Seperti manusia, bintang juga mengalami perubahan tahap kehidupan. Sebutannya adalah
evolusi. Mempelajari evolusi bintang sangat penting bagi manusia, terutama karena kehidupan
kita bergantung pada matahari. Matahari sebagai bintang terdekat harus kita kenali sifat-sifatnya
lebih jauh.
Dalam mempelajari evolusi bintang, kita tidak bisa mengikutinya sejak kelahiran sampai akhir
evolusinya. Usia manusia tidak akan cukup untuk mengamati bintang yang memiliki usia hingga
milyaran tahun. Jika demikian tentunya timbul pertanyaan, bagaimana kita bisa menyimpulkan
tahap-tahap evolusi sebuah bintang?
Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan kembali menganalogikan bintang dengan manusia.
Jumlah manusia di bumi dan bintang di angkasa sangat banyak dengan usia yang berbeda-beda.
Kita bisa mengamati kondisi manusia dan bintang yang berada pada usia/tahapan evolusi yang
berbeda-beda. Ditambah dengan pemodelan, akhirnya kita bisa menyusun teori evolusi bintang
tanpa harus mengamati sebuah bintang sejak kelahiran hingga akhir evolusinya.
Kelahiran bintang
Bintang lahir dari sekumpulan awan gas dan debu yang kita sebut nebula. Ukuran awan ini
sangat besar (diameternya mencapai puluhan SA) tetapi kerapatannya sangat rendah. Awal dari
pembentukan bintang dimulai ketika ada gangguan gravitasi (misalnya, ada bintang
meledak/supernova), maka partikel-partikel dalam nebula tersebut akan bergerak merapat dan
memulai interaksi gravitasi di antara mereka setelah sebelumnya tetap dalam keadaan setimbang.
Akibatnya, partikel saling bertumbukan dan temperatur naik.
Untuk bintang bermassa kecil (0,1 0,5 massa Matahari), proses pembakaran hidrogen dan
helium akan terus berlangsung sampai akhirnya bintang itu menjadi katai putih. Sedangkan pada
bintang bermassa 0,5 6 massa Matahari, pembakaran karbon dimulai setelah helium di inti
bintang habis. Proses ini tidaklah stabil, akibatnya bintang berdenyut. Bagian luar bintang
mengembang dan mengerut secara periodik sebelum akhirnya terlontar membentuk planetary
nebula. Bagian bintang yang tersisa akan mengerut dan membentuk bintang katai putih.
Berikutnya adalah bintang bermassa besar (lebih dari 6 massa Matahari). Di bintang ini
pembakaran karbon berlanjut hingga terbentuk neon. Lalu neon pun mengalami fusi membentuk
oksigen. Begitu seterusnya hingga secara berturut-turut terbentuk silikon, nikel, dan terakhir
besi. Kita bisa lihat di diagram penampang bintang di bawah ini, bahwa reaksi fusi sebelumnya
tetap terjadi di luar lapisan inti. Sehingga ada banyak lapisan reaksi fusi yang terbentuk ketika di
bagian pusat bintang sedang terbentuk besi.
raksasa merah (red giant). Disebut demikian karena ukurannya akan membesar hingga 250 kali
lipat dan mungkin akan mencapai orbit Bumi (sejauh 150 juta km).
mungkin juga Bumi. Akankah kehidupan di Bumi saat itu sudah berpindah ke planet lain? Atau
mungkin ke planet di bintang lain, galaksi lain? Tidak ada yang tahu memang, tetapi sebaiknya
begitu demi kelangsungan kehidupan di alam semesta.
Peristiwa spektakuler pertama di tahun 2010 ini adalah Gerhana Bulan Sebagian (GBS), yang
terjadi kurang dari 30 menit setelah pergantian tahun. Proses gerhana itu dimulai dengan
masuknya Bulan ke penumbra Bumi pada pukul 00.17 WIB. Namun dengan mata telanjang, kita
akan kesulitan melihat perbedaan kenampakan Bulan saat ini dengan sebelum gerhana terjadi.
Kita baru bisa melihat pemandangan yang membuat kita menahan nafas ketika waktu
menunjukkan pukul 01.53 WIB, yaitu saat Bulan mulai memasuki umbra Bumi. Bagian tepi
Bulan akan perlahan menghitam sedikit demi sedikit hingga mencapai puncaknya pada pukul
02.24 WIB dan kembali seperti semula pada pukul 02.53 WIB. Proses GBS ini berakhir
seluruhnya pada pukul 04.28 WIB. Di bawah ini adalah hasil pemotretan yang kami lakukan.
gerhana akan berlangsung lebih lama dan piringan Matahari yang tertutup oleh Bulan juga lebih
banyak dibandingkan dengan pengamatan di daerah timur.
Untuk pengamat yang berada di Banda Aceh, gerhana dimulai pada sekitar pukul 13.40 WIB dan
berakhir pada pukul 16.40 WIB. Luas daerah piringan Matahari yang tertutupi Bulan mencapai
46% pada saat maksimumnya, yaitu pada sekitar pukul 15.20 WIB. Jumlah tersebut jauh lebih
besar daripada hasil pengamatan di Manado yang hanya menutupi 0,3% daerah piringan
Matahari saja. Silakan lihat animasi kenampakan gerhana Matahari dari 4 kota di Indonesia,
yaitu Banda Aceh, Jakarta, Semarang, dan Manado (semuanya berumber dari eclipse.org.uk).
PERINGATAN. Satu hal penting yang HARUS DIPERHATIKAN ketika mengamati Matahari
adalah kita tidak boleh melihatnya secara langsung baik dengan mata telanjang ataupun dengan
alat optik seperti kamera, binokular, ataupun teleskop. Melakukan hal tersebut dapat
mengakibatkan KERUSAKAN MATA sementara ataupun permanen (KEBUTAAN). Amati
Matahari dengan menggunakan filter yang aman, dan jangan melihatnya secara terus menerus.
Amati paling lama 2 menit, kemudian berhenti dan baru amati lagi setelah 3 menit. Hal ini
bertujuan untuk mengurangi kerusakan pada mata seandainya ada cacat pada filter yang kita
gunakan. Baca juga halaman ini. Selamat melakukan pengamatan.
bayangan Bumi yang mengenai permukaan Bulan pada peristiwa gerhana Bulan berbentuk
lingkaran. Ia juga berpendapat bahwa ukuran Bumi yang sangat besar membuatnya tidak
mungkin untuk bergerak.
Pertentangan kemudian muncul ketika Aristarchus (310-230 SM) menolak model geosentris.
Dan ia pun menjadi orang yang untuk pertama kalinya mengusulkan ide bahwa sebenarnya
Mataharilah yang menjadi pusat alam semesta (heliosentris). Menurutnya, Bumi bergerak
mengelilingi Matahari sembari melakukan rotasi. Salah satu hal yang mendasari pernyataan
Aristarchus ini adalah perhitungannya terhadap ukuran Matahari. Matahari dikatakan lebih besar
daripada Bumi. Maka berdasarkan pernyataan Aristoteles, Matahari lebih tidak mungkin
bergerak daripada Bumi.
Gagasan Aristarchus ini kemudian tidak mendapat tanggapan dan dukungan dari masyarakat
sekitarnya saat itu. Terutama karena tidak ada orang yang dapat membuktikan bahwa Bumi
sedang bergerak melakukan rotasi ataupun mengelilingi Matahari. Salah satu bukti yang dicari
saat itu adalah paralaks akibat Bumi mengelilingi Matahari. Namun karena tidak ada yang dapat
mengamatinya maka disimpulkan bahwa Bumi memang tidak mengelilingi Matahari. Dan
mereka beranggapan bahwa jika Bumi berotasi, maka semua benda di udara akan tertinggal dan
menimbulkan angin besar. Tetapi karena hal itu tidak terjadi, maka disimpulkan bahwa Bumi
memang tidak berotasi.
Berbagai peningkatan akurasi model geosentris kemudian dilakukan oleh Hipparchus (190-120
SM), yang meletakkan Bumi tidak tepat di pusat sistem (melainkan di posisi eksentris) dan
mendefinisikan lingkaran episiklis dan deferen untuk planet-planet. Episiklis adalah lintasan
planet yang berbentuk lingkaran, yang titik pusatnya berada di deferen, yaitu sebuah lingkaran
yang titik pusatnya berada dekat dengan Bumi. Dalam perkembangannya, sebuah episiklis bisa
saja berada dalam episiklis lainnya. Jadi, dalam sistem ini semua planet bergerak mengelilingi
titik pusat episiklisnya, sementara titik pusat episiklisnya tersebut bergerak sepanjang deferen.
Perubahan dalam model geosentris baru ini diperlukan untuk menjelaskan gerak benda langit
yang memang cukup rumit. Episiklis diperlukan untuk menjelaskan gerak retrograde planet
sedangkan posisi Bumi yang tidak di pusat berfungsi untuk menjelaskan laju Matahari, Bulan
dan planet yang tidak konstan. Perubahan juga diperlukan untuk peningkatan akurasi karena
model ini dibuat dengan tujuan agar dapat digunakan dalam pengamatan selanjutnya, dengan
kata lain, posisi benda langit pada waktu apapun harus dapat diramalkan dengan akurat. Tujuan
ini menjadi berbeda dengan tujuan awal pembuatan model yang hanya berlandaskan kepentingan
filosofis saja.
Yang kedua adalah sisa ledakan supernova. Supernova adalah peristiwa ledakan bintang
bermassa besar akibat tekanan yang sangat besar dari bagian pusat bintang. Gas yang tersisa
setelah ledakan tersebut menerima pancaran energi dari pusat nebula. Contohnya, Cygnus Loop.
Paralaks adalah perbedaan latar belakang yang tampak ketika sebuah benda yang diam dilihat
dari dua tempat yang berbeda. Kita bisa mengamati bagaimana paralaks terjadi dengan cara yang
sederhana. Acungkan jari telunjuk pada jarak tertentu (misal 30 cm) di depan mata kita.
Kemudian amati jari tersebut dengan satu mata saja secara bergantian antara mata kanan dan
mata kiri. Jari kita yang diam akan tampak berpindah tempat karena arah pandang dari mata
kanan berbeda dengan mata kiri sehingga terjadi perubahan pemandangan latar belakangnya.
Perpindahan itulah yang menunjukkan adanya paralaks.
Paralaks juga terjadi pada bintang, setidaknya begitulah yang diharapkan oleh pemerhati dunia
astronomi ketika model heliosentris dikemukakan pertama kali oleh Aristarchus (310-230 SM).
Dalam model heliosentris itu, Bumi bergerak mengelilingi Matahari dalam orbit yang berbentuk
lingkaran. Akibatnya, sebuah bintang akan diamati dari tempat-tempat yang berbeda selama
Bumi mengorbit. Dan paralaks akan mencapai nilai maksimum apabila kita mengamati bintang
pada dua waktu yang berselang 6 bulan (setengah periode revolusi Bumi). Namun saat itu tidak
ada satu orangpun yang dapat mendeteksinya sehingga Bumi dianggap tidak bergerak (karena
paralaks dianggap tidak ada). Model heliosentris kemudian ditinggalkan orang dan model
geosentrislah yang lebih banyak digunakan untuk menjelaskan perilaku alam semesta.
Paralaks pada bintang baru bisa diamati untuk pertama kalinya pada tahun 1837 oleh Friedrich
Bessel, seiring dengan teknologi teleskop untuk astronomi yang berkembang pesat (sejak Galileo
menggunakan teleskopnya untuk mengamati benda langit pada tahun 1609). Bintang yang ia
amati adalah 61 Cygni (sebuah bintang di rasi Cygnus/angsa) yang memiliki paralaks 0,29.
Ternyata paralaks pada bintang memang ada, namun dengan nilai yang sangat kecil. Hanya
keterbatasan instrumenlah yang membuat orang-orang sebelum Bessel tidak mampu
mengamatinya. Karena paralaks adalah salah satu bukti untuk model alam semesta heliosentris
(yang dipopulerkan kembali oleh Copernicus pada tahun 1543), maka penemuan paralaks ini
menjadikan model tersebut semakin kuat kedudukannya dibandingkan dengan model geosentris
Ptolemy yang banyak dipakai masyarakat sejak tahun 100 SM.
Setelah paralaks bintang ditemukan, penghitungan jarak bintang pun dimulai. Lihat ilustrasi di
bawah ini untuk memberikan gambaran bagaimana paralaks bintang terjadi. Di posisi A, kita
melihat bintang X memiliki latar belakang XA. Sedangkan 6 bulan kemudian, yaitu ketika Bumi
berada di posisi B, kita melihat bintang X memiliki latar belakang XB. Setengah dari jarak sudut
kedua posisi bintang X itulah yang disebut dengan sudut paralaks. Dari sudut inilah kita bisa
hitung jarak bintang asalkan kita mengetahui jarak Bumi-Matahari.
Dari geometri segitiga kita ketahui adanya hubungan antara sebuah sudut dan dua buah sisi.
Inilah landasan kita dalam menghitung jarak bintang dari sudut paralaks (lihat gambar di bawah).
Apabila jarak bintang adalah d, sudut paralaks adalah p, dan jarak Bumi-Matahari adalah 1 SA
(Satuan Astronomi = 150 juta kilometer), maka kita dapatkan persamaan sederhana
tan p = 1/d
atau d = 1/p, karena p adalah sudut yang sangat kecil sehingga tan p ~ p.
Jarak d dihitung dalam SA dan sudut p dihitung dalam radian. Apabila kita gunakan detik busur
sebagai satuan dari sudut paralaks (p), maka kita akan peroleh d adalah 206.265 SA atau 3,09 x
10^13 km. Jarak sebesar ini kemudian didefinisikan sebagai 1 pc (parsec, parsek), yaitu jarak
bintang yang mempunyai paralaks 1 detik busur. Pada kenyataannya, paralaks bintang yang
paling besar adalah 0,76 yang dimiliki oleh bintang terdekat dari tata surya, yaitu bintang
Proxima Centauri di rasi Centaurus yang berjarak 1,31 pc. Sudut sebesar ini akan sama dengan
sebuah tongkat sepanjang 1 meter yang diamati dari jarak 270 kilometer. Sementara bintang 61
Cygni memiliki paralaks 0,29 dan jarak 1,36 tahun cahaya (1 tahun cahaya = jarak yang
ditempuh cahaya dalam waktu satu tahun = 9,5 trilyun kilometer) atau sama dengan 3,45 pc.
Hingga tahun 1980-an, paralaks hanya bisa dideteksi dengan ketelitian 0,01 atau setara dengan
jarak maksimum 100 parsek. Jumlah bintangnya pun hanya ratusan buah. Peluncuran satelit
Hipparcos pada tahun 1989 kemudian membawa perubahan. Satelit tersebut mampu mengukur
paralaks hingga ketelitian 0,001, yang berarti mengukur jarak 100.000 bintang hingga 1000
parsek. Sebuah katalog dibuat untuk mengumpulkan data bintang yang diamati oleh satelit
Hipparcos ini. Katalog Hipparcos yang diterbitkan di akhir 1997 itu tentunya membawa
pengaruh yang sangat besar terhadap semua bidang astronomi yang bergantung pada ketelitian
jarak.
:
:
:
:
08:57:21
10:16:57
11:38:27
12:59:50
14:19:34 UT
Dari jadwal tersebut, dapat kita ketahui bahwa gerhana akan dimulai pada pukul 15.57 WIB
(17.57 WIT) dan berakhir pada pukul 21.19 WIB (23.19 WIT). Berarti, kesempatan kita untuk
mengamati gerhana ini lebih lama akan kita peroleh jika kita berada di wilayah Indonesia bagian
timur (Papua dan sekitarnya). Di Semarang misalnya, Bulan baru terbit pada pukul 17.27 WIB
(lihat halaman ini untuk mengetahui waktu terbit Bulan di seluruh dunia) sehingga gerhana
hanya dapat diamati selama kurang dari 2 jam saja. Sedangkan di Jayapura, Bulan terbit pukul
17.30 WIT sehingga ada waktu hingga lebih dari 3 jam. Untuk mengetahui daerah mana saja di
seluruh dunia yang dapat mengamati gerhana ini, lihat gambar di bawah.
Pada peristiwa gerhana Bulan sebagian ini, kita akan dapat mengamati Bulan purnama yang
secara perlahan berubah warna hingga separuhnya berwarna merah, seperti gambar di bawah.
Kenapa begitu? Hal tersebut disebabkan oleh adanya sebagian kecil dari cahaya Matahari yang
dipantulkan oleh Bulan, yaitu cahaya merah. Karena Bumi memiliki atmosfer yang tembus
cahaya, maka tidak seluruh cahaya Matahari terhalangi oleh Bumi. Sebagian besar cahayanya
terserap oleh atmosfer dan hanya menyisakan cahaya merah yang dapat menembus atmosfer
Bumi dan sampai ke permukaan Bulan.
Dari 7 planet (tidak termasuk Bumi), 2 planet akan sulit diamati dengan mata telanjang (Uranus
dan Neptunus) karena terlalu redup, 2 planet akan hanya dapat diamati di sekitar waktu matahari
terbit atau tenggelam (Merkurius dan Venus) karena kedua planet tersebut mengorbit matahari
pada jarak yang lebih dekat daripada bumi, dan 3 planet akan relatif lebih mudah diamati
sepanjang malam (Mars, Jupiter, dan Saturnus), walaupun belum tentu sepanjang tahun kita bisa
mengamatinya. Di antara kelima planet yang dapat diamati tersebut, kesempatan kita untuk
mengamati Merkurius paling kecil karena kita hanya dapat mengamatinya sebelum matahari
terbit atau sesudah matahari tenggelam dengan durasi tidak lebih dari 1,5 jam.
Setelah mengetahui besarnya peluang kita untuk dapat mengamati planet, tentunya sekarang kita
ingin tahu bagaimana menikmati keberadaan planet di antara banyaknya bintang pada suatu
malam dengan langit yang cerah. Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa sebuah titik terang
tertentu di langit adalah planet? Cara untuk membedakannya relatif mudah setelah latihan yang
cukup, yaitu bintang akan tampak berkedip sementara planet tidak.
Sebagai contoh dan latihan, cobalah mengamati planet Jupiter yang akan tampak sebagai bintang
terang di sekitar rasi Sagittarius di beberapa malam ini. Dan karena Jupiter sangat terang
(magnitudo -2.7), Anda tidak perlu takut mengalami kesulitan dalam mencari objek ini. Planet ini
relatif mudah dikenali. Dan saya lampirkan peta langit untuk tanggal 16 Agustus 2008 pukul
19.30 WIB dengan lokasi di Semarang.
Venus adalah planet kedua terdekat dari Matahari. Planet ini sangat terang jika dilihat dari Bumi,
kecerlangannya hanya kalah dari Matahari dan Bulan. Karenanya Venus pun bisa disebut sebagai
bintang paling terang di langit. Dan mungkin karena itu planet ini dinamai Venus sang Dewi
Cinta dan Kecantikan, atau Aphrodite dalam peradaban Yunani kuno.
tidak ada panas yang dapat keluar dari planet Venus, udara di Venus pun memanas secara
kontinu.
tersebut melintas-dekat Venus dari jarak sekitar 34.000 km dan memberikan informasi berharga
tentang tingginya temperatur permukaan Venus, sekaligus memusnahkan harapan bagi manusia
untuk menggunakan Venus sebagai tempat tinggal kedua.
Setelah misi Mariner 2 itu, ada banyak misi lainnya yang meraih kesuksesan. Seperti Venera 3
yang menjadi wahana yang pertama kalinya masuk ke atmosfer planet lain, Venera 7 yang
berhasil mengirimkan data untuk pertama kalinya dari permukaan planet lain, dan Pioneer Venus
Orbiter yang mengorbit dan meneliti Venus selama 13 tahun sejak 1978.
Pengiriman wahana ke Venus itu sendiri menjadi salah satu tonggak penting dalam penjelajahan
tata surya. Keberhasilan terbang lintas-dekat Venus kemudian diikuti dengan keberhasilan yang
sama di Mars. Perlahan tapi pasti semua planet pun akhirnya berhasil diamati dari dekat.
Pendaratan wahana di Venus dan Mars juga menarik untuk ditunggu kelanjutannya, siapa tahu
salah satu atau bahkan keduanya bisa diubah menjadi planet yang ramah bagi kehidupan suatu
saat nanti.
zenith (lihat gambar di bawah). Planet ini mengalami dua konjungsi inferior dalam selang waktu
116 hari, sehingga kenampakannya secara bergantian di timur dan barat terjadi dalam selang
waktu sekitar 60 hari. Karena kemunculannya yang bergantian itulah planet ini sempat
diidentifikasi oleh masyarakat Yunani kuno sebagai 2 benda yang berbeda. Kala itu, Merkurius
yang muncul di langit timur diberi nama Apollo dan yang muncul di langit barat diberi nama
Hermes.
Keunikan
Merkurius
Jika kita berada di Merkurius, kita dapat menyaksikan Matahari bergerak retrograde di langit. Di
satu lokasi, setelah terbit di timur dan sebelum melintasi meridian, Matahari akan sedikit
bergerak mundur, berhenti, lalu kembali bergerak ke barat hingga terbenam. Silakan lihat sendiri
dengan menggunakan program simulasi langit (misalnya Stellarium). Penyebab gerak retrograde
Matahari itu adalah karena saat itu laju sudut revolusi Merkurius menjadi sama dengan laju sudut
rotasinya.
Merkurius mengelilingi Matahari selama 88 hari Bumi, sedangkan periode rotasinya adalah 58,7
hari Bumi. Kita bisa lihat bahwa perbandingan periode revolusi dan rotasinya adalah 2/3.
Artinya, planet ini menyelesaikan 2 kali revolusinya dalam waktu yang bersamaan dengan 3 kali
rotasi. Meskipun begitu, Merkurius membutuhkan 176 hari Bumi untuk mengalami sekali siangmalam. Berarti satu hari di Merkurius jauh lebih lama daripada satu tahunnya.
Ciri
fisik
Planet batuan ini hanya berdiameter sekitar 4800 km. Ukuran ini lebih kecil dari Ganymede dan
Titan (2 satelit terbesar di tata surya) tetapi Merkurius masih lebih masif dari keduanya. Dengan
kerapatan sebesar 5,43 g/cm^3, Merkurius pun menjadi benda dengan kerapatan tertinggi kedua
di tata surya setelah Bumi. Bagian inti planet ini diketahui lebih dominan relatif
terhadap ukurannya, mencapai 42% dari volume total dengan radius 1800 km.
Eksentrisitas orbit Merkurius adalah yang paling besar di antara semua planet, yaitu 0,21.
Jaraknya dari Matahari antara 46 juta km hingga 70 juta km. Sementara jaraknya dari Bumi
bervariasi antara 77 juta km dan 222 juta km dan kecerlangannya berkisar antara -2,3 (lebih
terang daripada bintang Sirius) dan 5,7.
Inklinasi orbit Merkurius terhadap ekliptika adalah 7 derajat. Sudut kemiringan sumbu rotasinya
terhadap sumbu revolusi mendekati nol, sekitar 0,027 derajat. Masih lebih kecil dari Jupiter yang
sebesar 3,1 derajat. Dengan sudut sekecil itu, tidak ada 4 musim di Merkurius belahan utara dan
selatan. Temperatur di permukaannya bervariasi antara 80 700 K.
Misi
Penerbangan
Ke
Merkurius
Merkurius adalah salah satu objek yang sulit diamati, sehingga tidak banyak informasi yang bisa
diperoleh darinya. Bahkan periode rotasi planet ini baru diketahui benar pada tahun 1965 setelah
Merkurius diamati dengan radar. Pengiriman wahana untuk meneliti Merkurius dari dekat pun
tidak mudah. Posisinya yang dekat dengan Matahari, ketiadaan atmosfer, dan perbedaan laju
orbit adalah beberapa hal yang menyulitkan. Alhasil, hingga kini baru ada 2 misi yang sukses
mengamati Merkurius, yaitu Mariner 10 dan Messenger.
Wahana Mariner 10 diluncurkan pada 3 November 1973. Proses keberangkatannya yang
memanfaatkan planet Venus (sebagai ketapel gravitasi) adalah yang pertama dilakukan dalam
sejarah penerbangan antariksa. Ketika melintas di dekat Venus, wahana ini mengambil rekaman
fotografi ultraungu dari planet itu. Walaupun Venus sudah pernah diamati dengan teleskop landas
Bumi sebelumnya, tetap saja foto Venus yang diberikan Mariner 10 ini mengundang kekaguman
para peneliti.
Wahana ini telah memberikan pengetahuan luar biasa tentang permukaan Merkurius dan
mendeteksi adanya medan magnet di Merkurius. Satu hal yang mengagetkan bagi peneliti adalah
planet ini memiliki rotasi yang lambat. Akhirnya, pada tahun 1975 Mariner 10 pun sudah tidak
berfungsi lagi setelah bahan bakarnya habis dan kontak dihentikan.
Galaksi adalah bentuk pengelompokan bintang terbesar di alam semesta. Namun keberadaan
bintang-bintang sebagai penyusun sebuah galaksi tidak diketahui sampai tahun 1920an.
Sebelumnya, galaksi yang diamati menyerupai awan itu disebut nebulae, karena pengamatan
pada saat itu tidak dapat memberikan resolusi yang cukup untuk memisahkan bintang-bintang
penyusun galaksi. Dengan adanya kemajuan teknologi teleskop dan fotografi, bintang-bintang
dalam sebuah galaksi mulai dapat diamati.Salah seorang pengamat galaksi adalah Hubble, yang
dapat mengidentifikasi bintang-bintang variabel yang terdapat di galaksi Andromeda (M31).
Bintang-bintang tersebut ternyata bersifat sama dengan Cepheid yang ditemukan dalam galaksi
Bima Sakti. Kemudian dari hubungan periode luminositas, Hubble mendapatkan bahwa jarak
Andromeda dari Bima Sakti adalah tidak kurang dari 300 kpc, yang berarti bahwa Andromeda
berada di luar Galaksi Bima Sakti yang berukuran 50 kpc. Hal ini menjadi penting karena
sebelumnya semua nebulae diperkirakan sebagai bagian dari Bima Sakti. Sekarang telah
diketahui bahwa jarak Andromeda adalah sekitar 800 kpc.
Terdapat banyak bentuk galaksi di alam semesta ini. Untuk memudahkan dalam mengenali dan
membedakan jenis dan bentuk suatu galaksi dibandingkan galaksi lainnya, diperlukan sistem
identifikasi yang dapat dipakai di seluruh dunia. Pada tahun 1936, dalam buku The Realm of
Nebulae, Hubble membuat pengelompokan galaksi dengan sistem yang lebih dikenal sebagai
diagram garpu tala (tuning fork diagram). Sistem ini adalah yang pertama dibuat dan yang paling
umum dipakai hingga saat ini. Dalam penggolongan ini, secara umum terdapat empat kelas
galaksi, yaitu galaksi elips, lenticular, spiral, dan irregular untuk galaksi yang memiliki bentuk
tidak beraturan.
memperlihatkan adanya struktur piringan, namun pada bagian piringannya tidak terdapat lengan
spiral.
Kelas galaksi berikutnya adalah galaksi spiral, yaitu galaksi yang berbentuk piringan dan
mempunyai struktur lengan spiral. Kode penamaannya adalah S. Galaksi kelas lenticular dan
spiral ini terkadang memiliki struktur bar pada piringannya. Untuk itu Hubble memberikan
tambahan kode B pada penamaan masing-masing kelas galaksi yang memiliki bar: SB0 untuk
galaksi lenticular dan SB untuk galaksi spiral.
Sebuah supernova baru tampak di langit malam dan mengejutkan para pengamat. Kejutan yang
menyenangkan bagi para astronom dan astronom amatir. Untuk kedua kalinya, sebuah bintang
meledak di Galaksi Whirlpool (Messier 51 / M51) dalam 6 tahun terakhir. Dan berita baiknya
para pengamat bisa menikmatinya dari halaman rumah anda dengan teleskop menengah maupun
yang besar
Petunjuk Supernova
Galaksi
Whirlpool
Supernova yang berada di Galaksi Whirlpool memang menarik perhatian para astronom amatir
karena galaksi yang juga dikenal sebagai M51 itu masuk dalam daftar obyek yang harus
dilihat. hal ini tak lain karena Whirlpool merupakan salah satu galaksi spiral yang berada dekat
Bima Sakti pada jarak 23 juta tahun cahaya. Sekitar 10 kali lebih jauh dari Galaksi Andromeda.
M51 ini jadi favorit karena ia cukup terang untuk dilihat dengan binokular dan teleskop dengan
diameter 6 inchi.
Galaksi Whirlpool atau Messier 51 atau M51 berada obyek urutan ke-51 dalam katalog deep sky
object yang dibuat Charles Messier pada abad ke-18. Galaksi ini berada tak jauh dari Rasi Ursa
Mayor atau Beruang Besar pada saat dilihat oleh Stphane Lamotte Bailey di pagi hari saat ia
menemukan SN 2011 dh. Galaksi Whirlpool juga merupakan galaksi yang terlukis indah di langit
serta yang pertama dikenali struktur spiralnya. Lord Rose (a.k.a William Parsons) yang membuat
sketsa indah M51 pada tahun 1845 dengan menggunakan teleskop reflektor 72 inchi.
Supernova Tipe II ?
Animasi pengamatan Stphane Lamotte Bailey yang menemukan supernova SN 2011 dh.
Kredit : Stphane Lamotte Bailey
Masih terlalu awal untuk menyatakan bahwa supernova yang tampak tersebut sedang dalam
proses semakin terang atau akan meredup. Yang pasti ia tidak tampak dalam citra yang diambil
Riou tanggal 10 Mei. Juga tidak tapak obyek yang lebih terang dari magnitud 19,5 pada citra
yang diambil oleh teleskop 10 inchi dari University of Ljubljana di Slovenia tanggal 30 Mei.
Weidong Li dari University of California, Barkeley, mengidentifikasi bintang pendahulu atau
bintang yang jadi cikal bakal SN 2011 dh dalam citra Hubble Heritage yang diambil bulan April
2005. Akan tetapi Weidong belum menentukan berapa kecerlangan si bintang.
Meskipun demikian, para astronom tampakya cukup yakin untuk menyatakan bahwa supernova
yang dilihat adalah Supernova Tipe II yang merupakan ledakan dari bintang tunggal dengan
massa setidaknya 8 massa Matahari saat bintang tersebut kehabisan bahan bakar nuklir di
intinya. Tanpa adanya dorongan keluar dri panas yang ada di inti untuk mengatasi tekanan
gravitasi, bintang pun runtuh dan menciptakan gelombang kejut yang kemudian meledak dalam
ledakan dasyat. Energi yang besar pun dilepaskan menyebabkan si bintang mengalami
peningkatan kecerlangan jutaan kali dalam sekejap.
Spektrum tanggal 2 Juni yang diambil teleskop Keck I saat mengikuti gerak M51 yang menjauh
dari kita pada kecepatan 600 km/detik, bagian dari ledakan itu tampaknya bergerak pada
mengarah ke Bumi pada kecepatan yang tinggi. Gelombang kejut tersebut mengandung materi
yang bergerak pada berbagai kecepatan yang berbeda. Dan hidrogen yang dilihat pengamat
bergerak menuju pengamat pada kecepatan 17600 km/detik.
Hal menarik lainnya, supernova yang juga tampak 6 tahun lalu terjadi di salah satu lengan
Whirlpool dan juga merupakan Supernova Tipe II. Supernova ketiga yang juga sangat cerlang
terjadi tahun 1994 dan menjadikannya 3 supernova baru dalam 17 tahun.
Bintang leluhur dari SN 2011 dh memang terlalu redup untuk bisa dilihat melalui teleskop,
namun kembang api di angkasa ini sayang untuk dilewatkan. Para pengamatat yang
menggunakan teleskop 8 inchi atau lebih dapat menikmati kembang api tersebut pada
kecerlangan 14 magnitud dan ia masih akan tampak dalam beberapa minggu ke depan.