. Sampai dengan saat ini,
11

pasal ini termasuk paling banyak digunakan untuk memidana koruptor. Untuk
menyimpulkan apakah suatu perbuatan termasuk korupsi menurut Pasal ini, harus
memenuhi unsur-unsur:
1)

Setiap orang atau korporasi;

2)

Melawan hukum;

3)

Memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi;

4)

Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Dengan

melihat

pemberantasan

rumusan

pasal

diatas,

tampaknya

undang-undang

tentang

tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat berani dan

sensasional, khususnya dengan adanya tuntutan hukuman mati bagi pelaku korupsi
yang dilakukan dalam keadaan tertentu, yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan
pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang
berlaku .
Pada rumusan pasal-pasal Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi ini terdapat tiga macam hukuman tazir, yaitu sanksi pidana
penjara, sanksi pidana denda, dan sanksi pidana mati.
Abdul Aziz Amir dalam kitabnya, At-Tazir fisy-Syariah Al-Islamiyah mengatakan bahwa
hukuman tazir ada sebelas macam, yaitu :
1)

Hukuman mati

2)

Hukuman cambuk

3)

Hukuman penahanan

4)

Hukuman pengasingan

5)

Hukuman ganti rugi

6)

Hukuman publikasi dan pemanggilan paksa untuk hadir di majelis persidangan

12

7)

Hukuman berbentuk nasihat

8)

Hukuman pencelaan

9)

Hukuman pengucilan

10) Hukuman pemecatan


11) Hukuman berupa penyiaran.
Sedangkan Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuh,
mengatakan bahwa hukuman tazir ada lima macam, yaitu :
1)

Hukuman pencelaan

2)

Hukuman penahanan

3)

Hukuman pemukulan

4)

Hukuman ganti rugi materi

5)

Hukuman mati karena pertimbangan politik

Hukuman tazir itu bisa berat dan bisa ringan, tergantung dari tindak pidana yang
dilakukan, bahkan sampai kepada hukuman mati, seperti yang disebutkan dalam UU
No. 31 tahun 1999 pasal 2 ayat (2) bahwa korupsi yang dilakukan dalam keadaan
tertentu dapat dijatuhkan hukuman mati. Disamping itu , semua harta hasil korupsi
harus dikembalikan.
10 STRATEGIS PENCEGAHAN KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME (KKN) DI
LINGKUNGAN BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA RI TAHUN
2013
1. Optimalisasi Penerapan Reformasi Birokrasi
Sebagaimana disebutkan dalam Panduan Strategi dan Action Plan Reformasi Birokrasi
Sekretariat Jenderal Kementerian Agama, Badan Litbang dan Diklat dalam agenda
mendukung gerakan Reformasi Birokrasi telah melakukan berbagai upaya pemantapan
13

agenda reformasi tersebut, yang dilakukan antara lain: mengoptimalkan pemberdayaan


struktur dan kapasitas organisasi, meningkatkan kualitas dan integritas aparatur
terutama bagi para pengelola program dan anggaran, meningkatkan komitmen
pimpinan, meningkatkan kualitas perencanaan program dan anggaran, penegakkan
disiplin pegawai, penerapan reward and punishment, penataan rekrutmen dan
pembinaan pegawai, dan penegakkan kode etik pegawai.
2. Penataan Organisasi Pusat dan UPT
Penataan organisasi menjadi salah satu hal penting yang dilakukan Badan Litbang dan
Diklat Kementerian Agama. Usaha ini diamksudkan agar seluruh potensi organisasi
dapat digerakkan secara sistemik dan terpadu untuk mendukung pencapaian kinerja
sesuai TUSI-nya. Langkah yang ditempuh antara lain penetapan uraian tugas dan
uraian jabatan berikut indikator kinerjanya, pengajuan usulan perubahan struktur Pusat
dan UPT sesuai TUSI yang diemban, dan tindaklanjut proses pengajuan usulan
pembentukan 2 (dua) Balai Diklat Keagamaan baru, yaitu di Papua dan Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD).
Pengajuan perubahan struktur dilakukan karena berdasarkan hasil evaluasi terhadap
setruktur yang ada belum sesui dengan tuntutan kebutuhan, sehingga kurang
fungsional dan cenderung timpang. Sementara itu, pengajuan pembentukan 2 UPT
diklat merupakan salah satu jawaban konkrit terhadap keterbatasan kapasitas UPT
yang ada dibanding tuntutan terhadap peningkatan kualitas SDM dan siklus diklat.
Penambahan jumlah UPT tersebut dirasakan semakin mendesak terutama sejak
diberlakukan kebijakan bahwa diklat diperuntukkan pula bagi tenaga kependidikan
NON-PNS.
3. Optimalisasi Perencanaan Program dan Anggaran
Menteri Agama dalam Pidato Pembukaan Rakor Badan Litbang dan Diklat tahun 2009
di Surabaya menyebutkan adanya sejumlah keberhasilan pembangunan bidang agama
dalam lima tahun terakhir. Keberhasilan tersebut di dalamnya terdapat peran Badan
Litbang dan Diklat. Namun diakui bahwa pembangunan bidang agama masih
menyisakan sejumlah masalah dan tantangan yang harus menjadi fokus perhatian lima
14

tahun ke depan. Agama sejauh ini belum difungsikan untuk membangun kesadaran,
menggugah nurani dan spiritual sikap individu dalam perilaku keseharian. Harmonisasi
sosial dan kerukunan tampak belum sepenuhnya terwujud di kalangan umat beragama,
padahal kerukunan umat beragama merupakan pilar penting bagi terwujudnya
kerukunan nasional dan modal sosial bagi pembangunan bangsa.
Badan

Litbang

dan

Diklat

secara

simultan

berusaha

meningkatkan

kualitas

perencanaan program dan anggarannya sesuai tuntutan pembangunan dan pelayanan


unit-unit teknis di lingkungan Kementerian Agama. Sejumlah langkah yang ditempuh
antara lain:
a. Penerbitan Renstra Badan Litbang dan Diklat 2010-2014;
b. Sosialisasi kebijakan dan perauran perundang-undangan di bidang perencanaan
program dan anggaran;
c. Koordinasi dan sinkronisasi program dan anggaran, Pusat dan UPT (Pagu IndikatifPagu Definitif);
d. Penerapan perencanaan program dan anggaran berbasis kinerja;
e. Peningkatan kemampuan para petugas perencanaan dan penyusun RKA-KL;
f. Uji relevansi perencanaan program dan anggaran, Pusat dan UPT;
g. Penerbitan Instruksi dan Surat Edaran Kepala Badan perihal optimalisasi
perencanaan anggaran; h. Peningkatan pengawasan dan pengendalian perencanaan
program dan anggaran
i. Verifikasi dan pembinaan perencanaan program dan anggaran pada UPT;
j. Penerbitan Standar Biaya untuk jenis kegiatan tertentu berdasarkan SBU (Standar
Biaya Umum).
4. Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas SDM

15

SDM aparatur merupakan elemen kunci dalam usaha mendukung performan


kelembagaan. Untuk itu, peningkatan kualitas SDM internal Badan Litbang dan Diklat
menjadi prioritas utama. Sejumlah langkah yang telah ditempuh antara lain:
a. Pembenahan sistem rekrutmen CPNS;
b. Pembenahan sistem pengembangan pegawai;
c. Pembinaan Mental Pegawai;
d. Penyelenggaraan berbagai kegiatan orientasi;
e. Penugasan sebagai peserta diklat tertentu; f. Pemberian bantuan belajar dan
program beasiswa;
g. Pelibatan pegawai dalam berbagai kegiatan akademik;
h. Mendorong terciptanya budaya kerja yang kondusif;
i. Mengembangkan budaya akademik;
j. Peningkatan kesejahteraan pegawai.
5. Peningkatan Layanan Informasi Publik
Badan Litbang dan Diklat secara intensif melakukan sosialisasi dan komunikasi
terhadap berbagai produk kelembagaan. Langkah ini dimaksudkan agar produk
kelembagaan itu dapat diakses oleh para pengguna dan masyarakat luas. Salah satu
langkah yang ditempuh adalah melalui peningkatan layanan informasi publik. Bentukbentuk yang dilakukan, antara lain:
a. Penerbiatan jurnal-jurnal penelitian antara lain: Jurnal DIALOG (Badan Litbang dan
Diklat), HARMONI (Puslitbang

Kehidupan Keagamaan), EDUKASI (Puslitbang

Pendidikan Agama dan Keagamaan), LEKTUR (Puslitbang Lektur dan Khazanah


Keagamaan), dan Jurnal-jurnal lain pada Pusdiklat, Lajnah, Balai Litbang Agama, dan
Balai Diklat Keagamaan;

16

b. Penerbitan Website Badan Litbang dan Diklat yang memuat berbagai produk
kelitbangan dan kediklatan. Setiap bulan tidak kurang dari 500 pengunjung Website
Badan Litbang dan Diklat;
c. Penataan sistem data kelitbangan dan kediklatan, serta pelayanan perpustakaan
berbasis IT (Information Technology).
6. Peningkatan Sarana dan Prasarana Perkantoran
Badan Litbang dan Diklat melalui anggaran yang ada telah melakukan pembenahan
sarana dan prasarana perkantoran. Langkah ini dimaksudkan antara lain, meningkatkan
kualitas kinerja kelembagaan, memberikan pelayanan prima bagi pengguna, dan
mendorong suasana kerja yang kondusif. Di luar itu, dimaksudkan pula sebagai langkah
peningkatan citra positif kelembagaan. Sarana dan prasarana perkantoran yang telah
dibangun sampai tahun 2008, meliputi sarana prasarana perkantoran dan asrama
Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan, sarana prasarana perkantoran dan asrama
seluruh Balai Diklat Keagamaan, sarana prasarana perkantoran Balai Litbang Agama.
Saat ini masih dalam proses penyelesaian pembangunan gedung perkantoran Pusdiklat
Tenaga Administrasi. Prioritas ke depan, adalah pengembangan laboratorium dan
perpustakaan, terutama bagi Balai Diklat Keagamaan dan Balai Litbang Agama.
7. Optimalisasi Pengawasan Kinerja
Pengawasan kinerja terus dilakukan secara terpadu. Hal ini dilakukan sebagai langkah
antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya kesalahan atau pelanggaran dalam
pelaksanaan TUSI kelambagaan. Langkah yang ditempuh antara lain: Penguatan
sistem pengawasan oleh masing-masing pimpinan unit atau pejabat yang berwenang;
Penyelenggaraan

berbagai

kegiatan

verifikasi

program

dan

anggaran;

Penyelenggaraan rapat koordinasi dan evaluasi kinerja para pimpinan unit yang
dilakukan secara berkala; Penerbitan surat edaran dan instruksi Kepala Badan pada
setiap awal tahun anggaran; Pengiriman petugas Pusat dalam rangka pembinaan UPT;
dan Optimalisasi AKIP-LAKIP dan penetapan indikator kinerja.
8. Peningkatan Mutu Pelaporan Keuangan
17

Salah satu target penting Kementerian Agama adalah tercapainya Laporan Keuangan
dengan status WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) tahun 2011. Berkenaan dengan itu,
Badan Litbang dan Diklat telah melakukan berbagai upaya, antara lain:
a. Peningkatan kualitas tenaga pengelola keuangan;
b. Sosialisasi berbagai kebijakan di bidang keuangan;
c. Pemberlakukan tertib administrasi pengelolaan anggaran;
d. Optimalisasi pengawasan terhadap pengelolaan keuangan;
e. Pelaksanaan Tindak Lanjut hasil Pemeriksaan (TLHP);
f. Peningkatan kualitas laporan keuangan;
g. Penerbitan Surat Edaran Kepala Badan perihal pengelolaan DIPA pada setiap awal
tahun anggaran.
9. Penertiban Aset
Salah satu langkah penting yang dilakukan Badan Litbang dan Diklat dalam usaha
mendorong tercapainya WTP tahun 2011 adalah melakukan penertiban aset (BMN).
Sejumlah langkah yang ditempuh, antara lain: Orientasi bagi petugas pengelola BMN,
Pusat dan UPT; Sosialisasi dan pelatihan SIMAK-BMN; Pendataan BMN, Pusat dan
UPT; Pengajuan usulan penghapusan aset sesuai ketentuan yang berlaku; Pengiriman
petugas Pusat dalam rangka pembinaan UPT dalam pengelolaan Aset; dan Revaluasi
aset dan penataan BMN.
10. Penguatan Sistem Pengendalian Internal dan Penegakan Kode Etik
Kinerja suatu organisasi ditentukan pula oleh sistem pengendalian internal. Berbagai
kesalahan atau peyimpangan dapat pula terjadi justreu diakibatkan karena lemahnya
sistem pengendalian ini. Untuk itu, Badan Litbang dan Diklat secara intensif melakukan
berbagai pembenahan pengendalian internal, yang dilakukan antara lain:

18

a. Peningkatan komitmen pimpinan/atasan;


b. Optimalisasi kebijakan pengawasan dan pengendalian program;
c. Penegakkan kode etik bagi seluruh pagawai;
d. Pemberian sanksi terhadap pegawai yang melanggar;
e. Rapat konsultasi dan evaluasi program dan anggaran secara berakala;
f. Penerbitan berbagai kebijakan berkaitan dengan pengelolaan program dan anggaran;
g. Optimalisasi penyelanggaraan pelaporan program dan anggaran.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1)

Korupsi ialah perilaku yang buruk yang tidak legal dan tidak wajar untuk

2)

memperkaya diri
Haram hukumnya melakukan korupsi, kolusin dan nepostisme, tetapi khusus
nepotisme haram hukumnya jika yang diserahi jabatan tidak profesional, tidak
19

memiliki kapabilitas dan tidak mempunyai moralitas yang sesuai dengan ajaran
3)
4)

Al-Quran dan Hadits.


Korupsi dinilai dari sudut manapun ia tetap suatu pelangaran
Korupsi mengakibatkan kurangnya pendapatan Negara dan kurangnya

5)

kepercayaan terhadap pemerintah.


Agama Islam mengakui adanya hak milik pribadi yang berhak mendapat

6)

perlindungan dan tidak boleh diganggu gugat.


KKN diharamkan karena bertentangan dengan ajaran Al-Quran, Hadits, dan
tujuan syariat, selain itu juga bertentangan dengan rasa kemanusiaan dan rasa
keadilan, pula karena merugikan orang lain, masyarakat dan negara.

Demikianlah pokok-pokok pikiran tentang Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam


pandangan Al-Quran yang dapat dikemukakan. Wallahu Alam.

DAFTAR PUSTAKA

Djamil, Fathurrahman, KKN Dalam Perspektif Hukum Islam dan Moral Islam, Jakarta,
Al-Hikmah dan DITBIN BAPERA Islam, 1999.
Fazlur Rahman, Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan, Jakarta, Rineka Cipta, 2000
Dirasah fi Fiqh Maqashid Asy-Syariah, Kairo : Darus Syuruq, 2006.

20

1.

Fathurrahman Djamil dkk, Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN): Dalam


Perspektif Hukum dan Moral Islam; dalam Menying-kap Korupsi, Kolusi, dan

2.

Nepotisme di Indonesia. Yogyakarta: Aditya Media, 1999, hlm. (103-115), 103


Sumartana. Etika dan Penanggulangan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme di Era

3.

Reformasi, Yogyakarta: Aditya Media, 1999, hlm. (97-102), 100.


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,

4.

(Jakarta,Balai Pustaka,1995) cet. IV, h. 527.


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, , h.

5.

514.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, , h.

6.

687.
JW. Schoorl, Modernisasi, Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara

7.

Sedang Berkembang, (Jakarta,Gramedia,1980) h.175.


Robert Klitgard, Membasmi Korupsi,(Jakarta, Yayasan obor Indonesia), 1998,

8.
9.

h.31.
Teten Masduki, Republika, Rabu, 10 Mei 2000, h.16.
JW. Schoorl, Modernisasi, Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara

10.

Sedang Berkembang, (Jakarta,Gramedia,1980) h.175.


Al-Athas, Solusi Korupsi, Sebuah Penjelajahan Dengan Data Kontemporer,
hal.11.

21

Anda mungkin juga menyukai