Bab I
Bab I
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. S
Umur
: 46 tahun
Jenis kelamin
: laki-laki
Alamat
: Tipar cakung
Pekerjaan
: Swasta
Agama
: Islam
No RM
: 25xxxx
Tanggal Masuk
: 20 Oktober 2015
ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
Keluhan Utama
Riwayat Penyakit Sekarang : 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh sesak
nafas, awal mula sesak nafas dirasakan semakin lama semakin
berat. Sesak di rasakan terus menerus, sesak tidak berkurang saat
istirahat, sesak bertambah berat saat aktifitas ringan seperti saat
pasien berjalan ke kamar mandi, dan saat posisi tidur terlentang,
berkurang saat posisi tidur setengah duduk, sehingga untuk
aktivitas pasien memerlukan bantuan anggota keluarga yang lain.
Pasien sempat memeriksakan diri kelaboratorium atas kehendak
pasien sendiri dan didapatkan hasil ureum dan creatinin yang
meninggi,
akan
tetapi
pasien
tidak
menghiraukan
hasil
Riwayat Alergi
Riwayat Pengobatan
: Pasien belum meminum obat untuk keluhan ini dan sedang tidak
mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang.
Riwayat Psikososial
: Sebelum sakit, pasien makan tidak teratur tiga hingga empat kali
sehari dengan nasi, sayur, tahu, dan tempe, terkadang daging, telur
dan ikan. Jarang mengonsumsi buah-buahan. Beberapa hari
terakhir, sejak sakit nafsu makan pasien menurun, makan dalam
pasien
belum
menjaga
pola
makannya.
Pasien
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran
: Composmentis
BB
: 60 kg
TB
: 170 cm
Status gizi
: (20,7) Normoweight
TANDA VITAL
Tekanan darah
: 160/90 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Suhu
: 24 x/menit
RR
: 37,1oC
STATUS GENERALISATA
Kepala
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
Leher
Thorax
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Batas atas
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
: BU (+) normal.
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
Superior
: CRT <2 detik +/+, akral hangat, udem -/-, pucat +/+
Inferior
: CRT <2 detik +/+, akral hangat, udem +/+, pucat +/+
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin 20 Oktober 2015
Pemeriksaan
Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW
Eosinofil absolute
Basofil absolute
Neutrofil absolute
Limfosit absolute
Monosit absolute
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
a
Hasil
5,19
L 2,77
L 8,00
L 24,10
87,00
28,90
33,20
151
12,90
0,15
0,01
2,97
1,61
0,45
2,90
0,20
57,20
31,00
H 8,70
Nilai Normal
3,8 10,6
4,4 5,9
13,2 17,3
40 52
80 100
26 34
32 36
150 440
11,5 14,5
0,045 0,44
0 0,02
1,8 8
0,9 5,2
0,16 1
24
01
50 70
25 40
28
Pemeriksaan
GDS
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
Kalium
Natrium
Chlorida
Total protein
Albumin
Globulin
Hasil
83
8
9
H 88,0
H 9,67
L 3,1
140
101
L 5,7
3,8
L 1,9
Satuan
Mg/dL
U/L
U/L
Mg/dL
Mg/dL
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L
g/dL
g/dL
g/dL
Harga normal
< 125
0 35
0 35
10,00 50,00
0,70 1,10
3,5 5,0
135 145
95 105
6,1 8
3,2 5,2
2,9 3,0
RESUME
Seorang laki laki berusia 46 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas kurang
lebih 1 minggu ini. sesak nafas dirasakan semakin lama semakin berat. Sesak di
rasakan terus menerus, sesak tidak berkurang saat istirahat, sesak bertambah berat saat
aktifitas ringan seperti saat pasien berjalan ke kamar mandi, dan saat posisi tidur
terlentang, berkurang saat posisi tidur setengah duduk, Pasien juga mengeluhkan
badan lemas, BAK sedikit - sedikit.
Pada pemeriksaan mata didapatkan conjungtiva palpebra anemis. Pada pemeriksaan
ekstremitas, edema di inferior.
Pada darah didapatkan Eritrosit L 2,77, Hb L 8,00, Ht L 24,10, monosit H 8,70, ureum
H 88,00, kreatinin H 9,67, kalium L 3,1, GFR 8,1.
DAFTAR MASALAH
1
PEMBAHASAN
CKD
Sesak nafas kurang lebih 1 minggu ini. sesak nafas dirasakan semakin lama semakin berat. Sesak
di rasakan terus menerus, sesak tidak berkurang saat istirahat, sesak bertambah berat saat
aktifitas ringan seperti saat pasien berjalan ke kamar mandi, dan saat posisi tidur terlentang,
berkurang saat posisi tidur setengah duduk, Pasien juga mengeluhkan badan lemas, BAK sedikit
- sedikit.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD 160/90 mmhg, R 24 x/menit,
Pada pemeriksaan mata didapatkan conjungtiva palpebra anemis. Pada pemeriksaan ekstremitas,
edema di inferior.
WD : CKD
DD/ CHF
Hipertensi
Badan terasa lemas,
Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD 160/90 mmHg
WD: hipertensi grade II
PLANNING
Planning Diagnostik
CKD
Diagnostik etiologic
Pemeriksaan darah rutin, ureum, kreatinin, Gula darah sewaktu, AGD, elektrolit,
EKG, GDP dan GD2PP, HbA1c, urin lengkap
Diagnostik komplikasi
o EKG, pemeriksaan darah rutin, CK, CK-MB
Diagnostik Komorbid
o GDP dan GD2PP, HbA1c.
Hipertensi grade II
Diagnostik etiologic
EKG, ureum, kreatinin, darah rutin,
Diagnostik komplikasi
Pemeriksaan darah rutin, ureum, kreatinin, Gula darah sewaktu, AGD, elektrolit, EKG,
GDP dan GD2PP, HbA1c, urin lengkap
Diagnostik Komorbid
-
Planning Terapi
Klasifikasi perawatan
Perawatan Biasa, di ruangan biasa, jika terjadi gawat darurat masuk ke ICCU
Hidrasi
Oral secara adekuat (minuman ringan, sari buah, sup, minuman tidak bergas, dan
teh)
Nutrisi
ditentukan.
Hindari rokok, minum-minuman berenergi
latihan fisik
Farmakologi
Hemodialisis
furosemid 1x 40 mg
captopril 3 x 25 mg
21 Oktober 2015
Lemas (+) sesak nafas (-) mual (-) pusing nggliyeng (+) nyeri ulu
hati (-) BAB biasa, BAK 1 botol aqua sedang
O
Keadaan umum
Kesadaran
Compos mentis
TD
150/70 mmHg
80 x/m
RR
20 x/m
36,0C
Kepala
mesochepal
Mata
Leher
Thorax
Cor
Pulmo
Abdomen
teraba
Dalam batas normal
Ekstremitas
CKD, gastritis akut, ht grade I
A
OMZ 1x1
captopril 3 x 25 mg
Tanggal
program : hemodialisis
22 Oktober 2015
Lemas (+) sesak nafas (+) mual (-) pusing nggliyeng (+) nyeri ulu
hati (-) BAB biasa, BAK 1 botol aqua sedang
O
Keadaan umum
Kesadaran
TD
Tampak sesak
Compos mentis
150/80 mmHg
84 x/m
N
RR
24 x/m
36,8C
T
Kepala
Mata
Leher
Thorax
Cor
mesochepal
Konjungtiva pucat ( +/+ ), sclera ikterik (-/-)
KGB membesar -/sela iga tak melebar
Iktus kordis tak tampak, Konfigurasi jantung dalam batas normal,
BJ I-II regula, bising jantung -/Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru,
Pulmo
Abdomen
teraba
Dalam batas normal
Ekstremitas
CKD ht grade I
O2 3L
P
Tanggal
23 Oktober 2015
Lemas (+) sesak nafas (-) mual (-) pusing nggliyeng (-) nyeri ulu
hati (-) BAB biasa, BAK 1 botol aqua besar
O
Keadaan umum
Kesadaran
TD
N
RR
T
Kepala
Mata
Leher
Thorax
Cor
BJ I-II regula, bising jantung -/Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru,
Pulmo
Abdomen
Ekstremitas
CKD, ht grade I
terapi tetap
P
Tanggal
24 Oktober 2015
Lemas (+) sesak nafas (+) mual (-) pusing nggliyeng (+) nyeri ulu
hati (-) BAB biasa, BAK 1 botol aqua besar
O
Keadaan umum
Kesadaran
TD
N
RR
T
Kepala
Mata
Leher
Thorax
Cor
BJ I-II regula, bising jantung -/Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru,
SDV(+)N, wheezing(-/-), ronki (-)
Pulmo
Abdomen
Ekstremitas
A
O2 3L
Lain lain terapi lanjut
P
KESIMPULAN
Diagnosa Akhir
Terapi pulang
Rawat jalan
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada
tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m. Batasan penyakit ginjal kronik:1.2
1
Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
Kelainan patologik
Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju
filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus
yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.
Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan
ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan
penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi
ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut:1
Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerolus.1,3
Derajat
Penjelasan
LFG
(mL/menit/1,73m2)
90
60-89
30-59
15-29
Gagal ginjal
Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik dengan atau tanpa kerusakan ginjal dan atau
dengan atau tanpa peningkatan tekanan darah / hipertensi (HT).3
GFR
Dengan HT
Tanpa HT
Dengan HT
Tanpa HT
> 90
HT
Normal
60 89
HT dengan
Penurunan
penurunan GFR
GFR
(ml/min/1,73 m2)
30 59
15 29
II. Etiologi1,3,4
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR)
pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis
(25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian tertentu penyakit ginjal di mana
mekanisme kekebalan tubuh memicu peradangan dan proliferasi jaringan glomerular yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium, atau endotelium kapiler.
Hippocrates awalnya menggambarkan manifestasi nyeri punggung dan hematuria, lalu juga
oliguria atau anuria. Dengan berkembangnya mikroskop, Langhans kemudian mampu
menggambarkan perubahan pathophysiologic glomerular ini. Sebagian besar penelitian asli
berfokus pada pasien pasca-streptococcus.. Glomerulonefritis akut didefinisikan sebagai
serangan yang tiba-tiba menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, dan silinder sel darah
merah. Gambaran klinis ini sering disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi ginjal
terganggu.2
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan
sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri
sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik
lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau
amiloidosis.2
Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10% terjadi pada pasien
yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis akut yaitu dapat terjadi hematurim
oligouri, edema preorbital yang biasanya pada pagi hari, hipertensi, sesak napas, dan nyeri
pinggang karena peregangan kapsul ginjal.2
b. Diabetes mellitus
Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya.2
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat
bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari
akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering
ataupun berat badan yang menurun.2
Terjadinya diabetes ditandai dengan gangguan metabolisme dan hemodinamik yang
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah sistemik, dan
mengubah pengaturan tekanan intracapillary. Di ginjal, perubahan ini mungkin menyebabkan
munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak hanya tanda awal penyakit ginjal
diabetes, tetapi dapat menyebabkan kerusakan dan tubulointerstitial glomerular yang pada
akhirnya mengarah ke glomerulosclerosis diabetes. Hubungan yang kuat antara proteinuria dan
komplikasi diabetes lainnya mendukung pandangan bahwa peningkatan ekskresi protein urin
mencerminkan gangguan vaskular umum yang mempengaruhi banyak organ, termasuk mata,
jantung, dan sistem saraf .2,4
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90
mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti hipertensi. Berdasarkan penyebabnya,
hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang
tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi
renal.5,6
Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah sistolik, diastolik, modifikasi gaya hidup, serta terapi
obat berdasarkan Joint National Committee (JNC) VII:5,6
Klasifikasi
Sistolik
Tekanan
(mmHg)
Darah
Normal
< 120
Prehiperten
120
si
139
Stage 1 HT
140
Diastolik
(mmHg)
Dan < 80
Modifika
si
Terapi
Gaya
Hidup
edukasi
tidak
Atau 80 89
Ya
antihipertensi
Atau 90 99
Ya
159
Dapat
perlu
juga
obat
ACEI,
> 160
Ya
Kombinasi
jenis
diuretik
dan
adah <130/80
mmHg.
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang
semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista kista yang
tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik,
kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan
kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah
penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar
baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus,
bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah
penyakit ginjal polikistik dewasa.2
III. Epidemiologi
Di Amerika Serikat menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkitakan 100 juta
kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di
Malaysia diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara
berkembang lainnya, insidens ini diperkirakan sekitar 40-60 kasis perjuta penduduk per tahun.1
Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000:1,7
1
Glomerulonefritis
(46,39%)
Diabetes Mellitus
(18,65%)
Hipertensi
(8,46%)
Sebab lain
(13,65%)
Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya
pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.2
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Proses adaptasi ini berlangsung
singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang masih tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi.1,2
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor (TGF-). Beberapa hal yang juga dianggap berperan
terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,
gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis.1
Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium, tetapi
dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-stadium tersebut.
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga
mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia
inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhankeluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan
antibiotika.2
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal
ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal
ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala
nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan
hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan
atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi
dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal
kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah
tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan
kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.1,3
e. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak
jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan
atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari
dasar kepribadiannya (personalitas).
f. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks.
Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat
menyebabkan kegagalan faal jantung.
pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras seriing tidak bisa
melewati filter glomerolus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksisk oleh
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan
ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi
VIII. Penatalaksanaan1,2,3,6
1
Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
a
Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan
memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis
mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal disease).
Terapi simptomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan
suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila
pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.
b. Anemia
Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis inisial 50 u/kg
IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL kurangi dosis pemberian menjadi
2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg dan tidak lebih dari tiga kali dalam
seminggu.6
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati
karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
Sasaran hemoglobin adal 11-12 gr/dL.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai
pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari
GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai
anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obatobatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym Konverting
Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor). Melalui berbagai studi
terbukti dapat memperlambat proses pemburukan antihipertensi dan antiproteinuria.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang
penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular. Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
IX. Prognosis
Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau stadium
V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari, keberhasilan terapi, dan
juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka
kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani
transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian
terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak
(6%), dan keganasan (4%).2
X. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan
pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti
bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi
(makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula
darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian
berat badan.
DAFTAR PUSTAKA
Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti
S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007. hlm 570-3.
Editorial.
Gagal
Ginjal
Kronik.
Diunduh
dari:
http://emedicine.
Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation,
Classification,
and
Stratification.
Diunduh
dari:
Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord Handbook of
Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University; 2007. 294-97.
Editorial. Obat Hemopoetic. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Ed. 8. Jakarta: CMP
Medica Asia Pte Ltd; 2008. Hlm. 114.