Anda di halaman 1dari 30

BAB I

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. S

Umur

: 46 tahun

Jenis kelamin

: laki-laki

Alamat

: Tipar cakung

Pekerjaan

: Swasta

Agama

: Islam

No RM

: 25xxxx

Tanggal Masuk

: 20 Oktober 2015

ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
Keluhan Utama

: sesak nafas 1 minggu SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang : 1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh sesak
nafas, awal mula sesak nafas dirasakan semakin lama semakin
berat. Sesak di rasakan terus menerus, sesak tidak berkurang saat
istirahat, sesak bertambah berat saat aktifitas ringan seperti saat
pasien berjalan ke kamar mandi, dan saat posisi tidur terlentang,
berkurang saat posisi tidur setengah duduk, sehingga untuk
aktivitas pasien memerlukan bantuan anggota keluarga yang lain.
Pasien sempat memeriksakan diri kelaboratorium atas kehendak
pasien sendiri dan didapatkan hasil ureum dan creatinin yang

meninggi,

akan

tetapi

pasien

tidak

menghiraukan

hasil

pemeriksaan tersebut. Keluhan semakin lama semakin dirasakan


memberat. Pasien juga mengeluh badan lemes, seluruh badan
bengkak, BAK hanya keluar sedikit sedikit, BAB tidak ada
keluhan, tidak mual, tidak muntah, tidak pusing, tidak demam,
penglihatan kabur tidak dirasakan, nafsu makan masih baik.
Sehingga pasien berinisiatif untuk periksa ke rumah sakit dan
disarankan opnam oleh dokter dan disarankan untuk dilakukan
hemodialisa.
Saat di bangsal, setelah menjalani hemodialisa , pasien masih
mengeluh sesak, namun sesak sudah berkurang, sesak dirasakan
saat tidur posisi terlentang dan saat berjalan ke kamar mandi.
Bengkak masih ada tetapi sudah berkurang, bengkak hanya di
daerah kaki sampai kelamin pasien. Pasien masih merasakan
lemas, tidak mual, tidak muntah, tidak demam. BAK masih sedikit,
BAB tidak ada keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu

: Pasien sebelumnya belum pernah mengalami keluhan seperti ini.


Pasien menyangkal adanya riwayat kencing manis, hipertensi,
ataupun jantung, ISK.

Riwayat Penyakit Keluarga

: Di keluarga tidak ada yang menderita keluhan yang sama, riwayat


HT dan DM disangkal.

Riwayat Alergi

: Riwayat alergi obat-obatan, makanan, dan cuaca disangkal.

Riwayat Pengobatan

: Pasien belum meminum obat untuk keluhan ini dan sedang tidak
mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang.

Riwayat Psikososial

: Sebelum sakit, pasien makan tidak teratur tiga hingga empat kali
sehari dengan nasi, sayur, tahu, dan tempe, terkadang daging, telur
dan ikan. Jarang mengonsumsi buah-buahan. Beberapa hari
terakhir, sejak sakit nafsu makan pasien menurun, makan dalam

jumlah sedikit. Pasien sering mengonsumsi makanan asin dan


manis,

pasien

belum

menjaga

pola

makannya.

Pasien

mengkonsumsi rokok sebanyak 1 bungkus / hari. Pasien juga


mengkonsumsi extra joss + 3 bungkus setiap hari sejak usia 20
tahun.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: Tampak Sakit Sedang

Kesadaran

: Composmentis

BB

: 60 kg

TB

: 170 cm

Status gizi

: (20,7) Normoweight

TANDA VITAL
Tekanan darah

: 160/90 mmHg

Nadi

: 88 x/menit

Suhu

: 24 x/menit

RR

: 37,1oC

STATUS GENERALISATA
Kepala

: Normocephal, distribusi rambut merata (+), rambut tidak mudah


rontok (+).

Mata

: Konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), refleks pupil (+/+),


mata cekung (-/-)

Hidung

: Normonasi, sekret (-/-), polip (-/-), deviasi septum (-).

Telinga
Mulut

: Normotia, serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-).


: Mukosa bibir lembab, stomatitis (-), sianosis (-)

Leher
Thorax

: JVP tidak meningkat, pembesaran kelenjar getah bening (-)


: Paru-paru
Inspeksi

: Bentuk dada normal, gerak dada simetris, tidak terlihat retraksi


dinding dada

Palpasi

: Vocal fremitus simetris dikedua lapang paru

Perkusi

: Sonor dikedua lapang paru

Auskultasi

: Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-) ,wheezing (-/-)

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis terlihat

Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra

Perkusi

: Batas atas

: ICS 2 parasternal dextra

Batas kanan : ICS 4 parasternal dextra


Batas kiri
Auskultasi

: ICS 5 linea mid clavicula sinistra

: BJ I/II normal, murmur (-). Gallop (-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar, scar (-), spider navi (-)

Auskultasi

: BU (+) normal.

Palpasi

: supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepatospenomegali (-).

Perkusi

: Timpani di seluruh kuadran abdomen,

Ekstremitas
Superior

: CRT <2 detik +/+, akral hangat, udem -/-, pucat +/+

Inferior

: CRT <2 detik +/+, akral hangat, udem +/+, pucat +/+

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin 20 Oktober 2015
Pemeriksaan
Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
RDW
Eosinofil absolute
Basofil absolute
Neutrofil absolute
Limfosit absolute
Monosit absolute
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
a

Hasil
5,19
L 2,77
L 8,00
L 24,10
87,00
28,90
33,20
151
12,90
0,15
0,01
2,97
1,61
0,45
2,90
0,20
57,20
31,00
H 8,70

Nilai Normal
3,8 10,6
4,4 5,9
13,2 17,3
40 52
80 100
26 34
32 36
150 440
11,5 14,5
0,045 0,44
0 0,02
1,8 8
0,9 5,2
0,16 1
24
01
50 70
25 40
28

Kimia Klinik (Serum)

Pemeriksaan
GDS
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
Kalium
Natrium
Chlorida
Total protein
Albumin
Globulin

Hasil
83
8
9
H 88,0
H 9,67
L 3,1
140
101
L 5,7
3,8
L 1,9

Satuan
Mg/dL
U/L
U/L
Mg/dL
Mg/dL
Mmol/L
Mmol/L
Mmol/L
g/dL
g/dL
g/dL

Harga normal
< 125
0 35
0 35
10,00 50,00
0,70 1,10
3,5 5,0
135 145
95 105
6,1 8
3,2 5,2
2,9 3,0

RESUME
Seorang laki laki berusia 46 tahun, datang dengan keluhan sesak nafas kurang
lebih 1 minggu ini. sesak nafas dirasakan semakin lama semakin berat. Sesak di
rasakan terus menerus, sesak tidak berkurang saat istirahat, sesak bertambah berat saat
aktifitas ringan seperti saat pasien berjalan ke kamar mandi, dan saat posisi tidur
terlentang, berkurang saat posisi tidur setengah duduk, Pasien juga mengeluhkan
badan lemas, BAK sedikit - sedikit.
Pada pemeriksaan mata didapatkan conjungtiva palpebra anemis. Pada pemeriksaan
ekstremitas, edema di inferior.
Pada darah didapatkan Eritrosit L 2,77, Hb L 8,00, Ht L 24,10, monosit H 8,70, ureum
H 88,00, kreatinin H 9,67, kalium L 3,1, GFR 8,1.

DAFTAR MASALAH
1

CKD (aktif) diagnosis klinik

Hipertensi (aktif) diagnosis klinik

PEMBAHASAN
CKD
Sesak nafas kurang lebih 1 minggu ini. sesak nafas dirasakan semakin lama semakin berat. Sesak
di rasakan terus menerus, sesak tidak berkurang saat istirahat, sesak bertambah berat saat
aktifitas ringan seperti saat pasien berjalan ke kamar mandi, dan saat posisi tidur terlentang,
berkurang saat posisi tidur setengah duduk, Pasien juga mengeluhkan badan lemas, BAK sedikit
- sedikit.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD 160/90 mmhg, R 24 x/menit,
Pada pemeriksaan mata didapatkan conjungtiva palpebra anemis. Pada pemeriksaan ekstremitas,
edema di inferior.

WD : CKD
DD/ CHF
Hipertensi
Badan terasa lemas,
Pada pemeriksaan fisik ditemukan TD 160/90 mmHg
WD: hipertensi grade II
PLANNING
Planning Diagnostik
CKD

Diagnostik etiologic

Pemeriksaan darah rutin, ureum, kreatinin, Gula darah sewaktu, AGD, elektrolit,
EKG, GDP dan GD2PP, HbA1c, urin lengkap

Diagnostik komplikasi
o EKG, pemeriksaan darah rutin, CK, CK-MB

Diagnostik Komorbid
o GDP dan GD2PP, HbA1c.

Diagnostic Gawat darurat


Urin lengkap, ureum, kreatinin, elektrolit.

Hipertensi grade II

Diagnostik etiologic
EKG, ureum, kreatinin, darah rutin,

Diagnostik komplikasi
Pemeriksaan darah rutin, ureum, kreatinin, Gula darah sewaktu, AGD, elektrolit, EKG,
GDP dan GD2PP, HbA1c, urin lengkap

Diagnostik Komorbid
-

Diagnostic Gawat darurat


-

Planning Terapi

Klasifikasi perawatan

Perawatan Biasa, di ruangan biasa, jika terjadi gawat darurat masuk ke ICCU

Vital sign, Kondisi umum, pemeriksaan lab: ureum kreatinin, Hb

Hidrasi

Oral secara adekuat (minuman ringan, sari buah, sup, minuman tidak bergas, dan
teh)

Nutrisi

diet: rendah protein, cukup asupan kalori,


perhatikan jumlah air minum dan pengeluaran setiap hari
istirahat cukup
mengikuti program Hemodialisis secara rutin dengan jadwal yang sudah

ditentukan.
Hindari rokok, minum-minuman berenergi
latihan fisik

Farmakologi

eritropoetin dengan dosis inisial 50 u/kg IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb


meningkat >2 gr/dL kurangi dosis pemberian menjadi 2 kali seminggu.
Maksimum pemberian 200 u/kg dan tidak lebih dari tiga kali dalam seminggu
atau transfusi darah misalnya Packed Red Cell (PRC) dengan target hemoglobin
adal 11-12 gr/dL.

Mual: anti mual: ranitidine injeksi IV 2 x 1 amp (bila perlu)

Sesak nafas: berikan O2 kanul 3L

Hemodialisis

furosemid 1x 40 mg

captopril 3 x 25 mg

MONITORING DAN EVALUASI


Tanggal

21 Oktober 2015

Lemas (+) sesak nafas (-) mual (-) pusing nggliyeng (+) nyeri ulu
hati (-) BAB biasa, BAK 1 botol aqua sedang

O
Keadaan umum

Tampak sakit sedang

Kesadaran

Compos mentis

TD

150/70 mmHg

80 x/m

RR

20 x/m

36,0C

Kepala

mesochepal

Mata

Konjungtivsa pucat ( +/+ ), sclera ikterik (-/-)

Leher

KGB membesar (-/-)

Thorax

sela iga tak melebar

Cor

Iktus kordis tak tampak, Konfigurasi jantung dalam batas normal,


BJ I-II regula, bising jantung -/-

Pulmo

Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru,


SDV(+)N, wheezing(-/,-), ronki (-)
Datar, BU(+)normal, tympani, nyeri tekan (+), hepar/lien tidak

Abdomen

teraba
Dalam batas normal

Ekstremitas
CKD, gastritis akut, ht grade I
A

Infus Nacl 0,9% 8 tpm

OMZ 1x1

Inj. Cefotaxime 2x1 gr (IV)

Inj. Ranitidine 2x1 Ampul (IV)

furosemid 1x1 ampul

asam folat 1x1tablet

captopril 3 x 25 mg

Tanggal

program : hemodialisis
22 Oktober 2015

Lemas (+) sesak nafas (+) mual (-) pusing nggliyeng (+) nyeri ulu
hati (-) BAB biasa, BAK 1 botol aqua sedang

O
Keadaan umum
Kesadaran
TD

Tampak sesak
Compos mentis
150/80 mmHg
84 x/m

N
RR

24 x/m
36,8C

T
Kepala
Mata
Leher
Thorax
Cor

mesochepal
Konjungtiva pucat ( +/+ ), sclera ikterik (-/-)
KGB membesar -/sela iga tak melebar
Iktus kordis tak tampak, Konfigurasi jantung dalam batas normal,
BJ I-II regula, bising jantung -/Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru,

Pulmo

SDV(+)N, wheezing(-/-), ronki (-)


Datar, BU (+) normal, tympani, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak

Abdomen

teraba
Dalam batas normal

Ekstremitas

CKD ht grade I
O2 3L

Lain lain terapi lanjut

P
Tanggal

23 Oktober 2015

Lemas (+) sesak nafas (-) mual (-) pusing nggliyeng (-) nyeri ulu
hati (-) BAB biasa, BAK 1 botol aqua besar

O
Keadaan umum
Kesadaran
TD
N
RR
T
Kepala
Mata
Leher
Thorax

Tampak sakit sedang


Compos mentis
150/70 mmHg
80 x/m
20 x/m
36,0C
mesochepal
Konjungtivsa pucat ( +/+ ), sclera ikterik (-/-)
KGB membesar (-/-)
sela iga tak melebar
Iktus kordis tak tampak, Konfigurasi jantung dalam batas normal,

Cor

BJ I-II regula, bising jantung -/Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru,

Pulmo

SDV(+)N, wheezing(-/,-), ronki (-)


Datar, BU(+)normal, tympani, nyeri tekan (+), hepar/lien tidak
teraba

Abdomen

Ekstremitas

Dalam batas normal

CKD, ht grade I

terapi tetap

P
Tanggal

24 Oktober 2015

Lemas (+) sesak nafas (+) mual (-) pusing nggliyeng (+) nyeri ulu
hati (-) BAB biasa, BAK 1 botol aqua besar

O
Keadaan umum
Kesadaran
TD
N
RR
T

Tampak sakit sedang


Compos mentis
150/80 mmHg
84 x/m
24 x/m
36,8C
mesochepal

Kepala

Konjungtiva pucat ( +/+ ), sclera ikterik (-/-)

Mata

KGB membesar -/-

Leher

sela iga tak melebar

Thorax

Iktus kordis tak tampak, Konfigurasi jantung dalam batas normal,

Cor

BJ I-II regula, bising jantung -/Taktil fremitus kanan=kiri, perkusi sonor seluruh lapang paru,
SDV(+)N, wheezing(-/-), ronki (-)

Pulmo

Datar, BU (+) normal, tympani, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak


teraba

Abdomen

Dalam batas normal


CKD ht grade I

Ekstremitas
A

O2 3L
Lain lain terapi lanjut

P
KESIMPULAN
Diagnosa Akhir

: CKD dan HT grade I dalam pengobatan

Terapi pulang

: OMZ 1x1, ranitidine 2 x 150 mg (bila perlu) furosemid 1x 40 mg, asam


folat 1x1tablet, captopril 3 x 25 mg, program : hemodialisis

Rawat jalan

: Kontrol ke poli penyakit dalam tanggal 30/10/2015.

BAB II
PEMBAHASAN
I.

Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan,
berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada
tanda kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi
glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m. Batasan penyakit ginjal kronik:1.2
1

Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:

Kelainan patologik

Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan


pencitraan radiologi

Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju

filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus
yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.
Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan
ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan
penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi
ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut:1
Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerolus.1,3
Derajat

Penjelasan

LFG
(mL/menit/1,73m2)

Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau

90

Kerusakan ginjal dengan LFG ringan

60-89

Kerusakan ginjal dengan LFG sedang

30-59

Kerusakan ginjal dengan LFG berat

15-29

Gagal ginjal

<15 atau dialisis

Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik dengan atau tanpa kerusakan ginjal dan atau
dengan atau tanpa peningkatan tekanan darah / hipertensi (HT).3
GFR

Dengan Kerusakan Ginjal

Tanpa Kerusakan Ginjal

Dengan HT

Tanpa HT

Dengan HT

Tanpa HT

> 90

HT

Normal

60 89

HT dengan

Penurunan

penurunan GFR

GFR

(ml/min/1,73 m2)

30 59

15 29

< 15 (atau dialisis)

II. Etiologi1,3,4
Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR)
pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis
(25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian tertentu penyakit ginjal di mana
mekanisme kekebalan tubuh memicu peradangan dan proliferasi jaringan glomerular yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium, atau endotelium kapiler.
Hippocrates awalnya menggambarkan manifestasi nyeri punggung dan hematuria, lalu juga
oliguria atau anuria. Dengan berkembangnya mikroskop, Langhans kemudian mampu
menggambarkan perubahan pathophysiologic glomerular ini. Sebagian besar penelitian asli
berfokus pada pasien pasca-streptococcus.. Glomerulonefritis akut didefinisikan sebagai
serangan yang tiba-tiba menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, dan silinder sel darah
merah. Gambaran klinis ini sering disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi ginjal
terganggu.2
Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan
sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri
sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik
lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau
amiloidosis.2
Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10% terjadi pada pasien
yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis akut yaitu dapat terjadi hematurim
oligouri, edema preorbital yang biasanya pada pagi hari, hipertensi, sesak napas, dan nyeri
pinggang karena peregangan kapsul ginjal.2

b. Diabetes mellitus
Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya.2
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat
bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari
akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering
ataupun berat badan yang menurun.2
Terjadinya diabetes ditandai dengan gangguan metabolisme dan hemodinamik yang
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah sistemik, dan
mengubah pengaturan tekanan intracapillary. Di ginjal, perubahan ini mungkin menyebabkan
munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak hanya tanda awal penyakit ginjal
diabetes, tetapi dapat menyebabkan kerusakan dan tubulointerstitial glomerular yang pada
akhirnya mengarah ke glomerulosclerosis diabetes. Hubungan yang kuat antara proteinuria dan
komplikasi diabetes lainnya mendukung pandangan bahwa peningkatan ekskresi protein urin
mencerminkan gangguan vaskular umum yang mempengaruhi banyak organ, termasuk mata,
jantung, dan sistem saraf .2,4
c. Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90
mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti hipertensi. Berdasarkan penyebabnya,
hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang
tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi
renal.5,6
Tabel 3. Klasifikasi tekanan darah sistolik, diastolik, modifikasi gaya hidup, serta terapi
obat berdasarkan Joint National Committee (JNC) VII:5,6

Klasifikasi

Sistolik

Tekanan

(mmHg)

Darah
Normal

< 120

Prehiperten

120

si

139

Stage 1 HT

140

Diastolik
(mmHg)
Dan < 80

Modifika
si

Terapi

Gaya

Hidup
edukasi

tidak

Atau 80 89

Ya

antihipertensi

Atau 90 99

Ya

Thiazid tipe diuretik

159

Dapat

perlu

juga

obat

ACEI,

ARB, BB, CCB, atau


kombinasi
Stage 2 HT

> 160

Atau > 100

Ya

Kombinasi

jenis

obat (biasanya thiazid


tipe

diuretik

dan

ACEI atau ARB atau


BB atau CCB)
Target tekanan darah pada terapi pasien dengan CKD atau diabetes

adah <130/80

mmHg.
d. Ginjal polikistik
Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang
semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista kista yang
tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik,
kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan
kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah
penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar
baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus,
bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah
penyakit ginjal polikistik dewasa.2

III. Epidemiologi
Di Amerika Serikat menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkitakan 100 juta
kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di
Malaysia diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara
berkembang lainnya, insidens ini diperkirakan sekitar 40-60 kasis perjuta penduduk per tahun.1
Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000:1,7
1

Glomerulonefritis

(46,39%)

Diabetes Mellitus

(18,65%)

Obstruksi dan infeksi (12,85%)

Hipertensi

(8,46%)

Sebab lain

(13,65%)

Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya
pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.2

IV. Faktor risiko


Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau
hipertensi, penyakit autoimun, batu ginjal, sembuh dari gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
berat badan lahir rendah, dan faktor social dan lingkungan seperti obesitas atau perokok,
berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi,
dan penyakit ginjal dalam keluarga, berpendidikan rendah, dan terekspos dengan bahan kimia
dan lingkungan tertentu.3
V. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.
Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih
tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Proses adaptasi ini berlangsung
singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang masih tersisa.
Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi.1,2
Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.
Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor (TGF-). Beberapa hal yang juga dianggap berperan
terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,

hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan


fibrosis glomerolus maupun interstitial.1
Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat stadium. Stadium
ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar
BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat
diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti test pemekatan
kemih yang lama atau dengan mengadakan test LFG yang teliti.1
Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN
baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda,
tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai
meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila penderita misalnya
mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada stadium insufisiensi ginjal
ini pula gejala-gejala nokturia dan poliuria (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai
timbul. Gejala-gejala ini timbul sebagai respons terhadap stress dan perubahan makanan atau
minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala ini,
sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
teliti.1
Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal stadium akhir
atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah
hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10% dari
keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. Pada
keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai
respons terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi isoosmotis
dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya menjadi oligourik
(pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus meskipun proses
penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala
yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir

gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis.1
Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium, tetapi
dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-stadium tersebut.

VI. Gambaran klinik


Gambaran klinik gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks,
meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna, mata,
kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan kardiovaskular.1,2,6
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada
pasien gagal ginjal kronik. Anemia pada pasien gagal ginjal kronik terutama disebabkan oleh
defisiensi eritropoetin. Hal lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi
besi, kehilangan darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang
pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh
substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik.1
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL atau hematokrit < 30
%, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum / serum iron, kapasitas ikat besi
total / Total Iron binding Capacity (TIBC), feritin serum), mencari sumber perdarahan, morfologi
eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan sebagainya.1,6
Penatalaksanaan terutama ditujukan pada penyebab utamanya, di samping penyebab lain
bila ditemukan. Pemberian eritropoetin (EPO) merupakan hal yang dianjurkan. Pemberian
tranfusi pada penyakit ginjal kronik harus dilakukan hati-hati, berdasarkan indikasi yang tepat
dan pemantauan yang cermat. Tranfusi darah yang dilakukan secara tidak cermat mengakibatkan
kelebihan cairan tubuh, hiperkalemia, dan perburukan fungsi ginjal. Sasaran hemoglobin
menurut berbagai studi klinik adalah 11-12 g/dL.1
b. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dan muntah masih belum jelas, diduga
mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia
inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhankeluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan
antibiotika.2
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal
ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal
ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala
nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan
hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan
atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi
dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal
kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah
tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan
kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost.1,3
e. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak
jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan
atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari
dasar kepribadiannya (personalitas).
f. Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks.
Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat
menyebabkan kegagalan faal jantung.

VII. Pendekatan Diagnosis


Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) dilihat dari anamnesis, pemeriksaan
fisik, gambaran radiologis, dan apabila perlu gambaharan histopatologis.1,6
1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
2. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
4. Menentukan strategi terapi rasional
5. Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan


yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan
penunjang diagnosis rutin dan khusus.
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan
dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk
semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif
dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan
banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:

i) sesuai dengan penyakit yang mendasari;


ii) sindrom uremia yang terduru daru lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,
kelebihan cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritusm uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma;
iii) gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
chlorida).1
b. Pemeriksaan laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi sesuai dengan penyakit yang
mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat dihitung mempergunakan rumus KockcroftGault, serta kelainan biokimia darah lainnya, seperti penurunan kadar hemoglobin, hiper atau
hipokalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia. Kelainan urinanalisi meliputi proteinuria, hematuri,
leukosuria, dan silinder.1
c. Pemeriksaan penunjang diagnosis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:1
1

foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak

pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras seriing tidak bisa
melewati filter glomerolus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksisk oleh
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan

pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi

ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi

pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

VIII. Penatalaksanaan1,2,3,6
1

Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki
metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit.
a

Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi
toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan
utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan
memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis
mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyebab dasar penyakit ginjal tersebut (underlying renal disease).

Terapi simptomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium
(hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan
suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila
pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L.
b. Anemia
Dapat diberikan eritropoetin pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis inisial 50 u/kg
IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL kurangi dosis pemberian menjadi

2 kali seminggu. Maksimum pemberian 200 u/kg dan tidak lebih dari tiga kali dalam
seminggu.6
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan
terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati
karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
Sasaran hemoglobin adal 11-12 gr/dL.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai
pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari
GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai
anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obatobatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
e. Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler
yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym Konverting
Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor). Melalui berbagai studi
terbukti dapat memperlambat proses pemburukan antihipertensi dan antiproteinuria.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang
penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh penyakit
kardiovaskular. Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang

diderita, termasuk pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, hiperfosfatemia, dan


terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbanagan elektrolit.
3

Terapi pengganti ginjal


Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal,
dan transplantasi ginjal.
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik
azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK
yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi
dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam
indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan
kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah
persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%.
Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia,
muntah, dan astenia berat.
b. Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu
pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah
menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien- pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting,
pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih
cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi nonmedik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri
(mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal.

IX. Prognosis
Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal atau stadium
V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari, keberhasilan terapi, dan
juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani dialisis kronik akan mempunyai angka
kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani
transpantasi ginjal akan hidup lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian
terbanyak adalah karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak
(6%), dan keganasan (4%).2

X. Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan
pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti
bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi
(makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula
darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian
berat badan.

DAFTAR PUSTAKA

Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti
S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007. hlm 570-3.

Editorial.

Gagal

Ginjal

Kronik.

Diunduh

dari:

http://emedicine.

medscape.com/article/238798-overview, 25 Mei 2013.


3

Editorial. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation,
Classification,

and

Stratification.

Diunduh

dari:

http://www.kidney.org/professionals/kdoqi/guidelines_ckd/toc.htm GGK, 25 Mei 2013.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Hipertensi. Azis R,


Sidartawam S, Anna YZ, Ika PW, Nafriadi, Arif M, editor. Panduan Pelayanan Medik.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. hlm 168-70.

Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. Chronic Renal failure in Ofxord Handbook of
Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University; 2007. 294-97.

Editorial. Obat Hemopoetic. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Ed. 8. Jakarta: CMP
Medica Asia Pte Ltd; 2008. Hlm. 114.

Anda mungkin juga menyukai