Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

RANSUM RUMINANSIA

Disusun Oleh:
Eling Setiyani

23010112140176

Dwi Priono

23010112130178

Irna Marlina

23010112130180

Diky Trizana

23010112130182

M. Yusuf Eko Santoso

23010112130185

Ulva Nurul Farida

23010112140189

PROGRAM STUDI S-1 PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
Pakan adalah makanan/asupan yang diberikan kepada hewan ternak
(peliharaan). Pakan merupakan salah satu faktor yang turut menentukan
keberhasilan dalam beternak. Pakan berkualitas adalah pakan yang kandungan
protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitaminnya seimbang sesuai kebutuhan
ternak. Pakan complete feed adalah suatu teknologi formulasi pakan yang
mencampur semua bahan pakan yang terdiri dari hijauan (limbah pertanian) dan
konsentrat yang dicampur menjadi satu tanpa atau hanya dengan sedikit tambahan
rumput segar dan berimbang yang telah lengkap untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi ternak, baik untuk pertumbuhan, perawatan jaringan maupun produksi.
Kambing perah yang banyak dikembangkan di Indonesia umumya
kambing Peranakan Etawah (PE), yang umumnya masih lebih dominan sebagai
sumber daging dibandingkan dengan sumber air susu. Tentunya diperlukan pakan
yang berkualitas menghasilkan produksi yang tinggi dari kambing peranakan
etawa. Dengan produksi ternak yang tinggi maka akan meningkatkan keuntungan
dan berdampak baik untuk keberlanjutan dari kelangsungan pemeliharaan ternak.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Kambing Peranakan Ettawa


Kambing peranakan ettawa merupakan kambing hasil persilangan dari

kambing kacang dengan kambing ettawa, kambing ini memiliki karakteristik yaitu
memiliki telinga yang panjang menggantung, warna bulu hitam atau metah
dengan putih dan memiliki bobot badan 40- 45 kg (Susilorini et al., 2002).
2.2. Pakan Complete Feed
Pakan komplit merupakan jenis pakan yang cukup mengandung nutrien
untuk ternak dalam tingkat fisiologis tertentu. Pakan komplit dibentuk dan
diberikan sebagai satu-satunya pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup
pokok dan produksi tanpa tambahan substansi lain kecuali air. Semua nutrien yang
melewati rumen akan mengalami degradasi oleh mikroba rumen termasuk protein
pakan. Suplementasi protein dalam pakan komplit menjadi kurang bermanfaat jika
bukan merupakan protein terproteksi, karena fungsi proteksi pada protein adalah
sebagai penghambat degradasi mikroba rumen sehingga dapat mensuplai lebih
banyak asam-asam amino esensial pada usus (Fachiroh et al., 2012).
Kecenderungan akan kebutuhan pakan komplit bagi ternak ruminansia, termasuk
kambing dapat diterima dilihat dari aspek ekonomis dan teknis. Penggunaan
pakan komplit merupakan salah satu metode pemberian pakan yang dapat
diterapkan, terutama pada pola usaha yang intensif (Ginting et al., 2005)

2.3. Konsumsi
Data konsumsi diperoleh dari selisih pemberian dan sisa pakan ( Mathius
et al., 2002).Jumlah konsumsi pakan merupakan factor penentu yang penting
untuk menentukan jumlah zat-zat makanan yang didapat untuk ternak yang
selanjutnya akan mempengaruhi tingkat produksi dan dipengaruhi palatabilitas
pakan (Widaningsih, 2012). Konsentrat yang diberikan 2 jam sebelum pakan
hijauan akan meningkatkan kecernaan bahan kering dan bahan organic pakan
sehingga pada akhirnya meningkatkan konsumsi pakan (Siregar, 1995). Kambing
dapat mengkonsumsi bahan kering yang relative banyak yaitu 5-7% dari berat
hidupnya ( Parakkasi, 1999).
2.4.

Kecernaan Bahan Kering (BK) dan Bahan Organik (BO)


Kecernaan atau daya cerna merupakan bagian dari nutrien pakan yang

tidak diekskresikan dalam feses dan yang diasumsikan sebagai bagian yang
diabsorpsi oleh ternak. Kecernaan dipengaruhi oleh jumlah serta kandungan
nutrien yang dikonsumsi oleh ternak tersebut. Besarnya kecernaan menentukan
banyaknya nutrien yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup
pokok dan pertumbuhan (Paramita et al., 2008). Kecernaan bahan kering ransum
diperoleh dari selisih antara bahan kering ransum yang dikonsumsi dengan bahan
kering feses dibagi dengan bahan kering yang dikonsumsi dikalikan dengan 100%
(Rubianti et al., 2010).
Perhitungan kecernaan (Paramita et al., 2008) :

KcBK (%) =

Konsumsi BK ( kg ) - BK feses (kg)


Konsumsi BK (kg)

x 100%

KcBO (%) =

Konsumsi BO ( kg ) - BK feses (kg)


Konsumsi BO (kg)

x 100%

Bahan organic merupakan bahan yang hilang pada saat pembakaran terdiri
dari lemak kasar, protein kasar, serat kasar, dan bahan ekstrak tanpa
nitrogen/BETN. Bahan organic merupakan bagian dari bahan kering sehingga
konsumsi bahan kering berkolerasi positif dengan konsumsi bahan organik,
seperti ditunjukkan. Bahan organic terdiri dari serat kasar, lemak kasar, protein
kasar, dan BETN. Sedangkan bahan kering tersusun atas serat kasar, lemak kasar,
protein kasar, BETN, danabu (Kamal, 1994). Konsumsi bahan organic
berhubungan dengan konsumsi energi, karena bahan organic dapat digunakan
sebagai sumber energi (Kusumaningrum, 1998). Secara statistic data kecernaan
bahan organic apabila dihubungkan dengan kecernaan bahan kering maka
hasilnya juga akan saling mengikuti. Kecernaan bahan kering dengan sendirinya
akan mempengaruhi kecernaan bahan organik (Tillman et al.,1982).

BAB III
MATERI DAN METODE
Praktikum Ransum Ruminansia dengan materi Fisiologi Lingkungan,
Fisiologi Ternak dan Recording dilaksanakan pada hari Minggu, 27 Mei 2014 - 28
Mei 2014, pukul 05.00 WIB 05.00 WIB di Kandang Ternak Sapi Perah,
sedangkan materi Anatomi ambing dan Berat Jenis Susu dilaksanakan pada hari
Kamis, 05 Juni 2014 pukul 13.00 WIB 15.00 WIB di Laboratorium Ternak
Potong dan Perah Universitas Diponegoro, Semarang.
3.1.

Materi
Alat yang digunakan dalam praktikum Ransum ruminansia yaitu kandang

metabolis yang digunakan sebagai tempat tinggal ternak, tempat pakan dan
minum, timbangan pakan digunakan untuk menimbang pakan, timbangan ternak
digunakan untuk menimbang ternak, oven digunakan untuk menganalisis kadar
Bk pada bahan pakan, hijauan dan feses, gelas ukur digunakan untuk mengukur
jumlah urin yang keluar, tanur digunakan untuk menanur bahan pakan, hijauan
dan feses yang akan digunakan untuk analisis kadar BK serta tempat
penampungan urin dan feses.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum Ransum Ruminansia
yaitu kambing peranakan ettawa, ransum yang digunakan yaitu hijauan (rumput
lapangan) dan konsetrat dengan perbandingan 60: 40 serta menggunakan berbagai
perlakuan (T0, T1, T2, dan T3).

3.2.

Metode
Metode yang dilakukan dalam praktikum Ransum Ruminansia yaitu

menghitung jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak setiap hari, pratikum
dilakukan selama delapan hari, melakukan pencapuran bahan pakan, kemudian
memberikan pakan setiap hari 2 kali dalam sehari, pakan yang diberikan harus
sesuai dengan kebutuhan, melakukan sanitasi kandang dengan membersihkan
kandang setiap hari, pada hari kedua melakukan penghitungan sisa pakan dengan
mengumpulkan sisa pakan kemudian ditimbang yang dilakukan setiap pagi, total
koleksi dilakukan mulai hari keempat sampai hari terakhir,
3.2.1. Total Koleksi Sampel Feses
Feses diambil setiap kali ternak membuang feses dan diletakkan pada bak
penampungan, feses yang baru keluar langsung disemprot dengan menggunakan
larutan HCl dilakukan selama enam hari, pada akhir total koleksi feses ditimbang
untuk mengetahui berat totalnya. Kemudian, feses diaduk sampai merata dan
diambil sempel sebesar 300 gram untuk kemudian dikering udarakan kemudian
dikomposit sampai koleksi selesai, mengambil sampel untuk dianalisis kadar BK
dan BO.
3.2.2. Total Koleksi Sampel Urin
Pengambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan total koleksi
urin dalam sati hari dan terpisah dengan feses. Tempat penampungan urin
sebelumnya diisi dengan HCL sebesar 100 ml. pada setiap akhir koleksi harian

urin sebelumnya diisi dengan HCl sedikit demi sedikit sampai pH urin dibawah 3.
Urin yang sudah diencerkan tersebut diaduk dan diukur total volume harian,
kemudian disaring dengan glass wool untik diambil sampel kira- kira 10 ml.
sampel tersebut diberi kode kemudian disimpan dalam almari pendingin untuk
dianalisis kandungannya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Konsumsi
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil seperti tabel
berikut:
Tabel 1. Konsumsi Pakan
Kadar BK

BS Pakan

Jumlah
Konsum

Jenis Pakan

si
Pemberi

Konsentrat
R.

an
89,94%
21,52%

Sisa

Pemberi

Sisa

88,74%

an
7 kg

2,915

6,3 kg

kg
2,945

21,52%

3,47 kg

Lapangan
kg
Sumber : Data Primer Praktikum Ransum Ruminansia, 2014.
Dari tabel diatas diperoleh hasil jumlah konsumsi 3,47 kg yang berasal
dari pakan yang diberikan dikurangi dengan sisa pakan. Konsumsi pakan dalam
bentuk Bahan Kering (BK). Hal ini sesuai dengan pendapat Mathius et al. (2002)
yang menyatakan bahwa data konsumsi diperoleh dari selisih pemberian dan sisa
pakan. Widaningsih (2012) menambahkan bahwa jumlah konsumsi pakan
merupakan faktor penentu yang penting untuk menentukan jumlah zat-zat
makanan yang didapat untuk ternak yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat
produksi dan dipengaruhi palatabilitas pakan. Menurut Parakkasi (1999) kambing

dapat mengkonsumsi bahan kering yang relatif banyak yaitu 5-7% dari berat
hidupnya.

4.2. Kecernaan Bahan Kering (BK) dan Bahan Organik (BO)


Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil seperti tabel
berikut:
Tabel 2. Perhitungan BK
Konsumsi BK
BK Feses
3,47%
2,34%
Sumber : Data Primer Praktikum Ransum Ruminansia, 2014.

KcBK
32,56%

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa kecernaan bahan kering yaitu sebesar
33%. Hal tersebut menunjukan bahwa kecernaan bahan kering terhadap pakan
yang dikonsumsi kambing rendah atau dapat dikatakan bahwa tidak sesuai dengan
standar kecernaan bahan kering. Hal ini sesuai dengan pendapat Fathul dan
Wajizah (2010) yang menyatakan bahwa nilai KcBK ransum yang baik apabila
mempunyai nilai KcBK lebih dari 60%. Hal ini diperkuat oleh Tilman (1984)
dalam Paramita et al. (2008) yang menyatakan bahwa kandungan serat kasar dan
protein kasar pakan, perlakuan terhadap bahan pakan, faktor spesies ternak serta
jumlah pakan akan mempengaruhi kecernaan, yang erat hubungannya dengan
konsumsi, yaitu pada pemberian hijauan tua yang sifatnya sangat voluminous
yang didapatkan pada hijauan yang kecernaannya dibawah 66 % dan lamban
dicerna dibandingkan dengan bagian tanaman yang tidak berserat.

Tabel 3. Perhitungan BO
BO Konsumsi
BO Feses
2,812%
2,28%
Sumber : Data Primer Praktikum Ransum Ruminansia, 2014.

KcBO
18,91%

Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa kecernaan bahan organik


(KcBO) pakan yang diberikan adalah 18,91%. Pakan yang adalah pakan T3 terdiri
dari dedak 25%, bungkil kedelai 5%, complete feed 50% dan rumput lapangan
20% ini tergolong rendah. Hasil KcBO ini tidak sesuai dimungkinkan karena
ransum yang diberikan terdiri dari berbagai macam bahan pakan yang
kecernaannya juga berbeda-beda sehingga hasil analisis juga tidak sesuai standar.
Prasetyoet al. (2013) melaporkan bahwa kecernaan bahan organik pakan kontrol
yang terdiri dari konsentrat dan rumput lapangan adalah sebesar 20,77%.
Rendahnya kecernaan bahan organic ini kemungkinan juga disebabkan oleh umur
rumput lapangan yang diberikan terlalu tua. Hal ini sesuai dengan pendapat
Surono et al. (2003) yang menyatakan bahwa pada tanaman yang tua, kandungan
dinding selnya tinggi sehingga menyebabkan kecernaan bahan pakan menjadi
rendah. Sebaliknya, pada tanaman

yang

belum tua kandungan isi sel

(karbohidratdan protein) yang tinggi menyebabkan kecernaan bahan pakan


menjadi tinggi. Kusumaningrum (1998) menambahkan bahwa konsumsi bahan
organic berhubungan dengan konsumsi energi, karena bahan organic dapat
digunakan sebagai sumber energi.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Konsumsi diperoleh dari selisih pemberian dan sisa pakan. Jumlah
konsumsi pakan menentukan jumlah zat-zat makanan yang didapat untuk ternak
yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat produksi. Kecernaan bahan kering
terhadap pakan yang dikonsumsi kambing adalah sebesar 32,65%. Angka ini
tergolong rendah atau dapat dikatakan bahwa tidak sesuai dengan standar
kecernaan bahan kering yaitu sebesar 60%. Nilai kecernaan bahan organik yang
diperoleh sebesar 18,91%. Nilai kecernaan bahan organik ini tidak sesuai
dimungkinkan karena ransum yang diberikan terdiri dari berbagai macam bahan
pakan yang kecernaannya juga berbeda-beda sehingga hasil analisis juga tidak
sesuai standar.
5.2. Saran
Dalam pelaksanaan praktikum perlu ditambah lagi perlakuan yang
dilakukan terhadap agar lebih banyak lagi analisisnay dan diperbaiki lagi
sistematika praktikunya.

DAFTAR PUSTAKA
Fachiroh L., B.W.H.E. Prasetiyono dan A. Subrata. 2012. Kadar Protein dan Urea
Darah Kambing Perah Peranakan Etawa yang Diberi Wafer Pakan
Komplit Berbasis Limbah Agroindustri dengan Suplementasi Protein
Terproteksi. Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro
Semarang. Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 443 451
Fathul, F. dan S. Wajizah. 2010. Penambahan mikromineral Mn dan Cu dalam
ransum terhadap aktivitas biofermentasi rumen domba secara in vitro.
JITV. 15(1): 9-15.
Ginting Simon P., Fera Mahmilia, Simon Elieser, Leo P. Batubara Dan Rantan
Krisnan. 2005. Tinjauan Hasil Penelitianpengembangan Pakan Alternatif
dan Persilangan Kambing Potong. Loka Penelitian Kambing Potong, PO
Box 1 Galang, Sumatera Utara
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak I. Fakultas Peternakan . Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Kusumaningrum, D. A. 1998. Pengaruh Tipe Karbohidrat dan Aras Undegraded
Protein terhadap Konsumsi, Kecernaan Nutrien dan Parameter
Fermentasi Rumen Pada Sapi Peranakan Friesian Holstein. Tesis.
Program Pasca sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Mathius, I.W., I. B. Gaga, dan I. K. Sutama. 2002. Kebutuhan Kambing PE Jantan
Muda akan Energi dan Protein Kasar, Konsumsi, Kecernaan,
Ketersediaan dan Pemanfaatan Nutrien. JITV Vol. 7. No. 2. Th. 2002.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit
Universitas Indonesia.
Paramita, W., Waluyo E.S., dan A.B. Yulianto. 2008. Konsumsi dan kecernaan
bahan kering dan bahan organik dalam haylase pakan lengkap ternak sapi
Peranakan Ongole. Media Kedokteran Hewan. 24 (1): 59-62.
Prasetyo, A. B., C. P. Hadi dan T. Widiyastuti. 2013. Kecernaan in-vitro bahan
kering dan organic serta konsentrasi vfa total pada pakan kambing yang

disuplementasi Saccharomyces cerevisiae. Jurnal Ilmiah Peternakan.


1(1): 1-9.
Rubianti, A., P.TH. Fernandez, H.H. Marawali, dan E. Budisantoso. 2010.
Kecernaan bahan kering dan bahan organik hay Clitoria ternatea dan
Centrocema pascuorum CV Cavalcade pada sapi Bali lepas sapih.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Siregar, S.B. 1995. Pakan ternak ruminansia. Penebar Swadaya, Jakarta.
Surono, M. Soejonodan S. P.S. Budhi. 2003. Kecernaan bahan kering dan bahan
organik in vitro silase rumput gajah pada umur potong dan level aditif
yang berbeda. JITAA. 28 (4): 204-210.
Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumodan S.
Lebdosoekojo. 1982. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Widaningsih, E. 2012. Performa Kambing Peranakan Etawah Muda Dan
Produktivitas Induk Laktasi Dengan Sistem Pemberian Pakan Yang
Berbeda Di Lahan Pasca Galian Pasir. Skripsi. Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai