Kelompok 1
Adi Pratama
(131001)
Agustuti Widiasari (131003)
Anastasia Leo
(131004)
Anik Rahayu
(131005)
Annisa Hanum
(131006)
Ari Swandewi
(131007)
Pasal 18
Pemerintah bertanggung jawab memberdayakan dan
mendorong peran aktif masyarakat dalam segala
bentuk upaya kesehatan.
Pasal 19
Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala
bentuk upaya kesehatan yang bermutu,
aman, efisien, dan terjangkau
Pasal 20
(1) Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan
jaminan kesehatan masyarakat melalui sistem
jaminan sosial nasional bagi upaya kesehatan perorangan.
(2) Pelaksanaan sistem jaminan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
No.
1.
3.
4.
2.
5.
6.
7.
8.
Pasal 39
Pasal 64
Ketentuan mengenai perbekalan kesehatan Ketentuan
mengenai
perbekalan
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
kesehatan
ditetapkan
dengan
Peraturan Pemerintah
Pasal 97 ayat (4)
Pasal 48 ayat (3)
Ketentuan
mengenai
kesehatan
matra Ketentuan
mengenai
kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal ini diatur matra sebagaimana dimaksud dalam
dengan Peraturan Menteri.
ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 64 ayat (1)
Pasal 33 ayat (1)
Penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan Dalam penyembuhan penyakit dan
dapat dilakukan melalui transplantasi organ pemulihan
kesehatan
dapat
dan/atau jaringan tubuh, implan obat dan/atau dilakukan
transplantasi
organ
alat kesehatan, bedah plastik dan rekonstruksi, dan/atau jaringan tubuh, transfuse
serta penggunaan sel punca.
darah, implan obat dan/atau alat
kesehatan,
bedah
plastik
dan
rekonstruksi.
Pasal 178
Pasal 73
Pemerintah
dan
pemerintah
daerah Pemerintah melakukan pembinaan
melakukan pembinaan terhadap masyarakat terhadap semua kegiatan yang
dan terhadap setiap penyelenggara kegiatan berkaitan dengan penyelenggaraan
yang berhubungan dengan sumber daya upaya kesehatan.
kesehatan di bidang kesehatan dan upaya
kesehatan.
10
11
12
Pasal 181
Pasal 75
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinan Ketentuan
mengenai
pembinaan
diatur dengan Peraturan Menteri.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
73 dan Pasal 74 ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 182 ayat (1)
Pasal 76
Menteri
melakukan
pengawasan
terhadap Pemerintah melakukan pengawasan
masyarakat dan setiap penyelenggara kegiatan terhadap
semua
kegiatan
yang
yang berhubungan dengan sumber daya di bidang berkaitan dengan penyelenggaraan
kesehatan dan upaya kesehatan.
upaya kesehatan baik yang dilakukan
oleh pemerintah maupun masyarakat.
Pasal 187
Pasal 78
Ketentuan lebih lanjut tentang pengawasan diatur Ketetntuan mengenai pengawasan
dengan Peraturan Menteri.
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
76
ditentukan
dengan
Peraturan
Pemerintah
Pasal 189 ayat (1)
Pasal 79 ayat (1)
Selain
penyidik
polisi
negara
Republik Selain penyidik pejabat polisi negara
Indonesia, kepada pejabat pegawai negeri sipil Republik
Indonesia
juga
kepada
tertentu di lingkungan pemerintahan yang pejabat pegawai negeri sipil tertentu
menyelenggarakan
urusan
di
bidang di
Departemen
Kesehatan
diberi
kesehatan juga diberi wewenang khusus wewenang khusus sebagai
sebagai
penyidik
sebagaimana
dimaksud penyidik
sebagaimana
dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan 1981 tentang Hukum Acara Pidana
penyidikan tindak pidana di bidang kesehatan. untuk melakukan penyidikan tindak
pidana sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini.
13
Pasal 193
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan
bedah plastik dan rekonstruksi untuk tujuan
mengubah identitas seseorang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 69 diancam dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah)
14
Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi
atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan,
dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98
ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
15
Pasal 197
Setiap
orang
yang
dengan
sengaja
memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak
memiliki izin edar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun
dan
denda
paling
banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus
Pasal 38
(1)Standar pendidikan Tenaga Teknis Kefarmasian harus memenuhi
ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku di bidang
pendidikan.
(2)Peserta didik Tenaga Teknis Kefarmasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian
harus memiliki ijazah dari institusi pendidikan sesuai peraturan
perundang-undangan.
(3)Untuk dapat menjalankan Pekerjaan Kefarmasian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), peserta didik yang telah memiliki ijazah
wajib memperoleh rekomendasi dari Apoteker yang memiliki
STRA di
tempat yang bersangkutan bekerja. Ijazah dan rekomendasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib diserahkan kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk memperoleh izin kerja.
Pasal 39
(1)Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi.
(2) Surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diperuntukkan bagi:
a. Apoteker berupa STRA; dan
b. Tenaga Teknis Kefarmasian berupa STRTTK.
Pasal 47
(1)Untuk memperoleh STRTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian wajib
memenuhi persyaratan:
a. memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
b. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter
yang memiliki surat izin praktek;
c. memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang
telah memiliki STRA di tempat Tenaga Teknis Kefarmasian
bekerja; dan membuat pernyataan akan mematuhi dan
melaksanakan ketentuan etika kefarmasian.
(2) STRTTK dikeluarkan oleh Menteri.
(3) Menteri dapat mendelegasikan pemberian STRTTK kepada pejabat
kesehatan yang berwenang pada pemerintah daerah provinsi.
Pasal 50
(1)Apoteker yang telah memiliki STRA, atau STRA Khusus, serta
Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK harus
melakukan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan pendidikan dan
kompetensi yang dimiliki.
(2)Tenaga Teknis Kefarmasian yang telah memiliki STRTTK
mempunyai wewenang untuk melakukan Pekerjaan Kefarmasian
dibawah bimbingan dan pengawasan Apoteker yang telah
memiliki STRA sesuai dengan pendidikan dan keterampilan yang
dimilikinya.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai wewenang Tenaga Teknis
Kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 52
(1)Setiap Tenaga Kefarmasian yang melaksanakan Pekerjaan
Kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat izin sesuai
tempat Tenaga Kefarmasian bekerja.
(2) Surat izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a.SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di
Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit;
b.SIPA bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian
sebagai Apoteker pendamping;
c. SIK bagi Apoteker yang melakukan Pekerjaan Kefarmasian di
fasilitas kefarmasian diluar Apotek dan instalasi farmasi rumah
sakit
d. SIK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan Pekerjaan
Kefarmasian pada Fasilitas Kefarmasian.
Pasal 55
(1)Untuk mendapat surat izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
52,Tenaga Kefarmasian harus memiliki:
a.STRA, STRA Khusus, atau STRTTK yang masih berlaku;
b.tempat atau ada tempat untuk melakukan Pekerjaan
Kefarmasian atau fasilitas kefarmasian atau Fasilitas
Kesehatan yang memiliki izin; dan
c. rekomendasi dari Organisasi Profesi setempat.
(2)Surat Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) batal demi
hukum apabila Pekerjaan Kefarmasian dilakukan pada tempat
yang tidak sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin.
Terima Kasih