Anda di halaman 1dari 69

KARAKTERISTIK ANAK AUTIS

DI YAYASAN ANANDA KARSA MANDIRI (YAKARI)


MEDAN

Oleh:
DINDA SARTIKA F J
060100188

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Dinda Sartika F.J : Karakteristik Anak Autis Di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, 2009.

KARAKTERISTIK ANAK AUTIS


DI YAYASAN ANANDA KARSA MANDIRI (YAKARI)
MEDAN

Karya Tulis Ilmiah

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Kelulusan
Sarjana Kedokteran

Oleh:
DINDA SARTIKA F J
NIM: 060100188

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009

Dinda Sartika F.J : Karakteristik Anak Autis Di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, 2009.

LEMBAR PENGESAHAN

Karakteristik Anak Autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI)


Medan
Nama : Dinda Sartika F. J
NIM : 060100188

Pembimbing

Penguji

(dr. Zairul Arifin, Sp.A, DAFK)

(dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes)

Medan, 1 Desember 2009


Dekan
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara

(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH)


NIP. 19540220 198011 1 001

Dinda Sartika F.J : Karakteristik Anak Autis Di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, 2009.

ABSTRAK

Autis merupakan gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan


ketidakmampuan penderita dalam berkomunikasi dan menjalin hubungan secara
emosional dengan orang lain sehingga muncul gangguan dalam interaksi sosial,
komunikasi, pola kesukaan dan sikap yang tidak normal. Selain tidak mampu
bersosialisasi, anak autis juga tidak dapat mengendalikan emosinya. Ciri penderita
autis sangat bervariasi, oleh karena itu penting untuk diketahui gambaran
karakteristik autis sebenarnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri
(YAKARI) Medan.
Desain penelitian ini adalah penelitian survey deskriptif. Subjek penelitian
berjumlah 29 orang yang didiagnosa dokter sebagai anak penderita autis yang
menjalani terapi di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan. Data
penelitian didapat dengan melakukan observasi langsung yang didampingi terapis
dari yayasan tersebut. Selanjutnya data dianalisa dengan menggunakan program
SPSS 17.
Dari penelitian ini diperoleh disribusi karakteristik dengan perincian:
gangguan interaksi sosial yang paling banyak muncul yaitu ketidakmampuan
anak untuk berempati dan mengekspresikan emosi sebanyak 19 anak (65,5%);
gangguan berkomunikasi yang paling banyak muncul yaitu ketidakmampuan anak
berbicara sesuai dengan tahap perkembangannya sebanyak 25 anak (86,2%);
gangguan tingkah laku yang paling banyak muncul yaitu ketidakmampuan anak
menggunakan mainan sesuai dengan fungsinya sebanyak 13 anak (44,8%).
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan anak mengalami
gangguan berkomunikasi.

Kata kunci: anak autis, gangguan interaksi sosial, gangguan berkomunikasi,


gangguan tingkah laku.

ii

ABSTRACT

Autism is a form of pervasive development disorder marked with the


disability of the patient in communicating and interacting emotionally with
another person, which lead to a disability in social interactions, communications,
preferences, and abnormal behavior. Besides the social disability, autistic child
also has an uncontrolled emotion. Autism has various features, so it is crucial to
know the actual characteristic of the child with autism. The objective of this study
is to know the characteristics of the child with autism in Yayasan Ananda Karsa
Mandiri (YAKARI) Medan.
The study used decriptive survey design. The subjects were 29 children
diagnosed with autism by the clinical practitioner who were undergoing therapy
in Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan. The data will be collected
by direct observation with the therapist guidance. The collected datas will firther
analyzed using SPSS 17 program.
The study showed distribution of the autism characteristic as described: the
dominant disorders in social interaction are inability to show emphaty and
express emotion in 19 children (65,5%); the dominant disorder in communication
is inability to speak according to their developmental step in 25 children (86,2%);
the dominant disorder in behavior is inability to use toys according to their
function in 13 children (44,8%).
From the study, we can conclude that most children have communication
disorder.

Keywords: autistic child, social interaction disorder, communication disorder,


behavioral disorder

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmad dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini,
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Karya tulis ilmiah ini berjudul Karakteristik Anak Autis di Yayasan Ananda
Karsa Mandiri (YAKARI) Medan. Dalam penyelesaian penulisan karya tulis
ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya kepada:
1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak dr. Zairul Arifin, Sp.A, DAFK selaku Dosen Pembimbing yang
telah banyak memberi arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya
tulis ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.
3. Bapak dr. Wisman Dalimunthe, Sp.A selaku Dosen Penasehat Akademik
yang telah membimbing penulis dalam mengikuti perkuliahan di Fakultas
Kedokteran USU.
4. Bapak/Ibu dosen Ilmu Kedokteran Komunitas (IKK) FK USU yang telah
memberikan panduan, tanggapan dan saran kepada penulis sehingga
proposal penelitian ini dapat terselesaikan.
5. Bapak Fahri Wandika selaku Pelaksana Harian di Yayasan Ananda Karsa
Mandiri (YAKARI) Medan yang telah memberikan izin dan banyak
bantuan kepada penulis dalam melakukan proses pengumpulan data di
lokasi penelitian.
6. Terima kasih yang tiada tara penulis persembahkan kepada Ibunda dan
Ayahanda tercinta, Hj. Rismawati Tanjung dan H. Anwar Jambak yang
telah membesarkan dengan penuh kasih sayang dan tiada bosan-bosannya
iv

mendoakan

serta

memberikan

semangat

kepada

penulis

dalam

menyelesaikan pendidikan.
7. Kakak dan abang-abang tersayang, Devi Prita Dina, S.T, Dodi Ichwan,
S.Sos dan Rahmad Saleh, S.STP, M.Si yang selalu memotivasi penulis
dalam menyelesaikan pendidikan.
8. Seluruh sahabat-sahabat penulis atas kebersamaan yang tanpa disadari
telah memberikan dukungan moril kepada penulis.
Untuk seluruh bantuan baik moril maupun materiil yang diberikan kepada penulis
selama ini, penulis ucapkan terima kasih dan semoga Tuhan Yang Maha Esa
memberikan imbalan pahala yang sebasar-besarnya.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun
demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat
berguna bagi kita semua.

Medan, November 2009

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Persetujuan .
Abstrak .........................................................................................................
Abctract ........................................................................................................
Kata Pengantar ...
Daftar Isi ..
Daftar Tabel
Daftar Lampiran .........................................................................................

i
ii
iii
iv
vi
viii
ix

BAB 1 PENDAHULUAN .
1.1. Latar Belakang ...
1.2. Rumusan Masalah .
1.3. Tujuan Penelitian ...
1.4. Manfaat Penelitian .

1
1
2
2
3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...


2.1. Autis ...
2.1.1 Defenisi ..
2.1.2 Etiologi ..
2.1.3 Manifestasi Klinik .
2.1.4 Penentuan Diagnosa ..

4
4
4
4
8
10

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL ...


3.1. Kerangka Konsep Penelitian .
3.2. Defenisi Operasional .

12
12
12

BAB 4 METODE PENELITIAN


4.1. Rancangan Penelitian .
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian .
4.4. Metode Pengumpulan Data ....
4.5. Metode Analisis Data

15
15
15
15
15
16

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..........................


5.1. Hasil Penelitian ......................................................................
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................
5.1.2. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis berdasarkan
Sosiodemografi ............................................................
5.1.2. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis berdasarkan
Latar Belakang Orang Tua ...........................................
5.1.3. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis berdasarkan
Ada Tidaknya Gangguan Interaksi Sosial ....................
5.1.4. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis berdasarkan

17
17
17

vii

17
19
19

Ada Tidaknya Gangguan Berkomunikasi ....................


5.1.5. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis berdasarkan
Ada Tidaknya Gangguan Tingkah Laku ......................
5.1.6. Distribusi Proporsi Umur berdasarkan Ada Tidaknya
Gangguan Interaksi Sosial ..........................................
5.1.7. Distribusi Proporsi Umur berdasarkan Ada Tidaknya
Gangguan Berkomunikasi ..........................................
5.1.8. Distribusi Proporsi Umur berdasarkan Ada Tidaknya
Gangguan Tingkah Laku ............................................
5.2. Pembahasan ............................................................................
5.2.1. Anak Penderita Autis Berdasarkan Sosiodemografi ...
5.2.1.1. Umur ..........................................................
5.2.1.2. Jenis Kelamin .............................................
5.2.1.3. Suku Bangsa ...............................................
5.2.1.4. Agama .........................................................
5.2.2. Anak Penderita Autis Berdasarkan Latar Belakang
Orang Tua....................................................................
5.2.3. Anak Penderita Autis BerdasarkanAda Tidaknya
Gangguan Interaksi Sosial............................................
5.2.4. Anak Penderita Autis BerdasarkanAda Tidaknya
Gangguan Berkomunikasi............................................
5.2.5. Anak Penderita Autis BerdasarkanAda Tidaknya
Gangguan Tingkah Laku .............................................

20
21
22
24
25
27
27
27
28
28
28
28
29
30
31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................


6.1. Kesimpulan .............................................................................
6.2. Saran .......................................................................................

34
34
35

DAFTAR PUSTAKA

36

LAMPIRAN ..

41

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk gangguan autistik .......

viii

10

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul

Halaman

2.1.

Kriteria Diagnostik DSM IV-TR untuk gangguan austik ...

10

5.1.

Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan


Sosiodemografi .................................................................................

18

Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Latar


Belakang Orang Tua .........................................................................

19

Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada


Tidaknya Gangguan Interaksi Sosial ................................................

20

Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada


Tidaknya Gangguan Berkomunikasi .................................................

21

Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada


Tidaknya Gangguan Tingkah Laku ...................................................

21

Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ada Tidaknya


Gangguan Interkasi Sosial ..................................................................

23

Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ada Tidaknya


Gangguan Berkomunikasi ..................................................................

24

5.2.

5.3.

5.4.

5.5.

5.6.

5.7.

5.8.

Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ada Tidaknya


Gangguan Tingkah Laku ..................................................................... 26

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Daftar riwayat hidup


Kuesioner
Surat Izin Penelitian
Surat Tanda Telah Melakukan Penelitian
Data Induk

ix

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Autis merupakan gangguan perkembangan pervasif yang paling sering
terjadi, ditandai dengan ketidakmampuan penderita dalam berkomunikasi
dan menjalin hubungan secara emosional dengan orang lain (Halgin, 1997).
Autis diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan perkembangan neuro yang
menyebabkan interaksi sosial, kemampuan komunikasi, pola kesukaan, dan
pola sikap yang tidak normal sebagai karakteristik mereka. Selain tidak
mampu bersosialisasi, anak-anak penyandang autis juga tidak dapat
mengendalikan emosinya (Veskarisyanti, 2008).
Jumlah anak yang terkena autis semakin meningkat pesat di berbagai
belahan dunia. Di Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen
sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 disimpulkan terdapat 9
kasus autis per harinya. Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada
60.000 - 15.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan
prevalensi autis 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang
mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan
dilaporkan angka kejadian autis meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara
10 anak menderita autis. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga
saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penyandang autis namun
diperkirakan jumlah anak autis dapat mencapai 150 200 ribu orang.
Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6-4 : 1, namun anak
perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat
(Judarwanto, 2008).
Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan
autis disebabkan karena multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan
terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autis disebabkan

oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya berpendapat bahwa autis


disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan
yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada
usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik anakanak penyandang autis (Judarwanto, 2008).
Yang menarik, autis dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat yakni
mereka yang memiliki orang tua dengan latar belakang sosial, ekonomi,
budaya, pendidikan yang sangat beragam. Ini membuat para pakar semakin
menaruh perhatian terhadap kelainan autis pada anak sehingga penelitian
tentang autis semakin pesat dan berkembang (Judarwanto, 2006).
Pusat terapi untuk menangani gangguan autis di Kota Medan sudah cukup
banyak. Alasan peneliti mengambil Yayasan Ananda Karsa Mandiri adalah
karena perizinan untuk penelitian hanya diberikan oleh pusat terapi ini.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana gambaran
karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri
(YAKARI) Medan.

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik
anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda Karsa Mandir
(YAKARI) Medan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. untuk mengetahui distribusi proporsi anak-anak penderita autis
berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku bangsa,
agama).

2. untuk mengetahui distribusi proporsi anak-anak penderita autis


berdasarkan latar belakang orang tua (pekerjaan, pendidikan).
3. untuk mengetahui distribusi proporsi anak-anak penderita autis
berdasarkan ada tidaknya gangguan dalam interaksi sosial.
4. untuk mengetahui distribusi proporsi anak-anak penderita autis
berdasarkan ada tidaknya gangguan berkomunikasi.
5. untuk mengetauhi distribusi proporsi anak-anak penderita autis
berdasarkan ada tidaknya gangguan tingkah laku.
6. untuk mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan ada
tidaknya gangguan dalam interaksi sosial.
7. untuk mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan ada
tidaknya gangguan berkomunikasi.
8. untuk mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan ada
tidaknya gangguan tingkah laku.

1.4. Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. sebagai sarana informatif yang menggambarkan berbagai karakteristik
anak-anak penderita autis sehingga meningkatkan wawasan baik peneliti
maupun pembaca tentang anak-anak autis tersebut.
2. sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan dalam memberikan penanganan
bagi anak autis sesuai dengan karakteristiknya dan bahan masukan bagi
Departemen Pendidikan Nasional dalam membuat sistem pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhan anak autis.
3. sebagai wadah pengaplikasian ilmu dalam pengembangan penelitian dan
diharapkan dapat menambah perbendaharaan pustaka dalam bidang
epidemiologi penyakit autis bagi peneliti lain

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Autis
2.1.1. Definisi
Autis merupakan salah satu kelompok dari gangguan pada anak yang
ditandai munculnya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif,
komunikasi,

ketertarikan

pada

interaksi

sosial,

dan

perilakunya

(Veskarisyanti, 2008). Schreibman (1988) dalam McLaughlin (2002) juga


menjelaskan bahwa autis disebut juga the ultimate learning disability
karena mereka mempunyai kesulitan besar dalam pemahaman bahasa dan
interaksi sosial.
Istilah autis berasal dari kata auto yang berarti berdiri sendiri.
Istilah ini diperkenalkan oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard
pada tahun 1943 karena melihat anak autis memiliki perilaku aneh, terlihat
acuh dengan lingkungan dan cenderung menyendiri seakan-akan hidup
dalam dunia yang berbeda (Davidson, 2006).

2.1.2. Etiologi
Beragam etiologi telah dipaparkan para peneliti. Tapi penyebab
pasti autis belum sepenuhnya jelas. Adapun beberapa teori yaitu:

a. Teori Psikoanalitik
Walaupun teori modern dari autis diduduki oleh faktor biologis yang
diduga mempunyai pengaruh kuat sebagai penyebab kelainan, teori
psikoanalitik lebih dahulu dikenal (Herbert, 2002).
Teori yang paling dikenal adalah teori yang dikemukakan oleh Bruto
Bettelheim (1967), yang sangat banyak menangani anak-anak autis. Asumsi
dasarnya adalah autis sangat mirip dengan apati dan keputusasaan yang
dialami oleh para penghuni kamp-kamp konsentrasi Jerman dalam Perang
Dunia II yang menyebabkan kerusakan pada usia dini. Bettelheim

berpendapat bahwa balita telah menolak orang tuanya dan merasakan


perasaan negatif mereka. Si bayi melihat bahwa tindakannya hanya
berdampak kecil pada perilaku orang tua yang tidak responsive. Maka, si
anak meyakini bahwa ia tidak memiliki dampak apa pun pada dunia,
kemudian menciptakan benteng kekosongan autis untuk melindungi
dirinya dari penderitaan dan kekecewaan (Davidson, 2006).

b. Genetik
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa laki-laki 3-4 kali berisiko lebih
tinggi dari wanita. Sementara risiko autis jika memiliki saudara kandung
yang juga autis sekitar 3 %. Studi lain menunjukkan, saudara kembar dengan
jenis kelamin yang sama tapi merupakan monozigotik, mempunyai risiko
300 kali lebih besar dari pada dizigotik (Yoder, 2004).
Lotspeich (1993) dan Steefenburg (1991) dalam Trottier (1999)
menerangkan, bukti genetik dari laporan beberapa kasus menunjukkan
adanya variasi dari keabnormalitasan kromosom. Piven (1994) menerangkan
lebih lanjut, abnormalitas yang paling sering terjadi yaitu duplikasi pada
kromosom 15 dan kromosom seks. Bagian 15q dari kromosom yang didapat
secara maternal ditemukan paling banyak berpengaruh pada individu yang
menderita autis. Bagian ini juga terlibat dalam basis genetik dari disleksia,
salah satu gambaran klinis spektrum autis. Bahkan akhir-akhir ini, gen ini
dilaporkan

ikut

berpartisipasi

dalam

pengkodean

gen

3-gamma

aminobutyric acid (GABA)-A receptor subunits (Trottier, 1999).


Kelainan

dari

gen

pembentuk

metalotianin

disebut-sebut

juga

berpengaruh pada kejadian autis. Metalotianin adalah kelompok protein


yang merupakan mekanisme kontrol tubuh terhadap tembaga (Cu) dan seng
(Zn). Fungsi lain yaitu perkembangan sel saraf, detoksifikasi logam berat,
pematangan saluran cerna, anti oksidan, dan penguat sistem imun. Disfungsi
metalotianin akan menghasilkan gambaran yang sering kita lihat pada
penderita

autis

seperti Leaky

Gut

Syndrome,

pemecahan

protein

casein/gluten yang tidak lengkap, penurunan produksi asam lambung dan

kegagalan

stimulasi

pankreas

oleh

sekretin.

Dapat

juga

memicu

ketidakmampuan tubuh untuk membuang logam berat dan kelainan sistem


imun. Teori ini juga dapat menerangkan penyebab lebih berisikonya lakilaki dari pada wanita. Ini dikarenakan sintesis metalotionin ditingkatkan
oleh estrogen dan progesterone (Jepson, 2003).

c. Studi Biokimia dan Riset Neurologis


Menurut Klauk (1997) dalam Trottier (1999), autis sering dihubungkan
dengan kelainan metabolisme serotonin dan obat dengan target 5-HT
ditemukan efektif dalam meringankan gejala autis. Anderson (1997)
menerangkan, beberapa penelitian menemukan perbedaan pada level
neurotransmiter serotonin dan dopamine antara anak autis dengan anak yang
tidak autis, walaupun perbedaan ini tidak sepenuhnya jelas (Nolen, 2007).
Sementara Cook (1990) menjelaskan dari penelitian lain, ditemukan sekitar
sepertiga anak autis memiliki kadar serotonin yang tinggi di dalam darah
(hyperserotonemia) (Trottier, 1999), dan kadar serotonin yang tinggi
tersebut mempunyai korelasi dengan beberapa kebiasaan autis, seperti yang
diterangkan Kapperman, (1987) dalam Trottier (1999).
Penelitian menemukan adanya perbedaan ukuran dan morfologi
serebelum dari penderita autis. Dengan menggunakan MRI (Magnetic
Resonance Imaging), Courchesne (1991) menemukan hipoplasia dari lobus
VI dan VII pada anak autis. Kelainan ini dihubungkan dengan gangguan
mental pengalihan perhatian yang cepat pada penderita autis seperti yang
diterangkan (Trottier, 1999).
Minshew (1991) dalam Alloy (2004) melaporkan bahwa sekitar 50
persen penderita autis memiliki gambaran EEG yang abnormal. Pada studi
yang lebih baru menunjukkan bahwa anak autis memiliki penurunan
aktivitas EEG pada daerah frontal dan medial otak jika dibandingkan dengan
anak yag normal. Frith (2000) dalam Noelan (2007) juga menjelaskan hal
yang sama tetapi dibuktikan melalui pemeriksaan MRI.

d. Toksisitas Merkuri
Secara fisiologis, keberadaan merkuri di tubuh dapat menimbulkan efek
yang merugikan. Merkuri akan berikatan dengan kelompok sulfidril pada
sejumlah protein yang menghasilkan penurunan fungsi enzim dan
kehilangan integritas struktur. Merkuri juga kemungkinan memberikan
kontribusi pada Leaky Gut dengan cara menghancurkan dinding mukosa
intestinal. Merkuri dapat mengganggu cell-mediated immunity yang
menghasilkan penurunan kemampuan dalam melawan infeksi virus dan
jamur. Hal ini menyebabkan autoimunitas yang menghasilkan anti-brain
antibodies. Ini menyebabkan atau bahkan memperparah defisiensi Seng (Zn)
dan inaktivasi enzim yang bertugas memecah casein dan gluten. Merkuri
mengubah kemampuan otak dalam apoptosis sel-sel otak. Hal ini
mempengaruhi kemampuan anti-oksidasi tubuh oleh pengurangan glutation
intraselular yang merupakan protein yang penting dalam

pembersihan

toksin dari tubuh (Jepson, 2003).


Efek klinis terhadap CNS meliputi, gangguan perencanaan motorik,
pandangan mengabur, penurunan lapangan pandang, insomnia, iritabilitas,
tantrum, eksitabilitas, penarikan diri dari sosial, ansietas, gangguan memori
jangka pendek, kesulitan kemampuan verbal, dan kesulitan untuk
berkonsentrasi (Jepson, 2003).

e. Penggunaan antibiotik yang berlebihan


Peresepan antibiotik yang berlebihan adalah masalah yang tidak dapat
dipisahkan dari autis.dan sudah memicu timbulnya resistensi organisme
terhadap antibiotik sehingga organisme semakin sulit untuk dieradikasi
(Jepson, 2003). Selain itu, penggunaan antibibiotik yang berlebihan dapat
mengganggu keseimbangan mikroorganisme di tubuh (Herbert, 2002).
Anak-anak autis mempunyai masalah khusus pada keadaan ini karena pada
penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa anak-anak autis mempunyai
aktivitas T-helper 1 Lymphocyte yang rendah (Jepson, 2003). Hal yang sama
juga dikemukakan oleh Warren (1995) dalam Trottier (1999), anak-anak

autis menunjukkan kelainan cell-mediated immunity termasuk kelainan


aktivasi sel T dan penurunan jumlah helper-inducer lymphocytes. Keadaan
ini menyebabkan rendahnya kemampuan untuk membersihkan organisme
yang berbahaya dan mengembalikan keseimbangan flora normal intestinal.
Ini dapat menghasilkan pertumbuhan jamur yang berlebihan dan bakteri
yang persisten di saluran cerna mereka. Organisme tersebut dapat
mengganggu proses pencernaan yang normal dan menghasilkan metabolit
yang berbahaya yang pada akhirnya berpengaruh pada kelakuan autis
(Jepson, 2003).

2.1.3. Manifestasi Klinis


Veskarisyanti (2008) menjelaskan gangguan perkembangan pada
anak autis muncul dalam bidang:
1.

Komunikasi dimana muncul kualitas komunikasi yang tidak normal,


ditunjukkan dengan:
- kemampuan wicara yang tidak berkembang atau mengalami
keterlambatan.
- pada anak tidak tampak usaha untuk berkomunikasi dengan
lingkungan sekitar.
- tidak mampu untuk memulai suatu pembicaraan yang melibatkan
komunikasi dua arah dengan baik.
- anak tidak imajinatif dalam hal permainan atau cenderung monoton.
- bahasa yang tidak lazim yang selalu diulang-ulang atau stereotipik.

2.

Interaksi sosial yang mengalami gangguan yang ditunjukkan sebagai:


- anak mengalami kegagalan untuk bertatap mata, menunjukkan wajah
yang tidak berekspresi.
- ketidakmampuan untuk secara spontan mencari teman untuk berbagi
kesenangan dan melakukan sesuatu bersama-sama.
- ketidakmampuan anak untuk berempati, dan mencoba membaca
emosi yang dimunculkan oleh orang lain.

3.

Perilaku anak yang ditunjukkan dengan ketertarikan yang sangat


terbatas dan banyak pengulangan terus-menerus dan stereotipik seperti:
- adanya suatu kelekatan pada rutinitas atau ritual yang tidak berguna,
misalnya kalau mau tidur harus cuci kaki dulu, sikat gigi, pakai
piyama, menggosokkan kaki di keset, baru mau naik ke tempat tidur.
Bila ada aktifitas di atas yang terlewat atau terbalik urutannya, maka
ia akan sangat terganggu dan menangis bahkan berteriak-teriak
minta diulang.
- Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada suatu pola
perilaku yang tidak normal, misalnya duduk dipojok sambil
menghamburkan pasir seperti air hujan, yang bisa dilakukannya
berjam-jam.
- Adanya gerakan-gerakan motorik aneh yang diulang-ulang, seperti
menggoyang-goyang badan, geleng-geleng kepala.

4.

Gangguan sensoris
- sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk
sekalipun oleh orang tua mereka.
- bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.
- senang mencium-cium, menjilat-jilat, menggigit-gigit mainan atau
benda-benda.
- Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.

5.

Pola bermain
- Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya.
- Tidak suka bermain dengan anak-anak sebayanya.
- Tidak bermain sesuai dengan fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik
lalu rodanya diputar-putar.
- Menyenangi benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda
sepeda.
- Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang
terus-menerus dan dibawa kemana-mana.

10

6.

Emosi
- Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis
tanpa alasan yang jelas.
- Temper Tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak
diberikan keinginannya.
- Kadang suka menyerang dan merusak, berperilaku yang menyakiti
dirinya sendiri, serta tidak mempunyai empati dan tidak mengerti
perasaan orang lain.

2.1.4. Penentuan Diagnosa


Kriteria diagnostik untuk gangguan autis menurut DSM-IV-TR
terdapat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 : Kriteria diagnostik DSM-IV-TR untuk gangguan autis
A. Terdapat enam atau lebih dari kriteria (1), (2), dan (3) dengan minimal
terdapat dua dari kriteria (1) dan masing-masing satu dari kriteria (2)
dan (3):
(1) Kesulitan dalam interksi sosial yang terwujud dalam kriteria
berikut (minimal dua):
- kesulitan yang tampak jelas dalam penggunaan perilaku
nonverbal, seperti kontak mata, ekspresi wajah dan bahasa
tubuh.
- lemah dalam mengembangkan hubungan yang tepat dengan
anak-anak sebaya sesuai dengan tahap perkembangan.
- kurang berminat mencari dan melakukan hal-hal atau aktivitas
bersama orang lain secara spontan.
- kurangnya respon sosial atau emosional.
(2) Kesulitan dalam komunikasi seperti terwujud dalam kriteria berikut
(minimal satu):
- keterlambatan atau sangat kurangnya bahasa verbal tanpa upaya
untuk menggantinya dengan gerakan nonverbal.
- pada mereka yang cukup mampu berbicara, kesulitan tampak
jelas dalam kemampuan untuk mengawali atau mempertahankan
percakapan dengan orang lain.
- bahasa yang diulang-ulang atau membeo.
- kurang bermain sesuai tahap perkembangannya.
(3) Perilaku atau minat yang diulang-ulang atau stereotipe, terwujud
dalam kriteria berikut (minimal satu):
- preokupasi yang tidak normal pada objek atau aktivitas tertentu.
- keterikatan yang kaku pada ritual tertentu.

11

- tingkah laku yang stereotip dan repetitive, seperti: mengepakngepakkan tangan atau menjentikkan jari berulang-ulang.
- preokupasi yang tidak normal pada bagian-bagian tertentu dari
suatu objek.
B. Keterlambatan atau keabnormalan fungsi (minimal satu) dari bidang
berikut, berawal sebelum usia 3 tahun: interaksi sosial, bahasa untuk
berkomunikasi dengan orang lain, atau permainan imajinatif.
C. Gangguan yang tidak dapat dijelaskan sebagai gangguan Rett atau
gangguan disintegratif di masa kanak-kanak.

BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah:
Sosiodemografi:

umur
jenis kelamin
suku bangsa
agama

Latar belakang orang tua:


Karakteristik Anak-Anak
Penderita Autis

pekerjaan
pendidikan

Gangguan dalam interaksi


sosial
Gangguan berkomunikasi

Gangguan tingkah laku

3.2. Definisi Operasional

Penderita autis: penderita yang didiagnosa dokter menyandang penyakit


autis berdasarkan gejala-gejala yang ada.

Umur: usia anak-anak penderita autis yang mengikuti program khusus di


Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, dikategorikan atas:
1. 2 5 tahun

13

2. 6 10 tahun
3. 10 13 tahun
4. 14 16 tahun
5. 17 20 tahun

Jenis Kelamin: jenis kelamin anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda


Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, dikategorikan atas:
1. Laki-laki
2. Perempuan

Suku Bangsa: ras atau etnik yang melekat pada anak penderita autis, didapat
biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama.

Agama: kepercayaan yang dianut oleh penderita autis, dikategorikan


sebagai:
1. Islam
2. Kristen Protestan
3. Kristen Katolik
4. Hindu
5. Budha

Pekerjaan: aktivitas utama yang dilaksanakan sehari-hari oleh seseorang


dalam hal ini orang tua dari anak-anak penderita autis baik di dalam rumah
maupun di luar rumah, dikategorikan atas:
1. PNS/POLRI/ABRI
2. Karyawan Perusahaan
3. Wiraswasta
4. Ibu Rumah Tangga
5. Pensiunan

Pendidikan: tingkat/jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh dan


berhasil diselesaikan oleh seseorang dalam hal ini orang tua dari anak-anak
penderita autis, dikategorikan atas:
1. SD
2. SMP
3. SMA

14

4. Akademi/Diploma
5. Sarjana (S1, S2, S3)

Gangguan dalam interksi sosial: gangguan kepribadian yang tidak fleksibel,


tingkah maladaptif dan mengganggu fungsi individu dalam hubungan
sosialnya.

Gangguan berkomunikasi: disabilitas belajar pada anak yang gagal untuk


berkembang dalam bidang bahasa hingga ke tingkat yang sesuai dengan
tingkat intelektualnya (Davidson, 2006).

Gangguan tingkah laku: gangguan perilaku yang tercermin adanya pola


ketidakpatuhan ekstrim pada anak-anak (Davidson, 2006).

15

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini adalah deskriptif yang memberikan gambaran
karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda Karsa Mandiri
(YAKARI) Medan.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI)
Jalan Sei Putih No. 30 Kel. Merdeka Kec. Medan Baru Medan.
Waktu penelitian adalah Juni-September 2009

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi pada penelitian ini adalah anak penderita autis yang mengikuti
program khusus di Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) kemudian
dari populasi akan diambil sebagai sampel penelitian dengan metode total
sampling.

4.4. Metode Pengumpulan Data


4.4.1. Jenis Data
Penelitian ini menggunakan data primer dimana data diambil
langsung oleh peneliti untuk mengetahui karakteristik anak-anak
penderita autis dengan mengamati anak-anak penderita autis
tersebut.

4.4.2. Cara Pengumpulan Data


Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang kemudian
dibagikan kepada terapis yang menangani anak-anak penderita autis
di Yayasan Ananda Karsa Mandiri. Kemudian terapis mengisi
lembar kuesioner sesuai dengan keadaan anak-anak penderita autis

16

melalui observasi dan pengalamannya menangani anak-anak


penderita autis tersebut.

4.5. Metode Analisa Data


Data yang dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan bantuan
komputer dan dianalisa secara statistik deskriptif menggunakan program
SPSS 17.

BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian


5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Yayasan Ananda Karsa Mandiri (YAKARI) merupakan pusat penanganan
autis terpadu yang berada di jalan Sei Putih No. 30 Medan. YAKARI
mengkhususkan melakukan penanganan terpadu bagi anak autis, yang
dilakukan

melalui

menyelenggarakan

tiga

divisi

klinik

utama,

khusus

autis,

yaitu

Divisi

Divisi

Medis

yang

Pendidikan

yang

menyelenggarakan sekolah khusus autis dan Divisi Perkembangan yang


menyelenggarakan

berbagai

kegiatan,

seminar,

diskusi,

sharing,

training/workshop, penyediaan obat-obatan, vitamin, supplemen, makanan


khusus diet autis dan alat bantu terapi.
Sekolah khusus YAKARI menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran
kepada anak-anak autis dalam bentuk layanan Individual Class dan Individual
Education Programme (IEP), dimana satu atau dua orang guru hanya
menangani satu anak dengan kurikulum khusus sesuai dengan kebutuhan
individu anak dengan berbagai program terapi antara lain terapi wicara, terapi
perilaku dan terapi okupasi/sensori integrasi dengan 13 orang guru dan 10
ruang kelas. Kegiatan belajar-mengajar berlangsung selama 120 menit yang
dilakukan setiap hari Senin sampai Jumat.

5.1.2. Distribusi

Proporsi

Anak

Penderita

Autis

Berdasarkan

Sosiodemografi
Hasil penelitian karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda
Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, diperoleh distribusi berdasarkan
sosiodemografi antara lain:

18

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan


Sosiodemografi
No.
1.

2.

3.

4.

Sosiodemografi
Umur:
a. 2-5 tahun
b. 6-10 tahun
c. 10-13 tahun
d. 14-16 tahun
e. 17-20 tahun
Total
Jenis Kelamin
a. Laki-laki
b. Perempuan
Total
Suku Bangsa:
a. Batak
b. Jawa
c. Tionghoa
d. Lainnya
Total
Agama:
a. Islam
b. Kristen Protestan
c. Kristen Katolik
d. Budha
e. Hindu
f. Konhucu
Total

Anak Penderita Autis


N
%
10
9
7
1
2
29

34,5
31,0
24,1
3,4
6,9
100

22
7
29

75,9
24,1
100

16
8
4
1
29

55,2
27,6
13,8
3,4
100

16
8
2
3
0
0
29

55,2
27,6
6,9
10,3
0
0
100

Berdasarkan tabel diatas, didapat diketahui bahwa kelompok umur yang


paling banyak adalah 2-5 tahun sebanyak 10 orang (34,5%), jenis kelamin
yang paling banyak yaitu laki-laki 22 orang (75,9%), suku bangsa yang
terbanyak adalah suku batak 16 orang (55,2%) , dan agama yang paling
banyak adalah agama Islam 16 orang (55,2%).

19

5.1.3. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Latar


Belakang Orang Tua
Hasil penelitian karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda
Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, diperoleh distribusi berdasarkan latar
belakang orang tua antara lain:

Tabel 5.2. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Latar


Belakang Oranr Tua
No.
1.

2.

Latar Belakang Orang Tua


Pekerjaan:
a. PNS/POLRI/ABRI
b. Karyawan Perusahaan
c. Wiraswasta
d. Ibu Rumah Tangga
e. Pensiunan
Total
Pendidikan:
a. SD
b. SMP
c. SMA
d. Akademi/Diploma
e. Sarjana (S1, S2, S3)
Total

Jumlah
N

9
8
12
0
0
29

31,0
27,6
41,4
0
0
100

0
0
8
0
21
29

0
0
27,6
0
72,4
100

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa pekerjaan orang tua yang
paling banyak yaitu wiraswasta sebanyak 12 orang (41,4%), dan latar
pendidikan orang tua yang paling banyak yaitu Sarjana sebanyak 21 orang
(72,4%).

5.1.4. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada


Tidaknya Gangguan dalam Interaksi Sosial
Hasil penelitian karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda
Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, diperoleh distribusi berdasarkan ada
tidaknya gangguan interaksi sosial antara lain:

20

Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada


Tidaknya Gangguan dalam Interaksi Sosial
No.

Gangguan Interasi Sosial

1.

Kontak mata saat berbicara:


a. Ya
b. Tidak
Total
Ekspresi wajah dan bahasa
tubuh yang sesuai:
a. Ya
b. Tidak
Total
Bermain dengan anak
seusianya:
a. Ya
b. Tidak
Total
Berempati dan mengekspresikan emosi yang sesuai:
a. Ya
b. Tidak
Total

2.

3.

4.

Anak Penderita Autis


N
%
20
9
29

69
31
100

16
13
29

55,2
44,8
100

13
16
29

44,8
55,2
100

10
19
29

34,5
65,5
100

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa anak yang melakukan kontak
mata sebanyak 20 orang (69%), anak yang tidak mampu mengekspresikan
wajah dan bahasa tubuh yang sesuai sebanyak 13 orang (44,8%), anak yang
tidak mau bermain dengan teman seusianya sebanyak 16 orang (55,2%), dan
anak yang tidak mampu berempati dan mengekspresikan emosi yang sesuai
sebanyak 19 orang (65,5%).

5.1.5. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada


Tidaknya Gangguan Berkomunikasi
Hasil penelitian karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda
Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, diperoleh distribusi berdasarkan ada
tidaknya gangguan berkomunikasi antara lain:

21

Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada


Tidaknya Gangguan Berkomunikasi
No.

Gangguan Berkomunikasi

1.

Kebiasaan ekolalia:
a. Ya
b. Tidak
Total
Kemampuan berbicara sesuai
dengan tahap perkembangannya:
a. Ya
b. Tidak
Total

2.

Anak Penderita Autis


N
%
10
19
29

34,5
65,5
100

4
25
29

13,8
86,2
100

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa anak yang menpunyai


kebiasaan ekolalia sebanyak 10 orang (34,5%) dan tidak mampu berbicara
sesuai dengan tahap perkembangannya sebanyak 25 orang (86,2%).

5.1.6. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada


Tidaknya Gangguan Tingkah Laku
Hasil penelitian karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda
Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, diperoleh distribusi berdasarkan ada
tidaknya gangguan tingkah laku antara lain:
Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada
Tidaknya Gangguan Tingkah Laku
No.

Gangguan Tingkah Laku

1.

Kebiasaan atau ritual tertentu


yang tidak normal yang
harus dilakukan setiap hari:
a. Ya
b. Tidak
Total
Menggunakan mainan sesuai
dengan fungsinya:
a. Ya
b. Tidak
Total

2.

Anak Penderita Autis


N
%

12
17
29

41,4
58,6
100

16
13
29

55,2
44,8
100

22

3.

4.

5.

Memiliki perilaku temper


tantrum:
a. Ya
b. Tidak
Total
Kecenderungan
menyakiti
diri sendiri:
a. Ya
b. Tidak
Total
Tingkah laku stereotipe dan
repetitif:
a. Ya
b. Tidak
Total

11
18
29

37,9
62,1
100

5
24
29

17,2
82,8
100

8
21
29

27,6
72,4
100

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa anak yang memiliki


kebiasaan atau ritual tertentu yang tidak normal yang harus dilakukan setiap
hari sebanyak 12 orang (41,4%), anak yang tidak mampu menggunakan
mainan sesuai dengan fungsinya sebanyak 13 orang (44,8%), anak yang
mempunyai kebiasaan temper tantrum yaitu sebanyak 11 orang (37,9%), anak
yang mempunyai kecenderungan menyakiti diri sendiri sebanyak 5 orang
(17,20%) dan anak yang memiliki tingkah laku stereotip dan repetitif
sebanyak 8 orang (27,6%).

5.1.7. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan


Interaksi Sosial
Hasil penelitian karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda
Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, diperoleh distribusi

proporsi umur

berdasarkan ada tidaknya gangguan interaksi sosial antara lain:

23

Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ada Tidaknya


Gangguan dalam Interaksi Sosial

No.

Kelompok
Umur

1.

2-5 tahun

2.

6-10 tahun

3.

10-13 tahun

4.

14-16 tahun

5.

17-20 tahun
TOTAL

KM

X
%
%
6
4
20,7 13,8
9
0
31
0
4
3
13,8 10,3
1
0
3,4
0
0
2
0
6,9
20
9
69
31

Gangguan Interaksi Sosial


EWB
BM

X
%
%
%
%
5
5
4
6
17,2 17,2 13,8 20,7
7
3
7
2
24,1 10,3 24,1 6,9
4
2
2
5
13,8 6,9
5
17,2
0
1
0
1
0
3,4
0
3,4
0
2
0
2
0
6,9
0
6,9
16
13
13
16
55,2 44,8 44,8 55,2

%
3
10,3
4
13,8
2
6,9
1
3,4
0
0
10
34,5

EE
X
%
7
24,1
5
17,2
5
17,2
0
0
2
6,9
19
65,5

*Keterangan:
KM : kontak mata
EWB : ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang sesuai
BM : bermain dengan anak seusianya
EE
: berempati dan Mengekspresikan emosi yang sesuai

: Ya
X
: Tidak
Berdasarkan tabel diatas, kelompok umur yang paling banyak menunjukkan
gangguan interaksi sosial adalah kelompok umur 2-5 tahun dimana yang tidak
melakukan kontak mata saat diajak bicara sebanyak 4 orang (13,8%), tidak
menunjukkan ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang sesuai sebanyak 5 orang
(17,2%), tidak bermain dengan anak seusianya sebanyak 6 orang (20,7%),
dan tidak mampu berempati dan menunjukkan emosi yang sesuai sebanyak 7
orang (24,1%).

24

5.1.8. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan


Berkomunikasi
Hasil penelitian karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda
Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, diperoleh distribusi proporsi umur
berdasarkan ada tidaknya gangguan berkomunikasi antara lain:

Tabel 5.7. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ada Tidaknya


Gangguan Berkomunikasi

No.

Kelompok
Umur

1.

2-5 tahun

2.

6-10 tahun

3.

10-13 tahun

4.

14-16 tahun

5.

17-20 tahun
TOTAL

%
4
13,8
3
10,3
2
6,9
0
0
1
3,4
10
34,5

Gangguan Berkomunikasi
KE
MB
X

%
%
6
0
20,7
0
6
2
20,7
6,9
5
1
17,2
3,4
1
1
3,4
3,4
1
0
3,4
0
19
4
65,5
13,8

X
%
10
34,5
7
24,1
6
20,7
0
0
2
6,9
25
86,2

*Keterangan:
KE
: Kebiasaan Ekolalia
MB : mampu berbicara sesuai dengan tahap perkembangannya

: Ya
X
: Tidak
Berdasarkan tabel diatas, kelompok umur yang paling banyak menunjukkan
gangguan berkomunikasi adalah kelompok umur 2-5 tahun dimana untuk
kebiasaan ekolalia sebanyak 6 orang (20,7%), dan tidak dapat berbicara
sesuai dengan tahap perkembangannya sebanyak 10 orang (34,5%).

25

5.1.9. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan


Tingkah Laku
Hasil penelitian karakteristik anak-anak penderita autis di Yayasan Ananda
Karsa Mandiri (YAKARI) Medan, diperoleh distribusi proporsi umur
berdasarkan ada tidaknya gangguan berkomunikasi antara lain:

Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan Berkomunikasi

No.

Kelompok
Umur

1.

2-5 tahun

2.

6-10 tahun

3.

10-13 tahun

4.

14-16 tahun

5.

17-20 tahun
TOTAL

RTN

X
%
%
4
6
13,8
20,7
3
6
10,3
20,7
3
4
10,3
13,8
0
1
0
3,4
2
0
6,9
0
12
17
41,4
58,6

Gangguan Tingkah Laku


MF
TT
MDS

X
%
%
%
%
%
%
6
4
2
8
1
9
20,7 13,8
6,9
27,6 3,4
31
6
3
5
4
0
9
20,7 10,3 17,2 13,8
0
31
4
3
2
5
2
5
13,8 10,3
6,9
17,2 6,9
17,2
0
1
0
1
0
1
0
3,4
0
3,4
0
3,4
0
2
2
0
2
0
0
6,9
6,9
0
6,9
0
16
13
11
18
5
24
55,2 44,8 37,9 62,1 17,2 82,8

%
1
3,4
2
6,9
4
13,8
0
0
1
3,4
8
27,6

SR
X
%
9
31
7
24,1
3
10,3
1
3,4
1
3,4
21
72,4

*Keterangan:
RTN : Kebiasaan atau ritual tertentu yang tidak normal yang harus dilakukan
MF : Menggunakan mainan sesuai dengan fungsinya
TT : Memiliki perilaku temper tantrum
MDS : Kecenderungan menyakiti diri sendiri
SR : Tingkah laku stereotipe dan repetitif

: Ya
X
: Tidak

26

27

Dari tabel diatas, kelompok umur yang paling banyak menunjukkan


gangguan tingkah laku sangat beragam. Kebiasaan atau ritual tertentu yang
tidak normal yang harus dilakukan setiap hari paling banyak pada kelompok
umur 2-5 tahun sebanyak 4 orang (13,8%), tidak menggunakan mainan sesuai
dengan fungsinya paling banyak pada kelompok umur 2-5 tahun sebanyak 4
orang (13,8%), memiliki perilaku temper tantrum paling banyak pada
kelompok umur 6-10 tahun sebanyak 5 (17,2%), memiliki kecenderungan
menyakiti diri sendiri paling banyak pada kelompok umur 10-13 tahun dan
kelompok umur 17-20 tahun masing-masing sebanyak 2 orang (6,9%) dan
mempunyai tingkah laku stereotipe dan repetitif paling banyak pada
kelompok umur 10-13 tahun sebanyak 4 orang (13,8%).

5.2. Pembahasan
5.2.1. Anak Penderita Autis Berdasarkan Sosiodemografi
Hal-hal yang diamati berdasarkan sosiodemografi yaitu umur, jenis kelamin,
suku bangsa dan agama.

5.2.1.1.

Umur

Proporsi umur yang tertinggi pada anak penderita autis adalah anak dengan
kelompok umur 2-5 tahun yaitu 34,5%. Sedangkan proporsi terendah pada
anak penderita autis adalah anak dengan kelompok umru 14-16 tahun yaitu
3,4% (tabel 5.1.).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Williams (2008),
dimana pada penelitian tersebut menunjukkan umur untuk anak autis yang
paling banyak berada pada rentang 2-5 tahun atau tepatnya usia 45 bulan.
Peneliti juga berasumsi, hal ini juga dikarenakan adanya kegiatan terapi yang
tidak mengikat dan memaksa. Artinya setelah beberapa waktu menjalani
terapi, dengan berbagai alasan orang tua menghentikan kegiatan terapinya di
Yayasan ini. Karena dari data yang didapat dari yayasan, lebih dari 50%
kegiatan terapi dimulai pada rentang umur 2-5 tahun.

28

5.2.1.2.

Jenis Kelamin

Proporsi jenis kelamin yang tertinggi pada anak penderita autis adalah anak
dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 75,9%. Sedangkan proporsi terendah
pada anak penderita autis adalah anak dengan jenis kelamin perempuan yaitu
24,1% (tabel 5.1.).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Williams (2008)
bahwa proporsi anak penderita autis berdasarkan jenis kelamin yang
terbanyak adalah laki-laki yaitu sebanyak 87,2%.
5.2.1.3.

Suku Bangsa

Proporsi suku bangsa yang tertinggi pada anak penderita autis berdasarkan
suku bangsa adalah suku batak yaitu 55,2%. Sedangkan proporsi terendah
adalah suku lainnya dalam hal ini adalah suku gayo sebanyak 3,4% (tabel
5.1.).
Belum ada penelitian yang menunjukkan pengaruh suku bangsa terhadap
kejadian autis. Di Indonesia sendiri didapat hasil yang sangat beragam
tergantung lokasi penelitian.
5.2.1.4.

Agama

Proporsi agama yang tertinggi pada anak penderita autis berdasarkan agama
adalah agama Islam yaitu 55%. Sedangkan proporsi terendah adalah agama
Budha sebesar 10% (tabel 5.1.).
Tidak pernah ada penelitian yang menyangkutkan agama terhadap kejadian
autis. Hasilnya pun pasti sangat beragam sesuai tempat dan lokasi penelitian.

5.2.2. Anak Penderita Autis Berdasarkan Latar Belakang Orang Tua


Hal-hal yang diamati berdasarkan latar bekalang orang tua yaitu pekerjaan
dan pendidikan akhir orang tua. Proporsi yang tertinggi pada pekerjaan orang

29

tua dari anak penderita autis adalah wiraswasta yaitu 41%. Sedangkan
proporsi terendah adalah PNS/POLRI/ABRI sebesar 10% (tabel 5.2.).
Terlihat bahwa kebanyak anak penderita autis kebanyakan berasan dari
kalangan ekonomi yang mapan. Memang belum ada penelitian yang khusus
membahas tentang ini. Hasil ini juga dapat dipengaruhi oleh lokasi penelitian
yang merupakan tempat terapi autis terpadu. Dengan biaya yang cukup tinggi,
tentunya hanya anak dari keluarga dengan ekonomi yang mapan yang mampu
mengikuti terapi ini.
Proporsi yang tertinggi pada pendidikan orang tua dari anak penderita autis
adalah Sarjana yaitu 72% (tabel 5.2.). Terlihat bahwa kebanyakan anak-anak
autis lahir dari orang tua dengan tingkat pendidikan yang baik.

5.2.3. Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan


Interaksi Sosial
Dalam gangguan interaksi sosial, hal-hal yang diamati adalah kontak mata
saat diajak bicara, ekspresi wajah dan tubuh yang sesuai, barmain dengan
anak seusianya, dan berempati dan mengekspresikan emosi yang sesuai.
Tabel 5.3. menunjukkan bahwa anak yang melakukan kontak mata saat diajak
bicara sebanyak 69%, anak yang menunjukkan ekspresi wajah dan tubuh
yang sesuai sebanyak 55,2%, anak yang bermain dengan anak seusianya
sebanyak 44,8% dan anak yang berempati dan mengekspresikan emosi yang
sesuai sebanyak 34,5%.
Terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil yang didapat oleh penelitian
sebelumnya.

Hasil

penelitian

yang

didapat

oleh

Volkmar

(1995)

menyebutkan dari 100 anak penderita autis yang diamati, hanya 2% saja yang
melakukan kontak mata saat diajak bicara. Bahkan ada 50% anak yang sama
sekali tidak melakukan kontak mata sepanjang pembicaraan. Perbedaan ini

30

mungkin dikarenakan, anak autis yang dijadikan sampel penelitian telah


melakukan terapi yang intensif.
Sama dengan hasil penelitian ini, selain kontak mata, penelitian yang
dilakukan oleh Salomon (2008) juga menunjukkan bahwa anak autis
memiliki interaksi sosial

yang buruk. Hal-hal yang diamati mencakup

bermain dengan teman sebaya, menggunakan bahasa non-verbal, kemampuan


bekerja sama dengan teman sebaya, berempati dan berbagi dengan sekitar
menunjukkan adanya regresi yang signifikan jika dibandingkan dengan
kelompok pembanding yang merupakan anak non-autis.

5.2.4. Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan


Berkomunikasi
Berdasarkan ada tidaknya gangguan berkomunikasi, hasil yang didapat yaitu
anak yang memiliki kebiasaan ekolalia yaitu 34,4% dan anak yang mampu
berbicara sesuai dengan tahap perkembangannya hanya 13,8% (tabel 5.4.).
Paul (1987) dalam Davidson (2006), menjelaskan sekitar 50% anak penderita
autis tidak pernah belajar berbicara sama sekali. Namun pada mereka yang
belajar berbicara, bicaranya mencakup berbagai keanehan termasuk ekolalia.
Namun hal ini dapat menghilang seiring kemampuan berbahasanya melalui
pelatihan yang intensif.
Penelitian yang dilakukan oleh Baird (2008), 30% anak menunjukkan
keterlambatan kemampuan berbicara sesuai dengan tahap perkembangannya
dan 8% dari 30% tersebut menunjukkan kemampuan berbahasa yang sangat
buruk.
Seperti yang dijelaskan oleh Paul (1987) dalam Davidson (2006), kelemahan
komunikasi dapat menjadi penyebab kelemahan sosial pada anak penderita
autis dan bukan sebaliknya. Meskipun demikian, sekalipun anak mereka telah
belajar berbicara sering kali kurang memiliki spontanitas verbal dan jarang
berekspresi secara verbal serta pengguanaan bahasa mereka tidak selalu tepat.

31

5.2.5. Anak Penderita Autis Berdasarkan Ada Tidaknya Gangguan


Tingkah Laku
Berdasarkan ada tidaknya gangguan tingkah laku, hasil yang didapat yaitu
anak yang memiliki kebiasaan atau ritual tertentu yang tidak normal yang
harus dilakukan setiap hari yaitu 41,4%, anak yang mampu mengguanakan
mainan sesuai dengan fungsinya sebanyak 55,2%, anak yang mempunya
kebiasaan temper tantrum yaitu sebanyak 37,9%, anak yang mempunya
kecenderungan menyakiti diri sendiri sebanyak 17,20% dan anak yang
memiliki tingkah laku stereotip dan repetitif sebanyak 27,6% (tabel 5.5.).
Kebiasaan atau ritual yang tidak normal yang harus dilakukan setiap hari dan
akan sangat marah jika kebiasaan itu tidak dilakukan atau bahkan berubah,
merupakan kebiasaan anak yang sering muncul di awal masa sekolah yaitu
antara umur 6-10 tahun (Davidson, 2006). Pada penelitian kali ini, kebiasaan
yang terlihat saat observasi yaitu jongkok disudut kelas tiap jam 11 selama 10
menit, menjentik-jentikkan jari setiap mendengar dentingan jam yang
berbunyi setiap jam, menatap sangat lama kipas angin atau benda berputar
dan peneliti juga mendapat informasi dari terapis bahwa beberapa anak juga
mempunya kebiasaan menggosok gigi setiap jam 9 malam dan akan sangat
marah jika ternyata dia tahu dia belum gosok gigi padahal sudah lewat jam 9
malam.
Bauminger (2008) juga meneliti ketidakmampuan anak autis dalam
menggunakan mainan sesuai dengan fungsinya dan mendapatkan hasil yang
tidak terlalu bermakna. Pada penelitian ini, saat observasi peneliti mendapat
ada 44,8% anak yang tidak mampu menggunakan mainan sesuai dengan
fungsinya misalnya saat diberikan sebuah crayon warna, anak tersebut
langsung menghancurkannya dan membuang krayon dengan sembarangan.

32

Perilaku temper tantrum dan kecenderungan menyakiti diri sendiri merupakan


gangguan tingkah laku yang paling meresahkan orang tua yang memiliki anak
penderita autis. Penelitian yang dilakukan oleh West (2009), menyebutkan
bahwa sekitar 17% anak autis mengalami depresi yang diungkapkan dengan
cara kecenderungan menyakiti diri sendiri dan adanya perilaku temper
tantrum. Atau dengan istilah yang lain, mereka menyebutnya dengan sebutan
mood disorder.
Beberapa penelitian sering menyebutkan bahwa adanya kebiasaan anak autis
berupa gerakan aneh yang diulang-ulang (stereotip dan repetitif) sering
diartikan sebagai gangguan neurologi (Williams, 2008). Hasil yang tidak
berbeda didapatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Goldman (2009),
dimana 44% anak mempunyai kebiasaan kebiasaan berupa gerakan-gerakan
aneh yang diulang-ulang dan harus dilakukan setiap hari. Namun penelitian
ini tidak menerangkan gerakan aneh seperti apa yang dimaksud. Pada
penelitian kali ini, saat observasi terlihat gerakan aneh tersebut berupa
menggerakkan kepala ke kiri terus menerus sesering mungkin dan mengedipngedipkan mata.
5.2.6. Distribusi

Umur

Bedasarkan

Gangguan

Interaksi

Sosial,

Berkomunikasi dan Tingkah Laku


Dari tabel 5.6., tabel 5.7. dan tabel 5.8. dapat dilihat sebagian besar gangguan
berada pada kelompok umur 2-5 tahun. Untuk gangguan interaksi sosial dan
gangguan berkomunikasi, kelompok umur 2-5 tahun merupakan kelompok
paling banyak jumlahnya.
Hasil yang tidak berbeda didapatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh
Shumway (2009), dimana kebanyakan anak mulai terlihat gangguan dalam
berbahasa pada kelompok umur 2-5 tahun. Menurut penelitian ini, masa
rentang umur ini adalah saat yang sangat kritis untuk melakukan pemeriksaan
terhadap pola komunikasinya khususnya pada anak yang belum mengikuti
pendidikan formal maupun informal. Dari hasil penelitiannya, ditemukan

33

anak pada rentang umur ini, hampir selalu tidak melakukan kontak mata saat
berkomunikasi, bagi anak yang melakukannya pandangan seolah-olah
menembus terhadap apa yang dilihatnya (fokus pandangan tak terhingga).
Peneliti juga berasumsi, hasil ini dikarenakan anak pada kelompok umur ini
baru memulai terapi nya di sekolah khusus autis, sehingga gejala-gejala
masih muncul. Sedangkan pada kelompok umur yang lebih tinggi, anak-anak
tersebut telah lama menjalani terapi sehingga gejala terlihat lebih ringan.
Pada penelitian yang menghubungkan antara tingkah laku stereotip dan
kecenderungan menyakiti diri sendiri, oleh Gal E (2008) dikatakan bahwa
anak yang memiliki tingkah laku stereotip mempunyai kebiasaan yang lebih
besar untuk menyakiti diri sendiri. Hal yang sama didapatkan pada penelitian
ini dimana tingkah laku stereotip dan repetitif paling banyak pada kelompok
umur 10-13 tahun (13,8%). Sementara itu, dari 17,2% anak yang memiliki
kecenderungan menyakiti diri sendiri, 6,9 % diantaranya berada pada
kelompok umur 10-13 tahun juga.

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam
penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu:
1. Distribusi proporsi anak penderita autis berdasarkan sosiodemografi yaitu
umur yang terbanyak adalah anak dengan kelompok umur 2-5 tahun
(34,5%), jenis kelamin yang terbanyak adalah laki-laki (75,9%), suku
bangsa yang terbanyak adalah suku batak (55,2%), dan agama yang
terbanyak adalah agama Islam (55%).
2. Distribusi proporsi anak penderita autis berdasarkan latar belakang orang
tua yaitu pekerjaan orang tua yang tertinggi adalah wiraswasta (41%),
pendidikan orang tua dari anak penderita autis yang terbanyak adalah
Sarjana (72%).
3. Distribusi proporsi anak penderita autis berdasarkan ada tidaknya
gangguan interaksi sosial yaitu anak yang melakukan kontak mata saat
diajak bicara sebanyak 69%, anak yang menunjukkan ekspresi wajah dan
tubuh yang sesuai sebanyak 55,2%, anak yang bermain dengan anak
seusianya

sebanyak

44,8%

dan

anak

yang

berempati

dan

mengekspresikan emosi yang sesuai sebanyak 34,5%.


4. Distribusi proprsi anak penderita autis berdasarkan ada tidaknya
gangguan berkomunikasi yaitu anak yang memiliki kebiasaan ekolalia
yaitu 34,4% dan anak yang mampu berbicara sesuai dengan tahap
perkembangannya hanya 13,8%.
5. Distribusi proporsi anak penderita autis berdasarkan ada tidaknya
gangguan tingkah laku yaitu anak yang memiliki kebiasaan atau ritual
tertentu yang tidak normal yang harus dilakukan setiap hari yaitu 41,4%,
anak yang mampu mengguanakan mainan sesuai dengan fungsinya
sebanyak 55,2%, anak yang mempunya kebiasaan temper tantrum yaitu

35

sebanyak 37,9%, anak yang mempunya kecenderungan menyakiti diri


sendiri sebanyak 17,20% dan anak yang memiliki tingkah laku stereotip
dan repetitif sebanyak 27,6%.
6. Sebagian besar gangguan berada pada kelompok umur 2-5 tahun. Untuk
gangguan interaksi sosial dan gangguan berkomunikasi, kelompok umur
2-5 tahun merupakan kelompok paling banyak jumlahnya.

6.2. Saran
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang
mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam
penelitian ini. Adapun saran tersebut, yaitu:
1.

Penyakit autis merupakan penyakit yang belum terlalu dikenal


masyarakat luas. Diharapkan kepada Dinas Kesehatan untuk lebih
mensosialisasikan penyakit autis untuk deteksi dini sehingga tercapai
penanganan yang maksimal.

2.

Melalui hasil yang didapat dari penelitian ini, dengan beragamnya


karakteristik anak autis, diharapkan kepada Dinas Kesehatan untuk
dapat memberikan acuan dalam memberikan penanganan bagi anak
autis sesuai dengan karakteristiknya.

3.

Penelitian ini hanya menggunakan 1 kali observasi, diharapkan pada


penelitian selanjutnya bisa melakukan observasi lebih dari 1 kali untuk
benar-benar melihat gejala-gejala yang ada yang mungkin tidak dapat
muncul setiap hari.

36

DAFTAR PUSTAKA

Alloy, L.B., Riskind, J.H., Manos, M.J., 2005. Abnormal Psychology: Current
Perspectives Ninth Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
Association, American Psychiatric, 2000. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision, DSM-IV-TR. American
Psychiatric Association, Washington DC.
Bauminger, N., Marjorie, S., Anat, A., Kelly, H., Lilach, G., John, B., Sally, J. R.,
2008. Children with Autism and Their Friends: A Multidimensional Study of
Friendship in High-Functioning Autism Spectrum Disorders. Available
from:
http://proquest.umi.com/pqdweb?index=3&did=1422287331&SrchMode=1
&sid=1&Fmt=6&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&VName=PQD
&TS=1258547817&clientId=63928. [Accesed 22 October 2009]
Baird, G., Charman, T., Pickles, A., Chandler, S., Loucas, T., Meldrum, D.,
Carcani, R. I., Serkana, D., Simonof, E., 2008. Regression, developmental
trajectory and associated problems in disorders in the autism spectrum: the
SNAP study. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18449635?itool=EntrezSystem2.PEntr
ez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_RVDocSum&ordinalpos=14.
[Accesed 1 November 2009]
Davidson, G.C., Neale, J.M., and Kring, A.M., 2006. Psikologi Abnormal Edisi
ke-9. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Feigelman, S., 2008. Growth, Development, and Behavior. In: Kliegman, R.M.,
Behrman, R.E., Jenson, H.B., Stanton, B.F.,. Nelson Textbook of Pediatrics
18th Edition. New York: Saunders Elsevier, 54-65.
Goldman, S., Cuiling, W., Miran, W. S., Paul, E. G., 2009. Motor Stereotypies in
Children with Autism and other Developmental Disorders. Available from:

37

http://proquest.umi.com/pqdweb?index=0&did=1631384841&SrchMode=1
&sid=3&Fmt=4&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&VName=PQD
&TS=1258547276&clientId=63928. [Accesed 1 November 2009]
Halgin, R.P., and Whitbourne, S.R., 1997. Abnormal Psychology: The Human
Expenence of Psychological Disorders. USA: Times Minor Higher
Education Group, Inc.
Jepson, B.M.D., 2003. Understanding Autism: The Physiological Basis and
Biomedical Intervention Options of Autism Spectrum Disorders, Childrens
Biomedical Center of Utah. Available from:
http://puterakembara.org/rm/Dr_Jepson.pdf. [ Accesed 20 March 2009].
Judarwanto, W., 2008a. Deteksi Dini dan Skrining Autis. Available from:
http://puterakembara.org/archives10/00000055.shtml.

[Accesed

28

February 2009].
________, 2008b. Pencegahan Autis Pada Anak. Available from:
http://puterakembara.org/archives10/00000056.shtml. [Accesed 28 February
2009
Noelan and Hoksema, 2007. Abnormal Psychology. New York: McGraw-Hill
Companies, Inc.
Perko, S., and McLaughlin, T.F., 2002. Autism: Characteristic, Causes, and some
Educational Intervention. International Journal of Special Education Vol
17. No.2. Available from:
http://www.internationalsped.com/documents/autism2(7)c.doc. [Accesed 22
March 2009].
Shumway, S., Amy, M. W., 2009. Communicative Acts of Children with Autosm
Spectrum Disorders in The Second Year of Life. Available from:
http://proquest.umi.com/pqdweb?index=0&did=1876778151&SrchMode=1

38

&sid=1&Fmt=4&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&VName=PQD
&TS=1258548082&clientId=63928. [Accesed 23 October 2009]
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kkedokteran
EGC
Trottier, G., Srivastava, L. , Walker, C.D., 1999. Etiology of Infantile Autism: a
Review of Recent Advance in Genetic and Neurobiological Research.
Journal of Psychiatry and Neuroscience. Available from:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1188990.
[Accesed 20 March 2009]
Veskarisyanti, G.A., 2008. 12 Terapi Autis Paling Efektif & Hemat: untuk Autis,
Hiperaktif, dan Retardasi Mental. Yogyakarta: Pustaka Anggrek.
Volkmar, F. R., et al. 1995. An Evaluating of DSM-III Criteria for Infantile
Autism. Journal of the American Academy of Child Psychiatry. Available
from:
http://ajp.psychiatryonline.org/cgi/reprint/145/11/1404?maxtoshow=&HITS
=10&hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=evaluation+of+DSM+III+Vol
kmar&searchid=1&FIRSTINDEX=0&sortspec=relevance&resourcetype=H
WCIT. [Accesed 1 March 2009]
Willian, E., Kate, T., Helen, S., Alan, E., 2008. Prevalence and Characteristic oc
Autistic Spectrum Disorders in ALSPAC Cohort. Available from:
http://proquest.umi.com/pqdweb?index=0&did=1555646351&SrchMode=1
&sid=2&Fmt=4&VInst=PROD&VType=PQD&RQT=309&VName=PQD
&TS=1258547162&clientId=63928. [Accesed 20 October 2009]
Yoder, K.E., 2004. Exploring Autism: the Search for a Genetc Etiology, Penn
State College of Medicine. Available from:
http://www.childadvocate.net/autism_and_genetics.htm. [Accesed 22 March
2009]

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Dinda Sartika F J

Tempat/Tanggal Lahir

: Sibolga/21Juni 1988

Agama

: Islam

Alamat

: Jl. D. I. Panjaitan No. 2 Medan

Riwayat Pendidikan

: 1. Tahun 1994 lulus Taman Kanak-Kanak Aisyiyah


Sibolga
2. Tahun 2000 lulus SD Negeri No. 084089 Sibolga
3. Tahun 2003 lulus SMP Swasta Almuslimin Pandan
4. Tahun 2006 lulus SMA N 1 (PLUS) Matauli Pandan

Riwayat Pelatihan

: 1. Seminar dan Workshop Resusitasi Jantung Paru


Otak (RJPO) TBM FK USU 2007

Riwayat Organisasi

: 1. Anggota/Pengurus TIM BANTUAN MEDIS (TBM)


FK USU Periode 2007-2008

LEMBAR PENGAMATAN

1. Identitas Anak dan Keluarga


Data Diri Anak
Nama

Umur

Jenis Kelamin

Agama

Suku Bangsa

Data Diri Orang Tua


Nama

Umur

Jenis Kelamin

Agama

Suku Bangsa

Pekerjaan

Pendidikan Terakhir

2. Karakteristik yang diamati


A. Interaksi Sosial:
1. Apakah anak melakukan kontak mata saat diajak berbicara?
a. Ya

b. Tidak

2. Apakah anak memperlihatkan ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang


sesuai saat diajak berbicara?
a. Ya

b. Tidak

3. Apakah anak mau bermain dengan anak seusianya?


a. Ya

b. Tidak

4. Apakah anak mampu berempati dan mengekspresikan emosi yang


seharusnya pada teman ataupun orang lain?
a. Ya

b. Tidak

B. Gangguan berbahasa dan berbicara:


1. Apakah anak mempunyai kebiasaan ekolalia (membeo atau mengulangi
apa yang kita ucapkan)?
a. Ya

b. Tidak

2. Apakah anak memiliki keterlambatan dalam hal berbicara dan berbahasa


sesuai tahap perkembangannya?
Umur
2-3 tahun

Kemampuan
Mampu menyusun kalimat dan

Ya

Tidak

Ya

Tidak

Ya

Tidak

Ya

Tidak

Ya

Tidak

Ya

Tidak

mempergunakan kata-kata saya, mampu


bertanya, mengerti kata-kata yang
ditujukan kepadanya
3-4 tahun

Mampu menyebut namanya, jenis kelamin


dan umurnya dan banyak bertanya

4-5 tahun

Dapat menyebut hari-hari dalam


seminggu, dapat mengulang cerita yang
baru didengarnya

5-6 tahun

Mampu menggunakan kalimat yang


menujukan masa depan, misalnya: hal-hal
yang dilakukannya dan mampu
menceritakan cita-citanya

6-10 tahun

Mampu mengulangi dengan tepat kalimatkalimat panjang dalam sebuah paragraf


atau cerita yang baru dibacanya

10-20 tahun

Mampu mengekspresikan pikirannya


dengan bahasa dan artikulasi yang tepat

( *pilih salah satu sesuai umur)

C. Gangguan Tingkah Laku:


1. Apakah anak mempunyai kebiasaan atau ritual tertentu yang tidak normal
yang harus selalu dilakukan tiap hari?
a. Ya

b. Tidak

2. Apakah anak mampu menggunakan mainan sesuai dengan fungsinya?


a. Ya

b. Tidak

3. Apakah anak memperlihatkan perilaku temper tantrum (mengamuk tak


terkendali) jika dilarang atau tidak diberi keinginannya?
a. Ya

b. Tidak

4. Apakah anak mempunyai kecenderungan menyakiti diri sendiri?


a. Ya

b. Tidak

5. Apakah anak punya tingkah laku stereotip dan repetitivef misalnya


mengepakkan tangan atau menjentikkan jari berulang-ulang?
a. Ya

b. Tidak

DATA INDUK
Nama
D1
D2
D3
D4
D5
D6
D7
D8
D9
D 10
D 11
D 12
D 13
D 14
D 15
D 16
D 17
D 18
D 19
D 20
D 21
D 22
D 23
D 24
D 25
D 26
D 27
D 28
D 29

Umur
14 - 16 tahun
6 - 10 tahun
6 - 10 tahun
17 - 20 tahun
2 - 5 tahun
2 - 5 tahun
6 - 10 tahun
10 - 13 tahun
2 - 5 tahun
6 - 10 tahun
10 - 13 tahun
6 - 10 tahun
2 - 5 tahun
10 - 13 tahun
6 - 10 tahun
17 - 20 tahun
6 - 10 tahun
10 - 13 tahun
2 - 5 tahun
2 - 5 tahun
2 - 5 tahun
2 - 5 tahun
10 - 13 tahun
6 - 10 tahun
10 - 13 tahun
10 - 13 tahun
2 - 5 tahun
6 - 10 tahun
2 - 5 tahun

Jenis Kelamin
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Perempuan
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Laki-laki
Perempuan
Perempuan

Agama
Islam
Islam
Islam
Kristen Protestan
Kristen Protestan
Islam
Islam
Islam
Kristen Protestan
Kristen Protestan
Islam
Islam
Islam
Islam
Budha
Budha
Kristen Protestan
Islam
Islam
Kristen Katolik
Islam
Kristen Protestan
Islam
Budha
Kristen Protestan
Kristen Katolik
Islam
Kristen Protestan
Islam

Suku Bangsa
Batak
Batak
Batak
tionghoa
Batak
lainnya
Batak
Jawa
Batak
Batak
Jawa
Jawa
Jawa
Batak
tionghoa
tionghoa
Batak
Jawa
Batak
Batak
Jawa
Batak
Jawa
tionghoa
Batak
Batak
Jawa
Batak
Batak

Pekerjaan Orang Tua Pendidikan Orang Tua


PNS/POLRI/ABRI
Sarjana
Karyawan Perusahaan
Sarjana
Wiraswasta
Sarjana
PNS/POLRI/ABRI
Sarjana
Karyawan Perusahaan
Sarjana
Karyawan Perusahaan
Sarjana
PNS/POLRI/ABRI
SMA
Karyawan Perusahaan
Sarjana
Wiraswasta
SMA
Karyawan Perusahaan
Sarjana
PNS/POLRI/ABRI
Sarjana
PNS/POLRI/ABRI
Sarjana
PNS/POLRI/ABRI
SMA
Wiraswasta
Sarjana
Wiraswasta
SMA
Wiraswasta
Sarjana
PNS/POLRI/ABRI
SMA
Karyawan Perusahaan
Sarjana
PNS/POLRI/ABRI
Sarjana
Karyawan Perusahaan
Sarjana
Wiraswasta
Sarjana
Wiraswasta
Sarjana
PNS/POLRI/ABRI
Sarjana
Wiraswasta
Sarjana
Wiraswasta
SMA
Wiraswasta
SMA
Wiraswasta
Sarjana
Karyawan Perusahaan
Sarjana
Wiraswasta
SMA

Nama
D1
D2
D3
D4
D5
D6
D7
D8
D9
D 10
D 11
D 12
D 13
D 14
D 15
D 16
D 17
D 18
D 19
D20
D21
D22
D23
D24
D25
D26
D27
D28
D29

KM
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Ya
Ya
Tidak

EWB
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Ya
Ya
Tidak

BM
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak

EE
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak

KE
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak

MB
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak

RTN
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak

MF
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak

TT
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak

MDS
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak

SR
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Tidak

Umur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid 2 - 5 tahun

10

34.5

34.5

34.5

6 - 10 tahun

31.0

31.0

65.5

10 - 13 tahun

24.1

24.1

89.7

14 - 16 tahun

3.4

3.4

93.1

17 - 20 tahun

6.9

6.9

100.0

29

100.0

100.0

Total

Jenis Kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Laki-laki
Perempuan
Total

22

75.9

75.9

75.9

24.1

24.1

100.0

29

100.0

100.0

Suku Bangsa
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid batak

16

55.2

55.2

55.2

jawa

27.6

27.6

82.8

tionghoa

13.8

13.8

96.6

lainnya

3.4

3.4

100.0

29

100.0

100.0

Total

Agama
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Islam

16

55.2

55.2

55.2

Kristen Protestan

27.6

27.6

82.8

Kristen Katolik

6.9

6.9

89.7

Budha

10.3

10.3

100.0

Total

29

100.0

100.0

Statistics
Umur
N

Valid

Jenis Kelamin Agama

Suku Bangsa

29

29

29

29

Mean

2.1724

1.24

1.8276

1.66

Median

2.0000

1.00

1.0000

1.00

.435 1.25553

.857

1.362

.190

1.576

.734

Range

4.00

4.00

Minimum

1.00

1.00

Maximum

5.00

5.00

Missing

Std. Deviation

1.16708

Variance

Pekerjaan Orang Tua


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid PNS/POLRI/ABRI

31.0

31.0

31.0

Karyawan
Perusahaan

27.6

27.6

58.6

Wiraswasta

12

41.4

41.4

100.0

Total

29

100.0

100.0

Pendidikan Orang Tua


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid SMA

27.6

27.6

27.6

Sarjana

21

72.4

72.4

100.0

Total

29

100.0

100.0

Statistics
Pekerjaan
Orang Tua
N

Valid

Pendidikan
Orang Tua

29

29

Mean

2.1034

4.4483

Median

2.0000

5.0000

Std. Deviation

.85960

.90972

Variance

.739

.828

Range

2.00

2.00

Minimum

1.00

3.00

Maximum

3.00

5.00

Missing

Kontak Mata
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Ya

20

69.0

69.0

69.0

Tidak

31.0

31.0

100.0

Total

29

100.0

100.0

Ekspresi Wajah
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Ya

16

55.2

55.2

55.2

Tidak

13

44.8

44.8

100.0

Total

29

100.0

100.0

Bermain
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Ya

13

44.8

44.8

44.8

Tidak

16

55.2

55.2

100.0

Total

29

100.0

100.0

Ekspresi Emosi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Ya

10

34.5

34.5

34.5

Tidak

19

65.5

65.5

100.0

Total

29

100.0

100.0

Ekolalia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Ya

10

34.5

34.5

34.5

Tidak

19

65.5

65.5

100.0

Total

29

100.0

100.0

Statistics
Kontak
Mata
N

Valid

Ekspresi
Wajah

Bermain

Ekspresi
Emosi

29

29

29

29

Mean

1.3103

1.4483

1.5517

1.6552

Median

1.0000

1.0000

2.0000

2.0000

Std. Deviation

.47082

.50612

.50612

.48373

Variance

.222

.256

.256

.234

Range

1.00

1.00

1.00

1.00

Minimum

1.00

1.00

1.00

1.00

Maximum

2.00

2.00

2.00

2.00

Missing

Berbicara dan berbahasa


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Ya

13.8

13.8

13.8

Tidak

25

86.2

86.2

100.0

Total

29

100.0

100.0

Statistics
Berbicara dan
Ekolalia berbahasa
N

Valid

29

29

Mean

1.6552

1.8621

Median

2.0000

2.0000

Std. Deviation

.48373

.35093

Variance

.234

.123

Range

1.00

1.00

Minimum

1.00

1.00

Missing

Statistics
Berbicara dan
Ekolalia berbahasa
N

Valid

29

29

Mean

1.6552

1.8621

Median

2.0000

2.0000

Std. Deviation

.48373

.35093

Variance

.234

.123

Range

1.00

1.00

Minimum

1.00

1.00

Maximum

2.00

2.00

Missing

Ritual yang tidak normal


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Ya

12

41.4

41.4

41.4

Tidak

17

58.6

58.6

100.0

Total

29

100.0

100.0

gunakan mainan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Ya

16

55.2

55.2

55.2

Tidak

13

44.8

44.8

100.0

Total

29

100.0

100.0

Temper tantrum
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Ya

11

37.9

37.9

37.9

Tidak

18

62.1

62.1

100.0

Total

29

100.0

100.0

Menyakiti diri

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Ya

17.2

17.2

17.2

Tidak

24

82.8

82.8

100.0

Total

29

100.0

100.0

Tingkah laku stereotip


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent
Percent
Valid Ya

27.6

27.6

27.6

Tidak

21

72.4

72.4

100.0

Total

29

100.0

100.0

Statistics
Ritual yang
tidak normal
N

Valid

gunakan
mainan

Temper
tantrum

Menyakiti
diri

Tingkah laku
stereotip

29

29

29

29

29

Mean

1.5862

1.4483

1.6207

1.8276

1.7241

Median

2.0000

1.0000

2.0000

2.0000

2.0000

Std. Deviation

.50123

.50612

.49380

.38443

.45486

Variance

.251

.256

.244

.148

.207

Range

1.00

1.00

1.00

1.00

1.00

Minimum

1.00

1.00

1.00

1.00

1.00

Maximum

2.00

2.00

2.00

2.00

2.00

Missing

Umur * Kontak Mata Crosstabulation


Kontak Mata
Ya
Umur 2 - 5 tahun

Count
% of Total

6 - 10 tahun Count
% of Total

Tidak

Total

10

20.7%

13.8%

34.5%

31.0%

.0%

31.0%

10 - 13 tahun Count
% of Total

13.8%

10.3%

24.1%

3.4%

.0%

3.4%

.0%

6.9%

6.9%

20

29

69.0%

31.0%

100.0%

14 - 16 tahun Count
% of Total
17 - 20 tahun Count
% of Total
Total

Count
% of Total

Umur * Ekspresi Wajah Crosstabulation


Ekspresi Wajah
Ya
Umur 2 - 5 tahun

Count
% of Total

10

17.2%

17.2%

34.5%

24.1%

6.9%

31.0%

13.8%

10.3%

24.1%

.0%

3.4%

3.4%

.0%

6.9%

6.9%

16

13

29

55.2%

44.8%

100.0%

10 - 13 tahun Count
% of Total
14 - 16 tahun Count
% of Total
17 - 20 tahun Count
% of Total
Total

Count
% of Total

Total

6 - 10 tahun Count
% of Total

Tidak

Umur * Bermain Crosstabulation


Bermain
Ya
Umur 2 - 5 tahun

Count
% of Total

Tidak

Total

10

13.8%

20.7%

34.5%

6 - 10 tahun Count
% of Total

24.1%

6.9%

31.0%

6.9%

17.2%

24.1%

.0%

3.4%

3.4%

.0%

6.9%

6.9%

13

16

29

44.8%

55.2%

100.0%

10 - 13 tahun Count
% of Total
14 - 16 tahun Count
% of Total
17 - 20 tahun Count
% of Total
Total

Count
% of Total

Umur * Ekspresi Emosi Crosstabulation


Ekspresi Emosi
Ya
Umur 2 - 5 tahun

Count
% of Total

10

10.3%

24.1%

34.5%

13.8%

17.2%

31.0%

6.9%

17.2%

24.1%

3.4%

.0%

3.4%

.0%

6.9%

6.9%

10

19

29

34.5%

65.5%

100.0%

10 - 13 tahun Count
% of Total
14 - 16 tahun Count
% of Total
17 - 20 tahun Count
% of Total
Total

Count
% of Total

Total

6 - 10 tahun Count
% of Total

Tidak

Umur * Ekolalia Crosstabulation


Ekolalia
Ya
Umur 2 - 5 tahun

Count
% of Total

Tidak

Total

10

13.8%

20.7%

34.5%

6 - 10 tahun Count
% of Total

10.3%

20.7%

31.0%

6.9%

17.2%

24.1%

.0%

3.4%

3.4%

3.4%

3.4%

6.9%

10

19

29

34.5%

65.5%

100.0%

10 - 13 tahun Count
% of Total
14 - 16 tahun Count
% of Total
17 - 20 tahun Count
% of Total
Total

Count
% of Total

Umur * Pembicaraan Crosstabulation


Pembicaraan
Ya
Umur 2 - 5 tahun

Count
% of Total

10

10

.0%

34.5%

34.5%

13.8%

17.2%

31.0%

.0%

24.1%

24.1%

.0%

3.4%

3.4%

.0%

6.9%

6.9%

25

29

13.8%

86.2%

100.0%

10 - 13 tahun Count
% of Total
14 - 16 tahun Count
% of Total
17 - 20 tahun Count
% of Total
Total

Count
% of Total

Total

6 - 10 tahun Count
% of Total

Tidak

Umur * Berbicara dan berbahasa Crosstabulation


Berbicara dan
berbahasa
Ya
Umur 2 - 5 tahun

Count

Tidak
0

Total
10

10

% of Total

.0%

34.5%

34.5%

6.9%

24.1%

31.0%

3.4%

20.7%

24.1%

3.4%

.0%

3.4%

.0%

6.9%

6.9%

25

29

13.8%

86.2%

100.0%

6 - 10 tahun Count
% of Total
10 - 13 tahun Count
% of Total
14 - 16 tahun Count
% of Total
17 - 20 tahun Count
% of Total
Total

Count
% of Total

Umur * gunakan mainan Crosstabulation


gunakan mainan
Ya
Umur 2 - 5 tahun

Count
% of Total

10

20.7%

13.8%

34.5%

20.7%

10.3%

31.0%

13.8%

10.3%

24.1%

.0%

3.4%

3.4%

.0%

6.9%

6.9%

16

13

29

55.2%

44.8%

100.0%

10 - 13 tahun Count
% of Total
14 - 16 tahun Count
% of Total
17 - 20 tahun Count
% of Total
Total

Count
% of Total

Total

6 - 10 tahun Count
% of Total

Tidak

Umur * Temper tantrum Crosstabulation


Temper tantrum
Ya

Tidak

Total

Umur 2 - 5 tahun

Count
% of Total

10

6.9%

27.6%

34.5%

17.2%

13.8%

31.0%

6.9%

17.2%

24.1%

.0%

3.4%

3.4%

6.9%

.0%

6.9%

11

18

29

37.9%

62.1%

100.0%

6 - 10 tahun Count
% of Total
10 - 13 tahun Count
% of Total
14 - 16 tahun Count
% of Total
17 - 20 tahun Count
% of Total
Total

Count
% of Total

Umur * Menyakiti diri Crosstabulation


Menyakiti diri
Ya
Umur 2 - 5 tahun

Count
% of Total

6 - 10 tahun Count
% of Total
10 - 13 tahun Count
% of Total
14 - 16 tahun Count
% of Total
17 - 20 tahun Count
% of Total
Total

Count
% of Total

Tidak

Total

10

3.4%

31.0%

34.5%

.0%

31.0%

31.0%

6.9%

17.2%

24.1%

.0%

3.4%

3.4%

6.9%

.0%

6.9%

24

29

17.2%

82.8%

100.0%

Umur * Tingkah laku stereotip Crosstabulation


Tingkah laku
stereotip

Total

Ya
Umur 2 - 5 tahun

Count
% of Total

6 - 10 tahun Count
% of Total
10 - 13 tahun Count
% of Total
14 - 16 tahun Count
% of Total
17 - 20 tahun Count
% of Total
Total

Count
% of Total

Tidak
1

10

3.4%

31.0%

34.5%

6.9%

24.1%

31.0%

13.8%

10.3%

24.1%

.0%

3.4%

3.4%

3.4%

3.4%

6.9%

21

29

27.6%

72.4%

100.0%

Anda mungkin juga menyukai