SEKTOR KESEHATAN
CPDA
RINGKASAN EKSEKUTIF
RINGKASAN EKSEKUTIF
BELANJA KESEHATAN
Belanja pemerintah terus meningkat searah dengan meningkatnya penerimaan. Pada tahun 2013,
pengeluaran Kabupaten Pidie Jaya tercatat sebesar Rp 472 miliar, meningkat lebih dari dua kali dari
tahun 2008. Meskipun secara nominal belanja ini meningkat, secara riil belanja Pemerintah Pidie Jaya
lebih kecil daripada belanja pada tahun 2011, terhitung sebesar Rp 433 miliar. Belanja pendidikan dan
belanja pelayanan umum (administrasi pemerintahan) merupakan belanja terbesar Pidie Jaya, yang
secara keseluruhan memiliki porsi sebesar 63 persen pada tahun 2013.
Belanja kesehatan di Pidie Jaya mengalami peningkatan yang cukup besar. Anggaran belanja kesehatan
di Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2008 berjumlah Rp 10 miliar atau 6 persen dari belanja total. Angka
tersebut terus mengalami peningkatan baik dari sisi jumlah maupun porsi terhadap total belanja. Pada
tahun 2013 terhitung anggaran belanja secara keseluruhan sebesar Rp 55 miliar atau mencapai 11 persen
dari total belanja. Porsi belanja tersebut jika dibandingkan dengan rata-rata kabupaten/kota lainnya di
Aceh lebih rendah, dimana rata-rata Aceh mencapai 12 persen.
Jumlah belanja kesehatan perkapita di Pidie Jaya sedikit di bawah rata-rata belanja kabupaten/kota di
Aceh. Jumlah anggaran belanja perkapita di Pidie Jaya pada tahun 2013 terhitung sebesar Rp 382 ribu,
masih di bawah rata-rata Aceh yang berjumlah Rp 398 ribu. Belanja perkapita tertinggi terdapat di Kota
Sabang dan Kota Langsa. Tingginya belanja perkapita di kota tersebut disebabkan jumlah penduduk yang
relatif lebih rendah dibandingkan daerah lainnya.
Secara total sebesar Rp 152 miliar sejak tahun 2009 hingga 2012 dibelanjakan untuk sektor kesehatan.
Hampir 70 persen belanja kesehatan digunakan untuk belanja tidak langsung. Jumlah total belanja
tidak langsung dari tahun 2009 hingga 2012 mencapai Rp 101 Miliar atau 66 persen dari total belanja.
Meskipun karakteristik pelayanan kesehatan diantaranya adalah padat karya, sehingga banyak tenaga
kesehatan yang perlu disediakan, namun belanja yang cukup tinggi untuk gaji dan tunjangan pegawai
akan memberikan celah yang kecil untuk program kesehatan lainnya. Meskipun pada tahun 2013
anggaran belanja tidak langsung lebih kecil dari rata-rata belanja tidak langsung selama empat tahun,
namun jumlahnya masih cukup besar, yakni mencapai 62 persen dari total belanja.
Belanja supportif merupakan belanja terbesar dari sektor kesehatan. Hampir sama dengan kabupaten
lain di Indonesia dimana alokasi belanja supportif cukup besar, hampir 80 persen atau sebesar Rp 43
miliar pada tahun 2013 dari belanja kesehatan dialokasikan untuk supportif. Alokasi belanja preventif
terhitung cukup rendah, hanya sebesar satu persen. Rendahnya belanja preventif dan tingginya belanja
suportif merupakan salah satu tantangan bagi pemerintah kabupaten/kota di Indonesia
Belanja langsung pada Dinas Kesehatan rata-rata berjumlah Rp 11 miliar per tahun. Belanja yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Pidie Jaya yang digunakan untuk
belanja program selama lima tahun berjumlah total Rp 56 miliar atau sekitar Rp 11 miliar per tahun.
Belanja tersebut menunjukkan kecenderungan menurun selama tiga tahun terakhir. Penurunan belanja
yang terjadi mengakibatkan celah yang sempit dalam melaksanakan berbagai program kesehatan.
Porsi belanja preventif cenderung mengalami perbaikan. Dari Rp 56 miliar total dana yang dikelola oleh
Dinas Kesehatan diluar belanja tidak langsung tahun 2009 hingga tahun 2013, terhitung hanya tiga
persen saja dana yang diarahkan untuk upaya preventif atau pencegahan. Namun kondisi tersebut terus
mengalami perbaikan, dimana pada tahun 2009 belanja pencegahan yang hanya berjumlah Rp 215 juta
atau 1,7 persen dari total belanja, meningkat menjadi Rp 599 juta atau 5,3 persen (2012) dan Rp 608 juta
atau 5,6 persen pada tahun 2013. Belanja tersebut diarahkan untuk berbagai upaya pencegahan seperti
peningkatan pelayanan gizi, ibu dan anak serta upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit menular.
INDIKATOR KESEHATAN
Rasio Puskesmas terhadap penduduk di Pidie Jaya lebih baik dari target nasional. Pada tahun 2012 rasio
Puskesmas terhadap penduduk di Pidie Jaya adalah satu berbanding 14 ribu, atau satu Puskesmas ratarata melayani 14 ribu penduduk. Kondisi tersebut lebih baik dari target nasional yang mempunyai target
satu Puskesmas melayani 30 ribu penduduk. Pada tahun 2013, Puskesmas Bandar Baru mengalami
pemekaran, dimana Pustu Cubo menjadi Puskesmas sehingga membuat rasio di Puskesmas tersebut
menjadi lebih baik dan melayani penduduk di bawah 30 ribu orang.
Jarak rata-rata penduduk ke Puskesmas dan Puskesmas Pembantu (Pustu) di Pidie Jaya cukup
terjangkau. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kemudahan akses masyarakat ke sarana kesehatan
cenderung baik. Jarak terjauh akumulatif masyarakat ke Puskesmas dan Pustu adalah 3 kilometer terjadi
di Kecamatan Meureudu, sementara jarak terdekat di Kecamatan Jangka Buya. Daerah dengan jarak
yang relatif jauh untuk Puskesmas juga telah direspon dengan letak Pustu yang lebih dekat.
Rata-rata dokter umum di Aceh melayani tiga ribu penduduk. Jumlah dokter di Aceh pada tahun 2012
lebih dari 1.500 orang. Tenaga tersebut tersebar ke seluruh kabupaten/kota maupun di level pemerintah
provinsi. Rasio dokter umum terhadap penduduk adalah sebesar 33 per 100 ribu penduduk atau setiap
dokter melayani tiga ribu penduduk. Namun bila jumlah yang dihitung hanya dokter yang bertugas di
kabupaten/kota saja, maka rasio ketersediaan dokter di Aceh adalah 23 per 100 ribu penduduk. Jumlah
tersebut hampir mencapai target Indonesia sehat 2010 yang menargetkan satu dokter berbanding 2.500
penduduk atau sekitar 40 dokter per 100 ribu penduduk.
Ketenagaan dokter spesialis di Pidie Jaya sangat minim. Tantangan ketersediaan dokter spesialis adalah
jumlah dan kualifikasinya. Dokter spesialis bertugas di RSUD Pidie Jaya menurut data terakhir hanya
empat orang. Ketersediaan dokter spesialis tersebut masih jauh dari kebutuhan ketenagaan sesuai dengan
aturannya. Ketersediaan spesialis tetap di RSUD Pidie Jaya hanya tersedia satu dokter spesialis yakni
dokter spesialis mata. memenuhi pelayanan spesialistik kepada masyarakat, dilaksanakan kerja sama
dengan Rumah Sakit Umum Kabupaten Pidie untuk mendatangkan dokter spesialis.
Jika dibandingkan dengan kondisi kabupaten/kota lainnya di Aceh, secara umum jumlah seluruh tenaga
kesehatan terhadap penduduk di Pidie Jaya sudah baik. Dengan menggunakan indikator beberapa
ketenagaan, seperti dokter umum, dokter gigi, bidan, perawat, ahli gizi, ahli kesehatan masyarakat dan
ahli sanitasi, maka dibutuhkan sebanyak 518 tenaga per 100 ribu penduduk. Jumlah tenaga kesehatan
di Pidie Jaya pada tahun 2012 mempunyai rasio 571 per 100 ribu penduduk, lebih tinggi dari rata-rata
kabupaten/kota lainnya di Aceh yang berjumlah 548 per 100 ribu penduduk.
Indeks angka kematian di Pidie Jaya lebih baik dibandingkan daerah lain di Aceh. Dengan menggunakan
standar angka kematian (ibu, bayi dan Balita) di Aceh, diketahui bahwa Kabupaten Simeulue adalah
daerah dengan nilai indeks terendah. Terdapat tujuh daerah dengan pencapaian seluruh angka kematian
yang lebih baik dari rata-rata Aceh sehingga memperoleh nilai maksimum.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Pidie Jaya pada tahun 2012 menjadi salah satu yang terbaik di Aceh. Angka
Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan. Pada tahun
2012, AKI di Aceh mencapai 191 per 100 ribu Kelahiran Hidup (KH) atau hampir dua kematian ibu terjadi
akibat proses kehamilan, persalinan dan masa nifas setiap seribu kelahiran hidup. AKI di Aceh cukup
bervariasi, dimana terdapat daerah yang AKI-nya sangat rendah dan daerah dengan AKI yang sangat
tinggi. Pidie Jaya menempati urutan ke empat terbaik di Aceh untuk AKI tahun 2012.
Angka Kematian Bayi (AKB) di Pidie Jaya menurun. Pada tahun 2011 di Kabupaten Pidie Jaya terjadi 21
kematian bayi dari 3.044 jumlah Lahir Hidup (LH), atau dari seribu bayi yang lahir hidup terdapat 6 sampai
7 bayi yang meninggal dalam setahun. Penurunan AKB dari tahun 2009 hingga 2011 menunjukkan
perbaikan yang signifikan. Namun, AKB kembali meningkat pada tahun 2012 menjadi 9 per seribu LH.
Meskipun angka ini lebih rendah dari target yang ditetapkan secara nasional yaitu 32 per seribu LH
maupun pencapaian AKB Aceh tahun 2012 yang berjumlah 10,8 per seribu LH. Peningkatan AKB tahun
2012 menunjukkan perlunya penguatan upaya penurunan AKB untuk mencapai angka yang lebih baik
di masa mendatang.
Indeks penyakit menular di Pidie Jaya merupakan salah satu yang terendah di Aceh. Angka kesakitan di
Pidie Jaya cenderung lebih tinggi dari daerah lainnya di Aceh sebagai akibat penyakit-penyakit tertentu
yang digunakan sebagai indikator memperoleh nilai yang relatif rendah. Penyakit dengan indeks terendah
adalah angka kesakitan campak dimana Pidie Jaya merupakan daerah dengan jumlah penderita campak
terhadap penduduk tertinggi di Aceh. Tantangan tersebut harus diperhatikan di masa mendatang.
Sementara itu, penyakit Tuberkulosis Paru (TB Paru) dan kusta juga berkontribusi cukup besar terhadap
nilai indeks Pidie Jaya.
Jumlah Balita dengan kondisi gizi di Bawah Garis Merah (BGM) merupakan masalah di Pidie Jaya. Pada
tahun 2012 jumlah dan persentase Balita BGM mengalami peningkatan dari tahun 2011 yang berjumlah
hanya tiga persen. Kondisi tersebut juga menempatkan Pidie Jaya sebagai daerah dengan angka Balita
BGM tertinggi kedua di Aceh. Kasus Balita BGM bukanlah berarti seorang Balita telah menderita gizi
buruk, namun ukuran BGM dapat memberikan sinyal bahaya terhadap potensi Balita dengan gizi buruk
yang semakin besar.
Pencapaian indikator gizi merupakan tantangan di Pidie Jaya. Kabupaten Aceh Tengah bersama dengan
tiga daerah lainnya merupakan kabupaten dengan pencapaian indikator gizi yang lebih baik dari ratarata Aceh. Dibandingkan dengan daerah lainnya di Aceh, pencapaian indeks indikator gizi di Pidie Jaya
menempati urutan kedua terendah di Aceh. Tantangan tersebut adalah pada komponen Balita BGM yang
cukup tinggi.
BELANJA PUSKESMAS
Sumber belanja terbesar adalah Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Belanja bersumber dana JKA mencapai
Rp 1,8 miliar atau 60 persen dari total belanja pada tahun 2012. Total jumlah belanja di Puskesmas
pada tahun 2012 berjumlah Rp 2,9 miliar. Belanja JKA, meskipun menurun sebesar Rp 462 juta dari
tahun 2011, tetapi masih merupakan sumber belanja terbesar. Penurunan jumlah tersebut belum diketahui
penyebab pasti, namun kemungkinan pengaruhnya adalah; jumlah penduduk dan besaran kapitasi yang
menurun. Selain JKA, belanja bersumber Jamkesmas/Jampersal merupakan sumber belanja yang
dominan. Jumlah total kedua jenis belanja tersebut tahun 2012 adalah Rp 678 juta atau 23 persen dari
total belanja.
Belanja Puskesmas perkapita sebesar Rp 33 ribu. Total belanja perkapita tertinggi pada tahun 2012 adalah
sebesar Rp 40 ribu dan terendah sebesar Rp 31 ribu dengan nilai rata-rata Rp 33 ribu. Belanja tersebut
merupakan hasil penjumlahan seluruh belanja yang dikelola oleh Puskesmas dibagi dengan jumlah
penduduk, sehingga meskipun besaran belanja cukup besar, namun dapat saja belanja perkapitanya lebih
rendah dari Puskesmas lainnya karena jumlah penduduk yang besar. Kondisi tersebut tampaknya terjadi
pada Puskesmas Ulim dan Bandar Baru.
Pengobatan adalah jenis program dengan belanja terbesar. Belanja upaya kuratif atau pengobatan
menyerap sebesar 60 persen belanja (Rp 1,8 miliar untuk lima Puskesmas pengamatan). Belanja untuk
pencegahan dimanfaatkan sebesar 35 persen atau sebesar Rp 1 miliar, sementara belanja supportif untuk
kegiatan manajemen dan administrasi hanya menggunakan 5 persen belanja. Kondisi tersebut dapat
disebabkan kebijakan dari pemanfaatan dana JKA yang setidaknya 20 persen diperuntukkan bagi upaya
pencegahan. Upaya ini memberikan kesempatan yang lebih baik bagi Puskesmas dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat guna mencapai berbagai indikator kesehatan lebih baik.
Belanja untuk pencegahan dialokasikan sekitar sepertiga belanja Puskesmas. Pada tahun 2012, belanja
untuk pencegahan dengan porsi terbesar diperoleh di Puskesmas Meurah Dua, mencapai 38 persen
dari belanja Puskesmas. Secara umum seluruh Puskesmas memberikan porsi yang baik untuk belanja
pencegahan, antara 33 hingga 38 persen.
REKOMENDASI
Besaran belanja kesehatan di Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya perlu ditingkatkan untuk memberikan
porsi yang lebih besar pada upaya pencegahan. Upaya pencegahan perlu didorong guna menghasilkan
belanja kesehatan yang efektif. Peran serta pemerintah lintas sektor dan pemberdayaan masyarakat
perlu dikedepankan untuk memperoleh pencapaian indikator yang lebih baik.
Analisis kondisi daerah dan kesehatan perlu dipertajam terutama dalam upaya alokasi dana yang lebih
baik di masa mendatang. Pembangunan sarana kesehatan harus memperhatikan akses masyarakat
serta kualitas pelayanan yang lebih baik. Kebersihan lingkungan dan memasyarakatkan perilaku hidup
sehat dalam mengendalikan dan menurunkan jumlah infeksi baru perlu didorong. Puskesmas harus
memberikan dorongan untuk menciptakan kesadaran masyarakat hidup secara bersih dan sehat, sebagai
upaya intervensi pencegahan dan pengendalian berbagai penyakit.
Pemerintah kabupaten perlu mengarahkan penguatan promosi kesehatan, monitoring dan evaluasi serta
pembinaan ke Puskesmas. Pola alokasi belanja di Puskesmas perlu diperhatikan terutama dalam alokasi
belanja guna menjawab tantangan kesehatan yang ada. Penguatan upaya kesehatan perlu ditingkatkan
serta memberikan perhatian terhadap pencegahan serta pemberdayaan masyarakat juga kerjasama
lintas sektor.
PRAKATA
10
DAFTAR ISI
11
DAFTAR ISI
Ringkasan Eksekutif...............................................................................................................................................1
Prakata Rektor Universitas Syiah Kuala............................................................................................................7
Kata Pengantar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya..................................................................8
Ucapan Terima Kasih.......................................................................................................................................... 10
Daftar Grafik......................................................................................................................................................... 13
Daftar Tabel.......................................................................................................................................................... 15
Daftar Lampiran................................................................................................................................................... 16
Daftar Singkatan dan Simbol............................................................................................................................. 17
Gambaran Umum............................................................................................................................................... 20
1. Demografi dan Kondisi Sosial...................................................................................................................... 20
2. Penerimaan dan Belanja Pemerintah Daerah........................................................................................... 22
2.1. Penerimaan Pemerintah........................................................................................................................... 22
2.2. Belanja Pemerintah.................................................................................................................................... 23
Belanja Sektor Kesehatan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya................................................................... 26
1. Jumlah dan Pengelola Belanja.................................................................................................................... 26
2. Belanja Dinas Kesehatan.............................................................................................................................. 29
Sumber Daya dan Upaya Kesehatan.............................................................................................................. 34
1. Sumber Daya Manusia.................................................................................................................................. 34
2.Sarana Kesehatan........................................................................................................................................... 34
2.1. Rumah Sakit.................................................................................................................................................36
2.2. Puskesmas.................................................................................................................................................39
3. Situasi Derajat Kesehatan.............................................................................................................................. 41
3.1.Angka Kematian........................................................................................................................................... 42
3.2. Gizi ............................................................................................................................................................. 45
3.3. Angka Kesakitan..........................................................................................................................................47
4. Standar Pelayanan Minimal dan Upaya Kesehatan................................................................................50
Belanja Kesehatan Puskesmas........................................................................................................................56
1. Sumber Pendapatan dan Belanja Puskesmas...........................................................................................56
2. Sumber daya dan Upaya Kesehatan di Puskesmas................................................................................60
Kesimpulan dan Rekomendasi........................................................................................................................66
1. Kesimpulan......................................................................................................................................................66
2. Rekomendasi..................................................................................................................................................68
Daftar Pustaka..................................................................................................................................................... 71
Lampiran.............................................................................................................................................................. 73
12
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Kepadatan Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2012........................................................... 20
Grafik 2. Piramida Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2012............................................................... 21
Grafik 3. IPM Kabupaten Pidie Jaya dan Aceh Tahun 2006-2012............................................................. 21
Grafik 4. Penerimaan Daerah Pidie Jaya....................................................................................................... 23
Grafik 5. Belanja Pemerintah Daerah............................................................................................................. 23
Grafik 6. Jenis Belanja Kabupaten Pidie Jaya...............................................................................................24
Grafik 7. Porsi Anggaran Kesehatan Terhadap Total Belanja...................................................................... 26
Grafik 8. Belanja Perkapita Kesehatan Tahun 2013 di Aceh........................................................................27
Grafik 9. Belanja Kesehatan Pidie Jaya..........................................................................................................27
Grafik 10. Belanja Kesehatan Berdasarkan Kegunaan................................................................................. 28
Grafik 11. Belanja Pada RSUD Pidie Jaya....................................................................................................... 29
Grafik 12. Belanja Langsung Dinas Kesehatan............................................................................................... 29
Grafik 13. Jenis Belanja Langsung...................................................................................................................30
Grafik 14. Belanja Berdasarkan Jenis Program Kesehatan........................................................................... 31
Grafik 15. Sasaran Belanja Program Preventif/Kuratif.................................................................................. 32
Grafik 16. Porsi Belanja Pencegahan Menurut Sasaran............................................................................... 32
Grafik 17.Rasio Dokter per 100 ribu Penduduk............................................................................................... 34
Grafik 18. Rasio Bidan per 100 ribu Penduduk di Pidie Jaya....................................................................... 35
Grafik 19. Indeks Tenaga Kesehatan................................................................................................................36
Grafik 20. Jarak Masyarakat ke Rumah Sakit............................................................................................... 37
Grafik 21. Indeks Sarana Kesehatan................................................................................................................39
Grafik 22. Rasio Puskesmas Terhadap Penduduk......................................................................................... 40
Grafik 23. Jarak Tempuh ke Puskesmas dan Puskesmas Pembantu........................................................ 40
Grafik 24. Penduduk Dengan Keluhan Kesehatan dan Berobat Jalan....................................................... 41
Grafik 25. Sarana Berobat Jalan Masyarakat................................................................................................ 42
Grafik 26. Angka Kematian Ibu (per 100 ribu KH)......................................................................................... 42
Grafik 27. Angka Kematian Ibu di Pidie Jaya................................................................................................ 43
Grafik 28. Angka Kematian Bayi per seribu Lahir Hidup (LH)..................................................................... 44
Grafik 29. Indeks Angka Kematian Ibu, Bayi dan Balita.............................................................................. 44
Grafik 30. Indeks Angka Kematian Terhadap Belanja Kesehatan Perkapita............................................ 45
Grafik 31. Persentase Balita Ditimbang Terhadap Balita BGM.................................................................... 46
Grafik 32. Indeks Indikator Gizi......................................................................................................................... 46
Grafik 33. Balita Ditimbang dan Balita di Bawah Garis Merah (BGM) di Puskesmas...............................47
Grafik 34. Indeks Penyakit Menular................................................................................................................ 48
Grafik 35. Beberapa Indikator TB Paru Tahun 2012..................................................................................... 48
Grafik 36. Indikator Beberapa Penyakit Menular Tahun 2012.................................................................... 49
Grafik 37. Persentase Kunjungan Ibu Hamil Minimal Empat Kali Selama Kehamilan dan Persalinan
Pada Tenaga Kesehatan.................................................................................................................................... 52
Grafik 38. Pencapaian Beberapa Indikator Pelayanan Anak...................................................................... 53
Grafik 39. Indeks Upaya Kesehatan................................................................................................................ 54
Grafik 40. Sumber Belanja Puskesmas..........................................................................................................56
13
14
DAFTAR TABEL
Tabel
Tabel
Tabel
Tabel
1. Situasi Ketersediaan Dokter Spesialis Pada RSUD Pidie Jaya Tahun 2013............................. 35
2. Indikator Kinerja Rumah Sakit Umum Meureudu Tahun 2011 dan 2012................................... 38
3. Pencapaian dan Target SPM Bidang Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya..................................50
4. Tantangan Terhadap Beberapa Kasus Penyakit Menular............................................................63
15
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rasio Beberapa Tenaga Kesehatan Tahun 2012...................................................................... 73
Lampiran 2. Jumlah Penduduk yang Dilayani per Puskesmas Tahun 2012 dan Jarak Rata-rata
Penduduk Ke Puskesmas serta Puskesmas Pembantu Tahun 2011........................................................... 74
Lampiran 3. Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi Tahun 2012............................................... 75
Lampiran 4. Kondisi Kejadian Beberapa Penyakit Menular Tahun 2012................................................... 76
Lampiran 5. Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan Balita dengan Berat Badan di Bawah
Garis Merah (BGM) Tahun 2012........................................................................................................................77
Lampiran 6. Beberapa Indikator Upaya Kesehatan Tahun 2012.................................................................78
Lampiran 7. Indeks Tenaga Kesehatan........................................................................................................... 79
Lampiran 8. Indeks Sarana Kesehatan...........................................................................................................80
Lampiran 9. Indeks Angka Kematian Ibu, Bayi dan Balita........................................................................... 81
Lampiran 10. Indeks Indikator Gizi................................................................................................................... 82
Lampiran 11. Indeks Penyakit Menular............................................................................................................ 83
Lampiran 12 Indeks Upaya Kesehatan............................................................................................................ 84
DAFTAR FOTO
Cover (Sumber: http://puskesmaslojikarawang.blogspot.com)
Gambaran Umum (Sumber: Khairul Umami)................................................................................................. 19
Belanja Sektor Kesehatan Pemerintah Kab. Pidie Jaya (Sumber: www.budaya-indonesia.org).......... 25
Sumber daya dan Upaya Kesehatan (Sumber: www.belanjapublikaceh.org).......................................... 33
Belanja Kesehatan Puskesmas (Sumber: www.skyscrapercity.com)........................................................ 55
Kesimpulan dan Rekomendasi (Sumber: www.panoramio.com/machmoedie)...................................... 62
16
AKABA
AKI
APBA
APBK
API
Askes
Asuransi Kesehatan
BBLR
BGM
BOK
BOR
BOR
BPS
DAU
DBD
Dinkes
Dinas Kesehatan
DPKKD
GDR
IMR
IPM
Jamkesmas
Jampersal
Jaminan Persalinan
JKA
Kemenkeu
Kementerian Keuangan
KH
Kelahiran Hidup
Km2
Kilometer persegi
LH
Lahir Hidup
LOS
Length of Stay
MDGs
Menkes
Menteri Kesehatan
NDR
P2M
P4K
PD3I
PECAPP
Pemkab
Pemerintah Kabupaten
17
Permenkes
Polindes
PONED
Poskesdes
Puskesmas
Pustu
Puskesmas Pembantu
RSU
RSUD
SPM
Susenas
TOI
Simbol
%
o
C
18
:
:
Persen
Derajat Celcius
GAMBARAN UMUM
GAMBARAN UMUM
1. DEMOGRAFI DAN KONDISI SOSIAL
Kabupaten Pidie Jaya salah satu daerah pemekaran terbaru di Aceh. Kabupaten Pidie Jaya merupakan
satu dari 16 usulan pemekaran kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 2007 pada tanggal 2 Januari 2007, sebelumnya bagian dari Kabupaten Pidie. Kabupaten ini
memiliki karakteristik daerah pantai dan perbukitan dengan delapan kecamatan yang sebagian besar
terletak di pesisir pantai.
Kabupaten Pidie Jaya memiliki kepadatan penduduk yang relatif lebih tinggi. Kepadatan penduduk
Pidie Jaya terhitung sebesar 145 jiwa/km2. Jumlah penduduk sampai dengan tahun 2012 mencapai 145
ribu jiwa, lebih tinggi dari rata-rata Aceh, yaitu 81 jiwa/km2, dengan komposisi yang hampir seimbang
antara laki dan perempuan. Pidie Jaya merupakan daerah hujan tropis dengan temperatur rata-rata 2532 oC (derajat Celcius) dengan kelembaban rata-rata 85 persen, Grafik 1.
Grafik 1. Kepadatan Penduduk Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2012
Karakter usia penduduk Pidie Jaya didominsi usia muda. Penduduk Pidie Jaya didominasi penduduk
berusia 15-44 tahun, yang berjumlah 48 persen dari populasi. Penduduk yang berusia di atas 45 tahun
hanya 22 persen. Karakteristik umur tersebut menunjukkan perlunya perhatian yang cukup besar pada
kelompok usia anak, rentang usia 0-14 tahun yang mempunyai porsi cukup besar (30 persen), Grafik 2.
20
Tingkat kemajuan pembangunan manusia dan kesejahteraan masyarakat di Pidie Jaya terus mengalami
peningkatan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Pidie Jaya terhitung terus meningkat sejak tahun
2006. IPM adalah salah satu indikator kesejahteraan masyarakat yang di hitung berdasarkan beberapa
variabel.1 Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2012 berada di atas rata-rata IPM Aceh, meningkat dari tahun
2007 yang berada di bawah rata-rata Aceh, Grafik 3. Pidie Jaya masih memiliki beberapa tantangan
utama, diantaranya tingkat kemiskinan.
Grafik 3. IPM Kabupaten Pidie Jaya dan Aceh Tahun 2006-2012
1
Indeks pembangunan masyarakat (IPM) terdiri dari tiga indikator utama, yaitu: kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Pengukuran ini menggunakan tiga
dimensi dasar, yaitu: lamanya hidup, pengetahuan dan standar hidup yang layak. Ketiga unsur tersebut tidak berdiri sendiri, namun saling mempengaruhi satu
dengan yang lainnya.
21
Pidie Jaya merupakan daerah dengan tingkat kemiskinan yang relatif tinggi, juga potensi masalah
kesehatan yang besar. Sebanyak 34 persen penduduk Pidie Jaya pada tahun 2012 merupakan penduduk
miskin, jauh lebih tinggi dari Aceh yang mempunyai angka 19 persen. Tingginya tingkat kemiskinan
seringkali searah dengan besarnya permasalahan kesehatan. Masyarakat miskin identik dengan
lingkungan tempat tinggal dengan sanitasi buruk, pangan yang buruk yang disebabkan oleh rendahnya
pendapatan dan pendidikan, perilaku dan kesadaran hidup sehat yang rendah serta terbatasnya akses
layanan kesehatan. Kondisi kemiskinan menyebabkan penduduk menjadi rentan terhadap serangan
penyakit dan kesakitan juga berpotensi membuat penduduk menjadi miskin.2 Berbagai indikator kesehatan
di negara berpendapatan rendah dan menengah jika dibandingkan dengan negara berpendapatan tinggi,
juga memperlihatkan bahwa angka kesakitan dan kematian secara kuat berkorelasi terbalik dengan
pendapatan.3
Meskipun terdapat beberapa peningkatan positif dari pembangunan kesehatan, tetapi tantangan utama
masih ada. Pembangunan kesehatan perlu mempertimbangkan dinamika yang berkembang selain
komponen di dalam sektor kesehatan sendiri. Berbagai upaya percepatan pencapaian indikator kesehatan
harus terus diupayakan dengan memperhatikan berbagai kondisi yang berkembang. Tingginya angka
kematian ibu dan bayi, masalah gizi buruk dan berbagai kejadian penyakit, baik menular maupun tidak,
adalah beberapa tantangan yang terus terjadi dalam dinamika pembangunan kesehatan.
Ketersediaan belanja kesehatan serta pemanfaatannya merupakan masalah yang perlu dianalisis.
Salah satu komponen yang sangat berperan dalam pembangunan kesehatan adalah pembiayaan
kesehatan, terutama belanja pemerintah. Kebijakan pemerintah yang menyebutkan bahwa besaran
anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10 persen dari
anggaran pendapatan dan belanja daerah di luar gaji, pada kenyataannya belum semua daerah mampu
melaksanakan kebijakan tersebut.4 Keterbatasan jumlah belanja yang tersedia, pengalokasian belanja
secara adil, efektif dan efisien merupakan beberapa tantangan yang dihadapi.
2. PENERIMAAN DAN BELANJA PEMERINTAH DAERAH
2.1. Penerimaan Pemerintah
Penerimaan Pidie Jaya terus meningkat seiring dengan meningkatnya dana transfer dari pemerintah
pusat. Pada tahun 2013, anggaran penerimaan Kabupaten Pidie Jaya terhitung sebesar Rp 474 miliar,
meningkat lebih dua kali lipat dari tahun 2008, yang tercatat sebesar Rp 187 miliar pada tahun 2008.
Peningkatan penerimaan terbesar bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) yang menyumbangkan
sebesar 74 persen dari keseluruhan penerimaan, Grafik 4. Seperti kabupaten/kota lainnya di Indonesia,
penerimaan daerah sangat bergantung dari transfer pemerintah pusat, secara rata-rata terhitung sebesar
80 persen pada tahun 2013.5 Sedangkan sumbangan penerimaan lain di Pidie Jaya seperti Pendapatan
Asli Daerah (PAD) diperkirakan akan menyumbangkan sebesar 4 persen pada tahun 2013.
Argadiredja D, 2002
5
Transfer dari daerah pusat adalah; dana perimbangan terbagi dari dana bagi hasil pajak, dana bagi hasil bukan pajak, dana alokasi umum, dana alokasi
khusus dan dana perimbangan dari propinsi
22
23
Belanja pegawai merupakan belanja terbesar dan terus meningkat sejak tahun 2008. Meningkat lebih
dua kali lipat dari tahun 2008, belanja pegawai tercatat sebesar Rp 248 miliar pada tahun 2013, dari
hanya Rp 85 miliar pada tahun 2008 atau sebesar 53 persen dari keseluruhan belanja pemerintah, Grafik
6. Hal ini didorong oleh bertambahnya jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 900 orang dalam
kurun waktu 5 tahun. Pada tahun 2013, jumlah PNS tercatat sebesar 3.785 orang, sedangkan pada 2012
hanya 2.886 orang. Di berbagai daerah di Indonesia, belanja pegawai secara rata-rata terhitung sebesar
70 persen dari keseluruhan belanja pemerintah daerah.6
Grafik 6. Jenis Belanja Kabupaten Pidie Jaya
24
Jumlah belanja kesehatan perkapita di Pidie Jaya sedikit di bawah rata-rata belanja kabupaten/kota di
Aceh. Jumlah anggaran belanja perkapita di Pidie Jaya pada tahun 2013 terhitung sebesar Rp 382 ribu,
masih di bawah rata-rata Aceh yang berjumlah Rp 398 ribu. Belanja perkapita tertinggi tercatat di Kota
Sabang dan Kota Langsa. Belanja perkapita yang tinggi di Sabang disebabkan jumlah penduduk yang
relatif lebih rendah dibandingkan daerah lainnya, Grafik 8.
26
Secara total sebesar Rp 152 miliar sejak tahun 2009 hingga 2012 dibelanjakan untuk sektor kesehatan.
Hampir 70 persen belanja kesehatan digunakan untuk belanja tidak langsung. Jumlah total belanja
tidak langsung dari tahun 2009 hingga 2012 mencapai Rp 101 miliar atau 66 persen dari total belanja.
Meskipun karakteristik pelayanan kesehatan diantaranya adalah padat karya, sehingga banyak tenaga
kesehatan yang perlu disediakan, namun belanja yang cukup tinggi untuk gaji dan tunjangan pegawai
memberikan celah yang kecil untuk program kesehatan lainnya. Meskipun pada tahun 2013 anggaran
belanja tidak langsung lebih kecil dari rata-rata belanja tidak langsung selama empat tahun, namun
jumlahnya masih cukup besar, mencapai 62 persen dari total belanja, Grafik 9.7
Grafik 9. Belanja Kesehatan Pidie Jaya
7 Belanja tidak langsung merupakan belanja yang digunakan secara bersama-sama (common cost) untuk melaksanakan seluruh program atau kegiatan unit
kerja. Termasuk dalam jenis belanja ini adalah belanja gaji dan tunjangan bagi Pegawai Negeri Sipil.
27
Belanja supportif merupakan belanja terbesar dari sektor kesehatan. Hampir sama dengan kabupaten lain
di Indonesia dimana alokasi belanja supportif cukup besar, hampir 80 persen atau sebesar Rp 43 miliar
pada tahun 2013 dari belanja kesehatan dialokasikan untuk supportif.8 Alokasi belanja preventif terhitung
cukup rendah, hanya sebesar satu persen. Sedangkan rata-rata di kabupaten/kota lain di Aceh, pada
tahun 2012 alokasi belanja ini terhitung hampir 80 persen dari alokasi belanja pemerintah. Rendahnya
belanja preventif dan tingginya belanja supportif merupakan salah satu tantangan bagi banyak pemerintah
kabupaten/kota di Aceh, Grafik 10.
Grafik 10. Belanja Kesehatan Berdasarkan Kegunaan 9
Belanja di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pidie Jaya mengalami peningkatan. RSUD Pidie Jaya
sejak berdiri pada tahun 2007 berada di bawah Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya. Belanja yang
khusus digunakan untuk RSUD Pidie Jaya pada tahun 2009 berjumlah Rp 1,6 miliar atau 5 persen dari
total belanja Dinas Kesehatan. Pada tahun 2013, belanja pada RSUD Pidie Jaya meningkat menjadi Rp
9,6 miliar atau sebesar 18 persen dari total belanja. Meningkatnya jumlah belanja tersebut dikarenakan
semakin banyaknya pelayanan yang diberikan, terutama penambahan anggaran sebesar Rp 5 miliar
untuk kegiatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Dana tersebut sebagian besarnya, Rp 2,2 miliar
digunakan untuk belanja jasa pelayanan medis dan nonmedis, Grafik 11.
8 Belanja supportif merupakan belanja yang diperuntukkan berbagai kegiatan manajerial, termasuk di dalamnya adalah pembayaran gaji dan tunjangan
pegawai, penyediaan jasa perkantoran dan lain sebagainya.
9 Belanja preventif/kuratif adalah belanja yang tidak dapat dipisahkan pemanfaatannya, apakah murni sebagai upaya pencegahan ataupun upaya pengobatan. Komponen tersebut menurun cukup besar karena jumlah belanja pembangunan sarana kesehatan Puskesmas dan jejaringnya yang bertujuan untuk
upaya pencegahan sekaligus juga upaya pengobatan, menurun cukup besar dari Rp 7,8 miliar pada tahun 2009 menjadi Rp 2,7 miliar pada tahun 2013.
28
29
Belanja program yang tersedia pada Dinas Kesehatan seperempatnya digunakan untuk urusan
manajemen dan perkantoran. Dari Rp 11 miliar anggaran belanja pada tahun 2013, sebanyak 26 persen
diarahkan untuk menunjang urusan perkantoran. Secara umum belanja pada Dinas Kesehatan sebagian
besarnya diperuntukkan untuk berbagai upaya kesehatan, baik upaya kesehatan masyarakat maupun
upaya kesehatan perorangan.
Belanja pegawai menunjukkan kecenderungan peningkatan dan merupakan jenis belanja terbesar.
Pada tahun 2011, belanja langsung pegawai pada Dinas Kesehatan Pidie Jaya berjumlah Rp 1,6 miliar
atau hanya 6 persen dari total belanja. Belanja tersebut meningkat menjadi 37 persen atau Rp 4 miliar
pada tahun 2013. Kondisi tersebut terjadi karena meningkatnya anggaran belanja pegawai pada program
Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin yang jumlahnya mencapai Rp 3 miliar pada tahun 2013.
Sementara itu, belanja barang dan jasa berkisar antara 24 persen hingga 36 persen atau Rp 3 miliar
hingga Rp 4 miliar per tahun.
Belanja modal cenderung menurun, tercatat sebesar 28 persen dari keseluruhan belanja. Pada
anggaran tahun 2011, porsi belanja modal 70 persen atau Rp 9 miliar, jauh lebih besar dari tahun 2013
yang berjumlah Rp 3 miliar. Hal ini berpengaruh terhadap program kesehatan padat modal, terutamanya
program pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas, puskesmas pembantu
dan jaringannya, Grafik 13. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan pembangunan di Pidie Jaya, maka
kemungkinan pemanfaatan dana bersumber lain, seperti dana Otonomi Khusus (Otsus) dapat menjadi
pilihan dalam menutupi kebutuhan di masa mendatang.
Grafik 13. Jenis Belanja Langsung
30
Porsi belanja preventif cenderung mengalami peningkatan. Dari Rp 56 miliar total dana yang dikelola
oleh Dinas Kesehatan di luar belanja tidak langsung tahun 2009 hingga 2013, terhitung hanya 3 persen
dana yang diarahkan untuk upaya preventif atau pencegahan. Namun, kondisi tersebut terus mengalami
perbaikan, dimana pada tahun 2009 belanja pencegahan yang berjumlah Rp 215 juta atau 1,7 persen
dari total belanja, meningkat menjadi Rp 599 juta atau 5,3 persen pada tahun 2012 dan Rp 608 juta atau
5,6 persen pada tahun 2013, Grafik 14. Belanja tersebut diarahkan untuk berbagai upaya pencegahan
seperti peningkatan pelayanan gizi, ibu dan anak serta upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit
menular.
Grafik 14. Belanja Berdasarkan Jenis Program Kesehatan
Porsi belanja pencegahan yang rendah merupakan masalah di banyak daerah di Indonesia. Belanja
preventif di Indonesia masih belum proporsional. Dalam merumuskan program kesehatan, terlihat
penerapan subsistem upaya kesehatan dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) belum diterapkan
sepenuhnya, kondisi tersebut terlihat dari penyelenggaraan program, masih banyak yang berupa kegiatan
kuratif. Sementara dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat juga perlu menitikberatkan
kegiatan promotif/preventif.10
Belanja preventif/kuratif cenderung meningkat dan menyerap cukup besar dana langsung.11 Belanja
jenis ini merupakan belanja penyediaan sarana dan prasarana kesehatan serta obat dan perbekalan
kesehatan. Pada tahun 2009, jumlah belanja preventif/kuratif mencapai Rp 9 miliar atau 70 persen dari
total belanja langsung di Dinas Kesehatan, Grafik 15. Hal tersebut dipicu dengan tingginya pembangunan
dan penyediaan sarana/prasarana kesehatan pada tahun tersebut yang mencapai Rp 8,8 miliar. Pada
tahun 2012, belanja tersebut berkurang, dimana belanja jenis ini menggunakan 42 persen atau Rp 4,7
miliar belanja langsung, yang digunakan sebagian besarnya untuk obat dan perbekalan kesehatan.
10
Adisasmito W, 2008
11 Belanja yang tidak dapat dipisahkan besarannya untuk upaya pengobatan dan pencegahan
31
Penanggulangan masalah gizi, pelayanan kesehatan ibu dan anak serta penanggulangan penyakit
menular merupakan prioritas pemerintah. Belanja gizi, pelayanan ibu anak dan penanggulangan penyakit
menular mendapatkan porsi lebih besar (hingga 80 persen pada anggaran 2013) untuk sasaran belanja
pencegahan. Dari beberapa sasaran tersebut, gizi merupakan sasaran utama pada anggaran tahun 2013.
Kondisi ini menunjukkan pengentasan masalah gizi, penanganan penyakit menular dan peningkatan
pelayanan kesehatan ibu dan anak merupakan prioritas di Pidie Jaya, Grafik 16. Namun, masih terdapat
beberapa tantangan utama di bidang ini yang perlu mendapat perhatian pemerintah.
Grafik 16. Porsi Belanja Pencegahan Menurut Sasaran
32
SUMBER DAYA
DAN UPAYA KESEHATAN
Jumlah dokter umum di Pidie Jaya masih di bawah rata-rata Aceh. Pada tahun 2012 jumlah dokter umum
di Pidie Jaya 32 orang, sebagian besarnya bertugas di Puskesmas (seluruh Puskesmas mempunyai
dokter umum). Kabupaten Pidie Jaya mempunyai rasio dokter 24 per 100 ribu penduduk atau setiap
dokter melayani sekitar empat ribu orang, Grafik 17. Kondisi yang sama terjadi pada dokter gigi dengan
rasio 5 per 100 penduduk atau setiap dokter gigi melayani rata-rata 20 ribu penduduk. Jumlah tersebut
belum mencapai target Indonesia Sehat 2010, yaitu 11 dokter per 100 ribu Penduduk. Ketersediaan jumlah
dokter yang cukup, termasuk dokter gigi, merupakan salah satu syarat pelaksanaan kegiatan kesehatan
terutama yang berkaitan dengan upaya kesehatan perorangan agar dapat berlangsung dengan baik.
34
Ketenagaan dokter spesialis di Pidie Jaya sangat minim. Tantangan ketersediaan dokter spesialis adalah
jumlah dan kualifikasinya. Dokter spesialis bertugas di RSUD Pidie Jaya menurut data terakhir hanya
empat orang.12 Ketersediaan dokter spesialis tersebut masih jauh dari kebutuhan ketenagaan sesuai
dengan aturannya.13 Ketersediaan spesialis tetap di RSUD Pidie Jaya hanya satu dokter spesialis yakni
dokter spesialis mata, Tabel 1. Untuk memenuhi pelayanan spesialistik kepada masyarakat, dilaksanakan
kerja sama dengan Rumah Sakit Umum Kabupaten Pidie untuk mendatangkan dokter spesialis.
Tabel 1. Situasi Ketersediaan Dokter Spesialis Pada RSUD Pidie Jaya Tahun 2013
Jenis Spesialis
Jumlah
Status
Keterangan
Penyakit Dalam
Kesehatan Anak
Bedah
Obstetri dan Ginekologi
Sementara
Mata
Tetap
Sementara
Paru
Sementara
Sebaran tenaga kesehatan di Pidie Jaya belum merata. Rasio bidan terhadap penduduk di Pidie Jaya
tahun 2012 adalah 137 per 100 ribu penduduk. Angka tersebut telah mencapai target Indonesia Sehat
2010, yaitu 100 bidan untuk 100 ribu penduduk. Meskipun demikian, distribusi bidan masih belum
sepenuhnya mencapai target, dimana Puskesmas Trienggadeng mempunyai rasio yang masih rendah,
Grafik 18.
Grafik 18. Rasio Bidan per 100 ribu Penduduk di Pidie Jaya
12
13 Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010, setidaknya Rumah Sakit Umum Kelas D harus mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit dua dari empat jenis pelayanan spesialis dasar. Spesialisasi yang dipersyaratkan tersebut meliputi
Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi.
35
Jika dibandingkan dengan kondisi kabupaten/kota lainnya di Aceh, secara umum jumlah seluruh tenaga
kesehatan terhadap penduduk di Pidie Jaya lebih baik. Dengan menggunakan beberapa ketenagaan,
seperti dokter umum, dokter gigi, bidan, perawat, ahli gizi, ahli kesehatan masyarakat dan ahli sanitasi
maka dibutuhkan sebanyak 518 tenaga per 100 ribu penduduk. Jumlah tenaga kesehatan di Pidie Jaya
pada tahun 2012 mempunyai rasio 798 per 100 ribu penduduk, lebih tinggi dari rata-rata kabupaten/kota
lainnya di Aceh yang berjumlah 548 per 100 ribu penduduk.
Bidan, perawat, ahli kesehatan masyarakat dan sanitasi telah memenuhi target. Tantangan terhadap
jumlah dan distribusi tenaga sanitasi, tenaga kesehatan masyarakat dan bidan terhadap penduduk masih
perlu diperhatikan. Distribusi tenaga gizi masih belum merata, dimana beberapa Puskesmas belum
memiliki tenaga gizi sama sekali. Bersama dengan dokter dan dokter gigi, tenaga ahli gizi perlu ditingkatkan
dan disebarkan secara lebih merata. Nilai indeks tenaga kesehatan pada tahun 2012 menempatkan Pidie
Jaya sebagai salah satu daerah yang mempunyai indeks lebih baik dari rata-rata Aceh, Grafik 19.
Grafik 19. Indeks Tenaga Kesehatan 14
Pidie Jaya mempunyai kesempatan lebih baik dalam pembangunan kesehatan dari sisi ketersediaan
tenaga. Jumlah maupun kualifikasi ketenagaan di Pidie Jaya memberikan kesempatan dari sisi input
bagi daerah untuk pelayanan kesehatan yang lebih baik. Upaya pencegahan tampaknya mempunyai
ketenagaan yang lebih lengkap dibandingkan dengan sumberdaya kuratif atau pengobatan.
1. Sarana Kesehatan
2.1. Rumah Sakit
Masyarakat membutuhkan perjalanan sejauh 11 kilometer untuk menjangkau rumah sakit pemerintah.
Meskipun rumah sakit adalah sarana perawatan sekunder (rujukan), namun kondisi tersebut dapat
memberikan gambaran bahwa akses masyarakat ke sarana kesehatan primer seperti Puskesmas dan
jaringannya cukup vital dalam pemberian pelayanan kesehatan (terutama upaya pengobatan). Jarak
terjauh adalah dari Kecamatan Bandar Baru dan terdekat adalah Kecamatan Meureudu, Grafik 20. Kondisi
14
Lihat Lampiran 7
36
tersebut lebih baik dari rata-rata jarak masyarakat ke rumah sakit di Aceh, sekitar 24 kilometer. Namun,
penguatan kapasitas Puskesmas dan jejaringnya dalam upaya pengobatan merupakan hal yang penting
diperhatikan.
Grafik 20. Jarak Masyarakat ke Rumah Sakit
Pemanfaatan pelayanan RSUD Pidie Jaya rendah.15 Pada tahun 2012, jumlah tempat tidur yang
tersedia di RSUD Pidie Jaya adalah 44 unit, dengan tempat tidur rawat inap sebanyak 35 unit. Bed
Occupancy Rate (BOR) dari RSUD Pidie Jaya pada tahun tersebut adalah sebesar 29 persen, Tabel 2.
Kondisi tersebut belum mencapai target ideal Kementerian Kesehatan yakni 60-85 persen.16 Rendahnya
tingkat BOR yang dicapai menggambarkan bahwa terdapat kemungkinan rendahnya tingkat kualitas
pelayanan rumah sakit. Kondisi BOR yang rendah di RSUD Pidie Jaya tersebut lebih rendah dari rata-rata
BOR di rumah sakit pemerintah di Aceh yang mencapai 51 persen pada tahun 2012. Demikian pula jika
dibandingkan dengan RSUD di Kabupaten Pidie dengan BOR sebesar 97 persen atau RSUD di Kabupaten
Bireuen dengan BOR 79 sebesar persen.
Rendahnya kualitas pelayanan dapat mengurangi minat calon pasien rawat inap lain di rumah sakit.
Pasien yang mendapat perawatan di rumah sakit, lama atau tidaknya pasien dirawat tergantung dari
penyakit yang dialaminya. Namun rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan juga dapat mengurangi
minat calon pasien untuk memilih rawat inap di rumah sakit. Pasien pada umumnya lebih memilih untuk
dirawat di rumah sakit yang memberikan pelayanan secara baik. Jika angka BOR rendah maka pihak
manajemen rumah sakit harus berupaya meningkatkan kualitas pelayanannya pada pasien, terutama
bagi mereka yang sedang menjalani rawat inap.17
15 Penilaian tingkat keberhasilan pelayanan di rumah sakit dapat dilihat dari berbagai segi yaitu tingkat pemanfaatan sarana, mutu dan tingkat efisiensi
pelayanan. Beberapa indikator standar terkait dengan pelayanan kesehatan di rumah sakit diantaranya adalah pemanfaatan tempat tidur (Bed Occupancy Rate/
BOR), rata-rata lama hari perawatan (Length of Stay/LOS), rata-rata selang waktu pemakaian tempat tidur (Turn Over Interval/TOI), persentase pasien keluar
yang meninggal (Gross Death Rate/GDR) dan persentase pasien keluar yang meninggal >48 jam perawatan (Net Death Rate/NDR).
16
17
Widaryanto, 2005
37
Tabel 2. Indikator Kinerja Rumah Sakit Umum Meureudu Tahun 2011 dan 2012
No
Indikator
Ideal
2011
2012
BOR
(Bed Occupancy Ratio= Angka
penggunaan tempat tidur).
60-85 persen
11 persen
29 persen
LOS
(Length of Stay= Rata-rata
lamanya pasien dirawat)
6-9 hari
3 Hari
NDR
(Net Death Rate = Angka
kematian netto)
14 orang
17 orang
TOI
(Turn Over Interval = Waktu
Tenggang Perputaran)
1-3 hari
28 Hari
34 Hari
Hari
Tempat tidur yang tersedia belum tergunakan secara efisien. Turn Over Interval (TOI) adalah waktu
rata-rata suatu tempat tidur kosong atau waktu antara satu tempat tidur ditinggalkan oleh pasien sampai
ditempati lagi oleh pasien lain. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat
tidur. Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi pada kisaran 1-3 hari.18 Pencapaian TOI RSUD Pidie Jaya
cukup panjang mencapai 28 hari (2011) dan 34 hari pada tahun 2012.
Length of Stay (LOS) di RSUD Pidie Jaya telah mencapai target yang direncanakan. LOS adalah ratarata lama rawat seorang pasien. Indikator ini dapat memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat
memberikan gambaran mutu pelayanan terutama dalam pelayanan medis, apabila diterapkan pada
diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang memerlukan pengamatan lebih lanjut. Secara umum nilai LOS
yang ideal antara 6-9 hari.19 LOS pada RSUD Pidie Jaya tahun 2012 adalah 5 hari yang menunjukkan
kondisi yang ideal.
Tingkat Kematian Kasar (Gross Death Rate, GDR) dan Tingkat Kematian Netto (Net Death Rate, NDR)
RSUD Pidie Jaya cukup baik.20 Angka GDR di RSUD Pidie Jaya pada tahun 2011 adalah sebesar 19 per
seribu yang bermakna cukup ideal. Kondisi yang sama juga terlihat untuk NDR di RSUD Pidie Jaya yang
berjumlah 5,4 atau NDR mencapai nilai idealnya. Namun, jika dibandingkan dengan kondisi di rumah
sakit lainnya di Aceh dengan NDR 1,7 dan GDR 3,0, maka diperlukan lebih banyak perbaikan di RSUD
Pidie Jaya. Asumsinya, jika pasien meninggal setelah mendapat perawatan 48 jam berarti ada faktor
pelayanan rumah sakit yang terlibat dengan kondisi meninggalnya pasien, namun jika pasien meninggal
sebelum 48 jam masa perawatan, dianggap faktor keterlambatan pasien datang ke rumah sakit menjadi
penyebab utama pasien meninggal.
18
19
20 Gross Death Rate (GDR) adalah angka kematian umum untuk setiap seribu penderita keluar dari rumah sakit, tidak melihat berapa lama pasien berada di
rumah sakit dari masuk sampai meninggal. Net Death Rate (NDR) adalah angka kematian pasien setelah dirawat > 48 jam per seribu pasien keluar. Nilai ideal
GDR adalah < 45 dan NDR ideal adalah < 25 per 1 ribu pasien keluar.
38
2.2. Puskesmas
Dari sisi akses dan ketersediaan sarana kesehatan, Pidie Jaya mempunyai nilai terbaik di Aceh.21
Kabupaten Pidie Jaya bersama dengan Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten Aceh Barat Daya
mempunyai jarak tempuh (akses) masyarakat ke Puskesmas atau Puskesmas Pembantu (Pustu) dan
rasio Puskesmas per penduduk dengan nilai lebih baik dari rata-rata Aceh, sehingga memperoleh
indeks tertinggi. Berbeda jauh dengan beberapa daerah lainnya seperti Kabupaten Simeulue dan Kota
Subulusslam yang mempunyai indeks rendah. Hal ini merupakan kesempatan pembangunan kesehatan
yang lebih baik di Pidie Jaya, Grafik 21.
Grafik 21. Indeks Sarana Kesehatan 22
Rasio Puskesmas terhadap penduduk di Pidie Jaya lebih baik dari target nasional. Pada tahun 2012
rasio Puskesmas terhadap penduduk di Pidie Jaya adalah satu per 14 ribu, atau satu Puskesmas rata-rata
melayani 14 ribu penduduk. Kondisi tersebut lebih baik dari target nasional, yaitu satu Puskesmas melayani
30 ribu penduduk, Grafik 22. Pada tahun 2013, Puskesmas Bandar Baru mengalami pemekaran, dimana
Pustu Cubo menjadi Puskesmas sehingga membuat rasio di Puskesmas tersebut menjadi lebih baik dan
melayani penduduk di bawah 30 ribu orang.
Jumlah Puskesmas di Pidie Jaya terus bertambah. Guna meningkatkan akses masyarakat terhadap
sarana kesehatan, jumlah sarana kesehatan terus dibangun. Jumlah Puskesmas pada tahun 2008 adalah
sembilan, meningkat menjadi sebelas di tahun 2013. Selain jumlah Puskesmas, jumlah Poskesdes/
Polindes juga terus mengalami penambahan. Secara umum untuk sarana kesehatan primer masyarakat,
pada tahun 2013 di Pidie Jaya terdapat sebelas Puskesmas (lima rawat inap dan enam rawat jalan), 19
Pustu dan 95 Poskesdes.23
21 Indeks dihitung dengan menggunakan nilai standar jarak rata-rata dan rasio Puskesmas terhadap penduduk. Indeks diperoleh dari pembagian nilai sarana
di kabupaten/kota standar. Jika nilai diperoleh lebih rendah dari 1 (satu) maka digunakan hasil pembagian, sementara jika diatas 1 (satu), maka nilai 1 (satu)
diberikan untuk setiap komponen.
22
Lihat Lampiran 8
23
Dalam analisis ini nantinya konsep Puskesmas akan dibahas adalah sepuluh Puskesmas yang datanya tersedia hingga tahun 2012.
39
Jarak rata-rata penduduk ke Puskesmas dan Pustu di Pidie Jaya cukup terjangkau. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa kemudahan akses masyarakat ke sarana kesehatan cenderung baik. Jarak terjauh
akumulatif masyarakat ke Puskesmas dan Pustu adalah 3 kilometer terdapat di Kecamatan Meureudu,
sementara jarak terdekat di Kecamatan Jangka Buya. Daerah dengan jarak yang relatif jauh ke Puskesmas
juga telah direspon dengan keberadaan Pustu, Grafik 23. Kondisi tersebut juga lebih baik dari jarak ratarata penduduk di Aceh ke Puskesmas (4,9 kilometer) dan Pustu (4,5 kilometer).
Grafik 23. Jarak Tempuh ke Puskesmas dan Puskesmas Pembantu
40
Sama dengan daerah lain di Aceh, Puskesmas merupakan tempat berobat paling diminati oleh masyarakat
Pidie Jaya. Jumlah masyarakat yang berobat ke Puskesmas menduduki persentase tertinggi. Kondisi
tersebut disebabkan kemudahan akses dari sisi sarana, biaya dan budaya masyarakat. Sementara itu,
praktik paramedis (perawat dan bidan) merupakan tempat berobat dengan persentase tertinggi kedua,
Grafik 25. Antusiasme masyarakat terhadap sarana kesehatan yang disediakan pemerintah, dalam
hal ini Puskesmas, merupakan salah satu indikator bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
Puskesmas cukup baik.
24
41
25 BPS: Angka Kematian Ibu adalah banyaknya kematian ibu karena faktor kehamilan dan persalinan serta masa nifas. Kematian ibu tersebut terjadi pada
saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain
42
AKI di Pidie Jaya cenderung semakin membaik. AKI maternal pada tahun 2008 adalah 179 per 100
ribu KH, Grafik 27. Pada tahun 2012, AKI di Pidie Jaya menurun menjadi 115 per 100 ribu KH. Kematian
ibu di Pidie Jaya didominasi akibat kematian ibu ketika menjalani proses persalinan. Dalam dua tahun
pengamatan kematian ibu paling banyak terjadi di Kecamatan Blang Kuta dengan AKI 429 per 100 ribu
KH dan di Kecamatan Jangka Buya dengan AKI 289 per 100 ribu KH. AKI tinggi dikarenakan jumlah KH di
kecamatan tersebut terbilang rendah, jika dibandingkan dengan kelahiran hidup di kecamatan yang lain.
Pola ini perlu dianalisis lebih lanjut mengingat kehandalan data yang masih menjadi tantangan utama di
Pidie Jaya.
Grafik 27. Angka Kematian Ibu di Pidie Jaya
Angka Kematian Bayi (AKB) di Pidie Jaya menurun.26 Pada tahun 2011 di Kabupaten Pidie Jaya terjadi
21 kematian bayi dari 3.044 jumlah Lahir Hidup (LH), atau dari seribu bayi lahir hidup terdapat 6 sampai
7 bayi yang meninggal dalam setahun. Penurunan AKB dari tahun 2009 hingga 2011 menunjukkan
perbaikan yang cukup signifikan, memberikan kesan upaya kesehatan yang berhubungan dengan upaya
menurunkan AKB cukup berhasil. Namun, AKB kembali meningkat pada tahun 2012 menjadi 9 per seribu
LH, Grafik 28. Meskipun angka ini lebih rendah dari target yang ditetapkan secara nasional yaitu 32
per seribu LH maupun pencapaian AKB Aceh tahun 2012 yaitu 10,8 per seribu LH, peningkatan pada
tahun 2012 menunjukkan perlunya upaya penurunan AKB untuk mencapai angka yang lebih baik di
masa mendatang.
26 Infant Mortality Rate (IMR) atau Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun pada tahun yang sama,
dinyatakan dalam seribu Lahir Hidup (LH).
43
Grafik 28. Angka Kematian Bayi per Seribu Lahir Hidup (LH)
Indeks angka kematian di Pidie Jaya lebih baik dibandingkan daerah lain di Aceh. Dengan menggunakan
standar angka kematian (ibu, bayi dan Balita) di Aceh, diketahui bahwa Kabupaten Simeulue adalah
daerah dengan nilai indeks terendah. Terdapat tujuh daerah dengan pencapaian seluruh angka kematian
yang lebih baik dari rata-rata Aceh sehingga memperoleh nilai maksimum, Grafik 29.
Grafik 29. Indeks Angka Kematian Ibu, Bayi dan Balita 27
27 Infant Mortality Rate (IMR) atau Angka Kematian Bayi (AKB) adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun pada tahun yang sama,
dinyatakan dalam seribu Lahir Hidup (LH).
44
Jumlah belanja kesehatan di Pidie Jaya terhadap pencapaian pembangunan kesehatan cenderung baik.
Pidie Jaya termasuk dalam kuadran tiga, atau daerah dengan jumlah belanja kesehatan perkapita yang
relatif lebih kecil dari rata-rata Aceh, namun memiliki indeks angka kematian yang lebih baik dari Aceh.
Meskipun Pidie Jaya mempunyai belanja kesehatan yang relatif lebih efektif, namun terdapat daerah
dengan belanja yang lebih kecil dari Pidie Jaya dan indeks angka kematian yang hampir sama seperti
Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Aceh Utara dan Kota Banda Aceh, Grafik 30.
Grafik 30. Indeks Angka Kematian Terhadap Belanja Kesehatan Perkapita
3.2. Gizi
Jumlah Balita ditimbang di Pidie Jaya sebagai pintu masuk penjaringan Balita yang mengalami masalah
kesehatan, terutama gizi, lebih baik dari Aceh. Cakupan Balita ditimbang terhadap keseluruhan Balita
yang ada (D/S) di Provinsi Aceh tahun 2012 sebesar 54 persen. Pidie Jaya pada tahun 2012 mempunyai
persentase yang lebih baik yakni 77 persen, meningkat dari tahun 2011 yang hanya berjumlah 63 persen.
Jumlah tersebut juga lebih baik jika dibandingkan target nasional yakni 70 persen. Balita yang ditimbang
merupakan salah satu upaya yang strategis mengingat pencapaiannya menentukan penjaringan kondisi
gizi Balita. Semakin rendah pencapaian Balita ditimbang maka jumlah Balita yang terdeteksi status
gizinya juga akan menurun, demikian pula sebaliknya.
Jumlah Balita dengan kondisi gizi di Bawah Garis Merah (BGM) merupakan masalah di Pidie Jaya.28 Di
Kabupaten Pidie Jaya pada tahun 2012 jumlah dan persentase Balita BGM mengalami peningkatan dari
tahun 2011 yang berjumlah hanya tiga persen. Kondisi tersebut juga menempatkan Pidie Jaya sebagai
daerah dengan angka Balita BGM tertinggi kedua di Aceh, Grafik 31. Walaupun penemuan kasus Balita
BGM bukan berarti seorang Balita telah menderita gizi buruk, namun ukuran BGM dapat memberikan
sinyal bahaya terhadap potensi Balita dengan gizi buruk yang semakin besar.
28 Berat Badan yang berada di Bawah Garis Merah (BGM) pada Kartu Menuju Sehat (KMS) merupakan perkiraan untuk menilai seseorang menderita gizi buruk.
45
Pencapaian indikator gizi merupakan tantangan di Pidie Jaya. Kabupaten Aceh Tengah bersama dengan
tiga daerah lainnya merupakan kabupaten dengan pencapaian indikator gizi yang lebih baik dari ratarata Aceh. Dibandingkan dengan daerah lainnya di Aceh, pencapaian indeks indikator gizi di Pidie Jaya
menempati urutan dua terendah di Aceh. Tantangan tersebut adalah pada komponen Balita BGM yang
cukup tinggi, Grafik 32.
Grafik 32. Indeks Indikator Gizi 29
29
46
Jumlah Balita ditimbang dan Balita BGM antar Puskesmas dalam Kabupaten Pidie Jaya cukup variatif.
Balita dengan BGM di Puskesmas Jangka Buya tidak ditemukan, namun pencapaian Balita ditimbang di
Puskesmas tersebut masih rendah. Angka terbaik untuk jumlah Balita ditimbang terdapat di Puskesmas
Meureudu (93 persen). Puskesmas Bandar Dua merupakan wilayah dengan jumlah BGM tertinggi yang
mencapai 87 persen, Grafik 33. Perhatian pemerintah untuk meningkatkan jumlah Balita ditimbang dan
mengentaskan masalah gizi buruk adalah hal cukup penting di Pidie Jaya.
Grafik 33. Balita Ditimbang dan Balita di Bawah Garis Merah (BGM) di Puskesmas
47
TB Paru merupakan tantangan di Kabupaten Pidie Jaya. Angka kejadian per tahun (insidensi) dan jumlah
kasus total (prevalensi) TB Paru di Pidie Jaya relatif lebih tinggi dari rata-rata Aceh di tahun 2012. Angka
kejadian TB Paru ditemukan hampir dua kasus setiap seribu penduduk, dua kali lipat nilai rata-rata Aceh.
Angka temuan kasus menunjukkan jumlah yang cukup baik, namun angka keberhasilan pengobatan TB
juga cukup rendah (25 persen), Grafik 35. Hal tersebut memberikan sinyal bahwa perhatian lebih besar
harus diberikan untuk penyakit ini.
Grafik 35. Beberapa Indikator TB Paru Tahun 2012
30
48
Prevalensi kasus kusta di Pidie Jaya menurun. Prevalensi kusta adalah jumlah keseluruhan penderita
kusta yang menimpa penduduk pada periode waktu tertentu. Prevalensi kusta di Kabupaten Pidie Jaya
tahun 2011 adalah 2,9 per 10 ribu penduduk. Angka tersebut membaik menjadi 2,5 pada tahun 2012,
Grafik 36. Namun, kondisi itu lebih buruk dari Aceh yang mempunyai prevalensi kusta hanya 0,8 per 10
ribu penduduk. Kemauan penderita untuk berobat di Pidie Jaya cukup memuaskan, dimana pada tahun
2011 dan 2012 mencapai 100 persen.
Kasus kusta ditemukan hampir di semua kecamatan. Bandar Baru merupakan kecamatan dengan
prevalensi kusta tertinggi. Kasus kusta ditemukan dengan prevalensi antara 0,5-5,8 per 10 ribu penduduk.
Kecamatan Ulim, Bandar Dua, Kuta Krueng, dan Blang Kuta merupakan daerah yang tidak ditemukan
kasus kusta. Perhatian pemerintah untuk kecamatan-kecamatan dengan kasus kusta perlu lebih
ditingkatkan lagi, mengingat resiko kecacatan akibat penyakit ini.
Kasus malaria di Pidie Jaya menurun. Malaria salah satu penyakit menular yang upaya pengendaliannya
menjadi komitmen global dalam MDGs. Malaria disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup dan
berkembang biak dalam sel darah merah manusia ditularkan oleh nyamuk anopheles betina. Target angka
kesakitan malaria (Annual Parasite Incidence/API) secara nasional ingin dicapai sebesar 1.75 per seribu
penduduk. Melihat angka kesakitan malaria di Kabupaten Pidie Jaya sebesar 0,05 per seribu penduduk,
maka angka kesakitan malaria telah mencapai target.
Angka kejadian DBD di Pidie Jaya jauh lebih baik dibandingkan rata-rata Aceh. Kejadian DBD di seluruh
Aceh pada tahun 2012 adalah sebanyak 2.269 kasus, hal ini menjadikan insidensi DBD per 100 ribu
penduduk adalah sebesar 48. Kejadian DBD di Pidie Jaya pada tahun yang sama adalah 9 kasus atau
6,4 per 100 ribu penduduk, Grafik 36. Kasus demam berdarah di Pidie Jaya pada tahun 2012 menurun
dibanding tahun 2011 yaitu sebanyak 19 kasus. Kondisi ini juga menuntut perhatian lebih terhadap upaya
pencegahan dan penanggulangannya.
Grafik 36. Indikator Beberapa Penyakit Menular Tahun 2012
49
Persentase diare yang ditemukan dan ditangani berbeda antar kecamatan. Pada tahun 2012 diare
ditangani di Aceh adalah sebesar 64 persen, sementara di Pidie Jaya pencapaiannya adalah sebesar
63 persen, Grafik 36. Angka tersebut hampir sama dengan capaian rata-rata Aceh, namun disparitas
antar kecamatan cukup besar. Pencapaian penanganan kasus diare tertinggi adalah di Kecamatan Blang
Kuta (161 persen), sementara Kecamatan Bandar Baru dan Kecamatan Meureudu kasus yang ditangani
di bawah 40 persen. Kondisi tersebut dapat disebabkan lebih rendah atau terlalu tinggi nilai estimasi
penderita diare di wilayah tersebut.
Campak merupakan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yang ditemukan di Pidie
Jaya. Terdapat beberapa PD3I, yaitu tetanus neonatorum, campak, difteri, polio dan AFP, pertusis serta
hepatitis B. Dari penyakit tersebut, ditemukan 179 kasus campak dan tidak ada kasus lainnya pada tahun
2012.
4. Standar Pelayanan Minimal dan Upaya Kesehatan
Pencapaian indikator kinerja Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan di Pidie Jaya belum
sepenuhnya sesuai target. Terdapat beberapa urusan wajib SPM, yaitu; penyelenggaraan pelayanan
kesehatan dasar yang terdiri dari 13 indikator kinerja, penyelenggaraan pelayanan kesehatan rujukan
dengan dua indikator, penyelenggaraan penyelidikan epidemiologi dan penanggulangan Kejadian
Luar Biasa (KLB) dengan satu indikator dan penyelenggaraan promosi kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat dengan satu indikator, Tabel 3.
Tabel 3. Pencapaian dan Target SPM Bidang Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya
Target
2012
Pencapaian
2012
Keterangan
90
persen
92 persen
Tercapai
60
persen
54 persen
Belum
Tercapai
100
persen
100 persen
Tercapai
100
persen
100 persen
Tercapai
100
persen
8 persen
Belum
Tercapai
100
persen
148 persen
Tercapai
35
persen
51 persen
Tercapai
65
persen
77 persen
Tercapai
50
persen
1 persen
Belum
Tercapai
100
persen
100 persen
Tercapai
50
persen
77 persen
Tercapai
70
persen
51 persen
Belum
Tercapai
Indikator Kerja
Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Dasar
50
100
persen
50
persen
4 persen
Belum
Tercapai
85
persen
100 persen
Tercapai
55
persen
85
persen
63 persen
Belum
Tercapai
100
persen
Asumsi
Tercapai
100
persen
Asumsi
Tercapai
100
persen
Asumsi
Tercapai
100
persen
100 persen
Tercapai
36
persen
7 persen
Belum
Tercapai
Sumber: Perbup Pidie Jaya Nomor 23 Tahun 2012, Dinkes Aceh, Dinkes Pidie Jaya, PECAPP
Anggaran belanja untuk pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) di Pidie Jaya masih belum
mencapai target. Pada tahun 2012, diterbitkan Peraturan Bupati Pidie Jaya Nomor 23 Tahun 2012 tentang
Target Kinerja Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya. Pada peraturan
tersebut dinyatakan bahwa pada tahun 2013 guna mencapai target SPM maka dibutuhkan dana Rp 54
miliar untuk beberapa kegiatan. Namun, besaran anggaran yang diharapkan tersebut tidak terjadi, dengan
total belanja untuk seluruh program yang dimaksud hanya berjumlah Rp 9,1 miliar atau 17 persen dari
target. Hal ini disebabkan teralokasinya anggaran tersebut pada dinas lainnya.
Seluruh persalinan di Pidie Jaya dilakukan pada tenaga kesehatan. Salah satu upaya untuk menurunkan
AKI adalah dengan meningkatkan jumlah persalinan pada tenaga kesehatan terlatih. Dari 2.600
persalinan yang terjadi pada tahun 2012 semuanya dilaksanakan pada tenaga kesehatan. Namun, jumlah
pencapaian terhadap ibu yang memeriksakan kehamilannya minimal empat kali masih variatif dengan
persentase terendah di Puskesmas Bandar Baru (82 persen) dan tertinggi di Puskesmas Meurah Dua
yang mencapai 100 persen, Grafik 37.
51
Meskipun persalinan pada tenaga kesehatan cukup tinggi dan kontrol kehamilan cukup baik, namun
AKI masih tinggi. Penurunan kematian ibu diupayakan tidak semata dengan pemeriksaan persalinan dan
persalinan pada tenaga kesehatan. Kedua upaya tersebut dinilai strategis dalam menurunkan AKI. Di luar
komponen itu, berbagai hal lainnya perlu diperhatikan, diantaranya adalah cakupan komplikasi kebidanan
yang ditangani. Upaya tersebut pada tahun 2012 hanya sebesar 54 persen di Pidie Jaya. Analisis
lebih dalam terhadap upaya untuk menemukan penyebab dari masih adanya AKI perlu dilaksanakan.
Pencapaian K4 serta persalinan pada tenaga kesehatan yang sudah baik perlu dipertahankan dan
ditingkatkan.
Upaya pelayanan kesehatan anak menunjukkan perbaikan. Beberapa upaya pelayanan kesehatan anak
seperti Kunjungan Neonatus Pertama (KN1), Kunjungan Neonatus Lengkap (KN3) dan kunjungan bayi
lengkap menunjukkan perbaikan di Pidie Jaya.31 Meskipun pencapaian kunjungan bayi lengkap pada
tahun 2012 di seluruh Puskesmas telah mencapai 100 persen atau lebih, dengan total pencapaian 150
persen, namun masih terdapat satu Puskesmas (Trienggadeng) yang pencapaiannya masih 80 persen.
Indikator KN1 dan KN3 mencapai 100 persen pada semua Puskesmas, Grafik 38. Kondisi ini menunjukkan
adanya upaya yang cukup kuat untuk menurunkan angka kematian bayi di Pidie Jaya.
31 KN1: Pelayanan kesehatan neonatal dasar, kunjungan ke-1 pada 6-24 jam setelah lahir; KN3: Pelayanan kesehatan neonatal dasar meliputi ASI ekslusif,
pencegahan infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, pemberian vitamin K1 injeksi bila tidak diberikan pada saat lahir, pemberian imunisasi hepatitis B1 bila
tidak diberikan pada saat lahir, dan manajemen terpadu bayi muda. Dilakukan sesuai standar sedikitnya 3 kali, pada 6-24 jam setelah lahir, pada 3-7 hari dan pada
-28 hari setelah lahir yang dilakukan di fasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah. Kunjungan Bayi Lengkap: Cakupan kunjungan bayi umur 29 hari11 bulan
di sarana pelayanan kesehatan (polindes, pustu, puskesmas, rumah bersalin dan rumah sakit) maupun di rumah, posyandu, tempat penitipan anak, panti asuhan
dan sebagainya melalui kunjungan petugas. Setiap bayi memperoleh pelayanan kesehatan minimal 4 kali yaitu satu kali pada umur 29 hari-3 bulan, 1 kali pada
umur 3-6 bulan, 1 kali pada umur 6-9 bulan, dan 1 kali pada umur 9-11 bulan. Pelayanan Kesehatan tersebut meliputi pemberian imunisasi dasar (BCG, DPT/
HB1-3, Polio 1-4, Campak), stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) bayi dan penyuluhan perawatan kesehatan bayi. Penyuluhan perawatan
kesehatan bayi meliputi; konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI sejak usia 6 bulan, perawatan dan tanda bahaya bayi sakit (sesuai MTBS),
pemantauan pertumbuhan dan pemberian vitamin A kapsul biru pada usia 611 bulan.
52
Meskipun pencapaian target guna menurunkan angka kematian bayi cukup tinggi, namun AKB
meningkat. Jumlah kematian bayi yang tercatat di Puskesmas adalah sebanyak dua kasus, sementara
total kejadian diketahui 24 kasus.32,33 Kematian bayi yang tidak tercatat tersebut diasumsikan terjadi di
sarana kesehatan lain non-Puskesmas yakni rumah sakit. Beberapa keadaan dapat melatarbelakanginya,
misalnya masih rendahnya pencapaian angka neonatus dengan komplikasi yang ditangani.
Secara umum, kejadian angka kesakitan di Pidie Jaya menunjukkan perbaikan. Keberhasilan pemerintah
dalam menurunkan angka kesakitan, seperti malaria, penting dipertahankan di masa mendatang selain
berbagai upaya penurunan angka kejadian penyakit menular lainnya. Tantangan terhadap berbagai
penyakit seperti TB Paru, kusta dan lainnya terus meningkat sepanjang waktu sehingga perhatian
terhadapnya perlu ditingkatkan.
Indeks upaya kesehatan di Kabupaten Pidie Jaya lebih baik dari Aceh. Nilai indeks yang diperoleh Pidie
Jaya untuk upaya kesehatan adalah sebesar 3,5 atau lebih baik dari rata-rata kabupaten/kota di Aceh
dengan nilai 3,41. Namun, upaya-upaya yang berkaitan dengan penurunan AKB/AKABA, perbaikan gizi
serta upaya Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular (P2M) di Pidie Jaya masih rendah. Hal
tersebut menjadi alasan terjadinya peningkatan AKB dan tingginya Balita dengan BGM serta tingginya
beberapa kasus penyakit menular di Pidie Jaya, Grafik 39.
32
33
53
34
54
Secara rata-rata, belanja per Puskesmas di Pidie Jaya adalah Rp 600 juta per tahun. Selama dua tahun
pengamatan, jumlah belanja Puskesmas terendah secara rata-rata terhitung sebesar Rp 323 juta dan
yang tertinggi adalah Rp 1 miliar. Pada tahun 2012, Puskesmas Bandar Baru merupakan Puskesmas
dengan jumlah belanja terbesar, Grafik 41. Jumlah belanja yang yang berbeda antar Puskesmas tersebut
disebabkan beberapa hal, diantaranya jumlah penduduk dan jumlah kegiatan yang dilaksanakan oleh
setiap Puskesmas.
35 Metode pembayaran kapitasi merupakan pembiayaan kesehatan berbasis jumlah penduduk dan nilai pembayaran yang tetap (fix) tanpa memperhatikan lagi
apakah penduduk tersebut sakit atau tidak, sehingga Puskesmas diharapkan mampu melakukan berbagai hal guna menurunkan jumlah kesakitan di wilayahnya.
56
Belanja Puskesmas perkapita sebesar Rp 33 ribu. Total belanja perkapita tertinggi pada tahun 2012
adalah Rp 40 ribu dan terendah sebesar Rp 31 ribu dengan nilai rata-rata Rp 33 ribu, Grafik 41. Belanja
tersebut merupakan hasil penjumlahan seluruh belanja yang dikelola oleh Puskesmas dibagi dengan
jumlah penduduk, meskipun besaran belanja cukup besar, namun dapat saja belanja perkapitanya lebih
rendah dari Puskesmas lainnya karena jumlah penduduk yang besar. Kondisi tersebut tampak terjadi pada
Puskesmas Ulim dan Bandar Baru.
Grafik 41. Belanja Total dan Perkapita Puskesmas
Pengobatan adalah jenis program dengan belanja terbesar. Belanja kuratif atau pengobatan menyerap
sebesar 60 persen belanja (Rp 1,8 miliar untuk lima Puskesmas pengamatan). Belanja untuk pencegahan
dimanfaatkan sebesar 35 persen atau sebesar Rp 1 miliar, sementara belanja supportif untuk kegiatan
manajemen dan administrasi hanya menggunakan 5 persen belanja, Grafik 42. Kondisi tersebut
disebabkan kebijakan dari pemanfaatan dana JKA yang setidaknya 20 persen diperuntukkan bagi upaya
pencegahan. Memberikan kesempatan yang lebih baik bagi Puskesmas dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat guna mencapai berbagai indikator kesehatan lebih baik.
57
Belanja JKA merupakan sumber belanja kuratif (pengobatan) utama. Belanja bersumber JKA sebagian
besarnya digunakan untuk upaya pengobatan atau berkontribusi sebesar Rp 1,4 miliar atau 81 persen dari
total belanja kuratif yang terhitung sebesar Rp 1,8 miliar, Grafik 43. Selain JKA, sumber belanja pengobatan
adalah dana Jamkesmas sebesar 17 persen dan Askes sebesar 2 persen. Belanja pencegahan sebagian
besarnya bersumber dari dana Jampersal, terhitung 37 persen, hal ini karena pengelompokan pendanaan
Jampersal yang digunakan untuk pelayanan ibu hamil dan anak, cukup besar. Sumber dana pencegahan
lainnya adalah BOK sebesar 33 persen dan JKA sebesar 30 persen. Belanja supportif sebagian besarnya
bersumber dari dana rutin 46 persen dan BOK sebesar 38 persen.
Grafik 43. Sumber Belanja Program Kesehatan
58
Belanja untuk pencegahan dialokasikan hanya sekitar sepertiga dari belanja Puskesmas. Pada tahun
2012, belanja untuk pencegahan dengan porsi terbesar diperoleh di Puskesmas Meurah Dua yang
mencapai 38 persen dari belanja Puskesmas. Secara umum seluruh Puskesmas memberikan porsi yang
bermakna untuk belanja pencegahan dengan porsi antara 33 hingga 38 persen, Grafik 44.
Grafik 44. Jenis Belanja Kesehatan Per Puskesmas
Jenis sasaran belanja utama adalah penyediaan dana untuk masyarakat yang berobat. Upaya kesehatan
perorangan merupakan jenis sasaran belanja terbesar, sesuai dengan jenis program kesehatan. Pada tahun
2012 belanja untuk sasaran tersebut menyerap 52 persen atau Rp 1,5 miliar dana dari lima Puskesmas
yang disurvei. Belanja untuk pelayanan gizi, ibu dan anak merupakan jenis sasaran tertinggi kedua dengan
besaran sebesar 24 persen dari total belanja, Grafik 45. Perhatian Puskesmas untuk upaya menurunkan
Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Bayi dan menurunkan kejadian gizi buruk juga cukup besar, Grafik 45.
Grafik 45. Belanja Kesehatan Berdasarkan Sasaran
59
Pola belanja terhadap sasaran kesehatan di setiap Puskesmas hampir sama. Belanja upaya kesehatan
perorangan dan pelayanan ibu, anak dan gizi merupakan belanja dengan porsi terbesar. Belanja
upaya kesehatan perorangan terbesar terhitung di Puskesmas Bandar Baru dengan jumlah Rp 613 juta,
sementara belanja terendah di Puskesmas Jangka Buya dengan jumlah Rp 163 juta. Belanja pengobatan
perkapita secara rata-rata pada Puskesmas di Pidie Jaya adalah sebesar Rp 20 ribu. Belanja pengobatan
perkapita tertinggi adalah Rp 22 ribu terhitung di Puskesmas Jangka Buya. Puskesmas dengan belanja
pengobatan perkapita terendah adalah Puskesmas Trienggadeng sebesar Rp 19 ribu. Belanja pencegahan
perkapita tertinggi terdapat di Puskesmas Ulim dan Jangka Buya, sebesar Rp 14 ribu.
Grafik 46. Sasaran Belanja Per Puskesmas
60
AKB tinggi, namun tidak dapat didistribusikan kasusnya per Puskesmas. Perhitungan indeks kematian
berdasarkan tiga jenis angka kematian yang dimiliki yakni AKI, AKB dan Angka Kematian Balita (AKABA)
dengan jumlah nilai tertinggi dan terbaik sebesar tiga. Pada tahun 2011, terdapat 21 kematian bayi,
namun tidak dapat dideskripsikan kematian terjadi dimana saja, sehingga indeks kematian bayi pada
2011 dianggap satu atau diasumsikan tidak ada kematian di Puskesmas.37 Kondisi tersebut menjadikan
nilai tahun 2011 tidak dapat dijadikan baseline nilai Indeks kematian terutama untuk AKB.
Secara umum Puskesmas Meureudu dan Pante Raja mempunyai nilai lebih baik dari Puskesmas lainnya.
Hasil perhitungan nilai indeks angka kematian menunjukkan bahwa Puskesmas Pante Raja selama dua
tahun pengamatan memperoleh nilai sempurna (tiga) atau tidak ditemukan kematian ibu, bayi maupun
Balita di Puskesmas tersebut. Sementara itu Puskesmas Meureudu bersama Puskesmas Blang Kuta
merupakan Puskesmas dengan perbaikan indeks terbaik. Pada tahun 2012, juga tidak ditemukan kejadian
kematian ibu, bayi dan Balita di Puskesmas Meureudu, Grafik 48.
36
Lihat Lampiran 7.
Profil Kesehatan Pidie Jaya, 2011
61
Grafik 48. Indeks Angka Kematian Ibu, Anak dan Balita di Puskesmas38
Perhatian lebih besar perlu diberikan untuk Puskesmas Jangka Buya dan Bandar Dua. Indeks angka
kematian ibu, bayi dan anak di Puskesmas Jangka Buya lebih rendah dari Puskesmas yang lainnya.
Komponen angka kematian bayi dan Balita pada tahun 2012 juga rendah di Puskesmas Bandar Dua,
Grafik 49. Perlu perhatian lebih kepada Puskesmas dan penduduk di wilayah tersebut terutama dalam
upaya menurunkan angka kematian.
Grafik 49. Indeks Angka Kematian di Puskesmas 39
38
Lihat Lampiran 9.
39
Lihat Lampiran 9.
62
Puskesmas Kuta Krueng mempunyai indeks terbaik angka kesakitan. Puskesmas Kuta Krueng merupakan
Puskesmas dengan angka kejadian penyakit menular yang relatif lebih rendah dari Puskesmas lainnya di
Pidie Jaya. Tantangan terhadap penyakit TB Paru terjadi di seluruh Puskesmas dengan indeks terendah
atau angka kejadian tertinggi TB Paru di Puskesmas Bandar Baru, sehingga indeks pada Puskesmas
tersebut untuk penyakit TB Paru adalah nol. Meski demikian, Puskesmas Bandar Dua terhitung sebagai
Puskesmas dengan indeks terendah, dimana pencapaian TB Paru, DBD dan campak di Puskesmas
tersebut lebih rendah dari rata-rata Pidie Jaya, Grafik 50.
Grafik 50. Indeks Penyakit Menular 40
Tantangan terhadap penyakit di setiap Puskesmas cenderung berbeda. Kasus kusta cenderung lebih
banyak ditemukan di Bandar Baru, sementara DBD lebih sering ditemukan di Trienggadeng dan Meurah
Dua. Malaria lebih banyak di Trienggadeng, sementara campak lebih banyak di Jangka Buya. Dengan
tantangan yang beragam tersebut, maka alokasi pendanaan kesehatan juga diharapkan dapat menjawab
tantangannya.
Tabel 4. Tantangan Terhadap Beberapa Kasus Penyakit Menular
Puskesmas
TB Paru
Kusta
DBD
Malaria
Campak
Bandar Baru
++
++
Trienggadeng
++
++
Ulim
Jangka Buya
++
Meurah Dua
++
40
63
Upaya kesehatan Puskesmas terhadap komponen pencegahan penyakit menular tampak paling rendah.
Dalam komponen upaya kesehatan, diketahui bahwa komponen pencegahan dan penanggulangan penyakit
memperoleh nilai indeks rata-rata terendah yakni 0,72 dari nilai maksimum satu. Sementara itu upaya
menurunkan angka kematian ibu dan bayi tampak cukup tinggi sebesar 0,94 dan 0,85. Kondisi tersebut salah
satu penyebab tantangan kesehatan yang berhubungan dengan penyakit menular, cukup tinggi di Pidie Jaya.
Grafik 51. Indeks Upaya Kesehatan di Puskesmas 41
Upaya penanggulangan penyakit menular belum terlihat konsisten dengan alokasi pendanaan. Semua
Puskesmas menghadapi masalah TB Paru, dan hampir semua Puskesmas mengalokasikan uang secara
khusus untuk penyakit tersebut. Sementara itu Puskesmas Trienggadeng tampak menghadapi masalah
utama pada DBD dan malaria, namun alokasi khusus terhadap penyakit tersebut tidak ada, Grafik 51.
Komponen belanja yang belum sesuai dengan tantangan dapat mengakibatkan semakin membesarnya
masalah yang muncul di kemudian hari, sehingga alokasi pendanaan terhadap masalah penyakit menular
di Puskesmas belum secara efektif menjawab tantangan kesehatan, Grafik 52.
Grafik 52. Alokasi Belanja Pencegahan Penyakit Menular Terhadap Jenis Penyakit
64
65
66
dan ketersediaan sarana kesehatan yang menjangkau seluruh penduduk merupakan hal yang harus
dihadapi.
Situasi Derajat Kesehatan
1. Jumlah penduduk yang mengalami gangguan kesehatan di Pidie Jaya lebih tinggi dari daerah
lainnya di Aceh.
2. Puskesmas merupakan tempat berobat paling diminati oleh masyarakat Pidie Jaya.
3. Meskipun persalinan pada tenaga kesehatan cukup tinggi dan kontrol kehamilan cukup baik, namun
AKI masih jauh dari target pencapaian tahun 2014.
4. Upaya pelayanan kesehatan anak menunjukkan perbaikan, namun jumlah kematian bayi juga
mengalami peningkatan.
5. Pencapaian Balita ditimbang masih cukup rendah, Balita dengan kondisi gizi di Bawah Garis Merah
(BGM) di Pidie Jaya meningkat.
6. Pidie Jaya menghadapi berbagai masalah penyakit menular yang membutuhkan perhatian lebih,
diantaranya TB Paru, kusta dan campak.
7. Pencapaian indikator kinerja Standar Pelayanan Minimal (SPM) kesehatan di Pidie Jaya belum
sepenuhnya sesuai target.
8. Angka kesakitan di Pidie Jaya menunjukkan perbaikan dan indeks upaya kesehatan di Pidie Jaya
lebih baik dari rata-rata Aceh. Namun, upaya yang berkaitan dengan penurunan AKB/AKABA,
perbaikan gizi serta upaya Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular (P2M) di Pidie Jaya
masih rendah.
Belanja Puskesmas
1. Secara rata-rata, belanja per Puskesmas di Pidie Jaya adalah Rp 600 juta pertahun. Sumber belanja
terbesar adalah Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), 60 persen dari total belanja pada tahun 2012.
2. Belanja Puskesmas perkapita sebesar Rp 33 ribu. Total belanja perkapita tertinggi pada tahun 2012
adalah sebesar Rp 40 ribu dan terendah sebesar Rp 31 ribu dengan nilai rata-rata Rp 33 ribu.
3. Pengobatan adalah jenis program dengan belanja terbesar, menyerap sebesar 60 persen belanja.
Belanja untuk pencegahan dimanfaatkan sebesar 35 persen.
4. Pola belanja terhadap sasaran kesehatan di setiap Puskesmas hampir sama. Belanja upaya kesehatan
perorangan dan pelayanan ibu, anak dan gizi merupakan belanja dengan porsi terbesar.
5. Tantangan terhadap penyakit di setiap Puskesmas cenderung berbeda dan upaya kesehatan
Puskesmas terhadap komponen pencegahan penyakit menular tampak paling rendah. Upaya
penanggulangan penyakit menular belum terlihat konsisten dengan alokasi pendanaan.
67
2. REKOMENDASI
Isu
Belanja
Kesehatan
Masalah
Rekomendasi
Tenaga
Kesehatan
Sarana
Kesehatan
Derajat
Kesehatan
68
Belanja
Puskesmas
69
DAFTAR PUSTAKA
70
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito W. 2008. Analisis Kemiskinan, MDGs dan Kebijakan Kesehatan Nasional. Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Aceh. 2012. Statistik Kesejahteraan Rakyat Provinsi Aceh 2011. Badan Pusat
Statistik Aceh. Banda Aceh.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pidie Jaya. 2013. Pidie Jaya Dalam Angka. http://pidiejayakab.bps.
go.id
Badan Pusat Statistik. 2013. Sistem Informasi Rujukan Statistik. http://sirusa.bps.go.id
BPS Pidie Jaya. 2013. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2013. http://
pidiejayakab.bps.go.id
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman
Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Dinas Kesehatan Aceh. 2013. Hasil Kunjungan Kerja Perdana Kepala Dinas Kesehatan Aceh: Identifikasi
Pelayanan Kesehatan dan Sarana Kesehatan. Dinas Kesehatan Aceh. Banda Aceh.
Dinas Kesehatan Aceh. 2009-2013. Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun 2008-2012. Dinas Kesehatan
Aceh. Banda Aceh.
Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya. 2009-2013. Profil Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya 2008-2012.
Dinas Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya. Meureudu.
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2013. Data
Keuangan Daerah. http://www.djpk.kemenkeu.go.id
Firdausi, NT. 2010. Proyeksi Tingkat Kemiskinan di Indonesia (Studi Kasus: 30 Provinsi). Fakultas Ekonomi,
Universitas Diponegoro. Semarang.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
Public Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program. 2013. Analisis Belanja Publik Pidie
Jaya 2013. PECAPP. Banda Aceh.
Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. 2009-2012. Penjabaran Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2009-2012. Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya.
Meureudu.
Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. 2013. Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten
Pidie Jaya Tahun Anggaran 2013. Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya. Meureudu.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 340/Menkes/Per/III/2010 Klasifikasi Rumah
Sakit. 11 Maret 2010. Jakarta.
Peraturan Bupati Pidie Jaya Nomor 23 Tahun 2012 Target Kinerja Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan Kabupaten Pidie Jaya. 17 September 2012. Berita Daerah Kabupaten Pidie Jaya Tahun 2012
Nomor 23. Meureudu.
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Petunjuk Teknis Penyusunan
Profil Kesehatan Kabupaten/Kota. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Kesehatan. 13 Oktober 2009. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144. Jakarta.
Widaryanto. 2005. Analisis Strategi Peningkatan Kinerja Rumah Sakit Melalui Faktor-faktor Yang
Berpengaruh Terhadap Perilaku Pelayanan (Studi Kasus pada Rumah Sakit Kariadi Semarang). Program
Studi Magister Manajemen, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro. Semarang.
71
LAMPIRAN
72
25
20
22
26
21
36
16
20
21
22
18
51
19
22
34
19
25
20
18
24
63
4
14
40
Aceh Besar
Aceh Jaya
Aceh Selatan
Aceh Singkil
Aceh Tamiang
Aceh Tengah
Aceh Tenggara
Aceh Timur
Aceh Utara
Banda Aceh
Bener Meriah
Bireuen
Gayo Lues
Langsa
Lhokseumawe
Nagan Raya
Pidie
Pidie Jaya
Sabang
Simeulue
Subulussalam
11
22
Dokter Gigi
23
Aceh Barat
Dokter Umum
ACEH
Kabupaten/Kota
100
267
298
217
383
265
286
140
197
289
288
237
141
258
377
197
384
214
243
271
329
335
339
254
273
Bidan
118
192
284
386
202
136
144
225
145
216
189
90
36
86
127
166
182
133
196
176
225
75
223
178
147
Perawat
22
14
24
35
16
12
14
63
16
14
17
13
21
15
12
Gizi
40
73
101
166
125
175
46
47
65
48
32
71
52
22
15
91
41
88
65
114
76
74
60
68
73
40
27
60
43
58
13
11
14
14
24
10
10
22
41
12
30
13
52
20
29
16
21
Sanitasi
9.820
18.915
13.164
10.434
14.593
17.961
21.361
12.846
22.749
6.952
31.384
29.968
11.285
15.321
13.966
Aceh Singkil
Aceh Tamiang
Aceh Tengah
Aceh Tenggara
Aceh Timur
Aceh Utara
Banda Aceh
Bener Meriah
Bireuen
Gayo Lues
Langsa
Lhokseumawe
Nagan Raya
Pidie
Pidie Jaya
74
14.251
9.686
Aceh Selatan
Subulussalam
8.081
Aceh Jaya
5.310
13.210
Aceh Besar
10.616
10.224
Simeulue
14.028
Aceh Barat
Sabang
14.321
ACEH
Kabupaten/Kota
18,9
11,3
6,3
2,6
2,5
5,5
2,7
3,5
5,8
3,8
5,9
1,2
4,3
5,1
5,3
7,2
4,8
5,4
5,3
8,2
3,4
2,3
5,6
4,7
9,18
9,53
6,42
2,47
9,20
9,18
11,36
11,20
2,73
13,04
12,84
9,22
14,08
14,45
12,83
15,01
16,16
9,83
15,52
15,97
14,37
19,79
22,49
Aceh Besar
Aceh Timur
Aceh Utara
Banda Aceh
Pidie Jaya
Bireuen
Subulussalam
Aceh Tengah
Aceh Tenggara
Aceh Selatan
Nagan Raya
Langsa
Sabang
Aceh Singkil
Bener Meriah
Aceh Jaya
Lhokseumawe
Gayo Lues
Aceh Tamiang
Pidie
Aceh Barat
Simeulue
10,76
ACEH
Kabupaten/ Kota
LAMPIRAN 3. ANGKA KEMATIAN IBU DAN ANGKA KEMATIAN BAYI TAHUN 2012
403,69
212,09
284,72
225,62
214,02
520,23
111,42
32,63
267,24
144,51
117,37
368,73
249,64
222,58
205,06
139,98
189,27
200,09
114,94
20,62
148,81
144,75
171,10
190,66
27,10
22,98
16,57
17,36
16,05
12,14
16,71
16,97
13,36
15,90
16,04
9,96
12,84
13,35
3,87
12,04
11,36
9,77
10,73
2,68
6,79
10,01
9,64
11,80
75
81,11
70,54
65,70
50,92
122,73
41,24
70,82
80,39
85,85
34,25
87,92
123,47
166,40
100,69
194,65
134,96
43,63
105,69
169,00
68,30
175,42
Aceh Besar
Aceh Jaya
Aceh Selatan
Aceh Singkil
Aceh Tamiang
Aceh Tengah
Aceh Tenggara
Aceh Timur
Aceh Utara
Bener Meriah
Bireuen
Gayo Lues
Banda Aceh
Langsa
Lhokseumawe
Sabang
Nagan Raya
Pidie
Pidie Jaya
Simeulue
Subulussalam
76
0,24
2,51
1,46
1,50
1,22
0,32
0,38
1,32
1,56
0,86
0,61
0,69
0,05
0,23
0,23
0,25
0,49
0,75
1,48
0,81
Angka Prevalensi
Kusta (/10.000
Penduduk)
51,55
269,35
Aceh Barat
98,86
ACEH
Kabupaten/ Kota
Prevalensi TB Paru
(/100.000 Penduduk)
21,05
11,78
6,44
38,91
17,04
15,69
166,85
94,31
215,35
1,20
77,17
10,96
8,96
1,60
37,44
22,28
94,43
20,18
6,19
101,66
7,52
9,32
48,01
6,66
2,51
4,94
8,09
27,75
8,19
3,76
15,95
6,46
4,29
1,00
2,10
4,54
4,18
2,29
7,40
4,02
2,20
3,40
4,00
179
43
48
16
59
79
267
0,01
0,06
0,05
0,12
0,12
0,03
0,01
0,01
0,06
0,19
0,04
0,10
0,05
0,03
0,02
0,16
0,15
0,23
5,36
0,21
0,81
0,45
0,23
Angka Kesakitan
Malaria/ API (Annual
Parasit Incidence)
(/1.000 Penduduk)
1,35
1,47
1,05
1,82
0,42
1,69
1,81
0,46
1,77
0,98
1,53
1,49
1,49
1,58
1,23
1,37
1,45
1,59
1,36
1,70
0,30
1,22
1,24
Aceh Barat
Aceh Besar
Aceh Jaya
Aceh Selatan
Aceh Singkil
Aceh Tamiang
Aceh Tengah
Aceh Tenggara
Aceh Timur
Aceh Utara
Bener Meriah
Bireuen
Gayo Lues
Banda Aceh
Langsa
Lhokseumawe
Sabang
Nagan Raya
Pidie
Pidie Jaya
Simeulue
Subulussalam
1,37
ACEH
Kabupaten/ Kota
1,49
2,50
4,70
3,05
1,36
1,46
1,85
2,98
1,00
1,27
1,45
1,28
2,28
2,69
0,46
0,91
1,71
1,56
2,21
2,40
3,10
5,08
2,04
2,00
77
LAMPIRAN 5. BERAT BADAN BAYI LAHIR RENDAH (BBLR) DAN BALITA DENGAN BERAT BADAN DI BAWAH GARIS MERAH (BGM) TAHUN 2012
83,20
72,88
89,13
76,23
87,34
64,69
90,13
89,45
82,16
95,21
72,74
85,59
94,16
88,93
88,01
92,66
93,38
91,43
91,86
78,22
72,98
91,80
88,78
68,98
Kabupaten /
Kota
ACEH
Aceh Barat
Aceh Besar
Aceh Jaya
Aceh Selatan
Aceh Singkil
Aceh Tamiang
Aceh Tengah
Aceh Tenggara
Aceh Timur
Aceh Utara
Bener Meriah
Bireuen
Gayo Lues
Banda Aceh
Langsa
Lhokseumawe
Sabang
Nagan Raya
Pidie
Pidie Jaya
Simeulue
Subulussalam
30,34
7,86
4,40
11,83
5,43
5,80
0,90
4,13
0,10
4,91
0,06
3,22
1,77
1,83
0,05
5,32
2,82
4,06
13,16
2,34
6,25
0,26
4,50
Pneumonia
Balita
Ditemukan dan
Ditanga-ni
(%)
44,85
60,02
63,15
77,68
93,84
86,59
157,58
34,28
70,56
113,08
59,08
84,31
53,86
26,26
24,40
82,83
56,31
51,56
60,23
57,53
56,20
108,30
41,81
63,70
Diare
Ditemukan
dan
Ditangani
(%)
40,42
60,09
54,30
13,43
15,19
23,54
29,86
57,09
8,41
13,71
72,23
36,96
49,34
32,97
66,94
7,13
99,98
14,11
6,09
22,22
51,10
59,94
8,73
39,25
Bumil
Risti/
Komplikasi
ditangani
(%)
78
Kun
jungan
Ibu
Hamil
(K4)
(%)
88,90
92,44
100,00
85,52
84,67
97,10
91,10
90,48
92,01
88,03
92,64
100,00
83,95
95,77
100,00
86,11
100,00
98,80
69,60
90,57
82,94
85,90
66,84
88,28
Persalinan
ditolong
Tenaga
Kesehatan
(%)
82,43
92,13
100,00
83,17
84,42
88,26
42,51
90,17
92,01
87,82
92,77
54,45
85,36
94,88
100,00
82,98
95,85
99,05
69,32
95,87
82,82
86,47
68,40
84,64
Pelayanan
Ibu
Nifas
(%)
86,06
98,62
100,00
77,16
97,72
84,39
194,05
108,85
97,94
85,61
93,97
67,54
97,15
90,25
84,12
92,58
96,48
121,70
95,64
91,59
97,62
97,61
108,52
95,32
Kunjungan
Neonatus 3
kali
(KN
Lengkap) (%)
76,42
77,69
147,80
33,51
75,02
77,54
93,59
89,62
87,07
86,54
82,08
73,18
82,58
70,30
82,42
70,96
92,22
98,70
72,71
76,95
86,27
86,81
63,82
76,86
Kun
jungan
Bayi
(minimal 4
kali)
(%)
86,36
89,59
93,80
73,41
74,99
100,00
81,67
90,04
87,07
85,54
70,32
100,00
84,72
93,00
96,40
99,27
100,00
98,96
78,31
99,77
86,91
79,08
81,84
85,63
Ca
kupan
Imunisasi
Campak
Bayi
(%)
43,68
10,96
23,80
16,74
20,20
15,65
28,53
37,17
17,30
83,70
44,69
14,43
13,70
19,96
11,15
58,81
37,26
47,94
18,33
32,72
33,67
21,65
21,56
27,03
100,00
100,00
69,20
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
95,69
100,00
100,00
100,00
100,00
100,00
51,01
Balita
Gizi
Buruk
Mendapat
Perawatan
(%)
50,00
83,33
50,45
50,14
48,65
100,00
55,88
72,73
88,89
76,39
62,73
84,12
77,35
40,63
31,17
93,90
76,06
75,83
70,16
76,74
78,64
52,63
52,48
64,10
Desa
UCI
(%)
5,89
58,93
8,43
2,36
8,72
7,06
3,60
38,84
4,03
8,08
48,65
6,67
17,48
14,31
60,04
1,99
30,23
6,18
8,05
9,90
27,17
18,25
7,23
19,90
Neona-tal
Risti atau
Komplikasi
dita-ngani
(%)
30,67
52,54
1,87
36,60
87,10
13,81
27,62
79,53
44,54
17,20
40,35
8,94
16,30
26,12
45,36
13,63
tad
52,00
tad
3,76
20,16
39,06
28,56
Rumah
Tangga
Ber
PHBS
(%)
65,58
65,94
58,83
48,95
10,14
76,33
89,66
64,27
100,00
87,92
61,75
54,53
64,03
31,97
66,01
64,16
50,59
49,27
45,96
67,68
87,48
41,82
28,03
62,55
Rumah
Sehat
(%)
73,36
50,84
85,71
98,36
75,84
67,19
74,11
86,57
75,91
56,10
87,74
78,43
84,13
82,73
85,71
73,77
77,93
72,57
61,70
100,00
73,30
72,41
80,88
80,12
Rumah/
Ba
ngunan
Bebas
Jentik
Aedes
(%)
50,19
27,29
77,20
63,78
47,50
33,98
69,78
33,19
47,93
90,24
63,52
62,83
45,18
48,66
81,67
68,57
57,81
58,59
36,86
46,24
39,08
48,88
33,64
53,62
Balita
ditimbang
(%)
Bayi
yang
diberi
ASI
Eksklusif
(%)
0,61
0,65
0,50
0,49
0,63
0,63
0,90
0,46
0,53
0,09
0,51
0,55
0,48
0,53
0,56
0,41
0,35
0,49
0,55
1,00
0,84
0,45
Pidie Jaya
Aceh Jaya
Aceh Tengah
Lhokseumawe
Aceh Barat
Aceh Singkil
Pidie
Aceh Selatan
Simeulue
Nagan Raya
Aceh Besar
Langsa
Aceh Tenggara
Bireuen
Aceh Tamiang
Subulussalam
Bener Meriah
Aceh Timur
Banda Aceh
Gayo Lues
Aceh Utara
0,24
0,65
0,31
0,60
0,21
0,38
0,51
0,33
0,15
0,41
0,39
0,37
0,21
0,51
0,18
0,08
0,45
0,76
0,21
0,49
0,56
0,46
1,00
Dokter Gigi
1,00
Dokter Umum
Sabang
Kabupaten/Kota
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Bidan
0,73
1,00
0,31
1,00
0,76
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,64
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Perawat
0,05
0,22
0,25
0,25
0,39
0,64
0,31
0,34
1,00
0,38
0,60
0,56
1,00
0,62
0,38
0,42
0,70
0,63
0,96
0,72
0,79
0,72
1,00
Gizi
1,00
0,09
1,00
0,55
0,80
1,00
1,00
1,00
0,39
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Kesmas
0,22
0,06
0,24
0,25
0,60
0,14
0,31
0,35
0,55
0,35
0,49
0,32
0,68
0,33
1,00
0,74
0,41
0,28
0,73
1,00
1,00
1,00
1,00
Sanitasi
79
3,69
3,86
4,11
4,20
4,25
4,51
4,54
4,59
4,61
4,61
4,67
4,76
4,98
4,99
5,02
5,15
5,19
5,29
5,39
5,71
6,00
5,78
7,00
Total
Indeks tenaga kesehatan disusun berdasarkan beberapa nilai rasio ketersediaan tenaga kesehatan terhadap penduduk, yaitu; dokter umum, dokter gigi, bidan, perawat,
tenaga gizi, tenaga kesehatan masyarakat dan tenaga sanitasi. Nilai diperoleh dengan membandingkan antara rasio tenaga yang dimiliki oleh kabupaten/kota dengan target
Indonesia Sehat 2010. Jika pencapaian di kabupaten/kota lebih atau telah mencapai target maka diberikan nilai 1 (satu). Sementara itu jika nilai di kabupaten/kota masih di
bawah target maka pencapaian rasio di kabupaten/kota dibandingkan dengan target, nilai hasil pembagian menjadi angka yang digunakan. Semakin tinggi nilai yang diperoleh
maka semakin baik. Indeks tenaga kesehatan di kecamatan/Puskesmas menggunakan metode yang sama.
1,00
1,00
0,93
0,98
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,80
1,00
0,76
0,67
1,00
0,63
1,00
0,48
0,46
1,00
1,00
Aceh Besar
Pidie Jaya
Pidie
Aceh Timur
Aceh Selatan
Aceh Tenggara
Aceh Singkil
Nagan Raya
Aceh Barat
Gayo Lues
Bener Meriah
Aceh Utara
Sabang
Aceh Tamiang
Banda Aceh
Aceh Tengah
Bireuen
Aceh Jaya
Lhokseumawe
Langsa
Simeulue
Subulussalam
80
1,00
Kabupaten/Kota
1,25
1,41
1,46
1,48
1,57
1,63
1,65
1,67
1,74
1,74
1,80
1,80
1,81
1,85
1,85
1,87
1,88
1,89
1,91
1,93
2,00
2,00
2,00
Total
0,25
0,41
1,00
1,00
0,57
1,00
0,65
1,00
0,98
0,74
1,00
0,80
0,81
0,85
0,85
0,87
0,88
0,89
0,93
1,00
1,00
1,00
1,00
Indeks sarana kesehatan dikembangkan dari dua indikator yakni rasio Puskesmas terhadap penduduk dan jarak rata-rata masyarakat ke Puskesmas dan Puskesmas
Pembantu. Nilai standar yang digunakan adalah pencapaian rata-rata Aceh. Jika nilai di kabupaten/kota lebih baik dari rata-rata Aceh, diberikan nilai 1 (satu). Sementara jika
lebih rendah, maka pecapaian rata-rata Aceh dibandingkan dengan pencapaian kabupaten/kota dan nilai pembagiannya menjadi angka yang diberikan.
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,95
0,96
1,00
0,83
0,84
1,00
0,76
0,74
0,84
0,72
0,67
1,00
0,69
0,67
0,75
0,54
0,48
Aceh Timur
Aceh Utara
Pidie Jaya
Bireuen
Subulussalam
Aceh Tengah
Aceh Tenggara
Aceh Selatan
Nagan Raya
Kota Langsa
Kota Sabang
Aceh Singkil
Bener Meriah
Aceh Jaya
Kota Lhokseumawe
Gayo Lues
Aceh Tamiang
Pidie
Aceh Barat
Simeulue
1,00
Indeks AKI
Aceh Besar
Kabupaten/Kota
0,47
0,90
0,67
0,85
0,89
0,37
1,00
1,00
0,71
1,00
1,00
0,52
0,76
0,86
0,93
1,00
1,00
0,95
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Indeks AKB
0,44
0,51
0,71
0,68
0,74
0,97
0,71
0,70
0,88
0,74
0,74
1,00
0,92
0,88
1,00
0,98
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Indeks AKABA
1,39
1,96
2,13
2,20
2,32
2,34
2,37
2,41
2,44
2,49
2,50
2,52
2,52
2,57
2,93
2,94
2,95
2,95
3,00
3,00
3,00
3,00
3,00
Total
81
Indeks angka kematian menggunakan nilai standar yang berasal dari nilai angka kematian di Aceh tahun 2012, yakni Angka Kematian Bayi (AKB) 10,76; Angka Kematian Ibu
(AKI)190,66 dan Angka Kematian Balita (Akaba) 11,80. Nilai angka kematian bayi, ibu dan balita Aceh dibandingkan dengan angka kematian di kabupaten/kota. Jika nilai yang
diperoleh lebih besar atau sama dengan 1 (satu) maka diberikan nilai 1 (satu), atau pencapaian kabupaten/kota sama atau lebih baik dari Aceh; sementara jika diperoleh nilai
lebih kecil dari 1 (satu), atau angka kematian di kabupaten/kota lebih tinggi dari pencapaian rata-rata Aceh maka digunakan nilai hasil pembagian tersebut. Hasil perhitungan
AKB, AKI dan Akaba kemudian dijumlahkan menjadi Indeks Angka Kematian. Semakin tinggi nilai yang diperoleh berarti semakin baik pencapaian Kabupaten/Kota tersebut.
Indeks angka kematian di kecamatan/Puskesmas menggunakan metode yang sama, namun nilai standar yang digunakan adalah pencapaian Kabupaten Pidie Jaya.
1.00
1.00
1.00
1.00
0.94
0.92
0.92
1.00
0.87
0.86
0.81
1.00
0.90
0.77
0.75
1.00
0.99
1.00
0.75
0.80
1.00
0.93
Banda Aceh
Nagan Raya
Subulussalam
Aceh Barat
Lhokseumawe
Bireuen
Bener Meriah
Aceh Selatan
Gayo Lues
Sabang
Aceh Singkil
Simeulue
Aceh Utara
Aceh Tenggara
Aceh Tamiang
Aceh Timur
Langsa
Aceh Besar
Aceh Jaya
Pidie
Pidie Jaya
82
1.00
Aceh Tengah
Kabupaten/Kota
1.33
1.43
1.46
1.59
1.65
1.67
1.75
1.75
1.77
1.77
1.80
1.81
1.86
1.87
1.91
1.92
1.92
1.94
1.98
2.00
2.00
2.00
2.00
Total
0.39
0.43
0.66
0.83
0.65
0.67
0.75
1.00
1.00
0.88
0.80
1.00
1.00
1.00
0.91
1.00
1.00
1.00
0.98
1.00
1.00
1.00
1.00
Indeks indikator gizi dikembangkan dari persentase Berat Badan Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan persentase balita dengan berat badan di Bawah Garis Merah (BGM).
Pencapaian seluruh Kabupaten/Kota di Aceh merupakan angka standarnya. Nilai indeks diperoleh dengan membandingkan angka pencapaian Aceh dengan kabupaten/kota.
Jika nilai yang diperoleh lebih besar atau sama dengan 1 (satu) maka diberikan nilai 1 (satu), atau pencapaian kabupaten/kota sama atau lebih baik dari Aceh; sementara
jika diperoleh nilai lebih kecil dari 1 (satu), atau kabupaten/kota lebih tinggi dari pencapaian rata-rata Aceh maka digunakan nilai hasil pembagian tersebut. Hasil perhitungan
kemudian dijumlahkan menjadi Indeks Indikator Gizi. Semakin tinggi nilai yang diperoleh berarti semakin baik indikator gizi di Kabupaten/Kota tersebut atau masalah gizi di
Kabupaten/Kota tersebut lebih rendah dari rata-rata.
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,81
1,00
1,00
0,56
1,00
1,00
0,98
1,00
0,80
0,73
0,94
1,00
0,37
1,00
0,59
0,58
0,51
Aceh Timur
Bener Meriah
Simeulue
Aceh Selatan
Aceh Tengah
Aceh Tamiang
Aceh Singkil
Aceh Utara
Subulussalam
Bireuen
Aceh Barat
Langsa
Nagan Raya
Gayo Lues
Sabang
Pidie
Aceh Besar
Aceh Jaya
Banda Aceh
Pidie Jaya
Lhokseumawe
0,66
0,32
1,00
1,00
1,00
1,00
0,55
1,00
0,61
0,54
1,00
0,54
0,52
1,00
0,94
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Angka Prevalensi
Kusta
1,00
Prevalensi
TB Paru
Aceh Tenggara
Kabupaten/Kota
0,29
1,00
0,22
1,00
1,00
0,47
1,00
1,00
1,00
1,00
0,51
1,00
0,62
1,00
1,00
0,51
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Incidence
Rate DBD
1,00
1,00
1,00
0,04
0,28
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,50
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,96
1,00
1,00
1,00
1,00
0,49
1,00
0,25
0,54
1,00
1,00
0,81
0,14
0,62
0,49
1,00
1,00
0,93
0,60
1,00
1,00
0,96
0,88
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
0,21
0,04
1,00
1,00
1,00
0,26
0,52
1,00
1,00
1,00
0,55
1,00
1,00
1,00
0,53
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
1,00
Angka Kesakitan
Campak Penduduk
83
3,15
3,95
4,07
4,58
4,65
4,73
4,82
4,88
5,03
5,03
5,04
5,05
5,07
5,16
5,47
5,51
5,76
5,88
5,96
6,00
6,00
6,00
6,00
Total
Indeks Angka kesakitan dikembangkan dari beberapa pencapaian indikator penyakit menular yakni prevalensi TB Paru, angka insidensi kusta, insidensi DBD, angka kesakitan malaria (Annual
Parasit Incidence), AFP Rate dan angka kesakitan campak. Pencapaian seluruh Kabupaten/Kota di Aceh merupakan angka standarnya. Nilai indeks diperoleh dengan membandingkan angka
pencapaian Aceh dengan kabupaten/kota. Jika nilai yang diperoleh lebih besar atau sama dengan 1 (satu) maka diberikan nilai 1 (satu), atau pencapaian kabupaten/kota sama atau lebih baik dari
Aceh; sementara jika diperoleh nilai lebih kecil dari 1 (satu), atau angka kesakitan di kabupaten/kota lebih tinggi dari pencapaian rata-rata Aceh maka digunakan nilai hasil pembagian tersebut. Hasil
perhitungan kemudian dijumlahkan menjadi Indeks Angka Kesakitan. Semakin tinggi nilai yang diperoleh berarti semakin baik angka kesakitan di Kabupaten/Kota tersebut atau tingkat kesakitan di
Kabupaten/Kota tersebut lebih rendah dari rata-rata. Indeks angka kematian di kecamatan/Puskesmas menggunakan metode yang sama, namun nilai standar yang digunakan adalah pencapaian
Kabupaten Pidie Jaya.
1,00
1,00
0,96
0,99
0,95
0,99
1,00
0,82
0,84
0,89
0,78
0,93
0,89
1,00
1,00
0,84
0,80
0,82
0,90
0,90
0,64
0,67
0,79
Aceh Tamiang
Kota Langsa
Aceh Besar
Subulussalam
Aceh Utara
Pidie Jaya
Kota Lhokseumawe
Gayo Lues
Aceh Jaya
Aceh Tengah
Aceh Timur
ACEH
Simeulue
Aceh Tenggara
Aceh Singkil
Nagan Raya
Bener Meriah
Kota Sabang
Aceh Selatan
Aceh Barat
Pidie
84
1,00
Bireuen
Kabupaten/Kota
0,45
0,73
0,78
0,75
0,67
0,80
0,73
0,77
0,96
1,00
0,82
0,86
0,66
0,82
0,77
0,73
0,81
0,96
0,73
0,97
1,00
1,00
1,00
1,00
0,81
0,71
0,68
0,61
0,77
0,82
0,77
1,00
0,71
0,46
0,83
0,82
1,00
0,93
1,00
1,00
0,94
0,67
0,97
0,86
0,86
0,81
1,00
1,00
0,88
0,84
0,88
0,86
0,83
0,75
0,99
0,74
0,70
0,93
0,86
0,81
0,98
0,80
0,86
0,94
0,76
0,91
0,94
0,80
0,81
1,00
0,85
0,96
Upaya P2M
2,9
3,0
3,0
3,1
3,2
3,2
3,3
3,3
3,4
3,4
3,4
3,4
3,4
3,4
3,5
3,5
3,5
3,5
3,6
3,6
3,6
3,8
3,9
4,0
Total
4.
2.
3.
1.
Indeks ditentukan jika pencapaian di kabupaten/kota lebih baik dibandingkan pencapaian Aceh, maka diberikan nilai 1 (satu), namun jika pencapaian di kabupaten kota lebih
rendah, maka dibandingkan antara pencapaian kabupaten/kota terhadap Aceh dan digunakan nilai hasil pembagian tersebut. Semakin tinggi nilai yang diperoleh berarti
semakin baik indikator gizi di kabupaten/kota tersebut atau masalah gizi di kabupaten/kota tersebut lebih rendah dari rata-rata. Indeks upaya kesehatan di kecamatan/
Puskesmas menggunakan metode yang sama, namun nilai standar yang digunakan adalah pencapaian Kabupaten Pidie Jaya.
85