ANALISA KASUS
4.1 Hyaline Membrane Disease
Seorang bayi laki-laki usia 7 jam datang ke IGD RS AK Gani dengan
keluhan bayi terlihat sesak, kurang aktif dan tangisnya merintih. Keluhan tersebut
dirasakan terjadi sejak 3 jam sebelum MRS. Saat datang ke IGD, bayi terlihat
sesak, merintih, menangis kurang kuat, gerakan hipoaktif, warna kulit agak
kebiruan, teraba dingin terutama di ujung kaki dan tangan, serta tidak
nampak kuning. Pada pemeriksaan fisik ditemukan aktivitas hipoaktif, refleks
isap lemah, sianosis (+) di tangan dan kaki. Tanda Vital : heart rate 162 x/menit,
reguler, laju nafas : 66 x/menit, suhu : 36.5 C (aksila). Data antropometri : BB
2350 gram, PB 46 cm, lingkar kepala : 33 cm. Status Generalis ditemukan napas
cuping hidung (+), retraksi suprasternal (+), retraksi intercostal (+), retraksi
subcostal (+), retraksi epigastrium (+), sianosis di kedua tangan dan kaki.
Keadaan pasien saat datang yaitu sesak yang mengindikasikan tidak
adekuatnya oksigenasi di dalam tubuh Pada bayi ini terjadi distress nafas
(respiratory distress) dimana bayi tampak bugar pasca persalinan namun sesak
beberapa jam kemudian. Distress nafas pada bayi ini ditandai dengan peningkatan
respirasi peningkatan usaha nafas, penggunaan otot-otot pernafasan tambahan.
Derajat beratnya distress nafas dapat dinilai dengan menggunakan skor
Silverman-Anderson dan skor Downes. Skor Silverman-Anderson lebih sesuai
digunakan untuk bayi prematur yang menderita hyaline membrane disease
(HMD), sedangkan skor Downes merupakan sistem skoring yang lebih
komprehensif dan dapat digunakan pada semua usia kehamilan. Penilaian dengan
sistem skoring ini sebaiknya dilakukan tiap setengah jam untuk menilai
progresivitasnya. Downe Score berjumlah 6, yaitu terjadi gangguan pernapasan
berat. Total skor Silverman adalah 8 yang berarti pada bayi ini terjadi ancaman
gawat napas.
Pada pemeriksaan fisik, beberapa hasil pemeriksaan yang ditemukan juga
dapat membantu memperkirakan etiologi distress nafas. Bayi prematur dengan
berat badan lahir < 1500 gram dan mengalami retraksi kemungkinan menderita
47
HMD, bayi aterm yang lahir dengan mekoneum dalam caian ketuban dan
diameter antero-posterior rongga dada yang membesar beresiko mengalami MAS,
bayi yang letargis dan keadaan sirkulasinya buruk kemungkinan menderita sepsis
dengan atau tanpa pneumonia, bayi yang hampir aterm tanpa faktor resiko tetapi
mengalami distress nafas ringan kemungkinan mengalami transient tachypnea of
the newborn (TTN). Pada bayi ini terdapat faktor resiko terjadi distress napas
dimana bayi ini merupakan bayi prematur dan BBLR.
Pasien lahir secara Sectio caesaria atas indikasi fetal distress, usia
kehamilan 33 minggu, asfiksia ringan dengan APGAR skor 7-8-9, ketuban jernih
(+), plasenta lengkap dan tidak ada kelainan, tali pusat segar, KPSW (+) 10 jam,
meconium (-). Berat badan lahir 2350 gram, panjang badan 46 cm, lingkar kepala
33 cm. Berdasarkan riwayat persalinan tersebut terdapat faktor resiko yang
menyebabkan terjadinya distres napas pada bayi ini, yaitu bayi lahir BBLR,
riwayat asfiksia ringan, dan KPSW 10 jam sehingga mengalami fetal distress saat
akan dilahirkan. Pada bayi imatur terjadi defisiensi surfaktan. Level surfaktan
yang matur baru muncul setelah 35 minggu kehamilan. Surfaktan berfungsi
mengurangi tegangan permukaan pada rongga alveoli, memfasilitasi ekspansi
paru, dan mencegah kolapsnya alveoli selama ekspirasi. Selain itu dapat pula
mencegah edema paru serta berperan pada sistem pertahanan terhadap infeksi.
Selain defisiensi surfaktan, pada bayi prematur, imaturitas paru secara anatomis
dan dinding dada yang belum berkembang dengan baik mengganggu pertukaran
gas yang adekuat, pusat respirasi belum berkembang sempurna disertai otot
respirasi yang masih lemah, dinding dada bayi prematur yang memiliki
compliance tinggi memberikan tahanan rendah dibandingkan bayi matur,
berlawanan dengan kecenderungan alami dari paru-paru untuk kolaps.
Pada pemeriksaan laboratorium, darah rutin dan kadar BSS dalam batas
normal. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa penyebab distres napas pada
bayi ini bukan karena sepsis dan hipoglikemia. Pada pemeriksaan rontgen thoraks
AP didapatkan kesan : gambaran HMD Grade 2 dimana terdapat gambaran
retikulogranuler, homogen, serta ada gambaran air bronchogram. Pemeriksaan
analisa gas darah. Diperlukan juga pemeriksaan elektrolit, bilirubin total dan
direk, serta analisa gas darah.
48
Analisis gas darah merupakan indikator definitif dari pertukaran gas untuk
menilai gagal nafas akut. Meskipun manifestasi klinis yang ada memerlukan
tindakan intubasi segera dan penggunaan ventilasi mekanis, pengambilan sampel
darah arterial diperlukan untuk menganalisis tekanan gas darah (PaO2, PaCO2,
dan pH) sambil melakukan monitoring dengan pulse oxymetri.
Tabel 4. Pemeriksaan Penunjang Neonatus yang Mengalami Distress Napas
Pemeriksaan
Kultur Darah
Analisa gas darah
Kegunaan
Menunjukan keadaan bakterimia
Menilai derajat hipoksemia dan keseimbangan
Glukosa darah
asam basa
Menilai
keadaan
hipoglikemia
Rontgen thoraks
Darah rutin dan hitung jenis
dapat
hipoglikemia,
menyebabkan
karena
atau
memperberat takipnea
Mengetahui etiologi distress napas
Leukositosis menunjukkan adanya infeksi
Neutropenia menunjukkan infeksi bakteri
Pulse oksimetri
49
kehamilan terlalu pendek (<1 tahun) dimana kehamilan ini berjarak dua bulan dari
kehamilan sebelumnya. Faktor dari janin yaitu riwayat gawat janin.
Bayi berat lahir rendah memerlukan perawatan khusus karena mempunyai
organ yang belum sepenuh nya matur, sehingga bisa didapatkan masalah karena
fungsi fungsi organ yang belum matur. Permasalahan yang dapat timbul antara
lain ketidakstabilan suhu tubuh, gangguan pernapasan, imaturitas imunologis,
masalah pada GI dan nutrisi, imaturitas hepar, dan hipoglikemi. Pada kasus ini,
terjadi masalah pada sistem respirasi akibat kurangnya produksi
surfaktan
50