Anda di halaman 1dari 7

Tugas

Pemberdayaan Masyarakat Dalam Agribisnis

Kelemahan Pendekatan Modernisasi dalam Teori


Pembangunan

Kelompok: 2
Kelas: A
Evi Krisma Agustin

135040100111112

Sadam Husein

135040100111119

Yeni Nurul Aini

135040100111126

Aida Fitria M.

135040100111127

Putri Selvia Rachma

135040100111140

Dita Rosyita

135040100111142

Dimas Setiyawan S.

135040100111144

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

Pendekatan Modernisasi

A. Konsep dasar Pendekatan Modernisasi


Konsep dasar modernisasi pembangunan adalah Negara-negara terbelakang
dipandang perlu untuk merubah keadaan tradisionalnya ke arah yang lebih
modern dengan memperbaiki sejumlah kekurangannya. Sejumlah perbaikan itu
menyangkut: menurunnya angka kematian dan kelahiran, menurunnya ukuran
dan pengaruh keluarga, terbukanya sistem stratifikasi, perubahan sistem
feodal ke birokrasi, menurunnya pengaruh agama, beralihnya sistem pendidikan
dari keluarga dan komunitas ke sistem

pendidikan

formal,

munculnya

kebudayaan massa, dan munculnya perekonomian pasar dan industrialisasi.


(Kamanto Sunarto dikutip dari Etzioni, 1973:177)
Konsep modernisasi pembangunan secara teori cukup baik untuk
diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat namun pada prakteknya timbul
permasalahan-permasalahan yang menambah penderitaan bagi masyarakat
terutama kalangan menengah ke bawah. Di mana seperti yang dikatakan oleh
Sopari (2015) yang mengatakan bahwa dalam modernisasi terjadi kesenjangan,
ekologis, dan etnis. Perekonomian dikuasai konglomerat, yang menyumbang
sebagian besar pertumbuhan ekonomi. kerusakan ekologi seperti eksploitasi,
Freeport, hutan dieksploitasi yang menyebabkan ekologi hancur. Kegiatan
eksploitasi sumber daya alam oleh para konglomerat ini hanya semata-mata
berorientasi profit dan mengabaikan dampak lingkungan alam sekitar. Selan itu,
masyarakat yang merupakan suku asli daerah tersebut yang bermukim disekitar
kawasan perusahaan kurang diperhatikan tingkat kesejahteraannya.
Pada konsep modernisasi, kebijakan pembangunan yang dikeluarkan
pemerintah lebih memperhatikan kaum investor.Pada keadaan seperti ini,
pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak dapat dirasakan oleh masyarakat
menengah ke bawah. Menurut Sopari (2015) mengatakan bahwa pada modernisasi
disparitas sosial semakin nampak, yang kaya semakin kaya yang miskin semakin
terpuruk. Dengan demikian, konsep modernisasi pembangunan yang diterapkan
pada masyarakat yang belum siap menerimanya maka hanya akan menambah

penderitaan dan ketergatungan masyarakat kalangan menengah ke bawah kepada


masyarakat kelas atas.
B. Modernisasi dan Pembangunan
Teori Modernisasi dan Pembangunan Penerapan modernisasi di Indonesia
tampak kurang serasi, karena pemahaman akan konsep modernisasi ini tidak
seperti yang dimaksudkan oleh konsep itu sendiri. Karena itu pula landasan
berpikir dan penggunaan teori dalam konsep pembangunan masyarakat dengan
modernisasi tampaknya kurang mendasar. Pembangunan yang telah dilakukan
selama tiga dasawarsa bisa terpuruk seketika oleh peristiwa moneter, yang
keadaan itu bisa menunjukkan bahwa model pembangunan adalah tidak mendasar
dan berakar pada masyarakat Indonesia. Pada saat melangsungkan pembangunan
dengan mengacu pada teori Modernisassi, terlupakan bahwa teori ini bisa berlaku
apabila keadaan masyarakat yang dibangun itu bersifat homogen. Upaya untuk
melakukan homogenisasi telah ditempuh melalui berbagai wujud pembangunan
ekonomi, termasuk usaha meningkatkan pendapatan masyarakat; dengan
demikian peningkatan ekonomi selalu dianggap akan mendorong peningkatan
kualitas kehidupan pada umumnya. Homogenitas melalui pengembangan sektor
ekonomi itu terkesan dipaksakan dari kondisi yang heterogen, hal itu kemudian
menjadikan pula ketimpangan pembangunan antar daerah dan antar sektor.
Modernisasi dilihat sebagai pertumbuhan ekonomi belaka, yang melupakan
pokok penting dalam kehidupan, yaitu pembinaan budaya membangun dalam
memenuhi kehendak dari gerak kehidupan tersebut. Kekeliruan lainnya adalah
kurangnya diperhitungkan kondisi obeyektif masyarakat dalam menerima
modernisasi; salah satu akibat yang terjadi adalah anomi. Masyarakat sudah
menerima perubahan, namun di sisi lain masih banyak bentuk-bentuk tradisi lama
yang belum atau sukar untuk ditinggalkan sehingga kehidupan berlangsung di
antara dua titik yang membuat kebingungan para pelakunya (Garna, 1993: 15).
C. Pendekatan Modernisasi pada Pertanian
Pendekatan modern merupakan pendekatan yang didalamnya menekankan
pada peningkatan produktivitas dan rendah kualitas. Pendekatan modern ini

diterapkan

dengan

menggunakan

teknologi

yang

dapat

meningkatkan

produktivitas tanaman. Contoh dari pendekatan modern adalah revolusi hijau,


dimana masyarakat dikenalkan dengan pestisida kimia, pupuk kimia dan benih
hibrida dan merubah kegiatan pertanian konvensional dan sederhana menjadi
pertanian dengan menerapkan teknologi-tekologi tersebut. Penerapan revolusi
hijau di Indonesia muncul pada masa orde baru yang menerapkan intensifikasi
dan ekstensifikasi pertanian. Karena keterbatasan lahan yang ada dan permintaan
akan pangan yang terus meningkat, maka penerapan intensifikasi pertanian lah
yang paling banyak dilakukan melalui program panca usaha tani yakni:
1. Teknik pengolahan lahan pertanian
2. pengaturan irigasi
3. Pemupukan
4. Pemberantasan hama
5. Penggunaan bibit unggul
Kegiatan-kegiatan ini memaksa petani untuk menggunakan input-input
kimia yang tinggi dan pada akhirnya menjadi kebiasaan. Meskipun revolusi hijau
pernah mengantarkan Indonesia menuju swasembada pangan pada tahun 1983
namun dampak negatif yang dirasakan masih berlanjut hingga saat ini.
Pendekatan modern yang salah satu contohnya adalah revolusi hijau ini, cukup
banyak memberikan dampak negatif
kesehatan dan kehidupan sosial

pada sektor ekologis, nilai ekonomis,

budaya masyarakat petani. pembangunan

masyarakat dengan pendekatan modern ini dapat membunuh kreativitas petani


untuk menghasilkan pangan dengan memanfaatkan poensi sumber daya lokal,
penggunaan berbagai pupuk kimia baru dan pestisida yang berlebihan
menyebabkan hama menjadi resisten dan organisme yang menguntungkan
menjadi mati, serta terjadi pencemarn lingkunan dan berbahaya bagi kesehatan
petani apabila zat-zat kimia ini terhirup. Dampak jangka panjang dari penerapan
pendekatan modern dengan teknologi ini adalah bahwa yang akan dikejar oleh
petani adalah bagaimana menghasilkan produksi tinggi kuantitas namun rendah
kualitas sehingga kerusakan lingkungan sebagai akibat penggunaan input-input
kimiapun diabaikan.

Pembangunan dengan pendekatan modern juga dirasa kurang tepat bagi


kehidupan sosial masyarakat umunnya ditingkat petani kecil, hal ini dikarenakan
pendekatan modern mendukung masuknya teknologi pertanian yang canggih
seperti mesin perontok padi dan traktor. Dsisi lain penggunaan teknologi ini
sangat membantu dalam pengerjaan pertanian dan menghemat waktu. Namun
disisi lain penggunaan teknologi ini akan berdampak pada bergesernya
penggunaan tenaga manusia dan menurunnya interaksi antar warga. Dampak
lainnya adalah bahwa pendekatan modern hanya memihak pada petani besar/kaya
yang memiliki kemampuan finansial yang dapat menggunakan teknologi baru
tersebut, sementara petani kecil tetap terpinggirkan dan menjadi kaum marjinal
yang tidak dapat merasakan adanya teknologi baru tersebut, sehingga akan timbul
kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat.
D. Kegagalan Modernisasi di Indonesia
Pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia selama ini juga
tidak lepas dari pendekatan modernisasi. Asumsi modernisasi sebagai jalan satusatunya dalam pembangunan menyebabkan beberapa permasalahan baru yang
hingga kini menjadi masalah krusial Bangsa Indonesia. Penelitian tentang
modernisasi di Indonesia yang dilakukan oleh Sajogyo (1982) dan Dove (1988).
Kedua hasil penelitian mengupas dampak modernisasi di beberapa wilayah
Indonesia. Hasil penelitian keduanya menunjukkan dampak negatif modernisasi di
daerah pedesaan. Dove mengulas lebih jauh kegagalan modernisasi sebagai akibat
benturan dua budaya yang berbeda dan adanya kecenderungan penghilangan
kebudayaan lokal dengan nilai budaya baru. Budaya baru yang masuk bersama
dengan modernisasi.
Dove dalam penelitiannya di membagi dampak modernisasi menjadi empat
aspek yaitu ideologi, ekonomi, ekologi dan hubungan sosial. Aspek ideologi
sebagai kegagalan modernisasi mengambil contoh di daerah Sulawesi Selatan dan
Jawa Tengah. Penelitian Dove menunjukkan bahwa modernisasi yang terjadi pada
Suku Wana telah mengakibatkan tergusurnya agama lokal yang telah mereka anut
sejak lama dan digantikan oleh agama baru. Modernisasi seolah menjadi sebuah
kekuatan yang mampu membelenggu kebebasan asasi manusia termasuk di

dalamnya kebebasan beragama. Pengetahuan lokal masyarakat juga menjadi


sebuah komoditas jajahan bagi modernisasi. Pengetahuan lokal yang sebelumnya
dapat menyelesaikan permasalahan masyarakat harus serta merta digantikan oleh
pengetahuan baru yang dianggap lebih superior.
Sajogyo membahas proses modernisasi di Jawa yang menyebabkan
perubahan budaya masyarakat. Masyarakat Jawa dengan tipe ekologi sawah
selama ini dikenal dengan budaya padi menjadi budaya tebu. Perubahan
budaya ini menyebabkan perubahan pola pembagian kerja pria dan wanita.
Munsulnya konsep sewa lahan serta batas kepemilikan lahan minimal yang
identik dengan kemiskinan menjadi berubah. Pola perkebunan tebu yang
membutuhkan modal lebih besar dibandingkan padi menyebabkan petani menjadi
tidak merdeka dalam mengusahakan lahannya. Pola hubungan antara petani dan
pabrik gula cenderung lebih menggambarkan eksploitasi petani sehingga semakin
memarjinalkan petani.

Daftar Pustaka
Dove, Michael R (ed). 1985. Peranan Kebudayaan Tradisional Indonesia dalam
Modernisasi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Garna, Yudistira K. ed. (1993). Tradisi Transformasi Modernisasi dan Tantangan
Masa Depan di Nusantara. Bandung: Program Pascasarjana Universitas
Padjadjaran.
Sajogyo. 1982. Modernization Without Development. The Journal of Social
Studies. Bacca, Bangladesh.
Sopari, Hery. 2015. Paradigma/Teori/Konsep Pembangunan yang Tepat untuk
Indonesia. Bogor: Manajemen Kehutanan, Institute Pertanian Bogor.
Sunarto, Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai