BAB I
PENDAHULUAN
Proses pembangunan di Indonesia terus berkembang dengan pesat meskipun pada
beberapa saat lalu sedikit menurun akibat krisis moneter yang melanda Indonesia, tapi kini
berangsur-angsur mulai pulih kembali dan proses pembangunan bergairah kembali, tidak terkecuali di
bidang peternakan. Ternak unggas, khususnya ayam meskipun sempat mengalami penurunan
produksi
akibat
krisis
moneter
tetapi
beberapa
tahun
terakhir
populasinya
terus
meningkat. Perkembangan tersebut diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
masyarakat dalam mengkonsumsi protein hewani.
Perkembangan industri peternakan ayam yang pesat pada saat ini terutama terlihat di sekitar
kota-kota besar di seluruh Indonesia, untuk memenuhi kebutuhan industri peternakan ayam tersebut
diperlukan penyediaan bibit anak ayam (day old chick = DOC) yang baik.
Dalam rangka penyediaan anak ayam (DOC) yang baik harus didukung oleh manajemen
yang baik dan tenaga-tenaga ahli yang profesional dalam menangani masalah-masalah peternakan
ayam, baik yang berada di dalam farm maupun di unit penetasan, karena DOC yang dihasilkan
merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan ayam.
Selain dari tata laksana yang baik untuk menghasilkan anak ayam yang baik, juga harus
diperhatikan faktor pakan dan bibit dari anak ayam tersebut atau
dengan kata lain keberhasilan suatu usaha peternakan ayam merupakan interaksi antara faktor bibit
suatu ternak (genetik) dengan faktor manajemen dan faktor pakan.
Bibit sangat menentukan tinggi rendahnya produktivitas dalam suatu usaha peternakan. Agar
dapat menghasilkan bibit anak ayam yang sehat dan berproduksi tinggi, maka perlu dilakukan
pemilihan dan klasifikasi terhadap DOC.
Pengetahuan mengenai cara pemilihan bibit yang baik perlu dimiliki oleh para peternak,
karena meskipun pakan dan manajemen sangat baik, tetapi bila bibit ayam yang digunakan kurang
baik mutunya, maka hal ini belum menjamin akan tercapainya produksi yang optimal dari peternakan
tersebut. Itulah sebabnya pemilihan DOC ini tidak dapat diabaikan begitu saja, karena akan
mempengaruhi proses produksi dalam usaha peternakan. Oleh karena itu dalam memilih DOC, kita
harus tahu kualitas strain ayam dan perusahaan pembibit ayam yang meng-hasilkannya, sebab
kualitas DOC juga selain ditentukan oleh faktor genetik juga ditentukan oleh proses penetasan pada
perusahaan pembibit.
Para peternak perlu mengetahui bahwa perusahaan pembibit yang baru berdiri belum tentu
tidak dapat menghasilkan bibit yang berkualitas baik, demikian pula sebaliknya, bahwa perusahaan
pembibit yang telah lama berdiri, belum tentu selalu menghasilkan anak ayam yang berkualitas
baik. Semua itu tergantung pada bagaimana perusahaan pembibit (Breeder Farm) tersebut
menghasilkan bibit mulai dari tahapan penetasan, seleksi sampai dengan pemasarannya.
Bagi perusahaan pembibit, tujuan dari adanya pemilihan atau seleksi dan pengklasifikasian
DOC adalah untuk menjaga mutu dari bibit yang dihasilkan sesuai dengan harga yang telah
ditetapkan.
BAB II
PEMILIHAN DAN PENENTUAN GRADE D.O.C.
2.1. Pemilihan Bibit Anak Ayam
Keberhasilan suatu usaha peternakan ayam, baik ayam petelur maupun ayam pedaging
sangat dipengaruhi oleh faktor bibit. bibit merupakan faktor dasar atau genetik yang tidak bisa
diabaikan, meskipun faktor bibit itu hanya menduduki 30%, dan 70% berasal dari faktor lingkungan
misalnya, suhu lingkungan, pakan, tata laksana pemeliharaan dan lain sebagainya, namun
kesemuanya tadi saling berpengaruh terhadap keberhasilan usaha peternakan ayam, karena apabila
bibit ayam kualitasnya jelek, meskipun telah dilakukan tata laksana yang baik, kesemuanya tadi tidak
akan banyak memberikan pengaruh, atau dengan kata lain menurut Wahju dan sugandi (1984),
keberhasilan usaha peternakan ayam merupakan hasil interaksi antara faktor genetik (hereditas) dan
faktor lingkungan.
Dalam memenuhi kebutuhan bibit anak ayam maka diharapkan untuk mendapatkan bibit
unggul. Pada saat ini di Indonesia telah banyak bibit unggul atau strain ayam yang beredar dalam
perdagangan dengan berbagai tanda dan nama serta keunggulan, misalnya strain Hybro, Hypeco,
Hubbard, Kimber Chicks, Babcock, Enya Chick, Super Harco, Arbor Acres, Cobb, Lohmann, dan
masih banyak lagi. Kiranya sudah tidak merupakan kesulitan lagi dalam mendapatkan bibit unggul
baik sebagai penghasil telur (layer) maupun sebagai penghasil daging (broiler).
Tindakan pemilihan pada bibit ayam atau strain ayam yang akan dipelihara perlu dilakukan,
karena banyaknya strain ayam yang beredar. Dalam suatu usaha peternakan ayam menurut Wiharto
(1985), ada tiga cara pendekatan yang biasa dilakukan oleh peternak dalam pemilihan DOC sebagai
bibit yang baik. Ketiga cara pendekatan tersebut adalah :
1. Pendekatan berdasarkan keturunan
2. Pendekatan secara seleksi berdasarkan observasi penglihatan
3. Pendekatan berdasarkan rabaan atau sentuhan.
2.1.1. Pendekatan Berdasarkan Keturunan
Strain ayam sebagai bibit unggul yang dihasilkan oleh pembibit (Breeder Farm) merupakan
final stock yang umumnya diarahkan pada sifat ekonomis, yaitu pertumbuhan yang cepat, daya
hidup yang baik dan produktivitas yang tinggi. kualitas bibit merupakan prasyarat dalam produksi
peternakan ayam dan memegang peranan pada langkah pertama dari usaha.
Bibit ayam yang baik tentunya harus mempunyai mutu genetik yang baik pula. Untuk dapat
mengetahui bahwa bibit tersebut mempunyai mutu genetik yang baik, maka perlu adanya pendekatan
berdasarkan keturunan dari bibit tersebut. Pendekatan keturunan memerlukan fakta-fakta historis
yang perlu dipelajari oleh setiap peternak. untuk mendapatkan fakta ini harus ditanyakan pada
peternak-peternak yang telah pernah memelihara bibit yang akan dibeli.
Selanjutnya Wiharto (1985) menyatakan bahwa, telah ada Random Sample Test (RST) yang
diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian Peternakan Bogor yang dapat memberikan fakta historis
mengenai keungulan bibit di Indonesia. Meskipun RST ini belum sepenuhnya meneliti strain yang
ada di Indonesia, namun telah banyak membantu peternak dalam memilih bibit.
Fakta historis yang perlu diperhatikan pada bibit ayam petelur maupun ayam pedaging adalah
sebagai berikut :
1. Pada ayam petelur (layer)
-
produksi telur ayam rata-rata tidak kurang dari 20 butir per bulan per ekor selama periode satu tahun
pertama.
konversi pakan sekitar 2,7 (untuk menghasilkan1 kg telur diperlukan konsumsi pakan 2,7 kg).
konversi pakan sekitar 2,25 (konsumsi pakan untuk menghasilkan daging seberat 1 kg diperlukan
2,25 kg).
Selain fakta historis dari bibit, maka perlu juga diperhatikan fakta historis dari pembibit
(breeder) dengan penekanan pada cara seleksi bibit, sumber bibit induk (parent stock) resmi, tata
laksana pakan yang baik, pencegahan penyakit dan cara penetasan yang baik serta organisasi yang
teratur. Hal ini penting karena pembibit merupakan tempat pertama bibit ayam (DOC)
2.1.2. Pendekatan Secara Seleksi Berdasarkan Observasi Penglihatan
Observasi penglihatan dalam seleksi bertujuan untuk memperoleh anak ayam yang sehat dan
diharapkan akan memberikan produksi yang tinggi.
Untuk mengetahui bahwa bibit anak ayam (DOC) tersebut sehat atau masuk dalam grade A,
ditandai dengan :
anak ayam tampak berotot (bila dilihat menunjukkan badan yang sehat),
tumbuh dengan sempurna (tidak kerdil dan pertambahan bobot badan sesuai dengan standar),
bulu halus dan rapi (tidak kusut dan sayap tidak menggantung),
uniform atau seragam (dalam kelompok pertumbuhan bobot badan merata, warna bulu sama),
bebas diskualifikasi (tidak cacat badan seperti kaki atau paruh bengkok, mata hanya satu, mata buta,
dan lain-lain).
Bila kita mendapatkan tanda-tanda anak ayam seperti di atas, berarti kita telah mendapatkan
DOC yang betul-betul sehat, sehingga memungkinkan untuk tumbuh dan berproduksi dengan
baik. Penyakit yang ada pada DOC dapat diturunkan atau terbawa secara genetis, dari penetasan
atau dapat tertular dari ayam lainnya, sehingga untuk ini harus disiapkan upaya untuk
pencegahannya selain melihat catatan pedigrenya.
2.1.3. Pendekatan Berdasarkan Rabaan atau Sentuhan
Bibit anak ayam yang baik bila dipegang atau diraba maka badannya akan terasa kompak,
kukuh, berbobot dan memberikan reaksi. untuk mengadakan pendekatan berdasarkan rabaan atau
pegangan ini tidak perlu dilakukan dengan memegang seluruh DOC yang ada, tetapi cukup dengan
mengambil contoh sebanyak lebih kurang 10% dari populasi.
Pada perusahaan pembibitan dan penetasan, seleksi terhadap DOC tersebut diklasifikasikan
ke dalam tiga kelompok, yaitu grade A, grade B dan afkir (Rasyaf, 1987). Ciri-ciri DOC yang masuk
ke dalam grade A adalah :
bulu tumbuh dengan sempurna dan warna bulu sesuai dengan breednya (bangsanya),
menderita omphalitis,
perut kembung,
Kelas (Class), ialah sekumpulan atau sekelompok bangsa-bangsa ayam yang dibentuk dan
dikembangkan mula-mula di suatu daerah tertentu. Sifat-sifat yang khas yang umum dari bangsabangsa ayam yang terdapat dalam kelas yang bersangkutan telah disyahkan berdasarkan kriteria
dalam The American Standard of Perfection.
2.
Varietas, yaitu sekelompok yang terdapat pada suatu bangsa ayam yang berbeda dalam
bentuk jangger, warna bulu atau salah satu sifat lain. Sehingga varietas dapat timbul di dalam bangsa
dan strain.
3.
Strain, ialah hasil seleksi dalam breeding untuk tujuan tertentu. Biasanya cenderung pada
tujuan komersial atau nilai ekonomis tinggi. Dapat pula disebut sekelompok ternak ayam yang
mempunyai nilai produksi tinggi yang dapat diturunkan.
4.
Spesies atau jenis, ialah sekelompok hewan yang secara alamiah dapat mengadakan
ekonomi,
ialah
pembagian
berdasarkan
pada
penggunaan
atau
tujuan
pemeliharaan ayam dan menurut sifat produksi utamanya, yang lebih populer disebut dengan tipe
ayam ras. Tipe-tipe ayam ras yang telah dikenal, ialah :
-
Tipe petelur,
Tipe pedaging,
Tipe dwiguna,
Tipe fancy.
1. Tipe Petelur
Ayam ras tipe petelur adalah jenis ayam yang sangat efisien dalam
menghasilkan
badan relatif kecil dan bentuknya langsing, sehingga jumlah makanannya sedikit
Ayam tipe dwiguna ialah ayam yang efisien dalam menghasilkan telur dan daging. Tandatanda umum dari ayam tipe dwiguna :
-
kurang lincah dibandingkan tipe petelur tetapi juga tidak selamban tipe pedaging,
BAB III
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIBIT D.O.C.
Keberhasilan dalam memperoleh anak ayam yang sehat dan baik banyak ditentukan oleh
penanganan selama penetasan, selain faktor genetik dari ayam itu sendiri yang sudah dibawa sejak
telur masih dalam tubuh induknya.
Penanganan selama proses penetasan yang mempergunakan mesin penetas (inkubator)
prinsip kerjanya meniru keadaan induk ayam pada waktu mengerami telurnya, hanya saja dengan
mesin tetas, proses penetasan bisa berlangsung untuk sekian ribu telur sekaligus. Untuk meniru itu
perlu banyak faktor-faktor yang mempengaruhinya, terutama faktor lingkungan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam proses penetasan dengan inkubator, agar diperoleh daya tetas yang tinggi
dengan mutu DOC yang baik adalah sebagai berikut :
1. Suhu
Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dalam mesin tetas tidak baik. Temperatur yang
tinggi me-nyebabkan anak ayam menetas lebih awal dan menghasilkan mortalitas embrio yang tinggi,
juga akan menghasilkan dan menyebabkan embrio tidak normal, sehingga kualitas DOC yang
dihasilkan menurun. Sejumlah telur akan menetas jika suhu dipertahankan secara kontinyu antara 95
- 1040F. Di luar interval tersebut akan menyebabkan terjadinya
kegagalan dalam penetasan.
Suhu optimum pada mesin tetas Forced draf adalah 98,6 - 100,40 dan untuk mesin tetas
Still air kira-kira 10F lebih tinggi.
North (1984) menyatakan bahwa, selama 19 hari pertama pada inkubasi suhu optimumnya
berkisar antara 99,5 99,750F atau 37,5 37,70C, sedangkan pada hari ke-20 dan ke-21 suhunya
lebih rendah, yaitu 97 - 990F atau 36,1 - 37,20C dengan menggunakan mesin tetas jenis Forced draft,
sedangkan menurun Funk dan Irwin (1955) yang dikutip oleh Rasyaf (1987), dengan menggunakan
mesin tetas Forced draft selama 18 hari pertama suhu mesin tetas antara 99 - 100 0F dan untuk hari
berikutnya 2 - 30F lebih rendah.
2. Kelembaban
Kelembaban atau relatif humadity dalam mesin penetasan harus sesuai dengan anjuran,
karena kelembaban yang terlalu tinggi dapat menyebabkan penyerapan kalsium yang berlebihan oleh
emrio, sedangkan kelembaban yang terlalu rendah akan menghambat penyerapan kalsium, sehingga
dapat menghasilkan embrio yang abnormal dan menyebabkan kematian embrio selama penetasan,
juga penurunan kualitas DOC (Anwar, 1988). Kelembaban yang dianjurkan untuk telur ayam selam
18 hari pertama adalah 60% dan 70% untuk hari berikutnya (Rasyaf, 1987).
3. Pemutaran Telur
Pemutaran telur selama inkubasi penting untuk mencegah naiknya embrio ke bagian atas
telur dan melekat pada bagian dinding kerabang bagian dalam, dimana akan dapat menyebabkan
kematian embrio tersebut (Anwar, 1988). Jika embrio melekat pada bagian dinding kerabang dimana
akan dilakukan pembukaan dengan paksa akan menyebabkan anak ayam lemah dan menurunkan
kualitas DOC.
Selama waktu pengeraman selama 18 hari dalam setter telur yang ditetaskan perlu dibalikbalikkan secara teratur (900) guna mencegah embrio melekat pada dinding kerabang telur. Paling
baik bila telur dibalik setiap jam, tetapi untuk mesin tetas sederhana hal ini tidak mungkin dilakukan
mengingat akan mengganggu suhu, kelembaban mesin tetas dan keadaan telur bila mesin tetas
sering dibuka. Pemutaran telur 3 - 4 kali sehari sudah cukup.
4. Bobot Telur
Bobot telur tetas sangat mempengaruhi kualitas dari DOC. Telur yang terlalu besar atau
terlalu kecil tidak dapat menetas dengan baik. Bobot telur yang baik untuk ditetaskan berkisar antara
55 - 65 gram. Bobot telur yang akan ditetaskan ini akan mempengaruhi kualitas DOC yang
dihasilkan, kita ketahui bahwa terdapat korelasi yang positif antara ukuran bobot telur dengan bobot
tetas anak ayam, apabila telur tetas kecil maka akan menghasilkan anak ayam yang kecil pula,
sehingga akan menurunkan grade dari DOC.
Tabel 3.1. berikut ini memperlihatkan bobot anak ayam yang dihasilkan dari sekelompok bobot
telur tetas dan penentuan gradenya berdasarkan bobot anak ayam (North, 1984).
Tabel 3.1. Pengaruh Bobot Telur terhadap Bobot DOC dan Penentuan
Gradenya Berdasarkan Bobot DOC.
_______________________________________________________
Bobot Telur
Bobot DOC
Grade DOC
(gram)
(gram)
_______________________________________________________
45 - 49
29,3
50 - 54
32,3
55 - 59
34,6
60 - 64
37,7
A
65 - 69
41,1
A
_______________________________________________________
Sumber : North, 1984.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot telur diantaranya umur induk, umur dewasa kelamin,
sifat genetik, bangsa serta ransum (North, 1984). umur induk ayam berpengaruh langsung terhadap
bobot telur dan juga terhadap bobot tetas. Bobot telur ayam akan menurun dengan bertambahnya
umur induk ayam (Smith dan Bohren, 1971, dikutip dari Sandar, 1988).
Umur mencapai dewasa kelamin akan mempengaruhi bobot telur. Bobot telur pertama yang
dihasilkan oleh induk ayam yang masih muda biasanya kecil-kecil dan memerlukan waktu relatif lebih
lama untuk mencapai ukuran standar. Hal ini disebabkan karena pada saat mulai bertelur induk
muda tadi masih mengalami per-tumbuhan. Ayam yang mencapai dewasa kelamin dini cenderung
menghasilkan telur yang lebih kecil dari pada telur yang dihasilkan oleh ayam yang dewasa
kelaminnya lambat atau cukup (North, 1984).
Galur atau strain ayam berpengaruh sangat nyata terhadap bobot telur per butir (Wiharto,
1985). Bobot telur ayam Super Harco sangat nyata lebih besar dari pada galur Hisex Brown.
Tingkat energi dan protein dalam ransum juga berpengaruh terhadap bobot telur. Bobot telur
akan menurun dengan menurunnya tingkat pemberian energi dan protein dalam ransum (Wiharto,
1985).
5. Kebersihan Kerabang
Kebersihan kerabang akan mempengaruhi DOC yang dihasilkan. Rasyaf,(1987) menyatakan
bahwa telur yang kotor kurang baik menetasnya disebabkan karena kotoran yang terdapat pada
permukaan kulit telur akan menutupi pori-pori kulit telur, sehingga dapat mengganggu pertukaran
udara pada waktu perkembangan embrio dan anak ayam yang dihasilkan akan lemah serta
menurunkan kualitas DOC. Kerabang telur yang tidak bersih dapat disebabkan dari kandang yang
terkena kotoran, yaitu pada sistem pemeliharaan memakai litter, oleh karena itu untuk mengurangi
tingkat kekotoran kerabang telur, sebaiknya pengumpulan telur dilakukan sesering mungkin, misalnya
3 kali sehari, yaitu pada pagi, siang dan sore hari.
Kerabang telur yang tidak normal juga mempengaruhi DOC yang dihasilkan dalam suatu
penetasan. Jika kerabang telur tipis sehingga pori-porinya besar akan menyebabkan bakteri mudah
masuk ke dalam telur dan penguapan yang terjadi juga besar (tidak seimbang), jika penguapan tinggi,
DOC yang dihasilkan akan lemah karena kekurangan cairan dan menurunkan grade DOC. Kerabang
telur yang tipis ini dapat disebabkan oleh ransum induknya kekurangan mineral, yaitu
kalsium. Pemberian kalsium untuk ayam yang sedang berproduksi adalah 3,5 - 3,75% (NRC, 1984).
6. Keutuhan Telur
Telur yang retak (tidak utuh) tidak baik untuk ditetaskan, selain terjadi penguapan yang tinggi
yang mengakibatkan kematian embrio karena masuknya bakteri melalui pori-pori yang terbuka.
7. Penyimpanan Telur
Penyimpanan telur tetas yang terlalu lama dapat menyebabkan rendahnya daya tetas,
meningkatkan jumlah kematian embrio pada masa pengeraman dan berkurangnya bobot tubuh anak
ayam yang dihasilkan, sehingga akan menurunkan grade DOC. Rasyaf (1987) menyatakan bahwa,
kelembaban ruang penyimpanan perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi tingginya
penguapan cairan dalam telur. Kelembaban ruang penyimpanan telur yang tinggi dapat
meningkatkan daya tetas telur tetapi hanya sedikit dan memperbaiki kualitas anak ayam. Walaupun
demikian kelembaban ruang penyimpanan yang terlalu rendah tidak baik karena dapat meningkatkan
kehilangan cairan dalam telur dan menurunkan daya tetas.
Kelembaban ruang penyimpanan telur yang optimum adalah 65 - 75%. menyimpan telur
dengan posisi rongga udara di sebelah atas dapat mengurangi kehilangan air dan gas dari telur, ini
berarti akan mencegah kekurang-an daya tetas disamping juga menghindari terjadinya cacat pada
embrio.
Penyakit Salmonellosis seperti pullorum dan infeksi bakteri lainnya akan menurunkan daya
tetas, karena mikroorganisme tersebut dapat merusak telur. Penyakit infeksi bronkhitis dan ND juga
dapat mem-pengaruhi kualitas kerabang, sehingga telur-telur yang dihasilkan oleh induk yang
menderita penyakit tersebut mudah mengalami penurunan bobot, yang pada akhirnya akan
menyebabkan daya tetas dan kualitas anak ayam akan menurun
BAB IV
SISTEM PENILAIAN D.O.C.
Menurut Rasyaf (1987), untuk keperluan pemilihan DOC ada beberapa kriteria penting yang
harus diperhati-kan yang bisa diwujudkan dalam bentuk nilai atau angka atau skoring. Di Amerika
Serikat ada satu perkumpulan yang bertugas antara lain memberikan skor pada anak ayam yang
baru menetas ini berdasarkan beberapa kriteria untuk keperluan, misalnya suatu lomba. Adapun
kartu skor tersebut adalah sebagai berikut :
Kartu Skor dari Asosiasi Unggas di AS untuk DOC.
No. Pendaftaran
: ..............
Klas : ..............
Perlombaan
: .....................................
Alamat
: .....................................
Anak ayam datang
: .....................................
Total Nilai
: .....................................
Uraian
Kekuatan (vigor)
Kondisi
Penyimpangan variasi warna
Keseragaman warna
Keseragaman ukuran (bobot)
Berat
Total
Standard Skor
25
25
15
15
10
10
100
Nilai
Keterangan
Dari kriteria penilaian tersebut di atas, anak-anak ayam yang dudah terdaftar harus lolos dari
proses diskualifikasi. Adapun proses diskualifikasi meliputi hal-hal :
1.
Tipe jengger asing atau lain dari breed atau varietas yang seharusnya.
2.
Untuk semua breed yang dikehendaki shank tidak berbulu, sesuatu di bagian bawah berbulu sedikit
atau banyak, berbatang, atau tumbuh seperti bulu pada shank, kaki, jari atau persendian, atau
adanya indikasi yang dapat membuat kesalahan dari bagian bawah, bulu, batang kaki yang ditutupi
dari bagian yang sama.
3.
4.
Adanya selaput renang pada kaki beberapa breed ayam, atau jumlah yang tidak normal dari jari-jari
kaki untuk beberapa breed.
Sedangkan untuk penilaian bibit DOC yang baik umumnya dilakukan berdasarkan kriteriakriteria sebagai berikut :
- Warna bulu yang kuning merata (untuk semua breed),
- Pertumbuhan bulu yang baik sesuai dengan urutannya,
- Bentuk jengger normal,
- Bentuk paruh normal,
- Mata lengkap, cerah dan tidak buta,
- Kaki lurus dan tidak memar,
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa :
1.
Keberhasilan suatu usaha peternakan ayam dapat dicapai bila ada interaksi yang baik dari faktor
manajemen, pakan dan bibit ternak ayam yang dipelihara.
2.
Ada tiga cara yang dapat pendekatan yang dapat dilakukan untuk memperoleh bibit DOC yang
unggul, yaitu pendekatan berdasarkan keturunan, seleksi dan pendekatan berdasarkan rabaan atau
pegangan.
3.
Penanganan selama penetasan juga menentukan kualitas DOC yang dihasilkan disamping faktor
genetik dari ayam itu sendiri.
1.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar. 1988. Pengaruh tatalaksana penetasan terhadap kualitas anak ayam.
Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan IPB : Bogor.
2. National Research Council. 1984. Nutrient requirements of poultry. National
Academy of Sciences : Washington DC., USA.
3. North, M.O. 1984. Commercial chicken production mannual. 3rd Ed.
The AVI Publishing Company Inc. : Westport, Connecticut.
4. Rasyaf, M. 1987. Pengelolaan penetasan. Penerbit Kanisius : Jakarta.
5. Sandar. 1988. Pengaruh bobot telur tetas dan umur induk terhadap
performans burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica). Karya
Ilmiah. Fakultas Peternakan IPB : Bogor.
6. Wahju, J. dan D. Sugandi. 1984. Penuntun praktis beternak ayam.
Peternakan, IPB : Bogor.
7.
Fakultas