: Maria Margareta S
NIM
: 13.70.0161
Kelompok : E4
1.
1.1.
Materi
1.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, kain saring, blender, toples,
panci, kompor, kainsaring, pengaduk, dan timbangan analitik.
1.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang diperlukan untuk praktikum ini antara lain, tulang dan kepala ikan
bawal, enzim papain komersial, garam, gula kelapa dan bawang putih.
1.2.
Metode
Tulang dan kepala ikan bawal dihancurkan dan disiapkan 50 gram.
Enzim papain ditambahan dengan konsentrasi 0,2% untuk kelompok E1, 0,4%
untuk kelompok E2, 0,6% untuk kelompok E3, 0,8% untuk kelompok E4 dan
1% untuk kelompok E5.
Bahan didalam toples diinkubasi (fermentasi) pada suhu ruang selama 4 hari.
2.
HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan kecap ikan dengan penambahan enzim papain pada berbagai
konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Perlakuan
Enzim papain 0,2%
Enzim papain 0,4%
Enzim papain 0,6%
Enzim papain 0,8%
Enzim papain 1%
Warna
+++
++++
+++
++++
+++
Rasa
++++
+++++
+++++
++++
+++++
Aroma
++++
+++
++++
+++
+++
Penampakan
++
+++
++
++
++
Salinitas (%)
5,0
9,0
5,5
5,5
6,0
Keterangan:
Warna
+
++
+++
++++
+++++
:
: tidak coklat gelap
: kurang coklat gelap
: agak coklat gelap
: coklat gelap
: sangat coklat gelap
Aroma
+
++
+++
++++
+++++
:
: sangat tidak tajam
: kurang tajam
: agak tajam
: tajam
: sangat tajam
Rasa :
+
++
+++
++++
+++++
Penampakan :
+
: sangat cair
++
: cair
+++
: agak kental
++++ : kental
+++++ : sangat kental
Tabel 1. diatas menunjukkan hasil pengamatan kecap ikan yang meliputi warna, rasa,
aroma, penampakan dan salinitas. Pengamatn warna, rasa, aroma dan penampakan
dilakukan secara sensoris, sedangkan pengamatan salinitas dilakukan dengan
pengukuran menggunakan handrefractometer. Kecap ikan yang bewarna agak coklat
gelap terdapat pada kelompok E1,E3 dan E5, sedangkan kecap ikan yang bewarna
coklat gelap terdapat pada kelompok E2 dan E4. Pada pengamatan rasa, kecap ikan
dengan rasa asin terdapat pada kelompok E1 dan E4, sedangkan kecap ikan dengan rasa
sangat asin terdapat pada kelompok E2, E3 dan E5. Pengamatan pada aroma
menunjukkan kecap asin dengan aroma agak tajam terdapat pada kelompok E2, E4 dan
E5, sedangkan kecap asin dengan aroma tajam terdapat pada kelompok E1 dan E3.
Pengamatan pada penampakan menunjukkan kecap ikan dengan penampakan agak
kental terdapat pada kelompok E2, sedangkan kecap ikan dengan penampakan cair
terdapat pada kelompok lainnya yaitu kelompok E1, E3, E4 dan E5. Pengukuran
3.
PEMBAHASAN
Menurut Shahidi & Botta (1994), ikan merupakan bahan pangan yang kaya akan
kandungan protein, dimana kadar protein pada ikan adalah sebesar 16-18%. Selain itu
protein yang terkandung pada ikan juga memiliki banyak asam amino esensial yang
bermanfaat bagi kesehatan manusia. Irawan (1995) menjelaskan bahwa hanya 70%
bagian dari ikan yang dapat dimakan, sedangkan 30% lainnya menjadi limbah ikan yang
meliputi bagian kepala, ekor, sirip dan isi perut. Sebagian dari limbah tersebut dapat
dimanfaatkan kembali menjadi produk yang lebih memiliki nilai ekonomis tinggi (value
added by product). Salah satu pemanfaatan limbah ikan tersebut adalah mengolahnya
menjadi kecap ikan. Olahan menjadi kecap ikan dipilih karena kecap memiliki
keuntungan yaitu mudah dicerna dan diabsorbsi oleh tubuh manusia (Kasmidjo,1990).
Menurut Afrianto & Liviawaty (1989), kecap ikan adalah hasil hidrolisa ikan yang
mengandung banyak nitrogen terlarut dan garam. Karakteristik dari kecap ikan adalah
berbentuk cair, memiliki warna coklat jernih, memliki bau dan rasa yang khas.
Kecap ikan memiliki bau tidak sedap (odor) sehingga jarang digunakan dalam proses
pengolahan pangan. Penelitian yang dilakukan Murakami et al. (2009) adalah mengenai
penambahan stater fermentasi dalam bentuk beras koji, barley koji, biji koji pada
pembuatan kecap ikan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan penambahan beras koji
dan barley koji mampu meningkatkan total feniletilalkohol dimana alkohol sendiri
berfungsi untuk menahan bau tidak sedap dari kecap ikan yang berasal dari komponen
asam. Afrianto & Liviawaty (1989) mengungkapkan bahwa terdapat dua cara proses
fermentasi yang dapat dilakukan dalam proses pembuatan kecap ikan, yaitu fermentasi
dengan menggunakan garam dan fermentasi menggunakan enzim. Pembuatan kecap
ikan menggunakan fermentasi secara enzimatis memiliki beberapa kelebihan jika
dibandingkan dengan fermentasi menggunakan garam, yaitu waktu yang lebih singkat
dan nilai kadar protein yang lebih tinggi. Selain memiliki kelebihan, fermentasi
menggunakan enzim juga memiliki kelemahan. Menurut Astawan & Astawan (1988),
fermentasi menggunakan enzim akan menghasilkan kecap ikan dengan aroma dan cita
rasa yang tidak disukai oleh masyarakat. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas
dari kecap ikan adaah jenis bahan baku, jumlah penggunaan garam, waktu fermentasi
dan suhu fermentasi (Ng et al., 2011). Faktor lain yang mempengaruhi pembentukan
kecap ikan adalah perlakuan pendahuluan dan perlakuan proses lanjutan (Rahayu, 1992
dalam Witono et al., 2015). Pada praktikum ini dilakukan proses pembuatan kecap ikan
secara enzimatis.
Pertama-tama limbah ikan berupa tulang dan kepala ikan sebanyak 50 gram
dihancurkan. Hancuran limbah ikan tersebut kemudian dimasukkan kedalam toples
sebagai wadah fermentasi. Menurut Saleh et al. (1996), tujuan dari penghancuran adalah
untuk memperluas permukaan bahan sehingga mampu menghasilkan komponen flavor.
Kemudian ditambahkan konsentrasi enzim papain yang berbeda-beda pada setiap
kelompok. Pada kelompok E1ditambahkan enzim papain sebanyak 0,2%; pada
kelompok E2 ditambahakan 0,4% enzim papain, pada kelompok E3 ditambahakan 0,6%
enzim papain; pada kelompok E4 ditambahkan 0,8% enzim papain dan pada kelompok
E5 ditambahkan enzim papain sebanyak 1%. Lisdiana & Soemadi (1997)
mengungkapkan bahwa enzim papain merupakan enzim proteolitik yang bisa
didapatkan dari getah pepaya. Afrianto & Liviawaty (1989) mengungkapkan bahwa
proses pembuatan ikan dapat dipercepat hingga menjadi 3 hari dengan menambahkan
enzim papain dalam proses pembuatannya, dimana enzim papain efektif untuk
menguraikan protein menjadi senyawa peptida, pepton dan asam amino. Keefektifan
enzim papain dalam menghidrolisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah pH. Enzim papain mampu menghidrolisa secara optimal dengan kondisi pH
sedikit dibawah pH netral, yaitu pada pH 6.5 (Wasswa et al., 2007 dalam Himonides et
al.,2011). Penelitian yang dilakukan oleh Himonides et al. (2011) menunjukkan bahwa
enzim papain diketahui efektif digunakan untuk menghidolisa daging ikan cod.
Kelarutan protein tertinggi (75 gram protein terlarut per kg larutan hidrolisis) dicapai
dengan perlakuan pemberian enzim papan sebanyak 1% pada temperatur 40oC dalam
waktu 1 jam.
Setelah itu dilakukan proses inkubasi pada suhu ruang selama 4 hari. Proses inkubasi
yang telah selesai dilanjutkan dengan penambahan air sebanyak 300 ml kemudian
dilakukan penyaringan terhadap campuran tersebut. Proses penyaringan bertujuan untuk
memisahkan bagian jaringan dari ikan yang terlarut untuk membuat larutan kecap ikan
menjadi bening (Saisithi et al., 1966 dalam Khairi et al., 2014). Setelah itu dilakukan
proses perebusan filtrat selama 15 menit. Menurut Moeljanto (1992), proses perebusan
filtrat memiliki beberapa tujuan yaitu untuk meminimalisir kontaminasi mikroba,
membuat penampakan kecap ikan lebih kental serta untuk meningkatkan rasa dari kecap
ikan. Selama proses perebusan, 50 gram bawang putih halus, 50 gram gula kelapa dan
50 gram garam ditambahkan. Menurut Fachruddin (1997) , penambahan bawang putih
selain untuk mengingkatkan cita rasa juga berfungsi sebagai antimikroba dimana
senyawa yang berperan adalah allicin. Rosma et al. (2009) dalam Khairi et al. (2014)
menjelaskan
memperlambat
bahwa
penambahan
bakteri
patogen
garam
dan
dengan
spora
konsentrasi
mikroorganisme
tinggi
sehingga
mampu
dapat
memperpanjang umur simpan. Penelitian yang dilakukan oleh Witono et al. (2015)
mengenai penambahan gula kelapa dan karamel pada proses pembuatan kecap ikan
secara signifikan berpengaruh terhadap viskositas, total padatan terlarut, bau, rasa dan
warna dari kecap ikan. Selama proses pemasakan juga dilakukan proses pengadukan
dimana
menurut
Moeljanto
(1992)
proses
pengadukan
berfungsi
untuk
Pada hasil pengamatan, dapat diketahui bahwa kecap ikan dengan warna agak coklat
gelap dimiliki oleh kelompok E1, E3 dan E4, sedangkan kecap ikan denga warna coklat
gelap dimiliki oleh kelompok E2 dan E4. Afrianto & Liviawaty (1989) menjelaskan
bahwa warna dari kecap ikan adalah coklat muda atau coklat. BeMiller & Whisler
(1995) dalam Khairi et al. (2014) menjelaskan bahwa warna coklat dari kecap ikan
berasal dari reaksi Maillard antara asam amino bebas dengan gula. Perbedaan warna
yang terdapat antara kelompok 1 (E1,E3 dan E4) dengan kelompok 2 (E2 dan E4) dapat
disebabkan oleh karena perbedaan suhu yang digunakan pada saat pemasakan. Hal ini
didukung dengan teori dari Petrucci (1992) yang menungkapkan bahwa semakin tinggi
suhu yang diguankan dalam proses pemasakan, maka akan semakin gelap warna dari
cairan yang dipanaskan. Pengamatan pada rasa menunjukkan kecap ikan dengan rasa
asin dimiliki oleh kelompok E1, E2 dan E4, sedangkan kecap ikan dengan rasa sangat
asin dimiliki oleh kelompok E3 dan E5. Dominan rasa asin dari kecap ikan pada
praktikum ini disebabkan oleh karena perbandingan antara limbah ikan dengan garam
adalah 1:1. Hal ini kurang sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lopetcharat et
al. (2001) dalam Khairi et al. (2014) dimana perbandingan yang digunakan antara
garam dengan ikan adalah 1:2 atau 1:3.
Selain itu, terjadi pula ketidaksesuaian antara pengujian rasa secara sensori dengan
persentase salinitas, dimana persentase salinitas yang didapatkan pada masing masing
keompok berbeda beda, sedangkan pengujian rasa secara sensori menunjukkan hasil
yang hampir sama pada seluruh kelompok. Persen salinitas kecap ikan pada setiap
kelompok adalah sebagai berikut : E1 (5%), E2 (9%), E3 (5,5%), E4 (5,5 %) dan E5
(6%). Dari data tersebut, seharusnya kecap ikan dengan rasa yang paling asin terdapat
pada kelompok E2 yang mendapatkan perlakuan pemberian enzim papain sebesar 0,4%.
Astawan & Astawan mengungkapkan bahwa dengan semakin banyaknya enzim papain
yang diberikan, maka protein yang terurai menjadi peptida, pepton dan asam amino
akan semakin banyak dimana ketiga komponen tersebut (peptida, pepton dan asam
amino) akan saling berinteraksi menghasilkan rasa yang khas. Murakami et al. (2009)
menjelaskan dengan lebih detail, bahwa selama proses fermentasi terjadi peningkatan
pada total volume asam amino bebas. Asam amino penghasil rasa manis adalah glycine,
hydroxyproline, alanine, threonine, proline, serine, lysine dan glutamine, asam amno
penghasil rasa pahit adalah phenylalanine, tryptophan, arginine, isoleucine, valine,
methionine dan histidine dan asam amino penghasil rasa gurih adalah glutamic acid,
aspartic acid, dan asparagine. Koji yang memiliki kadar protein yang tinggi (biji koji)
memiliki peran untuk meningkatkan rasa gurih pada kecap ikan, akan tetapi
menyebabkan ketidakstabilan pada pH dan proses fermentasi. Sedangkan beras koji dan
barley koji lebih berperan meningkatkan rasa manis pada kecap ikan akan tetapi mampu
menjaga kestabilan proses fermentasi, sehingga perlakuan terbaik adalah dengan
mengkombinasikan penamabahan beras koji, barley koji dan biji kiji. Perbedaan
persentase salinitas yang berbeda pada setiap kelompok tersebut dapat disebabkan oleh
karena penurunan dari aktivitas enzim ataupun dapat disebabkan oleh karena proses
fermentasi yang tidak sempurna. Hal ini didukung oleh Sirkoski et al. (1995) dalam
Khairi et al. (2014) yang menjelaskan bahwa proses hidrolisis protein ikan lambat oleh
karena menurunnya aktifitas enzim selama penyimpanan. Perbedaan derajat hidrolisis
pada Rusip dan Budu dapat disebabkan karena proses fermentasi yang tidak sempurna.
Semakin tinggi nilai dari derajat hidrolisis diindikasikan semakin meningkatnya nilai
komposisi asam amino (Khairi et al., 2014).
Hasil pengamatan pada aroma menunjukkan kecap asin dengan aroma agak tajam
terdapat pada kelompok E2, E4 dan E5, sedangkan kecap asin dengan aroma tajam
didapatkan pada kelompok E1 dan E3. Wiratma (1995) dalam Witono et al. (2015)
menjelaskan bahwa. Komponen flavor dari kecap ikan diperoleh dari proses hidrolisis
protein, selain itu juga dapat diperoleh dari reaksi Maillard dan karamelisasi. Reaksi
Maillard dan karamelisasi tidak hanya membantu pembentukan flavor dari kecap ikan,
akan tetapi juga mempengaruhi warna dan tekstur dari kecap ikan. Selain itu Amstrong
(1995) menambahkan bahwa komponen nitrogen seperti kadaverin, putresin, argini,
histidin dan amonia juga berpengaruh pada aroma dan flavor dari kecap ikan. Senyawasenyawa tersebut akan menghasilkan aroma dan flavor yang enak apabila senyawa
tersebut membentuk garam dengan asam glutamat. Selain itu, reaksi antara arginin,
histidin, lisin, putresin dengan asam suksinat akan menghasilkan aroma dan flavour
yang enak. Hasil pengujian pada penampakan menunjukkan kecap ikan dengan
penampakan cair dimiliki oleh kelompok E1, E3,E4 dan E5, sedangkan kecap ikan
dengan penampakan agak kental dimiliki oleh kelompok E2. Penampakan dari kecap
ikan ini berhubungan dengan kandungan air yang ada pada kecap ikan. Menurut Huda
& Herpadi (2012) dalam Khairi et al. (2014) perbedaan kandungan air pada kecap ikan
dipengaruhi oleh waktu fermentasi dan penambahan garam. Selain itu kadar air dari
kecap ikan juga dipengaruhi oleh proses pemasakan, dimana besar dan kecilnya api
tidak dapat diukur, yang mengakibatkan suhu yang digunakan pada pemasakan berbedabeda pada setiap kelompok.
Selain menjadi produk kecap ikan, limbah ikan dapat diolah menjadi produk yang
memiliki fungsi, salah satunya adalah mengolahnya menjadi miso, natto dan tempe
(Berghofer et al., 1998; Santiago et al., 1992; Chung et al., 2002 dalam Giri et al.,
10
2012).
4.
KESIMPULAN
Limbah ikan seperti tulang dan kepala ikan dapat dimanfaatkan menjadi kecap ikan.
Kecap ikan adalah hasil hidrolisa ikan yang mengandung banyak nitrogen terlarut
dan garam.
Karakteristik dari kecap ikan adalah berbentuk cair, memiliki warna coklat jernih,
memliki bau dan rasa yang khas.
Kelebihan proses pembuatan kecap ikan dengan fermentasi enzim adalah waktu
yang lebih singkat dan nilai kadar protein yang lebih tinggi
Faktor yang mempengaruhi kualitas dari kecap ikan adaah jenis bahan baku, jumlah
penggunaan garam, waktu fermentasi dan suhu fermentasi.
Semakin tingginya enzim papain yang ditambahkan, maka protein yang dipecah
menjadi senyawa peptone, peptida dan asam amino semakin banyak.
Warna dari kecap ikan berasal dari reaksi Maillard sehingga kecap ikan memiliki
warna coklat.
Rasa dari kecap ikan berasal dari asam-asam amino hasil penguraian protein oleh
enzim papin.
Aroma dari kecap ikan juga dipengaruhi oleh komponen nitrogen seperti kadaverin,
putresin, argini, histidin dan amonia.
Penampakan dari kecap ikan berhubungan dengan kadar air yang ada pada kecap
ikan.
Asisten Dosen
-Michelle Darmawan
Maria Margareta S
13.70.0161
11
5.
DAFTAR PUSTAKA
12
13
Ng, Y.F., Afiza T.S., Lim, Y.K., Muhammad Afif, A.G., Liong, M.T., Rosma, A. and
Wan Nadiah, W.A. (2011). Proteolytic action in Valamugil seheli and Ilisha
melastoma for fish sauce production. Asian Journal of Food and Agro-Industry.
2011, 4(04), 247 254. ISSN 1906-3040.
Petrucci, R. H. (1992). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga. Jakarta.
Saleh, M ; A. Ahyar ; Murdinah ; dan N. Haq. (1996). Ekstraksi Kepala Udang Menjadi
Flavor Udang Cair. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. II, No.1, hal 60-68.
Shahidi, F. & J.R. Botta. (1994). Seafoods: Chemistry, Processing, Technology &
Quality. Chapman & Hall. USA.
Witono,Y., Windrati,W.S., Afrilia,A., Prasvita,I.N. (2015). Production of Inferior Fish
Hydrolyzate Sauce Under Different Concentration of Coconut Sugar and Caramel.
International Journal of ChemTech Research Vol.8 No.1, PP 37-43.
6.
LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
hasil
Rumus :
Kelompok E1
50
90
55
55
60
14