TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembelajaran IPA Biologi
Menurut Hamalik (2011:57), pembelajaran adalah suatu kombinasi yang
tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan
prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Manusia yang terlibat dalam sistem pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga
lainnya, misalnya tenaga laboratorium. Material meliputi buku-buku, papan tulis
dan kapur, fotografi, slide dan film, audio, dan video tape. Fasilitas dan
perlengkapan meliputi ruang kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer.
Adapun prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik,
belajar, ujian dan sebagainya.
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai den gan bakat, minat, serta perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik. Untuk itu setiap satuan pendidikan melakukan
perencanaan pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran serta penilaian
proses pembelajaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ketercapaian
kompetensi lulusan (Pemendikbud No. 65, 2013).
Biologi merupakan cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan
dengan cara mencari tahu atau memahami alam secara sistematik. Sehingga
biologi bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep dan prinsip-prinsip saja tetapi juga merupkan suatu penemuan
(Depdiknas, 2010: 25). Pembelajaran biologi ditekankan pada keaktifan dan
keterlibatan siswa dalam memproses dan mengolah, karena siswa akan lebih
mudah memahami, mengerti dan meresapi konsep-konsep biologi yang dipelajari.
Depdiknas (2003: 30) menyatakan bahwa mata pelajaran biologi bertujuan untuk:
memahami konsep-konsep biologi dan saling keterkaitannya, mengembangkan
keterampilan dasar biologi untuk mengembangkan nilai maupun sikap ilmiah,
menerapkan konsep dan prinsip biologi untuk menghasilkan karya dan teknologi
sederhana yang berkaitan dengan kebutuhan manusia, mengembangkan kepekaan
nalar untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan proses kehidupan
sehari-hari, meningkatkan kesadaran pelestarian lingkungan, memberikan bekal
pengetahuan
2.2 Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Problem Based Learning dikembangkan sejak 1960, namun di
Indonesia diperkenalkan sejak 1990 (Susetyo, 2004). Problem Based Learning
merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang fokusnya pada siswa dengan
mengarahkan siswa menjadi pebelajar mandiri yang terlibat langsung secara aktif
terlibat dalam pembelajaran berkelompok. Problem Based Learning membantu
siswa untuk mengembangkan keterampilan mereka dalam memberikan alasan dan
berpikir ketika mereka mencari data atau informasi agar mendapatkan solusi
untuk suatu masalah yang otentik (Arends, 2008).
2.2.1 Pengertian Pembelajran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Pengajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah suatu
pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi
siswa untuk belajar cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta
untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
Peran guru dalam pengajaran berbasis masalah adalah mengajukan pertanyaan,
dan memfasilitasi penyelidikan serta dialog. Pengajaran berbasis masalah tidak
dapat dilaksanakan jika guru tidak mengembangkan lingkungan kelas yang
memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Intinya, siswa
dihadapkan situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat menantang
siswa untuk memecahkannya (Nurhadi, 2004: 109). Sukmadinata (2003: 161)
mengatakan bahwa PBL merupakan tipe pembelajaran dimana individu
dihadapkan kepada masalah yang harus dipecahkannya, baik masalah yang
bersifat praktis dalam kehidupan maupun teoritis dalam bidang ilmu.
Menurut Ward dan Stepien (dalam Kamdi et al, 2007:76) Problem
Based Learning merupakan salah satu pembelajaran inovatif yang dapat
memberikan kondisi belajar siswa aktif kepada siswa. Problem Based Learning
adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan
suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat
mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan
sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.
2.2.2 Tujuan Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Gea, et al. (2010: 32) mengatakan bahwa mengatakan bahwa tujuan
dari PBL adalah membimbing siswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dasar, memiliki ketrampilan memecahkan masalah, juga adanya pengarahan diri
dalam belajar. Problem Based Learning (PBL) merupakan pendekatan yang
efektif untuk mengajarkan proses-proses berfikir tingkat tinggi dengan situasi
berorientasi pada maslah, termasuk didalamnya belajar bagaimna belajar. Menurut
Santyasa (2014) Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu strategi atau
pendekatan yang dirancang untuk membantu proses belajar sesuai dengan
langkah-langkah yang terdapat pada pola pemecahan masalah yakni mulai dari
analisis, rencana, pemecahan, dan penilaian yang melekat pada setiap tahap.
Problem Based Learning (PBL) tidak disusun untuk membantu guru dalam
menyampaikan banyak informasi tetapi guru sebagai penyaji maslah, pengaju
pertanyaan, dan fasilitator.
2.2.3 Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Menurut Abbas et al. (2008: 9-11) karakteristik yang tercakup dalam
proses Problem Based Learning adalah sebagai berikut:
a. Pengajuan masalah atau pertanyaan
Problem Based Learning mengorganisasikan pembelajaran disekitar
pertanyaan dan masalah sosial yang penting bagi siswa dan masyarakat.
Pertanyaan atau masalah itu bersifat otentik (nyata) bagi siswa dan tidak
mempunyai jawaban sederhana.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu
Masalah yang diajukan dalam Problem Based Learning hendaknya
mengaitkan atau melibatkan berbagai disiplin ilmu.
a. Memahami masalah
1) mengerti apa yang diketahui (data), yang diperlukan tetapi tidak diketahui
2)
3)
4)
5)
4)
5)
6)
b.
Fase 2
Mengorganisasi siswa untuk belajar
Aktivitas Guru
Guru menginformasikan tujuan-tujuan
pembelajaran,
mendiskripsikan
kebutuhan-kebutuhan
logistik
yang
penting, memotivasi siswa agar terlibat
dalam kegiatan pemecahan masalah yang
mereka pilih sendiri
Guru membantu siswa menentukan dan
mengatur tugas-tugas belajar yang
2.3 e-learning
e-learning atau electronic learning merupakan suatu proses perkembangan
teknologi yang diaplikasikan dalam hal penyampaian pengetahuan dalam proses
belajar mengajar. e-learning kini semakin dikenal sebagai salah satu cara untuk
mengatasi masalah pendidikan, baik di negara-negara maju maupun di negara
yang sedang berkembang seperti Indonesia. Sebagai negara kepulauan, Indonesia
mengalami masalah dalam proses perataan pendidikan bagi masyarakatnya
dikarenakan oleh jarak, oleh karena itu e-learning merupakan pilihan yang dapat
diterapkan. Dalam berbagai literatur, para ahli mendefinisikan e-learning sebagai
berikut:
1) Soekartawi, Haryono dan Librero, (2002), e-learning merupakan istilah umum
untuk semua teknologi yang didukung pembelajaran menggunakan sebuah
array belajar mengajar alat sebagai telepon , audio dan video , telekonferensi ,
transmisi satelit , dan pelatihan berbasis web lebih diakui atau instruksi dibantu
komputer juga sering disebut sebagai kursus online .
2) Parker, Judith (2009) , e-learning merupakan pembelajaran di mana teknologi
memainkan peran utama dalam penyampaian materi dan komunikasi antara
guru dengan siswa maupun antara siswa.
Kemudian Cisco mendefinisikan filosofis e-learning sebagai berikut:
internet.
yang
relevan)
atau
sasaran
sosioemosional
(mengendalikan
monitoring
dan
strategi
meregulasi
belajar,
seperti
Hasil belajar merupakan perubahan pada diri siswa baik pada aspek
kognitif, psikomotor dan afektif. Perubahan-perubahan tersebut merupakan hasil
dari latihan yaitu mengamati, mendengarkan dan membaca serta kegiatan lainnya
(Winatapura dan Rosita, 1994:178). Jadi hasil belajar biologi adalah perubahan
pada diri siswa baik pada aspek kognitif, afekif maupun psikomotorik.
Kemampuan psikomotorik yang telah dicapai oleh siswa ditandai dengan
perubahan tingkah laku setelah melakukan proses belajar mengajar biologi.
Perubahan sebagai hasil belajar ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti
perubahan pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan, sikap,
kecakapan dan aspek lain pada individu pebelajar.
Mengetahui hasil belajar, diperlukan pengukuran atau evaluasi. Menurut
Winatapura dan Rosita (1994:159) evaluasi adalah suatu kegiatan pengumpulan
data mengenai hasil belajar yang dilakukan secara sistematis dan terprogram.
Dalam mengukur hasil belajar tersebut ada beberapa alat yang dapat digunakan
yaitu angket, observasi dan tes. Alat yang digunakan dalam pengukuran biasanya
dalam bentuk tes dan hasilnya berupa angka atau nilai.
Hasil belajar kognitif berhubungan dengan pengetahuan, pengenalan,
keterampilan dan kemampuan intelektual (Gulo, 2002: 50). Aspek kognitif
dibedakan menjadi 6 bagian menurut revisi taksonomi Bloom, yaitu sebagai
berikut.
a. Mengingat (remember), pada tahap mengingat ini siswa dituntut untuk bisa
mengurutkan,
menjelaskan,
mengidentifikasi,
menamai,
menempatkan,
mengulangi, menemukan kembali apa saja yang telah diperoleh dalam kegiatan
belajar mengajar.
b. Pemahaman (understand),
pemahaman
merupakan
kemampuan
untuk
d. Analisis
(analyze),
analisis
merupakan
kecakapan
yang
kompleks,
mampu
mengembangkan
mengevaluasi.
f. Berkreasi (create),
berkreasi
kriteria,
ini
standar
meliputi
atau
merancang,
ukuran
untuk
membangun,
e. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni keterpaduan semua sistem nilai
yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan
tingkah lakunya.
Menurut Sudjana (1989: 39) hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi
oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang
datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari diri
siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar
sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti yang dikemukakan
oleh Clark (dalam Sudjana, 1989: 39) bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70%
dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan.
Di samping faktor kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain,
seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar,
ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan psikis. Adanya pengaruh dari dalam
diri siswa, merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat perbuatan belajar
adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadarinya. Siswa harus
merasakan adanya suatu kebutuhan untuk belajar dan berprestasi. Ia harus
mengerahkan segala daya dan upaya untuk dapat mencapainya.
Selain faktor dari dalam diri siswa yang mempengaruhi hasil belajar,
adapun faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Artinya ada
faktor-faktor yang berada di luar dirinya yang dapat menentukan atau
mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu lingkungan belajar yang
paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah, ialah kualitas pengajaran.
Yang dimaksud dengan kualitas pengajaran ialah tinggi rendahnya atau efektif
tidaknya proses belajar-mengajar dalam mencapai tujuan pengajaran. Oleh sebab
itu hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas
pengajaran.
Kedua faktor di atas (kemampuan siswa dan kualitas pengajaran)
mempunyai hubungan berbanding lurus dengan hasil belajar siswa. Artinya,
makin tinggi kemampuan siswa dan kualitas pengajaran, makin tinggi pula hasil
belajar siswa (Sudjana, 1989: 40-41).
Abad ke-21
menuntut SDM
yang berkualitas
(Tilar, 2013)
melalui
Reformasi Pendidikan
Faktor terpenting
guru (Ihsan,
1996)
Memiliki
kompetensi
pedagogik untuk
mewujudkan
prestasi
akademik yang
diinginkan
(Sudrajat, 2012)
Dengan
cara
Model pembelajaran
inovatif (Amir, 2013)
Memiliki
kemampuan
PBL mengharuskan
siswa melaksanakan
penyelidikan
sebenarnya untuk
mencari jawaban
permasalahan (Hobri,
2009)
Berbantuan
e-learning
pembelajaran
fleksibel tanpa
dibatasi waktu dan
tempat (Naidu, 2006)
MOODLE (Munir,
2008)
menumbuhk
an
Self Regulated
Learning (Nicol, 2006)
Tujuan pembelajaran
tercapai
Hasil belajar meningkat