Anda di halaman 1dari 27

PENERAPAN BALANCE EXERCISE DAN STRENGTHENING EXERCISE

TERHADAP KESEIMBANGAN PENDERITA FLAT FOOT

ANITA APRIANY : 04112681418026


Dosen Pembimbing : Drg. Nursiah Nasution,M.Kes

PROGRAM STUDI BIOMEDIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT Karena atas
Berkat Rahmat dan Ridho-Nya penulis bisa menyelesaikan Tugas mengenai
PENERAPAN

BALANCE

EXERCISE

DAN

STRENGTHENING

EXERCISE TERHADAP KESEIMBANGAN PENDERITA FLAT FOOT


sebagai syarat tugas dalam mata kuliah penerapan aplikasi fisiologi di fakultas
kedokteran BKU Fisiologi Universitas Sriwijaya Palembang.
Dalam penyusunan tugas ini yang dikarenakan keterbatasan ilmu
pengetahuan, pengalaman serta kekhilafan yang penulis miliki. Maka dari itu,
dengan ikhlas penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pihak.
Penyusunan tugas ini tidak akan terlaksana dengan baik tanpa bantuan,
bimbingan serta saran dari berbagai pihak. Untuk itulah pada kesempatan ini
penulis mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada:
Drg.Nursiah Nasution,M.Kes selaku dosen pengampu Mata kuliah Aplikasi
Fisiologi.
Semoga ALLAH SWT membalas dan melimpahkan Rahmat serta
Hidayah-Nya dan menjadikan sebagai amal jariyah. Akhirnya semoga tugas ini
dapat bermanfaat bagi pembangunan ilmu pendidikan dan ilmu fisiologi serta
semua yang membacanya, Amin.
Palembang, Dzulhijah 1435 H
Oktober,
2015 M
Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teoritis............................................................................. 4
1.
a.
b.
c.
d.
e.

Flat Foot ................................................................................... 4


Definisi .................................................................................... 4
Etiologi .................................................................................... 5
Deskripsi Problematika ............................................................ 7
Aplsiologi/Penerapan Fisioterapi ............................................. 8
Komplikasi atau Faktor Penyulit .............................................

BAB III PEMBAHASAN


A. Pembahasan......................................................................................... 9
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
Aktivitas sehari-hari dilakukan dengan lebih mudah apabila
manusia dapat berpindah tempat (ambulasi) dengan baik, serta dapat
melakukan hobi, bermasyarakat secara aktif. Namun semua itu
memerlukan integritas antara organ tubuh yang baik.
Poin penting dari ambulasi diri adalah berjalan, sehingga manusia
dengan mudah transfer tubuh ketempat lain. Rata-rata 700 ton beban
ditopang oleh kaki dalam satu hari. Dalam hidup, setiap tahunnya manusia
melangka 1,2 x 106 langkah, artinya kaki manusia melangkah sejauh
75.000ml setiap tahun. Oleh karena itu dibutuhkan kaki yang kuat dan
baik. Menurut Achachlouei (2012) kaki merupakan bagian tubuh yang
berfungsi

menopang berat badan, namun banyak diantara kita yang

memiliki masalah dengan kaki, salah satunya ialah Flat Foot atau kaki
datar, yaitu tidak adanya arkus (lengkungan) pada telapak kaki. Sedangkan
menurut Apley (1954) Salah satu permasalahan kaki yang dapat
menyebabkan kecacatan kaki adalah bentuk kaki datar.
Kondisi Flat Foot atau kaki datar banyak ditemukan pada anakanak usia dini 57% terjadi pada anak-anak usia 2 sampai 3 tahun
sedangkan 21% terjadi pada anak-anak usia 5 sampai 6 tahun. Hal ini telah
terbukti adanya peningkatan dari 2,7% menjadi 4% dan mengalami
kecacatan, kecacatan harus ditangani dengan cepat jika tidak ditangani

kecacatan akan bertambah parah dan penderita akan mengalami rasa sakit
yang berlebihan (Butterworth, 2010).
Bentuk kaki datar pada masa bayi dan anak-anak dengan usia
tertentu memang wajar terjadi, karena struktur tulang dan jaringan
sekitarnya belum terbentuk sepenuhnya (Achachlouei, 2012). Pada
penelitian ini, penulis hanya memfokuskan
pada Flat Foot yang
1
disebabkan karena bawaan lahir atau congenital Flat Foot, dimana kondisi
Flat Foot yang dialami memang sejak kecil sampai usia mereka dewasa.
Flat Foot dewasa sering dengan kelainan yang kompleks dan beragam
macam berbagai gejala. Gejala yang disebabkan oleh penyakit atau
memuat perubahan struktural (Lee et. al., 2005). Banyak cara yang dapat
dilakukan untuk mengurangi gejala yang timbul dan mencegah bertambah
buruknya kondisi kaki.
Untuk mengatasi masalah yang ada maka tindakan yang akan
diberikan ialah dengan melakukan Latihan Penguatan Otot Kaki
(Achachlouei, 2012). Maka dari itu peran fisioterapi pada kasus Flat Foot
juga diperlukan guna memberikan program latihan yang terintegrasi
dengan tujuan untuk meningkatkan Keseimbangan tubuh pada kondisi
tersebut.
Menurut Kepmenkes RI No : 1363 / MENKES / SK / 2001 pasal 1,
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan

menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan


(fisik, elektroterapeutis dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi
(Kepmenkes RI, 2001).
Program Latihan Penguatan yang akan diberikan ialah dengan
menggunakan metode Balance Exercise dan Strengthening Exercise for
Flat Foot, dengan diberikan latihan penguatan maka akan terjadi
peningkatan

kekuatan

pada

kaki

dan

dengan

diberikan

latihan

keseimbangan guna untuk meningkatkan keseimbangan pada kondisi


tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A Tinjauan Teoritis
1. Flat Foot
a. Definisi
Flat Foot adalah Kondisi kaki pada satu bidang datar atau tidak
normal yang menyebabkan arkus plantaris menjadi datar (Dorland, 2009).
Sering terjadi pada anak-anak usia 2-6 Tahun.

Gambar 2.5 Normal Foot dan FlatFoot


Sumber : Lee et al, 2005
Flat Foot disebabkan oleh otot-otot intrinsik plantaris yang
mengakibatkan peregangan berlebihan ligament dan mengakibatkan
lengkungan plantaris kolaps. Bila hal ini terjadi, terdapat pronasio talus,
dan hal ini kemudian dapat menyebabkan talus tergelincir terhadap
calcaneus. Akibat akhirnya menguba bentuk seluruh ossa tarsalia yang
bersangkutan (calcaneus, talus, naviculare dan coboideum). Pada saat
terbentuk Flat Foot terjadi rasa nyeri hebat pada kaki dan tungkai,
disebabkan karena peregangan berlebihan otot-otot panjang tumit
(Platze,1995).

b. Etiologi
Dengan lengkungan tulang kaki berpotensi tidak stabil. Hal ini
berhubungan dengan ligament, yang hanya mampu bertahan dalam waktu
yang singkat, dan ketika otot diregangkan secara reflek menimbukan
gerakan. Pada anatomi kaki yang benar memiliki otot sebagai penyokong.
Terkadang kesalahan fisiologi mugkin terletak pada otot-otot tersebut
(Apley, 1954).
1) Control saraf yang tidak stabil
Keadaan ini sering terjadi pada penderita poliomyelitis dan spina
bifida dan gangangguan lainnya. Pada kondisi Flat foot control saraf
yg tidak stabil sering ditemukan pada anak-anak. Dimana yang harus
dilakukan melatih keseimbangan, hal pertama yang dilakukan adalah
melatih

keseimbangan

pada

kepala

yang

bertujuan

untuk

menyeimbangkan seluruh tubuh pada kaki. tapi kadang reflek


menyeimbangkan sulit dilakukan bahkan setelah anak mulai berjalan
dikarnakan sulit menyokong berat badan. Pada masa kelahiran posisi
telapak kaki cendrung ekstensi, hal ini menunjukan tidak mudah
dilakukan pada anak usia dini.

2) Otot yang tidak stabil


Pada saat berdiri otot mungkin belum stabil atau belum siap untuk
diperintahkan yang mengakibatkan pada saat berjalan cenderung jatuh
5

dan juga otot yang tidak stabil dapat menyebabkan kelemahan otot, hal
ini dapat mempengaruhi posture penderita (Apley,1954).

c. Patalogi
1) Perubahan bentuk
Pada kondisi flat foot keadaan arkus bukan hanya berbentuk datar
tetapi bergeser ke arah medial. Secara teorotis keadaan Tumit valgus
ini sering digambarkan sebagai penyebab flat foot (Apley, 1954).
Akibatnya, tuberositas dari skafoid menjadi terlalu menonjol.
Perubahan dalam bentuk kaki yang telah dijelaskan biasanya terjadi
perlahan-lahan. Kemudian terjadi peregangan pada ligamen yang
menimbulkan nyeri (Apley, 1954).
2) Efek flat foot
Berubahan dalam bentuk diikuti perubahan degeneratif pada
sendi yang menyebabkan kaki menjadi kaku. Otot-otot intrinsik
berfungsi pada posisi yang kurang menguntungkan terlalu sering
tertekan kebawah, oleh karena itu otot melemah. Otot yang lemah
mengakibatkan tidak hanya dikaki datar tapi juga gangguan pada
kaki depan (Apley, 1954).

d. Tanda dan Gejala Klinis


Tanda dan gejala klinis dengan kondisi sebagai konsekuensi
keterbatasan mulai dari ringan sampai berat yang menyebabkan rasa
6

sakit dan cacat merupakan hambatan utama dalam kehidupan.Tanda


dan gejala klinis (Apley, 1954).
1) Gangguan bentuk
Perubahan pada bentuk kaki yang mengakibatkan kaki perubahan
sekunder seperti hallux valgus.

2) Nyeri
Pada penderita flat foot tidak mampu berdiri terlalu lama. Rasa
nyeri dirasakan tepat di telapak kaki terkadang rasa nyeri terasa di
daerah tungkai bawah.
e. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul berupa deformitas atau
kecacatan.
B. Deskripsi Problematika
Problematika fisioterapi yang sering terjadi pada kondisi Flat Foot
menimbulkan gangguan meliputi impairment, fuctional limitation, dan
participation restriction.
1) Impairment
Problematika yang timbul pada kondisi Flat Foot adanya pada bagian
telapak kaki, nyeri pada bagian kaki dan dapat menjalar hingga kearah
tungkai bawah. Ada nya gangguan keseimbangan pada penderita (Apley,
1954).
7

2) Functional Limitation
Pada functional limitation adanya gangguan Activity of Daily Living
seperti pasien merasakan nyeri pada saat berjalan dan berdiri terlalu
(Apley, 1954).
3) Participation Restriction
Participation

Restriction

merupakan

ketidak

mampuan

dalam

melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan pasien yaitu


penderita akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas karena
adanya nyeri berjalan dan berdiri terlalu lama.

C. Intervensi Fisioterapi (Aplikasi Fisiologi)


Dalam penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi Flat Foot ini
modalitas yang digunakan adalah Program Latihan Balance Exercise atau
Latihan Keseimbangan dan Strengthening Exercise atau Latihan
Penguatan
a. Balance Exercise atau Latihan Keseimbangan
Keseimbangan

adalah

kemampuan

untuk

mempertahankan

kesetimbangan tubuh ketika di tempatkan di berbagai posisi. Definisi


menurut

OSullivan,

keseimbangan

adalah

kemampuan

untuk

mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama ketika


saat posisi tegak. Selain itu menurut Ann Thomson, keseimbangan
adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam posisi

kesetimbangan maupun dalam keadaan statik atau dinamik, serta


menggunakan aktivitas otot yang minimal (Irfan dan Susanti,2008).
Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmen
tubuh dengan di dukung oleh sistem muskuloskleletal dan bidang
tumpu. Kemampuan untuk menyeimbangkan massa tubuh dengan
bidang tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas
secara efektif dan efisien. Keseimbangan terbagi atas dua kelompok,
yaitu keseimbangan statis adalah kemampuan tubuh untuk menjaga
kesetimbangan pada posisi tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki,
berdiri diatas papan keseimbangan) keseimbangan dinamis adalah
kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak.
Kualitas dari keseimbangan tubuh itu tergantung dari integritas
susunan saraf pusat, susunan saraf tepi, serta sistem muskuloskeletal
(Irfan dan Susanti,2008).
Salah satu latihan keseimbangan yang akan diberikan adalah
Latihan keseimbangan Dinamis, Salah satunya Body Balance. Tujuan
latiahan ini adalah untuk memperbaiki tubuh dan kesadaran
keseimbangan.

Tatap-tahap latihan

a) Berdiri pada satu kaki, letakan kaki yang berlawanan didepan


dengan tidak menyentu lantai. Pasien diperintakan agar menjongkok
kemudian berdiri dengan satu kaki dan posisi lengan terbuka.

Gambar 2.6
Sumber : Riseley Phisiotherapy, 2009
b) Pasien masih dalam posisi berdiri pada satu kaki. Lakukan gerakan
fleksi pada hip dengan posisi lengan lurus kedepan.

10

Gambar 2.7
Sumber : Riseley Phisiotherapy, 2009

c) Posisikan abduksi hip dalam keadaan berdiri pada satu kaki dengan
posisi lengan terbuka.

11

Gambar 2.8
Sumber : Riseley Phisiotherapy, 2009
b. Strengthening Exercise atau Latihan Penguatan
Strengthening Exercise merupakan salah satu metode terapi latihan
fisioterapi,

Strengthening

Exercise

dapat

digunakan

untuk

meningkatkan kekuatan otot. Karena dengan memberikan latihan


strengthening maka akan terjadi penambahan jumlah Sarkomer dan
serabut otot (filament aktin dan miosin yang diperlukan dalam
kontraksi otot), sehingga dengan terbentuknya selabut otot yang baru
dapat meningkat (Hardjono, 2012)

12

a) Metode Latihan Isotonik


Latihan isotonik adalah latihan dinamik dengan beban yang
konstan, tetapi kecepatan gerakan tidak terkontrol. Otot berkontraksi
melawan beban yang konstan, dengan bagian tubuh bergerak melawan
beban melewati sebuah lngkup gerak sendi (Pujiatun, 2011).

b) Tahap tahap Latihan


1) Marble Pick-up
Letakan 20 marble diatas lantai. Ambil salah satu marble dan
pindahkan ke dalam wadah kecil. Ulangi sampai 20 marble
dipindahkan.

Gambar 2.9
Sumber : America Academy of Orthopedic Surgeons, 2005

13

2) Towel Curls
Letakan handuk kecil diatas lantai dan lengkungkan jarijari, gunakan jari-jari kaki. Kemudian naikan dan letakan
kembali handuk kelantai, ulangi selama 5 kali.

Gambar 2.10
Sumber : America Academy of Orthopedic Surgeons, 2005
3) Golf Ball Roll
Gelindingkan bola golf dibawah kaki selama 2 menit.

Gambar 2.11
Sumber : America Academy of Orthopedic Surgeons, 2005

14

BAB III
PEMBAHASAN
Disadur dari penelitian, Amelia Tahun 2015, dengan responden adalah seorang
pasien laki-laki yang bernama TnR berumur 22 tahun dengan diagnosa Flat
Foot dengan problematika berupa adanya nyeri, disertai adanya kelemahan otot
dan penurunan kekuatan otot serta adanya gangguan keseimbangan . Pasien
diberikan penanganan fisioterapi sebanyak enam kali dalam tiga minggu dengan
menggunakan modalitas Balance Exercise dan Strengthening Exercise. Setelah
dilakukan fisioterapi sebanyak enam kali didapat perkembangan hasil sebagai
berikut:
1. Pengukuran Nyeri dengan Skala VDS
Grafik 4.1
Pengukuran nyeri

4
4
3
Nyeri Tekan

Nyeri Gerak

3
2

T1

T2

T3

T4

T5

T6

15

Pada pengukuran nyeri untuk evaluasi 1 didapat hasil nyeri gerak sebesar
skala VDS 3, pada evaluasi 2 tidak terjadi penurunan nyeri yaitu skala VDS 3,
pada evaluasi 3 tidak terjadi penurunan nyeri yaitu skala VDS 3, pada evaluasi 4
nyeri tidak terjadi penurunan yaitu skala VDS 3, pada evaluasi 4 mengalami
penurunan yaitu skala VDS 2 sampai dengan evaluasi 6.
Dan pada pengukuran nyeri tekan untuk evaluasi 1 didapatkan hasil skala
VDS 4, pada evaluasi 2 tidak terjadi penurunan nyeri yaitu skala VDS 4, pada
evaluasi 3 tidak terjadi penurunan nyeri yaitu skala VDS 4 , pada evaluasi 4 nyeri
tidak terjadi penurunan yaitu skala VDS 4, pada evaluasi 4 tidak mengalami
penurunan yaitu skala VDS 4, evaluasi 5 tidak terjadi penurunan yaitu skala VDS
4, evaluasi 6 mengalami penurunan VDS 3.

2. Pengukuran Keseimbangan
Grafik 4.2
Latihan Keseimbangan
43

43

51

51

41
37
47

Lateral Leg Lifts

33

Backward Leg Lifts

34

Forward Leg Lifts

20
27
18
20

T1

37

42

47

47

20

T2

T3

T4

T5

T6

16

Dari hasil evaluasi Latihan Keseimbangan didapatkan hasil sebagai berikut


: pada evaluasi 1 didapat hasil Forward Leg Lifts selama 20 detik, Backward Leg
Lifts selama 18 detik dan Lateral Leg Lifts selama 20 detik. Pada evaluasi 2
didapatkan hasil Forward Leg Lifts selama 20 detik, Backward Leg Lifts selama
27 detik dan Lateral Leg Lifts selama 33 detik. Pada evaluasi 2 didapatkan hasil
Forward Leg Lifts selama 20 detik, Backward Leg Lifts selama 27 detik dan
Lateral Leg Lifts selama 33 detik. Pada evaluasi 3 didapatkan hasil Forward Leg
Lifts selama 37 detik, Backward Leg Lifts selama 34 detik dan Lateral Leg Lifts
selama 37 detik. Pada evaluasi 4 didapatkan hasil Forward Leg Lifts selama 42
detik, Backward Leg Lifts selama 47 detik dan Lateral Leg Lifts selama 41 detik.
Pada evaluasi 5 didapatkan hasil Forward Leg Lifts selama 47 detik, Backward
Leg Lifts selama 51 detik dan Lateral Leg Lifts selama 47 detik. Pada evaluasi 6
didapatkan hasil Forward Leg Lifts selama 47 detik, Backward Leg Lifts selama
51 detik dan Lateral Leg Lifts selama 47 detik.

17

Grafik 4.3
Kekuatan otot
5
4
4

4
T1

4
T2

4
T3

4
T4

4
4
4

Flexor Hallucis Brevis

Flexor Hallucis Longus

Lumbricales &
Interossei

Flexor Digitorum Brevis


Flexor Digitorum Longus
Adductor Hallucis
Abductor Hallucis

T5

T6

Pada pemeriksaan nilai kekuatan otot didapatkan hasil yaitu pada evaluasi
1 sampai 4 tidak ada peningkatan kekuatan otot, dan pada evaluasi 5 sampai
evaluasi 6 adanya peningkatan otot.

PEMBAHASAN KE TEORI FISIOLOGI

Penurunan Nyeri
Dari hasil pemeriksaan yang diperoleh meliputi pada grafik 4.1
terlihat adanya penurunan nyeri gerak dari T1 VDS 3 terjadi penurunan
pada T5 dan T6 menjadi VDS 2 . dan nyeri tekan pada T1 VDS 4 terjadi
penurunan pada T6 menjadi VDS 3.

18

Pada saat terbentuk Flat Foot terjadi rasa nyeri hebat pada kaki dan
tungkai, disebabkan karena peregangan berlebihan otot-otot panjang tumit
(Platze,1995). Penurunan nyeri terjadi adanya pemasangan arkus buatan
pada pasien yang bertujuan untuk mengurangi tekanan pada telapak kaki
yang dapat menyebabkan nyeri (Sidharta, 1999).

Peningkatan Keseimbangan
Dari hasil pemeriksaan pada grafik 4.2 terlihat adanya peningkatan
keseimbangan yang diperoleh Forward Leg Lifts T1 didapatkan hasil 20
Detik, pada T6 adanya peningkatan menjadi 47 Detik. Backward Leg Lifts
T1 didapatkan hasil 18 Detik, pada T5 dan T6 adanya peningkatan menjadi
51 Detik. Dan pada Lateral Leg Lifts diperoleh hasil pada T1 20 Detik dan
pada T5 dan T6 adanya peningkatan menjadi 43 Detik.
Dengan menggunakan Intervensi Balance Exercise maka dari
uraian datas didapatkan adanya peningkatan keseimbangan. Salah satu
latihan keseimbangan yang diberikan adalah Latihan keseimbangan
Dinamis, Salah satunya Body Balance. Tujuan latiahan ini adalah untuk
memperbaiki postur tubuh dan kesadaran keseimbangan (Irfan dan
Susanti,2008).

Peningkatan Kekuatan Otot


Dari hasil pemeriksaan pada grafik 4.3 terlihat adanya peningkatan
kekuatan otot yang diperoleh pada T1 didapatkan pada Otot-otot intrinsic

19

didapatkan nilai otot 4 dan pada T5 dan T6 didapatkan peningkatan


kekuatan otot dari nilai 4 menjai 5.
Dengan

menggunakan

Intervensi

Strengthening

Exercise

merupakan salah satu metode terapi latihan fisioterapi, Strengthening


Exercise digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot. maka akan terjadi
penambahan jumlah Sarkomer dan serabut otot (filament aktin dan miosin
yang diperlukan dalam kontraksi otot), sehingga dengan terbentuknya
selabut otot yang baru dapat meningkat (Hardjono, 2012)

20

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada kondisi pasien Flat Foot akan terjadi beberapa masalah pada terutama
pada telapak kaki. Permasalahan yang timbul pada daerah telapak kaki dapat
berupa adanya nyeri gerak dan nyeri tekan, penurunan keseimbangan dan
penurunan kekuatan otot yang dapat mempengaruhi aktifitas fungsional pada
pasien.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut terdapat peranan fisioterapi
berupa penerapan aplikasi fisiologi yang dibutuhkan untuk menjaga kemampuan
aktivitas fungsional pasien. Maka intervensi yang dapat digunakan pada kasus ini
adalah dengan menggunakan balance exercise dan strengthening exercise. Balance
Exercise ditujukan untuk memperbaiki keseimbangan sedangkan strengthening
ditujukan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan otot pada daerah
telapak kaki. Dengan memperbaiki keseimbangan, mengurangi nyeri

dan

diharapkan dapat meningkatkan kekuatan otot serta menjaga kemampuan aktifitas


fungsional pasien.
Dari penelitian yang dilakukan oleh amelia (STIKes Muhammadiyah
Palembang) intervensi berupa Balance Exercise dan Strengthening Exercise
didapatkan hasil pengukuran nyeri pada daerah telapak kaki dengan skala VDS
yaitu nyeri gerak VDS 3 menjadi VDS 2 dan nyeri tekan VDS 4 menjadi VDS 3.

21

Pada latihan keseimbangan menggunkan Balance Exercise didapatkan


hasil Forward Leg Lifts selama 47 detik, Backward Leg Lifts selama 51 detik dan
Lateral Leg Lifts selama 47 detik detik. Dan pada penguatan otot menggunakan
latihan penguatan atau Strengthening Exercise didapat kan hasil Nilai otot 4
menjadi 5.

22

DAFTAR PUSTAKA

Achachlouei, Farhad Kouhi et.al., 2012. The Effects of Corrective Exercise


Program on Flat Foot Deformity of Male and Female Students dalam
Jurnal dan penelitian. Annals of Biological Research, 2012, 3 (2):988-994.
America Academy of Orthopedic Surgeons, 2005. Foot and Ankle Conditioning Program. America
: AAOS

Apley, A Graham. 1954. Flat Foot. vol.29 241-247


Budiyono,Setiadi.2011. Anatomi Tubuh Manusia.Ed. 1. Jakarta : Laksar Aksara
Butterworth, Michelle L.2010. A Systematic Approach To Pediatric
Flatfoot: What to Do and When to Do It. Chapter 12
Dorland. 2009. Kamus saku kedokteran Dorland. Ed. 28. Jakarta ; EGC
Faiz, Omar dan Moffat, 2003. David. At a Glance Anatomi. Jakarta : Erlangga
Hardjono, J. 2012. Perbedaan Pengaruh Pemberian Latihan Metode De lorme
Dengan Latihan Metode Oxford Terhadap Peningkatan Kekuatan Otot
Quadriceps. Universitas Esa Unggul
Irfan, Muh dan Jemmi Susanti. 2008. Pengaruh Penerapan Motor Relearning
Programme (Mrp) Terhadap Peningkatan Keseimbangan Berdiri Pada
Pasien Stroke Hemiplegi. Jurnal Fisioterapi Indonusa Vol. 8 No. 2.
Lee, Michael S et.al., 2005. Diagnosis and Treatment of Adult Flatfoot. dalam
Jurnal dan Penelitian. VOLUME 44, NUMBER 2.
Pujiatun. 2001. Perbandingan Latihan Isotonik dan Latihan Isometrik Terhadap
Kekuatan Otot Quadricep Femoris, dalam Laporan Penelitian Program
Studi atau Instalasi Rehab Medik, FK, Semarang
Putz, R dan R Pabst. 2007. Atlas Anatomi Manusia. Jakarta : EGC
Platzer, Werner. 1995. Atlas dan Saku Teks Anatomi Manusia. Jakarta : EGC
Riseley Phisiotherapy, 2009. Balance and Mobility Exercises for Physical Activity Classes

Sidharta Priguna, M.D.,Ph.D.1999. Neurologi Klinis Dalam Praktek Umum.


Jakarta : Dian Rakyat.

23

24

Anda mungkin juga menyukai