Anda di halaman 1dari 3

1.

2 Mekanisme eritropoiesis
Prekursor eritroid dalam sumsum tulang berasal dari sel induk hematopoietic, melalui
jalur sel induk myeloid. Kemudian menjadi sel induk eritroid, yaitu BFU-E (Burst Forming
Unit Erythroid), dan selanjutnya CFU-E (Colony Forming Unit Erythroid). Prekursor eritroid
yang dapat dikenali secara morfologik konvensional dalam sumsum tulang, dikenal sebagai
promonoblast (rubiblast), kemudian berkembang menjadi basophilic (normoblast
basophilic/prorubrisit), selanjutnya polychromatophilic normoblast (rubrisit), dan acidophilic
normoblast. Sel ini kemudian kehilangan intinya, namun masih tertinggal sisa-sisa RNA,
yang jika dicat dengan pengecatan khusu akan tampak seperti jala yang disebut retikulosit.
Retikulosit akan dilepas ke darah tepi, lalu kehilangan RNA-nya sehingga menjadi eritrosit
dewasa.
Eritrosit hidup selama 120 hari, setelah tua, eritrosit dikeluarkan melalui sistem
retikuloendotelial. Destruksi eritrosit yang telah berusia 120 hari disebut senescene,
sedangkat destruksi eritrosit sebelum usia 120 hari karena faktor patologik disebut hemolisis.
Mekanisme destruksi eritrosit
Gue fotoin dan kirim lewat Line ya Pmmmm :D
3.3 Pemeriksaan pada anemia
1. Anamnesis
Mengetahui pola makan dan kebiasaan pasien, mengetahui adanya riwayat
keluarga.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik guna mengetahui adanya kelainan pada fisik pasien. Dapat
ditemukan tanda-tanda khas yang hanya terdapat pada masing-masing anemia, yaitu:
- Anemia defisiensi besi

: disfagian, atrofi papil lidah, stomatitis angularis

- Anemia defisiensi asam folat

: buffy tongue

- Anemia hemolitik

: ikterus dan hepatosplenomegali

- Anemia aplastik

: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-tanda infeksi

3. Dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium untuk meneggakan diagnosis secara


lebih pasti.
4.1 Definisi Anemia Defisiensi Besi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
beso untuk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
akhirnya mengakibatkan pembentukan Hemoglobin berkurang.

Klasifikasi derajat defisiensi besi dibagi menjadi 3, yaitu:


1. Deplesi besi : cadangan besi menurun, tetapi penyediaan besi untuk eritropoiesis
belum terganggu
2. Eritropoiesis defisiensi besi : cadangan besi kosong, penyediaan besi untuk
eritropoiesis terganggu, tetapi belum menimbulkan anemia
3. Anemia defisiensi besi
: cadangan besi kosong disertai anemia defisiensi besi
4.4 Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi
Kandungan zat besi tubuh total adalah sekitar 2 g/dl untuk perempuan dan 6 g/dl
untuk laki-laki. Sekitar 80% zat besi tubuh fungsional terdapat dalam hemoglobin; sisanya
terdapat di mioglobin dan enzim yang mengandung zat besi (misalnya katalase dan
sitokrom). Simpanan zat besi yang dicerminkan oleh hemosiderin dan zat besi yang terikat ke
feritin, mengandung 15-20% zat besi tubuh total. Zat besi simpanan ditemukan di semua
jaringan, tetapi paling utama di hati, limpa, sumsum tulang, dan otot rangka. Zat besi
diangkut di dalam plasma oleh protein pengikat zat besi yang disebut transferin. Pada orang
normal, 33% transferin tersaturasi oleh zat besi sehingga kadar zat besi serum pada laki-laki
normal adalah 120g/dl dan pada perempuan 100g/dl. Maka TIBC (Total Iron Binding
Capacity) berkisar antara 300-350g.
Karena tingginya prevalensi anemia defisiensi besi pada manusia, dapat diperkirakan
tekanan evolusi telah memicu terbentuknya jalur metabolisme zat besi yang sangat condong
untuk menahan zat besi di dalam tubuh. Tidak ada jalur terkontrol untuk mengeluarkan zat
besi, yang terbatas hingga 1-2 mg/hari dan keluar bersama sel epitel mukosa dan kulit yang
terlepas. Oleh karena itu, keseimbangan zat besi terutama dipertahankan dengan
mengendalikan penyerapan zat besi dari makanan.
Apabila tubuh kelebihan zat besi, sebagian besar zat besi yang masuk ke sel akan
terikat ke feritin, dan hilang bersama eksfoliasi. Apabila terjadi defisiensi zat besi, atau saat
terjadi eritropoiesis inefektif, pemindahan ke transferin plasma meningkat.
Mula-mula, terjadi deplesi simpanan zat besi, yang ditandai dengan penurunan feritin
serum dan menurunnya zat besi yang terwarnai di sumsum tulang. Kemudian terjadi
penurunan zat besi dalam darah, dengan kadar zat besi serum yang rendah dan peningkatan
kapasitas transferin serum mengikat zat besi. Akhirnya, defisiensi menimbulkan dampak pada
hemoglobin, mioglobin, dan senyawa zat besi lain.
Defisiensi besi menimbulkan penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom, dan
gliserofosfat oksidase, sehingga menyebabkan gangguan glikolisis yang berakibat
penumpukan asam laktat sehingga mempercepat kelelahan otot.

DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made, et all. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing.
Bakta, I Made. (2006). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Price, Sylvia A, et all. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 2
Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Robbins, et all. (2007). Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai