Anda di halaman 1dari 10

4.

Silent Witness (Saksi Diam)


Cara

pembuktian

diperlukan

dalam

menegakkan

keadilan

untuk

membuktikan siapa yang bersalah dalam suatu perkara. Dalam masyarakat selalu
saja terdapat perselisihan, penganiayaan, pembunuhan, pencurian, perkosaan,
peracunan, dan perkara lainnya yang mengganggu ketenteraman dan kepentingan
pribadi. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem atau cara yang memberikan
ganjaran dan hukuman yang setimpal kepada yang bersalah sehingga perbuatan
yang serupa tidak terulang lagi dan sebaliknya yang tidak bersalah terbebas dari
tuntutan dan hukuman.1
Telah dicoba dan ditempuh berbagai cara yang sesuai dengan
perkembangan pemikiran pada zaman dahulu. Dikenal judicia aquae, judicia ignis,
judicia ovae, dan judicia Dei. Pada judicia aquae, orang yang dianggap bersalah
ditenggelamkan ke air untuk beberapa lama, bila tidak mati maka tidak bersalah
dan sebaliknya. Pada judicia ignis, terdakwa disuruh berjalan di atas bara api, bila
terjadi luka bakar pada tubuhnya maka terdakwa bersalah. Pada judicia ovae,
terdakwa disuruh meminum racun, bila terjadi gejala keracunan, maka ia bersalah.
Pada judicia Dei (keputusan Tuhan) dengan bantuan Tuhan, yang benar akan
dimenangkan dan yang bersalah akan dihukum atau dikalahkan. 1
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah keterangan
ahli dan menurut penjelasan dari pasal 133 ayat (2) keterangan ahli adalah
keterangan yang diberikan oleh ahli kedokteran kehakiman. Dalam ilmu
kedokteran kehakiman dikenal bukti-bukti selain saksi hidup, juga bukti mati untuk
mengetahui dan mempelajari hubungan antara bukti mati dengan suatu kasus
tindak pidana diperlukan ahli dalam bidang tersebut. Untuk memeriksa,
mengetahui dan mempelajari serta mengungkap bendabenda mati diperlukan ilmu
pengetahuan kedokteran kehakiman yang dapat diperiksa dengan ilmu-ilmu
pengetahuan tersebutn. Atas benda-benda mati ini lazim disebut dengan saksi diam
(silent witness) yang terdiri dari benda atau tubuh manusia yang hidup atau telah
meninggal, alatuntuk melakukan kejahatan, jejak atau bekas-bekas si pelaku,
benda-benda yang terbawa atau yang ditinggalkan oleh si pelaku.9
Sebenarnya saksi diam itu berbicara banyak, hanya saja dalam bahasanya
sendiri,sehingga tidak dapat dimengerti oleh orang awam, oleh karenanya
diperlukan seorang penterjemah yaitu seorang ilmuan yang telah melakukan
1

pemeriksaan dengan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dapat menangkap bahwa


saksi diam itu dan menterjemahkannya, sehingga dapat dimengerti oleh orangorang yang berkepentingan yaitu polisi, Jaksa dan Hakim serta penasehat hukum
dan terdakwa sendiri. Untuk terbuktinya suatu perkara pidana di sidang
pengadilan, maka syarat-syarat minimum alat bukti yang sah mutlak diperlukan
yang dengan alat bukti tersebut Hakim akan memperoleh keyakinan bahwa tindak
pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya,
sehingga Hakim dapat menjatuhkan pidananya.9
Silent witness (saksi diam) tidak dapat berbicara untuk membuktikan
kebenaran suatu perkara, tetapi ia dapat bercerita tentang apa yang telah terjadi
melalui pemeriksaan barang bukti (corpus delicti) secara ilmiah, yang kemudian
dapat disampaikan oleh penyidik dan dokter yang memeriksa barang bukti
tersebut. 1,2
Silent witness dapat bercerita dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Di sini diperlukan para ahli untuk memeriksa barang bukti yang
dapat berupa orang hidup, mayat, darah, semen, rambut, sidik jari, peluru, larva
lalat, nyamuk, surat, tulisan tangan, suara, dan lain-lain. 1,2
Kumpulan pengetahuan yang memeriksa barang bukti untuk kepentingan
peradilan dikenal dengan nama forensic sciences. Dalam bidang kesehatan antara
lain kedokteran forensik (forensic medicine), odontologi forensik, psikiatri
forensik, patologi forensik, dan antropologi forensik. 1
4.1

Barang Bukti
Barang bukti pada hakikatnya merupakan saksi diam yang selalu ada dalam

setiap tindak pidana dan merupakan saksi paling jujur. Peranan barang bukti dalam
tindak pidana dapat diketahui dengan pasti sebagai alat kejahatan, objek kejahatan
dan sebagai petunjuk setelah terjadinya suatu kejahatan. Oleh sebab itu
pengambilan dan pengawetan barang bukti yang benar akan mempermudah
pemeriksaan barang bukti tersebut dan tidak menimbulkan kesulitan yang
mempengaruhi penyidikan lebih lanjut 3
Barang bukti atau corpus delicti (Latin = tubuh kejahatan) adalah istilah
dari yurisprudensi barat yang mengacu pada prinsip yang harus dibuktikan bahwa
kejahatan telah terjadi sebelum seseorang dapat dihukum karena melakukan

kejahatan. Misalnya, seseorang tidak dapat dikatakan mengalami

pencurian,

kecuali dapat dibuktikan bahwa telah ada barang yang hilang. Corpus delicti juga
dapat didefinisikan sebagai fakta kejahatan yang telah terjadi.4

4.1.1

Mayat

Mayat merupakan suatu barang bukti telah terjadinya suatu kejahatan bila
diperkirakan mayat tersebut mati secara tidak wajar. Autopsi merupakan cara yang
digunakan untuk melakukan pemeriksaan terhadap barang bukti ini.5
Autopsi bila ditinjau dari kepentingannya adalah untuk membuat laporan
sebagai pengganti mayat yang mengandung kesimpulan hasil pemeriksaan. Mayat
tidak dapat bercerita lagi akan apa yang telah terjadi padanya, namun dari hasil
pemeriksaan, dokter dan penyidik akan dapat bercerita mengenai apa yang telah
terjadi pada si mayat.5
4.1.2

Darah

Pengambilan dan pengawetan barang bukti darah. Barang bukti yang


diperlukan :
1. Darah yang berasal dari korban, kemudian didapatkan pada :
a. Pakaian/diri sikorban
b. Pakaian/diri sipelaku
c. Di tempat kejadian
d. Senjata/alat yang dipergunakan
2. Darah yang berasal dari pelaku/penjahat mungkin ditemukan seperti pada poin
pertama.
3. Keterangan/Laporan Polisi
Keadaan darah si korban di tempat kejadian dapat dipergunakan dalam
memberikan interpretasi, informasi dan rekonstruksi mengenai jalannya
peristiwa. Keterangan-keterangan itu meliputi :
a. Pemancaran/mengalirnya darah.
b. Bentuk-bentuk tetesan darah.
c. Area/luas darah yang menempel baik pada korban dan pakaiannya
ataupun pada tersangka.3
3

Dari bercak darah, seorang dokter forensik dapat membuat kesimpulan,


antara lain jarak jatuhnya dari sumber perdarahan. Bila jarak itu dekat, kurang dari
60 sentimeter, bercak darah biasanya berbentuk bulat; bila jaraknya cukup jauh,
60-120 sentimeter, bentuknya bulat dengan tepi terdapat tonjolan-tonjolan seperti
jarum. Selain itu, dokter dapat pula mengetahui arah jatuhnya (ke arah mana
korban bergerak). Bercak darah berbentuk seperti boling, bagian yang lebih kecil
menunjukkan arah gerak korban.6
Dokter Forensik dapat pula mengetahui sumber perdarahan dari bercak
darah yang diperiksanya. Darah yang berasal dari pembuluh balik (vena),
bercaknya akan berwarna merah gelap; sedangkan yang berasal dari pembuluh
nadi (arteri), bercak akan berwarna merah terang. Darah yang berasal dari saluran
pernapasan atau paru-paru, selain bercaknya berwarna merah terang, juga berbuih;
dan bila telah mengering, bercak tersebut akan memberi bentuk seperti sarang
tawon. Dalam kasus pembunuhan dan korban terpotong pembuluh arterinya cukup
besar akan terdapat bercak kecil-kecil, menyemprot pada daerah yang jauh dari
sumber perdarahan.6
Akan halnya yang berasal dari pembuluh balik, darah biasanya membentuk
genangan-genangan. Dalam kasus bunuh diri, darah dan bercak darah biasanya
terdapat hanya di sekitar korban. Bila ditemukan bercak dan genangan darah tidak
beraturan,

sering

tampak

tanda-tanda

bahwa

korban

berusaha menghindar atau korban diseret. Umur bercak darah juga dapat diketahui
oleh dokter forensik. Pada bercak darah yang masih baru, bentuknya cair dan
baunya agak amis. Dalam waktu 12-36 jam, darah akan mengering; sedangkan
warna darah akan berubah menjadi cokelat dalam waktu 10-12 hari. Dalam
prakteknya, dokter hanya mengatakan bahwa darah yang diperiksanya itu "sangat
baru" (beberapa hari), "baru", "tua", dan "sangat tua" (beberapa tahun).6
Dalam melakukan pemeriksaan bercak darah yang telah kering di tempat
kejadian perkara atau pada barang bukti, seperti pisau, palu, atau tongkat pemukul,
dokter harus memberi kejelasan kepada pihak penyidik dalam tiga hal pokok:
pertama, apakah bercak tersebut memang benar bercak darah; kedua, jika betul
bercak darah, apakah berasal dari manusia, dan; ketiga, golongan darahnya apa.6

4.1.3

Semen

Semen (ejakulat laki-laki) sebagai saksi diam merupakan barang bukti


dalam kasus perkosaan ataupun pencabulan. Selain semen, diperiksa juga korban
perkosaannya untuk menentukan adanya perkosaan ataupun tanda-tanda kekerasan.
Dalam pengambilan barang bukti semen/sperma, barang bukti yang
diperlukan, yaitu :
1. Noda-noda pada pakaian korban, sprei dan lain-lain.
2. Cairan yang dikeluarkan dari dalam vagina.3
Pengawetan barang bukti yang mengandung noda-noda air mani dibiarkan
kering di udara dan ditaruh di tempat yang bersih.3
Adanya ejakulat laki-laki dalam liang senggama perempuan yang diambil
dengan sedotan maupun kapas lidi, merupakan tanda pasti adanya persetubuhan,
tetapi ini belum tentu dari pelaku, misalnya bila korban telah bersetubuh dengan
laki-laki lain seperti suami atau pacar sebelumnya.
Sperma masih tampak bergerak 5 jam se sudah persetubuhan dan masih
bisa didapat 3 hari post coitus. Berbagai penelitian tentang angka ini memberikan
hasil berbeda. Pada orang mati, sperma masih bisa didapati sampai 14 hari (dilihat
dengan pewarnaan khusus). Akan tetapi pada setiap persetubuhan tidak selalu
timbul hal-hal seperti yang tersebut di atas dan bila tidak lengkap belum berarti
tidak terjadi persetubuhan.1
4.1.4

Rambut

Rambut memiliki nilai bukti penting dalam pemeriksaan jenazah (trace


evidance). Rambut agak tahan terhadap temperatur & pembusukan. Rambut
menjadi saksi diam yang digunakan untuk identifikasi korban dan pelaku
kejahatan. Yang perlu diperiksa :
1. Struktur rambut, apakah rambut atau hanya serat.
2. Bila benar rambut, apakah rambut manusia atau binatang
3. Bila rambut manusia, tentukan suku bangsa (ras), umur, jenis kelamin, lokasi,
hal lain sesuai kejadian.
4. Adakah hubungan rambut dengan kejadian.
5. Bila rambut jenazah, tentukan lamanya sesudah kematian.7

4.1.5

Sidik Jari

Sidik jari adalah hasil reproduksi tapak-tapak jari, baik yang sengaja
diambil atau dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan pada benda
karena pernah terpegang atau tersentuh dengan kulit telapak tangan atau kaki.7
Bila catatan sidik jari seseorang ada, maka mudah untuk diidentifikasi.
Pertama kali dactylography ini ditemukan oleh Herschel, tapi Sir Francis Balton
adalah orang pertama yang mengambil tanda-tanda ibu jari dan jari-jari lain untuk
identitas seseorang dan membuat golongan-golongannya. Cap jari adalah saluransaluran kulit dan pori-pori ini bersifat tetap dan tidak berubah seumur hidup. Setiap
jari tangan memiliki gambaran yang lain. Kemungkinan gambatan sidik jari yang
sama dari 2 orang barlainan adalah 1 : 64.000.000. Jadi tanda tersebut dianggap
tanda pasti untuk identitas seseorang.1
Menurut Sir Francis Galton (1822 1911), golongan sidik jari yaitu :
a. Arch (busur) - 5 % dari seluruh sidik jari
1. plain arch
2. tented arch
b.

Loop (sangkutan) 60-65 % dari seluruh sidik jari


1. ulnar loop
2. radial loop

c. Whorl (lingkaran)- 30-35 % dari seluruh sidik jari


1. plain whorl
2. central pocket loop whorl
3. double loop whorl
4. accidental7
d. Composite (twin loop) 1
Jenis sidik jari, yaitu :
1. Visible impression (langsung terlihat)
2. Latent impression (tidak langsung terlihat, sidik jari di TKP)
3. Plastic impression (sidik jari pada benda lunak) 7
Pengambilan sidik jari dilakukan dengan menggunakan ransel kit
identifikasi yang berisi 24 alat, di antaranya seperti kuas, meteran, serbuk, pinset,
6

gunting, sarung tangan, masker, magnifier, hinger filter, kantong barang bukti, AK23, alat pendeteksi sidik jari Polylight.7
4.1.6

Barang Bukti pada Kasus Penembakan

Untuk menceritakan apa yang dilihat oleh peluru sebagai saksi diam, perlu
diketahui ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan peluru, yaitu Balistik.
Balistik adalah ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan gerakan, perilaku, dan
efek proyektil, terutama peluru, atau disebut juga sebagai ilmu pengetahuan atau
seni merancang dan melontarkan proyektil agar sesuai dengan capaian yang
diharapkan.7
Balistik dibagi ke dalam:
1. Balistik internal, studi dari proses proyektil, sebagai contoh jalan lintasan suatu
peluru sampai melalui barrel suatu senapan.
2. Transisi balistik, studi dari perilaku proyektil ketika meninggalkan barrel dan
tekanan di belakang proyektil.
3. Balistik eksternal, studi dari jalan lintasan menyangkut proyektil sampai
melalui ruang tertentu
4. Terminal balistik, studi dari interaksi suatu proyektil dengan targetnya, apakah
itu daging, baja karena suatu anti-tank, atau lain sebagainya.
5. Dalam bidang ilmu pengetahuan forensik, balistik forensik merupakan ilmu
pengetahuan tentang senjata api dan pemakaiannya dalam kejahatan. Balisitik
forensik melibatkan analisa dampak peluru dan peluru untuk menentukan
kaliber dan jenis dari senjata api menembak.7
Dalam kasus pidana dengan senjata api perlu diambil barang-barang bukti
berupa : senjata api, anak peluru, selongsong peluru, mesiu, peluru, pecahan logam
yang berkaitan.3
1) Senjata Api
a. Pada senjata api mungkin ditemukan sidik jari dari orang yang
menggunakan senjata tersebut. Memungut senjata api di TKP jangan
ceroboh, harus hati-hati dan jangan sampai merusak/menghilangkan sidik
jari tersebut atau menambah sidik jari.

b. Pada ujung laras senjata api mungkin didapati sisa-sisa mesiu, darah,
sobekan kain ataupun kulit/rambut/daging, maka harus dijaga jangan
sampai rusak/hilang atau ujung larasnya kemasukan kotoran-kotoran lain.
2) Anak Peluru
Anak peluru bukti mungkin didapatkan di tubuh korban atau di sekitar
TKP. Anak peluru yang ditemukan jangan sampai mengalami perubahan. Anak
peluru diambil dengan menggunakan telunjuk dan ujung ibu jari memegang pada
kedua ujung anak peluru tersebut, jangan pada badannya.
3) Selongsong Peluru
Selongsong peluru yang ditemukan jangan sampai mengalami perubahan
terutama pada bahagian dasar (pantatnya).
4) Mesiu
Sisa mesiu yang ditemukan sangat besar artinya terutama dalam peristiwa
pembunuhan atau bunuh diri. Mesiu yang ditemukan diambil dengan cara
memberikan parafin pada tangan atau dengan menggunakan asam nitrat 5%.
5) Peluru
Peluru mungkin didapatkan karena peluru tersebut belum dipakai. Peluru
yang ditemukan di pistol tidak perlu dikeluarkan.
6) Pecahan logam
Pecahan logam yang diambil, kasus yang ada hubungannya dengan senjata
api, atau peluru.3
Dalam kasus luka tembak sangat penting untuk mengetahui dari senjata api
mana peluru tersebut ditembakkan. Selongsong juga berguna untuk identifikasi.
Walaupun dokter tidak melakukan pemeriksaan terhadap peluru, tetapi peranan
dokter akan memengaruhi hasil pemeriksaan benda bukti di laboratorium, karena
dokter yang kurang hati-hati bisa membuat goresan baru yang akan mengacaukan
pemeriksaan identifikasi peluru.1

Identifikasi senjata api dapat dilakukan melalui selongsong yaitu


mencocokkan goresan-goresan akibat :
a. alat penarik peluru
b. alat pembuang peluru
c. goresan-goresan akibat gerendel penutup peluru
d. goresan pasak peluru (slagpin)1
Oleh karena itu, jangan mengambil anak peluru maupun selongsong
menggunakan alat-alat seperti tang, obeng, pinset, scapel, dan lainnya, karena alatalat tersebut akan menimbulkan goresan yang dapat mengacaukan pemeriksaan.1
Pada korban hidup, anak peluru dalam tubuh tidak selalu dikeluarkan,
tergantung dari lokasi anak peluru dan resiko operasi untuk mengeluarkannya. 1
4.1.7

Serangga

Aktivitas serangga, dalam hal ini yang sering digunakan adalah lalat, dapat
digunakan untuk memperkirakan saat kematian yaitu dengan menentukan umur
serangga yang biasa ditemukan pada jenazah. Sehingga lalat dapat membantu
bercerita tentang kapan kejadian perkara terjadi.1
Necrophagus species akan memakan jaringan tubuh jenazah. Sedangkan
predator dan parasit akan memakan serangga Necrophagus. Omnivorus species
akan memakan keduanya baik jaringan tubuh maupun serangga. Telur lalat
biasanya akan mulai ditemukan pada jenazah sesudah 1-2 hari postmortem. Larva
ditemukan pada 6-10 hari postmortem. Sedangkan larva dewasa yang akan berubah
menjadi pupa ditemukan pada 12-18 hari.8

Daftar Pustaka
1. Amir A, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Kedua, Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Percetakan Ramadhan, Medan, 2006. Hal : 2-4; 101-2; 152-3; 228.
2. Hasil Uji Forensik, Saksi Diam yang Bisa Berbicara Banyak. Hukum
Online.

2008.

Diperoleh

dari

http://hukumonline.com/detail.asp?

id=18467&cl=Berita
3. Sitompul

E,

Pengambilan

dan Pengawetan

Barang

Bukti untuk

Pemeriksaan Secara Laboratoris Kriminalistik, Dalam : Cermin Dunia


Kedokteran Edisi Khusus No. 80. Jakarta. 1992. Diperoleh dari :
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PengambilandanPengawetanBara
ngBuktiuntukPemeriksaanLabs.pdf/10_PengambilandanPengawetanBarang
BuktiuntukPemeriksaanLabs.html
4. Corpus Delicti. Wikipedia The Free Encyclopedia. 2008. Diperoleh dari :
http://en.wikipedia.org/wiki/Corpus_delicti
5. Amir A, Autopsi Medikolegal Edisi Kedua, Percetakan Ramadhan, Medan.
2008, Hal : 5.
6. Idries, Munim A, Bercak Darah dalam Kasus Udin, D & R, 1996.
Diperoleh dari : http://www.tempo.co.id/mingguan/38/n_kolom2.htm
7. Effendi, Kriminalistik, EffendiBlogspot, 2006, Diperoleh dari : http://teeffendi-kriminologi.blogspot.com/
8. Yasin, Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal : Tanatologi,
Yasinblogspot,

2008,

Diperoleh

dari

http://yasinfadillah.blogspot.com/2008/05/ilmu-kedokteran-forensikdan_22.html
9. Zulaidi, Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum dalam Perkara
Penganiayaan,

2015.

Volume

15

Nomor

1.

http://www.unihaz.ac.id/upload/all/Jurnal_Pak_H._Zulaidi%281%29.pdf

10

Anda mungkin juga menyukai