LAPKAS Typhoid
LAPKAS Typhoid
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama
Usia
Jam MRS
: 17:00
Nama OT
: Tn. YD
: An.S
: 2 tahun 4 bulan
Panas sejak 1 hari SMRS, panas mendadak, naik-turun, naik terutama di sore menjelang
malam, tidak turun meski diberi sanmol
Keluhan Tambahan :
Batuk (+), pilek (+), muntah (+), susah BAB (+), nafsu makan berkurang (+)
Riwayat Pengobatan :
-
OS tidak sedang mengkonsumsi obat dan menjalani pengobatan dari suatu penyakit
tertentu.
Riwayat Kehamilan :
-
ANC dilakukan rutin di dokter, dan selama hami tidak pernah sakit, tidak menderita
hipertensi.
Riwayat Persalinan :
-
Lahir SC dengan indikasi KPD dan PTM, dengan BBL 4000 g dan PBL 51 cm,
keadaan sehat
Pola makan
-
Riwayat Psikososial :
-
Tinggal dengan ibu, ayah, dan satu kakak kandung. Lingkungan rumah baik
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
Nadi
Pernapasan
: 23x/menit
Suhu
: 37,8 C
Antropometri
BB
: 14 kg
TB
: 88 cm
Status Gizi
-
BB / Umur
TB / Umur
BB/ TB
: 14/12,8 x 100%
: 80/90 x 100%
: 14/12,8 x 100%
=
=
=
Mata
-
:
Reflek pupil (+/+), pupil isokor (+/+), edema palpebra (-/-)
Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), mata cekung (-/-)
Hidung
-
Mulut
Telinga
-
Leher
-
:
Pembesaran KGB (-/-)
Pembesaran tiroid (-)
Thorak
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
: Tidak dilakukan
Perkusi
: Tidak dilakukan
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Turgor kulit
: Normal
Ekstremitas Atas
Akral
: hangat.
CRT
: <2 detik.
Edema
: -/4
Sianosis
: -/-
Ekstremitas Bawah
Akral
: hangat.
CRT
: <2 detik
Edema
: -/-
Sianosis
: -/-
Genitalia
: Normal
Refleks
: Tidak dilakukan
Hasil
Nilai Normal
11,8 - 15,0 g/dl
10,5 g/dl
Hematokrit
40 52 %
33 %
Leukosit
Trombosit
156.000 408.000 / ul
142000 / ul
Eritrosit
4.40 5.90
4,98
MCV
80 100 fl
84 fl
MCH
26 - 34 pg
28 pg
MCHC
32 36 g/dl
33 g / dl
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Normal
Salmonela typhi O
1/160
Negatif
Salmonela typhi H
Negatif
Salmonela paratyphi OA
1/160
Negatif
Salmonela paratyphi OB
1/160
Negatif
Salmonela paratyphi OC
Negatif
Salmonela paratyphi HA
Negatif
Salmonela paratyphi HB
Negatif
Salmonela paratyphi HC
Negatif
Resume :
OS datang dengan febris 1 hari SMRS, naik turun, meningkat sore menjelang malam, tidak
turun dengan obat panas, konstipasi (+) BAB 1 sdm, vomitus (+) 1x berisi cairan dan lendir
bening, batuk (+) berdahak (+), pilek (+), anoreksia (+)
Tanda vital yang didapat yaitu S:37,8C N:100x/m, 24x/m. Hasil pemeriksaan fisik didapat
mukosa bibir kering dan lidah kotor
Pada pemeriksaan peunjang didapatkan hasil pemeriksaan hematologi yaitu Hb: 10,9, Ht:
33,9%, Trombosit 142.000/uL, dan pemeriksaan widal yaitu titer dari salmonela typhi O
1/160; Salmonela paratyphi OA 1/160; salmonella paratyphi OB 1/160
Febris H1
Konstipasi
Batuk
Anemia
Diagnosis
-
Klinis
Gizi
Imunisasi
Tumbang
: Demam Tifoid
: Gizi Baik
: Lengkap
: Sesuai Usia
Tatalaksana
-
Terapi cairan
RL 1050 cc / 24 jam = 11 tetes per menit makro
Terapi oral
Tempra Syr 4x1 cdo
Comtusy 3x1 cdo
Terapi injeksi
Broadced 1gr dalam 100 cc Dextrose 5%
FOLLOW UP
Hari/Tanggal
17 Desember
2014
Demam (+)
S: 37,8
Batuk (+)
N: 105x/m
Pilek (+)
A
Typhoid
P
IVFD RL 11
tpm
Broadced 1
gram
RR: 24x/m
BAB (-)
Dextrose 5%
Tempra Syr
4x1cdo
Comtusy
3x1cdo
18 Desember
2014
Demam (-)
S: 36,2
Batuk (+)
N: 98x/menit
Pilek(-)
RR: 24x/m
Typhoid dengan
perbaikan
Terapi lanjutkan
Typhoid dengan
perbaikan
Terapi lanjutkan
BAB (+) 2x
TAK
BAK (+) TAK
19 Desember
2015
Demam (-)
S: 36,2
Batuk (-)
N: 95x/menit
Pilek (-)
RR: 23x/menit
BAB TAK
7
BAK TAK
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang disebabkan
oleh Salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan
bakteremia tanpa keterlibatan struktur endothelial atau endokardial dan invasi bakteri
sekaligus multiplikasi ke dalam sel fagosit mononuclear dari hati,limpa,kelenjar limfe usus
dan Peyers patch.
II. Epidemiologi
Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai negara
sedang berkembang. Diperkirakan angka kejadian dari 900/100.000/tahun di Asia. Umur
8
penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai 91% kasus.
Salmonella typhi dapat hidup di dalam tubuh manusia (manusia sebagai natural reservoir).
Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengeksresikannya melalui secret saluran
nafas,urin dan tinja dalam jangka waktu yang bervariasi. Salmonella typhi yang berada di
luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di air,es,debu atau
kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi S.typhi hanya dapat hidup kurang
dari 1 minggu pada raw sewage dan mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi
(temp 63C). Terjadi penularan sebagian besar melalui makanan atau minuman yang tercemar
oleh kuman yang berasal dari penderita atau biasanya bersam-sama keluar bersama dengan
tinja. (rute oralfekal). Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang
berada dalam bakteremia kepada bayinya.
III. Etiologi
Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri gram negative,
mempunyai flagella,tidak berkapsul,tidak membentuk spora,fakultatif anaerob. Mempunyai
antigen somatic (o) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari
protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekuler
lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan
endotoksin. Salmonella typhi juga dapat memperoleh plasmid factor-R yang berkaitan dengan
resistensi terhadap multiple antibiotic.
IV. Patogenesis
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti organism, yaitu :
1. Penempelan daninvasi sel-sel M payers patch
2. Bakteri bertahan hidup dan bermutiplikasi di makrofag Peyers Patch ,nodus
limfatikus mesenterikus, dan organ-organ ekstra intestinal system retikuloendotelial
3. Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah
4. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kada cAMP di dalam kripta usus dan
menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.
Jalur masuknya bakteri ke dalam tubuh
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan/minuman masuk ke dalam tubuh melalui
mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (PH<2) banyak bakteri yang mati.
Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-
sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus tepatnya di ileum
dan yeyenum. Sel-sel M sel epitel khusus yang melapisi Peyers Patch,merupakan tempat
internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus mengikuti aliran ke
kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan
RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi bermutiplikasi di dalam sel fagosit
mononuclear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe. Setelah
melewati periode inkubasi, yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta
respon imun pejamu maka salmonella typhi akann keluar dari habitatnya dan melalui duktus
torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini, maka salmonella typhi dapat
mencapai organ yang disukai seperti hati.limpa,sumsum tulang, kandung empedu dan Peyers
Patch dari ileum terminal.
Manifestasi Klinis
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata antara 1014 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak
memerlukan perawatan khusus smapai berat sehingga harus di rawat. Semua pasien demam
tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Pada demam tifoid ada istilah khusus
yaitu step ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidus, kemudian
naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada minggu pertama, setelah
itu demam akan bertahan tinggi dan pada minggu ke-4 demam turun perlahan secara lisis,
kecuali apabila terjadi fokus infeksi seperti kolestitis, abses jaringan lunak maka demam akan
menetap. Pada saat demam tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf
pusat, seperti kesadaran berkabut atau delirium atau obtundasi atau penurunan kesadaran
mulai apatis sampai koma.
Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala, malaise,
anoreksia,nausea,mialgia,nyeri perut dan radang tenggorokan. Pada kasus yang berat pada
saat demam tinggi akan tampak toksik/sakit berat. Bahkan dapat dijumpai penderita demam
tifoid yang datang dengan syok hipovolemik sebagai akibat kekurangan cairan dan makanan.
Pasien dapat mengeluh diare, obstipasi, atau obstipasi yang disusul episode diare, pada
sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya
kemerahan. Dapat dijumpai gejala meteorismus. Rose spot suatu ruam makulopapular yang
berwarna merah dengan ukuran 1-5 mm, sering kali dijumpai pada daerah abdomen,
toraks,ekstremitas dan punggung pada orang kulit putih, tidak pernah dilaporkan ditemukan
pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
Bradikardi relatif jarang dijumpai pada anak.
Penyulit (Komplikasi)
1. Perforasi usus halus dilaporkan dapat terjadi pada 0,5-3% sedangkan perdarahan usus
pada 1-10% kasus demam tifoid anak. Penyulit ini biasanya terjadi padaa minggu ke3
10
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
sakit, walau pernah dilaporkan pada minggu pertama. Komplikasi didahului dengan
penurunan suhu, tekanan darah dan peningkatan frekuensi nadi. Pada perforasi usus
halus ditandai oleh nyeri abdomen lokal pada kuadran kanan bawah kemudian diikuti
muntah, nyeri pada perabaan abdomen, defence muskular, hilangnya keredupan hepar
dan tanda-tanda peritonitis.
Sebagian besar komplikasi neuropsikiatri bermanifestasi klinis gangguan kesadaran,
disorientasi,delirium,obtundasi, stupor dan koma. Penyakit neurologi lain adalah
trombosis serebral, afasia, ataksia serebral akut, tuli, mielitis transversal, neuritis
perifer maupun kranial, meningitis, ensefalomielitis, sindrom Guillain Barre.
Miokarditis dapat timbul dengan manifestasi berupa aritmia, perubahan ST pada
EKG, syok kardiogenik, infiltrasi lemak maupun nekrosis pada jantung.
Hepatitis tifosa asimtomatik dapat dijumpai pada kasus demam tifoid dengan ditandai
peningkatan kadar transminase yang tidak mencolok. Ikterus dengan atau tanpa
disertai kenaikan kadar transminase, maupun kolestitis akut juga dapat dijumpai.
Pneumoniae sebagai penyulit sering dapat dijumpai pada demam tifoid. Keadaan ini
dapat ditimbulkan oleh kuman Salmonella typhi, namun seringkali sebagai akibat
sekunder infeksi lain.
Trombositopenia
Koagulasi intravaskular diseminata
Hemolytic Uremic Syndrome (HUS)
Relaps yang didapat pada 5-10% kasus demam tifoid saat era pre biotik, sekarang lebih
jarang ditemukan. Apabila terjadi relaps, demam timbul kembali 2 minggu setelah
penghentian antibiotik.
11
Uji serologi widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi
terhadap antigen somatik (O), flagela (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam
tifoid. Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin 1/40 dengan memakai uji widal
slide aglutinin menunjukkan nilai positif 96%. Apabila titer O aglutinin sekali periksa 1/200
atau pada titer terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan.
Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi
aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman S.typhi (carrier).
VI. Diagnosis Banding
Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara klinis dapat
menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronkitis dan
bronkopenumoniae. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme intraseluler
seperti tuberkulosis, infeksi jamur sistemik, malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam tifoid
yang berat, sepsis,leukemia, limfoma dan penyakit Hodgkin dapat dijadikan sebagai
diagnosis banding.
VII. Tatalaksana
Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah baring, isolasi yang
memadai, pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi serta pemberian antibiotik. Sedangkan untuk
kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar pemenuhan cairan, elektrolit serta nutrisi
disamping observasi kemungkinan timbul penyulit. Pengobatan antibiotik merupakan
pengobatan utama karena pada dasarnya patogenesis infeksi Salmonella typhi berhubungan
dengan keadaan bakteremia. Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada
pengobatan demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100 mg/kg/BB/hari dibagi dalam 4
kali pemberian selama 10-14 hari atau sampai 5-7 hari setelah demam turun, sedang pada
kasus dengan malnutrisi atau penyakit pengobatan dapat diperpanjang sampai 21 hari, 4-6
untuk osteomielitis akut, dan 4 minggu untuk meningitis. Salah satu kelemahan
kloramfenikol adalah tingginya angka relaps dan carrier.
Ampisilin memberikan respons perbaikan klinis yang kurang apabila dibandingkan
dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah 200 mg/kg/BB/hari dibagi dalam 4 kali
pemberian secara intravena. Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kg/bb/hari dibagi dalam 4 kali
pemberian per oral memberikan hasil yang setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan
demam lebih lama. Kombinasi trimetophrim sulfametoksazol (TMP-SMZ) memberikan hasil
yang kurang baik dibanding kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah TMP 10 mg/kg/hari
atau SMZ 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Di india sudah dilaporkan terjadi resisten
ganda terhadap kloramfenikol, ampisilin, dan TMP-SMZ terjadi sebanyak 49-83%. Strain
yang resisten umumnya rentan terhadap sefalosporin generasi ketiga. Pemberian sefasloporin
generasi ketiga seperti seftriakson 100 mg/kgBB/hari di bagi dalam1-2 dosis (maksimal 4
gram/hari) selama 5-7 hari atau sefotaksim 150-200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis
efektif pada isolat yang rentan. Efikasi kuinolon baik tetapi tidak dianjurkan untuk anak.
Akhir-akhir ini cefixime oral 10-15 mg/kgBB/hari selama 10 hari dapat diberikan sebagai
alternatif, terutama apabila leukosit <2000/ul atau dijumpai resistensi terhadap S.typhi.
12
Pada demam tifoid yang kasus berat seperti delirium, obtundasi, stupor,koma atau
shock pemberian deksametason intravena (3mg/kg diberikan dalam 30 menit untuk dosis
awal, dilanjutkan dengan 1 mg/kg tiap 6 jam sampai 48 jam) disamping antibiotik yang
memadai, dapat menurunkan angka mortalitas dari 35-55% menjadi 10%. Demam tifoid
dengan penyulit perdarahan usus kadang-kadang memerlukan transfusi darah. Sedangkan
apabila diduga terjadi perforasi, adanya cairan pada peritoneum dan udara bebas pada foto
abdomen dapat membantu menegakkan diagnosis. Laparotomi segera dilakukan jika perforasi
usus disertai penambahan antibiotik metronidazol dapat memperbaiki prognosis. Reseksi 10
cm di setiap sisi perforasi dilaporkan dapat meningkatkan angka harapan hiup. Transfusi
trombosit dianjurkan untuk pengobatan trombositopenia yang diaggap cukup berat sehingga
menyebabkan perdarahan saluran cerna pada pasien-pasien yang masih dalam pertimbangan
untuk dilakukan intervensi bedah.
Ampisilin atau amoksisilin dosis 40 mg/kg/hari dalam 3 dosis peroral ditambah
dengan probenecid 30 mg/kg/hari dalam 3 dosis peroral atau TMP-SMZ selama 4-6 minggu
memberikan angka kesembuhan 80% pada karier tanpa penyakit saluran empedu. Bila
terdapat kolelitiasis atau kolesistitis, pemberian antibiotik saja jarang berhasil,
koleksistektomi dianjurkan setelah pemberian antibiotik (ampisilin 200 mg/kgbb/hari dalam
4-6 dosis IV) selama 7-10 hari, setelah kolesistektomi dilanjutkan dengan amoksisilin 30
mg/kgBB/hari dalam 3 dosis peroral selama 30 hari. Kasus demam tifoid yang mengalami
relaps diberi pengobatan sebagai kasus demam tifoid serangan pertama.
VIII. Prognosis
Prognosis demam tifoid tergantung ketepatan terapi, usai, keadaan kesehatan
sebelumnya, dan ada tidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang
adekuat, angka mortalitasnya <1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya >10%
biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan pengobatan. Munculnya
komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat,meningitis, endokarditis,
dan pneumonia mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi.
IX. Pencegahan
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan tercemar S.typhi, maka setiap
individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi.
Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57C untuk beberapa menit
atau dengan proses iodinasi/klorinasi. Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57C untuk
beberapa menit atau secara merata juga dapat mematikan kuman Salmonella typhi.
Penurunan endemisitas suatu negara/ daerah tergantung pada baik buruknya pengadaan
sarana air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap
higiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam tifoid.
13
Evaluasi demam dengan memonitor shu. Apabila pada hari ke 4-5 setelah pengobatan
demam tidak reda, maka harus segera kembali di evaluasi adakah komplikasi, sumber
infeksi lain, resistensi S.typhi terhadap antibiotik atau kemungkinan salah
menegakkan diagnosis.
Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik, nafsu
makan membaik, klinis perbaikan, dan tidak dijumpai komplikasi. Pengobatan
dilanjutkan di rumah.
14
DAFTAR PUSTAKA
Soedarmo, Sumarmo.S Poorwo. 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis Edisi Kedua.
Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Pudjiadi, H Antonius.2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia Jilid
I.Jakarta.
15
16