Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS BESAR ANESTESI

SEORANG PRIA 64 TAHUN DENGAN ADENOCARCINOMA PROSTAT


DILAKUKAN ORCHIDEKTOMI DENGAN ANESTESI REGIONAL
EPIDURAL
Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik senior di bagian
Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh :
Desy Ayu Permitasari
22010112210002
Pembimbing :
dr. Ratno Samodro
KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU ANESTESIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Tn. FS

Umur

: 64 tahun

Jenis kelamin : Pria


Pekerjaan

: Tidak bekerja

Ruang

: A3

No. CM

: C396394

Tgl Masuk RS : 20 Maret 2013


Tgl Operasi

: 2 April 2013

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama:
Rencana operasi tanggal 2 April 2013
B. Riwayat Penyakit Sekarang
2 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien merasa sulit buang air kecil.
Jika buang air kecil terasa nyeri. Tidak ada riwayat kencing keluar batu, tidak
ada riwayat kencing keluar darah dan nanah. Sebelumnya pasien telah operasi
prostat di RSDK pada tahun 2012. Nafsu makan menurun (+), penurunan
berat badan (+). Gejala semakin memburuk sehingga pasien memeriksakan
diri ke RSDK.
Anamnesis yang berkaitan dengan anestesi:
Riwayat alergi obat dan makanan

: tidak ada

Riwayat asma

: tidak ada

Riwayat kencing manis

: tidak ada

Riwayat peyakit jantung

: tidak ada

Riwayat stroke

: stroke tahun 2006

Riwayat operasi sebelumnya

: post biopsi, TURP tahun 2012

Batuk, pilek, nyeri dada

: tidak ada

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum

: tampak lemah

Kesadaran

: komposmentis

TV

: TD
N

: 160/80 mmHg

: afebris

: 88 x/menit

RR

: 20 x/menit

BB

: 47 kg

ASA

: III

Kepala

: mesosefal

Mata

: konjungtiva palpebra anemis -/-, sklera ikterik -/-

Telinga

: discharge (-/-)

Hidung

: discharge (-/-), epistaksis (-/-)

Mulut

: sianosis (-), perdarahan gusi (-), Mallampati I

Tenggorok

: T1-1, faring hiperemis (-)

Leher

: pembesaran nnll (-), deviasi trachea (-)

THORAX
Cor

: Inspeksi

: ictus cordis tak tampak

Palpasi

: ictus cordis di SIC V, 2 cm medial LMCS

Perkusi

: konfigurasi jantung dalam batas normal

Auskultasi

: BJ I Normal, BJ II meningkat, bising (-),


gallop (-)

Pulmo

: Inspeksi

: simetris, statis, dinamis

Palpasi

: stem fremitus kanan kiri meningkat

Perkusi

: redup pada lapangan paru kanan dan kiri

Auskultasi

: suara dasar vesikuler, suara tambahan Ronki


Basah kasar kanan - kiri (+)

Abdomen

Ekstremitas

: Inspeksi

: datar, tampak terpasang urin bag via kateter

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Palpasi

: supel

Perkusi

: timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)

: Akral dingin

-/-

-/-

Edema

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

Capillary refill

<2/<2

<2/<2

Kekuatan otot kanan-kiri : 2


IV.

STATUS LOKALIS

Regio Genital
Penis
Inspeksi: Tampak sudah disirkum, Ostium uteri eksternum terletak di tengah,
udem dan hematom (-)
Palpasi: Nyeri tekan (-)
Skrotum
Inspeksi: Warna lebih gelap dari sekitarnya, tampak menggantung 2 buah testis
pada kantung skrotum
Palpasi: Nyeri tekan (-) teraba 2 buah testis dengan ukuran dan konsistensi sama
Perineum
Inspeksi: Tampak warna kulit lebih gelap dari sekitarnya, udem hematom (-)
Palpasi: nyeri tekan (-)
V.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin ( Tanggal 1 April 2013)

Hb

: 12.8 gr%

Ht

: 30.7 %

Eritrosit

: 3.37 juta /mmk

Leukosit

: 10.70 ribu /mmk

Trombosit

: 241.000 / mmk

PPT

: 12.5 detik

PTT

: 30.0 detik

Elektrolit

Na

: 143 mmol/L

: 5.2 mmol/L

Cl

: 108 mmol/L

Kimia Klinik

GDS

: 115 mg/dL

Ureum

: 63 mg/dL

Kreatinin

: 2.13 mg/dL

Albumin

: 2.6 mg/dl

X Foto Thorax PA
CTR < 50%
Tampak infiltrat pada lapangan paru kanan dan kiri
EKG
Sinus rhythem, Gelombang P: normal
Morfologi: Right Bundle Branch Block Complete
Axis: Normal
VI.

DIAGNOSIS
a. Diagnosis preoperasi:
Adenokarsinoma prostat
b. Pemeriksaan yang berkaitan dengan anestesi:
Riwayat stroke (+), Riwayat operasi post ,
Right Bundle Branch Block (+)

VII.

TINDAKAN OPERASI
Orchidektomi

VIII. TINDAKAN ANESTESI


Jenis anestesi

: Anestesi regional (epidural)

Risiko anestesi

: Besar

ASA

: III

1. Premedikasi: midazolam 2 mg
2. Anestesi:

Dilakukan secara epidural menggunakan:


-

Lidokain infiltrasi 40 mg

Naropin 15 cc

Maintanance

: Oksigen nasal kanul 3 L/menit

Mulai anestesi

: 13.15 WIB

Selesai anestesi

: 15.00 WIB

Lama anestesi

: 105 menit

3. Terapi cairan
BB

: 47 kg

EBV

: 70 cc/kgBB x 47 = 3290 cc

Jumlah perdarahan

: 50 cc

% perdarahan : 50/3290 x 100 % = 1,5 %


Kebutuhan cairan

Maintenance = 2 cc x 47 kgBB = 84 cc/jam


Defisit puasa = 2 cc x 47 kgBB x 6 jam = 504 cc
Stress operasi = 8 cc x 47 kgBB = 376 cc/jam
Total kebutuhan cairan durante operasi
Jam I : M + DP + SO = 90 + 252 + 376 = 718 cc
Jam II : M + DP + SO = 90 + 151 + 376 = 617 cc
Jam III : M + DP + SO = 90 + 151 + 376 = 617 cc
Cairan yang diberikan :
-

RL 1000 cc

Kolloid 500 cc

Waktu
13.05
13.15
13.30
15.00
15.00

Keterangan
Pre-oksigenasi
Anestesi mulai
Operasi mulai
Operasi selesai
Anestesi selesai

HR

Tensi

SpO2

(x/menit)
90
90
80
70
70

(mmHg)
160/90
160/90
140/70
110/70
110/70

100
100
100
100
100

4. Pemakaian obat/bahan/alat :
I.

Obat suntik:
Midazolam

Lidokain

Penakain

Naropin

II.

Obat inhalasi : O2 dengan ventilator 3 L/menit, total = 315 L

III.

Cairan

: Ringer Laktat II botol


Voluven I botol

IV.

Alat/lain-lain :

Spuit 2,5 cc

II

Spuit 5 cc

II

Spuit 10 cc

Spuit 20 cc

III

Epidural Set Portex

Wing Needle

Nasal kanul

5. Pemantauan di Recovery Room


a. Beri oksigen 3 L/menit nasal kanul atau 6 L/menit masker post
operasi
b. Bila Bromage Score 2, pasien boleh pindah ruangan
c. Bila pasien sadar penuh, mual (-), muntah (-) boleh makan dan
minum bertahap
6. Perintah di ruangan :
a. Awasi TV setiap jam
b. Program cairan RL 20 tetes/menit
c. Program analgetik marcain 0,125 % tiap 8 jam via kateter epidural
mulai pukul 20.00 WIB
d. Program khusus

Pasien post op tidur terlentang posisi head up 30 selama 24 jam

Tidak boleh duduk dan berdiri selama 24 jam

Bila mual muntah (-), peristaltik usus (+) pasien boleh makan dan
minum sedikit-sedikit

Bila HR 60 x/menit atau nyeri kepala hebat segera konsul bagian


anestesi

DASAR TEORI

I.

Regional Anestesi (Lokal Anestesi)


Infiltrasi anestetik lokal di sekitar saraf, menyebabkan keluarnya Ca++ dari

reseptor dan anestetik lokal akan menempati reseptor tersebut sehingga terjadi
blokade gerbang Na+. Selanjutnya terjadi hambatan konduksi Na + dan depresi
kecepatan induksi, sehingga tidak dapat mencapai nilai potensial dan tidak terjadi
potensial aksi.
Absorbsi anestetik lokal dari tempat penyuntikan ke dalam sirkulasi sistemik
dipengaruhi oleh :
1.

Tempat penyuntikan dan dosis

2.

Pengunaan epinefrin

3.

Karakteristik farmakologik
Absorbsi anestetik lokal ke berbagai jaringan adalah sebagai berikut.

Kulit: tidak tembus sehingga tidak efektif digunakan pada kulit yang utuh.

Subkutan : tergantung vaskularisasi, kecuali bila ditambah adrenalin.

Mata : efektif dapat menembus konjungtiva, dapat digunakan sebagai obat tetes
atau suntikan sub konjungtiva.

Membran mukosa : absorbsi pada mukosa hidung, faring, trakea, bronkus dan
alveolus secepat intravena.

Esofagus : pada permukaan esofagus absorbsinya tidak bermakna.

Saluran cerna dan uretra : cepat absorbsinya.

Kanalis spinalis : Pada dosis anestesi spinal, absorbsi ke darah berjalan lambat,
level dalam darah jarang terdeteksi. Vasokonstriktor (epinefrin, fenilefrin)
memperlambat absorbsi dan meningkatkan durasi anestesi sampai 60%.

Ruang epidural : menyebar secara difus sepanjang saraf melewati foramen intra
vertebra.

Absorbsi

mirip

seperti

jaringan

subkutan

dan

penambahan

vasokonstriktor akan memperlambar absorbsi.

Efek toksik anestetik lokal terutama berakibat pada sistem kardiovaskular dan
susunan saraf pusat. Konsentrasi yang sangat tinggi dalam darah menyebabkan
depresi otot jantung dan dilatasi pembuluh darah perifer.
Tindakan anestesi lokal diindikasikan pada keadaan-keadaan sebagai berikut.
1. Setiap prosedur dimana anestesi lokal akan menghasilkan kondisi operasi yang
nyaman / memuaskan. Misalnya pada operasi Trans Urethral Resection Prostat,
bila dilakukan anestesi regional hasilnya tidak banyak perdarahan karena tensi
tidak meningkat, disamping itu bila ada komplikasi hiponatremi akibat
tertariknya Na+ oleh air irrigator dapat cepat dikenali dengan adanya penurunan
kesadaran, mual, kejang.
2. Penyakit paru, dimana posisi operasi masih dapat ditolerir oleh pasien. Misalnya
operasi tumor paha depan pada pasien paru yang harus tidur setengah duduk agar
napas tidak sesak.
3. Riwayat reaksi yang tidak baik setelah anestetik umum, seperti muntah-muntah
cukup lama, pulih sadar terlambat, dan lain-lain.
4. Antisipasi masalah dengan rumatan jalan napas atau intubasi. Misalnya pada
pasien dengan adhesi leher-dada akibat sikatrik pasca luka bakar, dilakuan
pemotongan perlekatan dengan anestesi lokal dulu, baru intubasi dan anestesi
umum.
5. Operasi darurat pada puasa yang tidak adekuat, untuk menghindari aspirasi isi
lambung.
Teknik/cara pemberian :
1.

Topikal : anestetik lokal disemprotkan pada mukosa/kulit.

2.

Infiltrasi : anestetik lokal diinfiltrasikan di bawah kulit.

3.

Blok syaraf : anestetik lokal disuntikkan di sekitar saraf perifer.

4.

Blok epidural : anestetik lokal disuntikkan pada ruang epidural.

5.

Blok subdural/spinal : anestetik lokal disuntikkan pada ruang subdural.

6.

Intravena regional : anestetik lokal disuntikkan pada intravena anggota


atas/bawah, setelah terlebih dahulu vena dikosongkan dan pangkal anggota
dibebat.

Kontra indikasi terutama pada anestesi spinal dan epidural :


1. Absolut/Mutlak
a. Pasien menolak anestesi lokal
b. Riwayat alergi terhadap anestesi lokal
c. Infeksi di dekat atau pada tempat suntikan
d. Pasien dengan terapi antikoagulan
e. Pasien dengan gangguan perdarahan
f. Hipovolemi dan syok
g. Terapi beta bloker
h. Septikaemia
i. Curah jantung yang terbatas
j. Tekanan intra kranial yang meningkat
2. Relatif
a. Pasien kurang atau tidak kooperatif
b. Terapi MAOi
c. Penyakit neurologi aktif
d. Penyakit jantung iskemik
e. Skoliosis
f. Riwayat operasi laminektomi
Komplikasi:
1. Komplikasi lokal
-

Hematom

Abses

2. Komplikasi sistemik
a. Susunan saraf pusat
-

Gelisah, agitasi, kejang

Kantuk, lemas, kesadaran menurun

Hipertensi, takikardi

Hiperventilasi, hipoventilasi

Muntah

b. Perifer
-

Jantung : bradikardi

Pembuluh darah : vasodilatasi

c. Reaksi Alergi
-

Kemerahan pada kulit, urtikaria, syok anafilaktik

d. Lain-lain
- menggigil
- disarthria
Anestesi Epidural
Anestesi epidural merupakan pemberian obat anestesi lokal ke dalam rongga
potensial di luar duramater. Rongga ini dimulai dari perbatasan kranioservikal pada
C1 sampai membrana sakrokoksigea. Dalam praktik, anestesi epidural dilakukan
pada tempat di dekat akar saraf yang menginervasi daerah pembedahan, misalnya
epidural lumbal untuk operasi daerah pelvis dan ekstremitas bawah, epidural thorakal
untuk operasi daerah abdomen atas. Injeksi obat dapat berupa bolus tunggal atau
dengan kateter untuk injeksi intermiten atau infus kontinyu. Untuk membantu
mengidentifikasi rongga epidural dapat digunakan teknik loss of resistance
ataupun hanging drop.
Anestesi Spinal
Anestesi spinal (intratekal) didapatkan dengan menyuntikkan obat anestesi lokal
secara langsung ke dalam cairan serebrospinalis di dalam ruang sub arachnoid. Jarum
spinal hanya dapat diinsersikan di bawah lumbal 2 dan di atas vertebra sakralis 1.
Batas atas ini dikarenakan adanya ujung medula spinalis dan batas bawah
dikarenakan penyatuan vertebra sakralis yang tidak memungkinkan dilakukan
insersi. Pemberian anestesi biasanya dengan bolus tunggal.

Tempat insersi

Anestesi Spinal
Hanya vertebra lumbal (di

Anestesi Epidural
Sakral, lumbal, thoraks

Tempat injeksi

bawah L2/3)
Ruang subarachnoid

dan servikal
Ruang epidural

Tempat kerja
Dosis obat
Onset
Blok motorik
Komplikasi

(LCS)
Saraf dan medula spinalis
Kecil
Cepat
Kuat
Henti jantung, PDPH,

Saraf dan medula spinalis


Besar
Lebih lambat
Sedang
Intoksikasi lokal anestetik,

Analgesia post op

spinal tinggi, total spinal


Tidak

hematom epidural
Ya,dengan kateter

Anda mungkin juga menyukai