Anda di halaman 1dari 19

Siapa yang Pantas disebut Guru?

Guru adalah figur inspirator dan motivator murid dalam mangukir masa depan. Jika guru
mampu menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi anak didiknya, maka hal tersebut akan
menjadi kekuatan anak didik dalam mengejar cita-cita besarnya di masa depan. Peran guru
sangat vital bagi pembentukan kepribadian, cita-cita, dan visi misi yang menjadi impian hidup
anak didik dimasa depan. Di balik kesuksesan murid, selalu ada guru yang memberikan
inspirasi dan motivasi besar pada dirinya sebagai sumber stamina dan energi untuk selalu
belajar dan bergerak mengejar ketertinggalan, menggapai kemajuan, menoreh prestasi
spektakuler dan prestisius dalam panggung sejarah kehidupan manusia.
Sehingga, sangatlah penting melahirkan guru-guru berkualitas, guru-guru yang ideal dan
inovatif yang mampu membangkitkan semangat besar dalam diri anak didik untuk menjadi
aktor perubahan peradaban dunia di era global ini. Seandainya guru-guru yang berinteraksi
dengan murid kurang profesional, kreatif, dan produktif, maka anak didik akan lahir sebagai
kader penerus bangsa yang malas, suka mengeluh, dan psimis dalam menghadapi masa depan.
Oleh karena itu, munculnya guru-guru berkualitas menjadi kebutuhan pokok yang tidak bisa ditundatunda lagi untuk mengubah masa depan.
Lalu, siapa yang pantas disebut guru yang berkualitas itu?
A. Kriteria Guru
Guru adalah orang yang memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar kepada peserta didik.
Seperti itulah pendapat Husnul Chotimah (2008) dalam mengartikan guru secara sederhana. Sementara
itu, beliau menyebutkan ada beberapa kriteria guru ideal yang seharusnya dimiliki bangsa Indonesia di
abad 21 ini, yaitu ;
a. Dapat membagi waktu deangan baik,
b. Rajin membaca,
c. Banyak menulis,
d. Gemar melakukan penelitian.
Keempat kriteria tersebut merupakan hal yang diperlukan seorang guru untuk menjadi guru ideal.
Prof. Herawati Susilo MSc Ph.D (pakar pendidikan Universitas Negeri Mlang), ada enam kriteria guru
masa depan (ideal), yaitu belajar sepanjang hayat, literate sains dan teknologi, menguasai bahasa
Inggris dengan baik, terampil melaksanakan penelitian tindakan kelas, rajin menghasilkan karya tulis
ilmiah, dan mampu mendidik peserta didik berdasarkan filosofi konstruktivisme dan pendekatan
kontekstual.
Sedangkan menurut Wijaya Kusumah (2009), guru ideal adalah sosok guru yang mampu menjadi
panutan dan selalu memberikan keteladanan.
Dari beberapa pengertian di atas, guru ideal dapat diuraikan sebagai berikut :
Guru yang memahami benar profesinya. Profesi guru adalah profesi mulia yang hanya mengharap ridha
Tuhan YME dan penuh dengan pengabdian. Falsafah hidup guru ialah tangan di atas lebih baik
daripada tangan di bawah.
Guru yang rajin membaca dan menulis. Guru yang rajin membaca ibaratnya seperti mesin pencari
Google, semakin ada hal baru yang didapat maka memorinya akan langsung bekerja dan menyimpan
informasi hal baru tersebut. Begitu juga dengan guru yang rajin menulis, sebelum menulis pastilah
mereka membaca beberapa buku atau media untuk mendukung tulisannya. Dapat dikatakan, menulis
dan membaca adalah dua sisi mata uang logam yang tak dapat dipisahkan.
Guru yang sensitif terhadap waktu. Bagi guru, waktu lebih dari sekedar uang dan bahkan bagaikan
sebilah pedang tajam yang dapat membunuh siapa saja, termasuk pemiliknya. Guru yang kurang
memanfaatkan waktu takkan menorehkan prestasi yang baik dalam hidupnya. Namun, bagi guru yang
memuliakan waktu, maka waktu akan menjadikan kita orang mulia. Oleh karenanya, kualitas seorang
guru dapat dilihat dari cara ia memanfaatkan waktu.
Guru yang kreatif dan inovatif. Merasa sudah berpengalaman akan membuat guru menjadi kurang

kreatif, karena dia akan merasa sudah cukup. Guru yang kreatif adalah guru yang selalu bertanya
pada dirinya sendiri, Apakah dia sudah menjadi guru yang baik? Apakah dia sudah mendidik
dengan benar? Apakah anak didiknya mengerti pelajaran yang dia sampaikan? Dia selalu
melakukan instrospeksi dan memperbaiki diri. Dia selalu merasa kurang dalam proses
pembelajarannya dan tidak pernah puas dengan apa yang dia lakukan.
Guru yang memiliki lima kecerdasan. Kelima kecerdasan itu adalah kecerdasan intelektual, kecerdasan
moral, kecerdasan sosial, kecerdasan emosional, dan kecerdasan motorik.
Menurut Balnadi Sutadipura (1985), kreativitas menjadi unsur penting seorang guru.
Kreativitas adalah kesanggupan untuk menemukan sesuatu yang baru dengan jalan
mempergunakan daya khayal, fantasi atau imajinasi. Menurut ahli psikologi, yang dirumuskan
oleh Horace at al, kreatifitas adalah kemampuan untuk menemukan cara-cara baru bagi
pemecahan problem-problem, baik yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan, seni sastra atau
seni-seni lainnya, yang mengandung suatu hasil atau pendekatan yang sama sekali baru bagi
yang bersangkutan, meskipun untuk orang lain merupakan hal yang tidak begitu asing lagi.
Pemegang kunci dalam pengembangan daya kreatifitas dunia pendidikan bagi anak didik adalah guru.
Seorang guru yang ingin mengembangkan kreatifitas anak didiknya, haruslah kreatif terlebih
dahulu.
Douglas Brown J. menamakan guru yang kreatif dengan sebutan Teacher Scholar. Brown
merumuskan ciri-ciri seorang Teacher Scholar sebagai berikut ;
a. Mempunyai keinginantahuan yang tinggi (curiosity).
b. Setiap hal dianalisa dahulu, kemudian disaring, dikualifikasi untuk ditelaah dan dimengerti,
lalu diendapkan didalam gudang pengetahuannya.
c. Memiliki intuisi yang tajam, yaitu kemampuan bawah sadar yang menghubungkan gagasangagasan lama untuk membentuk ide-ide baru.
d. Self Disciple. Dimana seorang guru berkemampuan untuk melakukan pertimbanganpertimbangan sebelum mengambil suatu keputusan akhir.
e. Tidak akan puas dengan hasil sementara. Ia tidak mudah menerima setiap hasil yang belum
memuaskan.
f. Suka melakukan instrospeksi. Mampu menaruh kepercayaan terhadap gagasan-gagasan orang
lain.
g. Mempunyai kepribadian yang kuat, tidak mudah diberi instruksi tanpa pemikiran.
To be Continue........
http://bs-ba.facebook.com/topic.php?uid=107838636628&topic=8826

Saturday, June 20, 2009


Menjadi Guru Profesional, Mungkinkah?
Membaca judul tulisan diatas, sepintas barangkali kita akan menjawab kenapa tidak mungkin. Tak ada
yang mustahil di dunia ini, termasuk untuk bisa menjadi guru yang profesional. Bahkan mungkin ada
diantara kita yang berfikir kalau pertanyaan diatas sedikit silly, pertanyaan yang sesungguhnya tak

perlu disampaikan. Namun kalau kita mau jujur, menjawab pertanyaan di atas dalam konteks dunia
pendidikan nasional kita, maka minimal kita tidak berani untuk segera menjawab pertanyaan itu secara
sederhana dengan jawaban why not?
Ketidakberanian kita barangkali disebabkan karena begitu kompleksnya permasalahan guru di tanah air
tercinta ini. Telah ada begitu banyak diskusi, seminar, lokakarya, dan pertemuan ilmiah lainnya yang
membicarakan betapa rumitnya permasalahan guru di negri ribuan pulau ini. Guru kita sering berada
pada posisi yang sangat dilematis karena pada satu sisi menjadi tumpuan harapan keberlangsungan
masa depan anak bangsa ini dalam bidang pendidikan di masa yang akan datang, namun pada saat yang
sama guru sulit keluar dari permasalahan klasik yang melilit mereka, seperti kesejahteraan,
penghargaan, dan isu tentang profesionalisme.
Menurut saya, masalah profesionalisme guru adalah isu yang paling serius diantara permasalahan lain
yang dihadapi guru kita. Pembicaraan mengenai problematika guru sering sampai pada kesimpulan
bahwa sampai hari ini sepertinya guru "belum percaya diri" menyebut profesi mereka sebagai sebuah
profesi yang sejajar dengan profesi lainnya, seperti dokter, pengacara, hakim, atau psikolog. Dengan
kata lain, guru seperti "tak bisa" menyebut diri mereka sebagai seorang profesional yang sejajar dengan
para profesional di bidang yang lain.
Hal ini disebabkan karena mereka sadar bahwa suatu jenis pekerjaan yang disebut profesi idelnya
memiliki kedudukan lebih dibanding dengan pekerjaan lain yang tidak dianggap sebagai profesi.
Kedudukan lebih itu bisa berupa materiil maupun sprirituil. Disamping itu, untuk menjadi profesional
harus memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu. Seorang profesional menunjukkan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap lebih dibanding pekerja lainnya. Maka untuk menjadi profesional,
seseorang harus memenuhi kualifikasi minimun, sertifikasi, serta memiliki etika profesi
(Nurkholis, 2004).Kalau kita bandingkan dengan profesi guru dengan profesi terhormat lainnya,
seperti dokter, pengacara, dan akuntan, maka kita akan melihat betapa besarnya perbedaan profesi guru
dengan profesi lainnya itu. Lazim diketahui bahwa untuk menjadi seorang dokter, pengacara, dan
akuntan, misalnya, membutuhkan proses yang panjang dan waktu yang lama. Mereka harus mengikuti
berbagai jenis jenjang pendidikan formal, praktek lapangan, atau magang dalam waktu tertentu di
bidangnya masing-masing. Bahkan, di negara-negara maju, seperti Jerman dan Amerika, konon untuk
mendapatkan status guru seseorang harus magang di lembaga pendidikan minimal dua tahun. Hal ini
dilakukan sebagai salah satu jaminan bahwa yang bersangkutan profesional dalam menjalankan
tugasnya.Bagaimana untuk menjadi seorang guru di negeri ini? Di Indonesia, setelah lulus dari
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dan bekerja di lembaga pendidikan, maka
seseorang langsung disebut guru.
Bahkan, banyak pula lulusan non-LPTK, namun bekerja di lembaga pendidikan, juga disebut guru.
Untuk disebut sebagai guru sangatlah mudah, sehingga profesi ini sering dijadikan pelarian oleh
banyak sarjana kita setelah gagal memeperoleh pekerjaan lain yang mereka anggap "lebih
baik".Kemudian, untuk mendapatkan izin kerja, pada ketiga profesi yang disebut di atas, harus
memiliki izin praktik dari lembaga terkait atau sertifikat dari lembaga profesi. Izin atau sertifikat itu
diperoleh melalui serangkaian tes kompetensi yang terkait dengan profesi maupun sikap dan perilaku.
Organisasi profesi memiliki kontrol yang ketat terhadap anggotanya, bahkan berani memberikan sanksi
jika terjadi penyalahgunaan izin. Tetapi di negeri ini, izin kerja sebagai guru, berupa akta mengajar,
diperoleh secara otomatis begitu seseorang lulus dari LPTK.Apalagi kalau kita membandingkannya
dari sisi kesejahteraan, maka perbedaannya akan semakin kentara.
Tiga profesi yang dijadikan model perbandingan di atas memiliki standar gaji dan renomerasi yang

jelas. Sebagai seorang profesional, mereka mampu menghargai diri sendiri, mereka juga mampu
menjaga etika profesi dengan baik. Namun banyak guru di pelosok negeri ini yang bergaji Rp.
60.000 per bulan. Banyak guru yang gajinya di bawah buruh pabrik. Gaji guru tidak mengikuti standar
UMK, karena kebanyakan dibayar berdasarkan jumlah jam mengajar, dan kebanyakan guru tidak
memiliki serikat pekerja, sehingga tidak bisa menuntut hak-haknya. Akhirnya, untuk mencukupi
kebutuhan hidup harus membanting tulang di luar profesi keguruan, seperti mengojek atau berjualan.
Padahal mereka dituntut untuk mencerdaskan anak bangsa, sebuah tuntutan yang amat berat. Jika
kualitas pendidikan di negeri ini rendah, pantaskah kita menyalahkan, gurunya tidak profesional?
Harapan Di Balik UU Nomor 14/2005
Tumpukan permasalahan guru memang kadang membuat dada kita sesak, sampai kemudian pemerintah
bersama DPR mengesahkan UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen tanggal 30 Desember 2005,
harapan barupun kemudian muncul. Banyak pihak berharap bahwa Undang Undang ini bisa menjadi
tonggak bersejarah untuk bangkitnya profesi ini menjadi profesi mulia yang betul-betul setara dengan
profesi lainnya. Sebuah profesi yang tak hanya dihargai dengan ungkapan "pahlawan tanpa tanda jasa",
tapi sebuah profesi yang betul-betul diakui sejajar dengan profesi lainnya.
Undang-Undang Guru dan Dosen lahir melengkapi dan menguatkan semangat perbaikan mutu
pendidikan nasional yang sebelumnya juga sudah tertuang dalam UU Nomor 20/2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Kita berharap, kedua undang-undang ini mampu menciptakan
iklim yang kondusif bagi lahirnya para guru yang betul-betul profesional dalam makna yang
sesungguhnya. Lebih jauh kita berharap, kedua undang-undang ini akan membuka jalan terang
bagi segenap anak bangsa ini untuk secara perlahan tapi pasti keluar dari berbagai krisis yang
melilit bangsa ini melalui perbaikan mutu pendidikan nasional dengan membentuk guru yang
profesional sebagai entry point.
Sebagai implementasi dari undang-undang yang baru ini, pemerintah telah merencanakan akan
melakukan program sertifikasi guru dalam waktu dekat. Seperti yang dikatakan Dirjen Peningkatan
Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Depdiknas Fasli Jalal bahwa pemerintah sedang menyiapkan
peraturan pemerintah (PP) untuk sertifikasi para guru, dan diharapakan dalam enam bulan telah keluar
PP dan telah ditunjuk LPTK penyelenggara sertifikasi. Setelah itu, dilangsungkan pendidikan profesi
serta uji sertifikasi bagi para guru yang sudah sarjana (Kompas, 27/02/2006)
Sekalipun masih ada perdebatan tentang siapa yang paling berhak menyelenggarakan program
sertifikasi dan yang melakukan uji komptensi guru, namun terlepas dari siapa yang meyelenggarakan,
program sertifikasi dan uji kompetensi jelas akan berdampak positif bagi proses terbentuknya guru
yang profesional di masa datang. Selain karena dengan program sertifikasi dan uji kompetensi akan ada
proses terukur bagi seseorang layak disebut sebagai guru, juga karena program ini bisa menjawab
permasalahan klasik guru menyangkut kesejahteraan karena pasal 16 ayat (1) dan (2) UU 14/2005
menyebutkan bahwa guru yang memiliki sertifikat pendidik akan memperoleh tunjangan profesi
sebesar satu kali gaji pokok dan diberikan oleh pemerintah kepada guru sekolah negeri maupun swasta.
Apalagi kalau pemerintah berkomitmen menjalankan amanat undang undang yang menegaskan bahwa
pemerintah harus mengalokasikan 20 persen anggaran negara ke sektor pendidikan, dampaknya akan
diyakini begitu luar biasa kepada kualitas dunia pendidikan kita secara umum, dan terbentuknya guru
yang profesional secara khusus.Dengan lahirnya guru yang profesional dalam makna yang
sesungguhnya, maka diyakini masyarkat tidak akan lagi melihat "sebelah mata" kepada profesi ini.
Efek dominonya adalah akan banyak para siswa pintar kita kembali secara sadar memilih profesi ini
sebagai alaternatif karir mereka di masa datang. Jadi, menjadi guru profesional di negeri ini memang

bukan tidak mungkin, tapi sepertinya butuh waktu lama dan komitmen yang kuat dari berbagai pihak.
Wallahu'alam
Daud, guru MAN 3 Batusangkar, Mahasiswa Program Master of Education Monash University
Australia
http://1lmu.blogspot.com/2009/06/menjadi-guru-profesional-mungkinkah.html

Friday, May 29, 2009


Guru Harus Kreatif Untuk Mengatasi Kebosanan
Cukup banyak guru-guru mengatakan merasa capek atau lesu apabila harus segera masuk kelas untuk
melaksanakan proses belajar mengajar. Dalam absensi, hampir setiap hari ada guru yang ijin karena
berhalangan tidak dapat datang ke sekolah. Pada umumnya alasan serius atau alasan berpura-pura
sehingga berhalangan untuk tidak hadir di sekolah. Sering alasan lain adalah untuk memohon ijin
karena ada urusan keluarga yang sangat mendesak. Kalau kita fikirkan tidak ada seorangpun di dunia
yang luput dari urusan keluarga. Tetapi rasanya tidak logis kalau seorang guru sempat dalam satu bulan
membuat alasan sepele dan berhalangan untuk mengajar sebanyak sekian kali. Dan alasan sepele ini
cukup banyak dilakukan oleh guru-guru.
Dapat dikatakan buat sementara, bahwa keabsenan guru-guru dari sekolah karena tersandung oleh
kebosanan selama proses belajar mengajar. Kemalasan guru-guru yang lain sering terekspresi dalam
bentuk kelesuan setiap kali harus menunaikan kewajiban dalam Proses Belajar Mengajar (PBM).
Meskipun bel tanda masuk telah berbunyi beberapa menit yang lalu namun masih banyak guru-guru
yang ingin menyelesaikan gosip-gosip ringan sesama guru. Malah ada sebagian guru yang sengaja
hilir-mudik atau berpura-pura sibuk mencari sesuatu yang sebenarnya tidak ada. Sampai akhirnya
selalu terlambat tiba di kelas dan kemudian sengaja pula agak cepat untuk meninggalkan kelas.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan kebosanan pada seorang guru yaitu:
1. Faktor dari Murid
2. Faktor dari Guru
3. Faktor kompetensi guru pada pelajaran tertentu
Di beberapa sekolah ada yang membagi kelas disesuaikan dengan kemampuan seorang siswa, yaitu
siswa dengan kemampuan yang lebih baik dimasukkan dalam kelas A dan murid dengan kemampuan
sedang atau kurang dimasukkan dalam kelas B dan seterusnya. Hal ini dapat memicu gairah guru untuk
melaksanakan PBM hanya tertuju untuk kelas unggulan. Sedangkan untuk kelas-kelas non unggulan
yang cukup banyak siswa dengan kemampuan rendah terpaksa dimasuki oleh guru dengan rasa lesu
dan letih bahkan bosan. Tentu tidak semua guru menunjukkan gejala yang demikian.
Faktor yang menyebabkan guru merasa bosan dalam PBM mungkin karena kelelahan. Barangkali ia
memiliki jumlah jam yang terlalu banyak. Walau pada sekolah pengabdiannya hanya mengajar
beberapa jam saja, tetapi karena tuntutan hidup ia menjadi guru sukarela pula pada sekolah lain. Atau
bisa jadi karena kelelahan fisik setelah menjadi guru selama puluhan tahun. Sering kita lihat para guruguru tua yang belum sudi untuk pensiun merasa segan untuk melakukan PBM. Bahkan pada guru-guru
berstatus Pegawai Negeri ada yang mempunyai pola pikir tidak patut dicontoh yaitu mengajar sungguh-

sungguh atau tidak toh tetap digaji. Namun secara mayoritas guru kelihatan kurang termotivasi untuk
meningkatkan kualitas dirinya. Mereka tidak banyak membaca, walaupun sebatas membaca koran dan
majalah, sehingga jadilah ilmu pengetahuan mereka sempit dan dangkal. Kebanyakan guru-guru selesai
mengajar ya... selesai begitu saja. Begitulah kegiatan rutin mereka hari demi hari sampai akhirnya rasa
bosan menyelinap ke dalam fikiran. Ada juga yang membuang-buang waktunya hanya untuk
membicarakan hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan pendidikan.
Ada guru yang memiliki ilmu pengetahuan yang cukup luas dan cukup hangat dalam bergaul bersama
siswa. Namun juga sering mengeluh bosan untuk melakukan PBM sehingga mengajar secara
serampangan dengan metode kuno sepanjang hari. Guru yang seperti ini sebaiknya harus segera
melakukan introspeksi diri dan kemudian memutuskan apakah karir sebagai guru cocok baginya atau
tidak. Tetapi pada umumnya mereka tetap bertahan mengajar dalam kebosanan karena tidak mampu
mencari pekerjaan jenis lain yang cocok bagi diri, maklum banyak orang terserang sindrom pegawai
negeri dengan alasan jaminan untuk hari tua. Setiap hari banyak terdengar keluhan guru-guru. Ada
yang mengeluhkan badan kurang enak karena sakit kepala, sakit gigi, perut terasa kembung atau badan
terasa pegal-pegal dimana ini semua adalah kompensasi dari bentuk rasa bosan. Mereka bosan untuk
menunaikan tanggung jawab. Dan penyebab lain dari rasa bosan ini adalah karena umumnya guru-guru
kurang kreatif sehingga mereka jarang yang menjadi guru profesional tetapi ingin selalu disebut
profesional. Memang secara umum guru-guru terlihat kurang kreatif dan sebagian kecil tentu ada yang
kreatif. Rata-rata guru menerapkan peranan tradisional dalam mengajar. Mereka masih berfilsafat
bahwa guru masih sebagai sumber ilmu, dalam penguasaan ilmu siswa harus menyalin catatan guru dan
menghafalkannya tanpa melupakan titik dan komanya sekalipun, bahkan yang paling parah siswa
ditugasi pelajaran yang ada dibuku. Penanganan masalah yang ditemui selama PBM pun juga secara
tradisional. Kalau murid bersalah musti diberi nasehat dan kebanyakan sistem pemberian nasehat
dalam bentuk komunikasi satu arah, dimana yang sering terlihat ketika guru bertutur kata adalah siswa
diam atau tidak boleh menjawab. Tetapi sekarang banyak guru yang nasehatnya tidak bertuah dalam
bertutur kata karena kesempitan ilmu dan wawasannya atau karena tidak dilandasi keikhlasan. Model
pengajaran sudah terlihat semakin basi karena menggunakan metode itu ke itu juga. Hasil mengikuti
penataran apakah dalam bentuk KKG, Workshop dan seminar jarang sekali di aplikasikan dalam kelas.
Kompetensi guru pada bidang pelajaran tertentu juga menjadi faktor penyebab kebosanan ini. Guru
yang mengajar tidak sesuai pada bidangnya biasanya terkesan mengajar seadanya dan mengikuti apa
yang ada dalam buku siswa, tanpa berusaha mengembangkannya. Ketika mengajar mata pelajaran yang
dikuasainya seorang kuru akan terlihat bersemangat sekali tetapi pada pelajaran yang kurang dikuasai
biasanya terkesan seadanya. Hal ini sering terjadi pada sekolah yang menerapkan sistim guru kelas.
Ada beberapa cara yang mungkin bisa digunakan untuk meredakan kebosanan yaitu:
1. Meningkatkan kemampuan dan wawasan Guru yang ideal adalah selalu membiasakan
untuk membelajarkan diri. Adalah sangat tepat bila seorang guru selain memahami
bidang studinya juga mendalami pengetahuan umum lainnya sebagai untuk menambah
wawasan dirinya. Guru yang luas wawasan dan ilmu pengetahuannya tidak akan pernah
kehabisan bahan dalam proses belajar mengajar. Kalau sekarang ada ungkapan yang
mengatakan bahwa mengajar itu adalah seni, maka mustahillah guru yang kering akan
ilmu dan sempit wawasan dapat mengaplikasikannya sebagi seni.
2. Melakukan penyegaran dalam bentuk mengikuti penataran, workshop, seminar, KKG,
dan peningkatan kerja lainnya.
3. Melatih diri untuk meningkatkan kemampuan untuk menulis, sehingga dapat mengisi
waktu-waktu yang kosong untuk menulis artikel, cerita, dll.

4. Menggali informasi dari surat kabar, majalah, buku-buku perpustakaan, dan browsing
internet.
5. Mengembangkan ide dengan membuat alat atau media pembelajaran
6. Mengajar dengan happy and fun. Suasana kelas yang gembira dan santai, atau tidak
tegang akan membuat kita enjoy dan tidak bosan.
7. Beri selingan dengan permainan (tepuk, gerak tubuh, dan kuis) dalam setiap PBM
8. Gunakan multi metode dan multi media dalam PBM
9. Mengisi waktu luang dengan berdiskusi antar sesama guru lebih bermanfaat daripada
hanya ngrumpi
10.
Jangan membeda-badakan murid berdasarkan kemampuannya, anggaplah
mereka anak-anak kita sendiri
11.
Jalin hubungan yang erat antara guru, siswa, dan orang tua siswa.
Tentunya cara-cara diatas hendaknya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada, tujuan akhirnya
adalah kita dapat terhindar dari sindrom kebosanan yang dapat menjangkiti siapa saja. Pada akhirnya
guru yang Profesional dan Bersertifikasi tidak hanya sebagai label untuk menambah penghasilan, tetapi
betul-betul sebagai amanah yang harus dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan.
Ditulis oleh: Onny Rudianto
http://1lmu.blogspot.com/2009/05/guru-harus-kreatif-untuk-mengatasi.html

Tanggal terbit:
24-7-2003
Topik:
Guru - Pendidik
Tipe Bahan:
Artikel

1. Kegiatan di sekolah atau PT dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu kegiatan pokok dan
kegiatan penunjang. Kegiatan pokok di PT meliputi Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat, sedangkan kegiatan penunjang adalah kegiatan administratif.
2. Kegiatan pendidikan di sekolah dibedakan menjadi: kegiatan pengajaran, kegiatan bimbingan
dan kegiatan latihan. Pengajaran berasal dari kata dasar pengajar; pengajaran berarti yang
berkaitan dengan kegiatan pengajar. Kegiatan pengajar terpusat pada mempersiapkan
pengajaran, mengajar dan menilai hasil pengajaran. Menurut English dan English (Kamus,
1958) pengajaran adalah penyajian pengetahuan secara sistematik kepada orang lain. Karena
ada yang mengajar maka pasti ada yang belajar, maka pengajaran juga disebut proses belajar mengajar. Disebut proses karena kegiatan guru dan siswa berlangsung secara teratur dalam
serangkaian kegiatan. Menurut Vembriarto dkk. (1994) mengajar berarti (1) menyampaikan,
menjelaskan bahan ajar serta melatih siswa untuk mencapai tujuan pengajaran (2) menciptakan
situasi interaksi guru - siswa, sehingga siswa belajar. Sedangkan pengertian belajar dalam
lingkup pengajaran berarti usaha atau kegiatan pelajar mengolah bahan ajar, sehingga

memperoleh pengetahuan baru, ketrampilan baru, sikap baru atau menyempurnakan


pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang sudah dimiliki sebelumnya (terjadi change in
behavior). Dalam mengajar guru harus berusaha mengaktifkan/membelajarkan siswa, karena
itulah dewasa ini muncul istilah pembelajaran. Selain itu guru juga harus memperhatikan
prinsip-prinsip mengajar yang lain.
3. Pada tahun 1977 diperkenalkan konsep baru dalam usaha meningkatkan partisipasi siswa dalam
pengajaran di sekolah. Konsep baru itu adalah Cara Belajar Siswa Aktif. CBSA mengandung
makna agar keterlibatan aspek intelektual, emosional ataupun aspek fisik siswa dalam belajar
dapat optimal. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan oleh guru adalah pendekatan
ketrampilan proses, yakni suatu pendekatan yang menekankan pada "mengajar siswa belajar
bagaimana belajar" (to learn how to learn). Ketrampilan tersebut meliputi ketrampilan
mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan,
mengkomunikasikan, mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data,
menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun
hipotesis, dan sebagainya.
Adapun indikator adanya CBSA dalam pengajaran adalah:
a. Adanya prakarsa siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
b. Adanya pengalaman langsung siswa.
c. Guru berperan sebagai fasilitator.
d. Adanya variasi bentuk dan media pengajaran.
e. Adanya kualitas interaksi intelektual - emosional - sosial antar siswa.
4. Kata strategi sama maknanya dengan siasat, kiat atau taktik. Dalam arti umum menurut Gibbs
"strategi adalah rencana untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan dengan biaya sekecil
mungkin". Sedangkan menurut IVOR K. Davies "strategi berarti rencana pokok mengenai
pencapaian, beberapa tujuan yang lebih umum".
Strategi pengajaran adalah: siasat/taktik yang harus dipikirkan/direncanakan guru untuk
mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Strategi pengajaran ini akan menampak pada
dimensi perencanaan ataupun pelaksanaan pengajaran. Dengan demikian cakupan strategi
pengajaran sangat luas meliputi:
a. TIK
b. Bahan pelajaran
c. Kegiatan belajar - mengajar (metode/teknik)
d. Media
e. Pengelolaan kelas
f. Penilaian.
5. Dalam menyusun TIK harus memperhatikan syarat sebagai berikut:
a. Terdiri dari komponen ABCD
b. Menggunakan kata yang operasional/spesifik
c. Merupakan hasil belajar bukan proses belajar
d. Mendasarkan pada jenis belajar
e. Baik dalam redaksional rumusannya.
6. Menurut Kemp (1977) isi materi pelajaran dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Sedangkan Merril (1977) membedakan menjadi 4 macam
yakni: fakta, konsep, prosedur dan prinsip.
7. Mengajar itu untuk memperlancar usaha belajar siswa. Pusat proses mengajar terletak pada

metode mengajar yang digunakan, sebab metode mengajar menggambarkan cara kerja atau
interaksi guru - siswa dalam mengolah bahan pelajaran. Aktifitas guru- siswa disebut bentuk
pengajaran. Menurut Galperin bentuk pengajaran terdiri dari kegiatan Orientasi, Latihan,
Umpan balik dan Lanjutan. Guru memilih metode mengajar dengan pertimbangan antara lain:
a. Tujuan pengajaran
b. Isi bahan pelajaran
c. Kemampuan pelajar
d. Fasilitas yang tersedia
e. Situasi yang ada
f. Waktu yang tersedia
g. Kekuatan dan kelemahan tiap-tiap metode
Macam metode mengajar:
h. Metode ceramah
i. Metode tanya - jawab
j. Metode drill
k. Metode pemberian tugas dan resitasi
l. Metode demontrasi
m. Metode diskusi
n. Metode eksperimen
o. Metode simulasi
p. Metode seminar, dsb.
Selain metode mengajar juga dikenal teknik mengajar, yaitu: gaya dan variasi di dalam
melaksanakan metode mengajar tertentu.
8. Media (medium) yaitu segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan.
Pengajaran merupakan proses komunikasi. Sebagai proses komunikasi maka ada sumber pesan
(guru), penerima pesan (murid) dan pesan yaitu materi pelajaran yang diambilkan dari
kurikulum. Sumber pesan harus melakukan encoding yaitu: menerjemahkan gagasan, pikiran,
perasaan atau pesannya ke dalam bentuk lambang tertentu. Lambang itu dapat berupa bahasa,
tanda-tanda atau gambar. Dalam melakukan encoding guru harus memperhatikan latar belakang
pengalaman penerima pesan, agar pesan tersebut mudah diterima. Sedangkan penerima pesan
harus melakukan decoding yaitu menafsirkan lambang-lambang yang mengandung pesan.
Kalau pesan/pengertian yang diterima oleh penerima pesan (siswa) sama atau mendekati sama
dengan pesan/pengertian yang dimaksud oleh sumber pesan, maka komunikasi dinyatakan
efektif. Media dapat membantu guru dalam menyalurkan pesan. Semakin baik medianya, makin
kecil distorsi/gangguannya dan makin baik pesan itu diterima siswa. Media dapat digunakan
dalam pengajaran dengan dua cara, yaitu sebagai alat bantu (dependent media) dan digunakan
sendiri oleh siswa (independent media). Pertimbangan dalam memilih media:
a. Tujuan pengajaran yang akan dicapai
b. Karakteristik siswa
c. Karakteristik media
d. Alokasi waktu
e. Ketersediaan
f. Kompatibelitas (sesuai dengan norma)
g. Biaya
h. Mutu teknis
i. Artistik
Klasifikasi Media Pengajaran:
j. Media Audio

k. Media Visual
l. Media Audio Visual
m. Media Serbaneka
1. Papan tulis dan papan pajangan
2. Media tiga dimensi
3. Media teknik dramatisasi
4. Sumber belajar pada masyarakat
5. Belajar terprogram
6. Komputer.
Edgar Dale dengan kerucut pengalamannya mencoba menunjukkan rentang derajat kekonkretan
dan keabstrakan dari berbagai pengalaman.
Simbol verbal
Simbol visual
Rekaman, radio, gambar diam
gambar bergerak
Televisi
Sajian atau pameran
Karya wisata
Demonstrasi
Pengalaman yang diperankan
Pengalaman terbatas
Pengalaman langsung
9. Macam Stategi Belajar Mengajar
a. Dari segi pengaturan guru dan siswa:
1. pengaturan guru: seorang guru dan tim guru
2. pengaturan siswa: kelompok kelas, kelompok kecil dan perorangan
3. pengaturan hubungan guru - siswa: tatap muka dan melalui media (cetak atau
audiovisual)
b. Dari segi struktur peristiwa belajar mengajar:
1. tertutup artinya relatif ketat mengikuti persiapan guru
2. terbuka artinya selama kegiatan guru - siswa berlangsung dikembangkan tujuan,
bahan dan prosedur kegiatan.
c. Dari segi peranan guru dan siswa dalam mengolah pesan (bahan pelajaran)
1. bahan diolah tuntas oleh guru dan disajikan kepada siswa disebut ekspositorik
2. bahan diolah sendiri oleh siswa dengan bantuan guru, disebut heuristik atau
hipotetik; ada dua substrategi:
a. penemuan (discovery) artinya siswa menemukan sendiri prinsip atau
hubungan yang sebelumnya tidak ia ketahui, sebagai akibat dari
pengalaman belajarnya yang diatur oleh guru secara saksama.
b. inkuiri (inquiry) artinya struktur peristiwa belajar sepenuhnya bersifat
terbuka, siswa dilepas untuk menemukan dan mengakomodasikannya
dengan apa yang sudah ia kuasai sebelumnya.
d. Dari segi proses pengolahan pesan (bahan pelajaran):
Proses pengolahan pesan mengikuti pola-pola penalaran. Ada dua:
1. proses deduktif artinya pengolahan bahan pelajaran dengan menggunakan
prinsip/dalil/hukum yang sudah diketahui sebelumnya untuk menemukan kasus
2. proses induktif artinya proses pengolahan pesan dengan mencermati kasus-kasus

khusus, menemukan hubungan dan menarik kesimpulan umum (generalisasi).


e. Dari segi tujuan-tujuan belajar
Ada berbagai ketegori dengan mengikuti taksonomi, biasanya taksonomi dari Gagne
atau Bloom, dkk.
10.

Kelas
a. Sekolah adalah tempat belajar bagi siswa. Maka tugas - pekerjaan guru di kelas adalah
"membantu siswa belajar", dengan mengatur Proses Belajar - Mengajar serta
menyediakan kondisi belajar yang optimal. Guru tidak hanya seorang pengajar, tetapi
juga seorang manajer kelas. Di kelas ada dua kegiatan yang memang berhubungan erat
satu sama lain, namun dapat dan harus dibedakan karena tujuan dan sifat- sifatnya
memang berlainan, yaitu:
1. Pengajaran: mencakup kegiatan yang secara langsung dimaksudkan untuk
mencapai Tujuan Instruksional Khusus.
2. Pengelolaan kelas: menunjuk pada kegiatan menciptakan, mempertahankan atau
mengembalikan kondisi yang optimal agar pengajaran dapat berlangsung dengan
lancar.
Hubungannya:
bahwa pengelolaan kelas menyiapkan kondisi yang optimal agar proses belajar mengajar dapat berlangsung secara lancar.
Tujuan Pengelolaan Kelas: agar tujuan pendidikan kelas dapat tercapai secara efisien.
Agar pengelolaan bidang garapan manajemen kelas (misal: ketatausahaan kelas, sarana
dan prasarana, kesiswaan, dll) dapat efisien dan efektif, maka perlu mengikuti proses
manajemen. Misalnya pendapat L. Gulick ada tujuh langkah: Planning, Organizing,
Staffing, Directing, Coordinating, Recording & Reporting, Budgeting (POSDCORB).
b. Kelas adalah ruangan belajar (lingkungan fisik) dan rombongan belajar (lingkungan
sosio - emosional).
Lingkungan fisik meliputi:
1. Ruangan
2. Keindahan kelas
3. Pengaturan tempat duduk (berbaris berjajar, pengelompokan yang terdiri atas 8 10 siswa, setengah lingkaran, berbentuk lingkaran, individual, adanya ruang
bebas)
4. Pengaturan sarana atau alat-alat lain (papan tulis, meja dan kursi guru, almari dan
rak buku, papan absen, dsb.)
5. Ventilasi dan pengaturan cahaya.
Lingkungan sosio - emosional meliputi:
6. Tipe kepemimpinan guru (otoriter, laize - faire, demokratik)
7. Sikap guru
8. Suara guru
9. Pembinaan hubungan baik, dsb.
c. Dalam kelas dapat muncul masalah pengajaran atau masalah pengelolaan. Karena itu
setiap masalah yang timbul di kelas perlu ditanggulangi sesuai dengan sifat masalahnya.
Masalah pengelolaan kelas terjadi bila ada kesenjangan antara tingkat keterlibatan siswa
yang seharusnya dalam proses belajar - mengajar dengan keterlibatan yang nyata- nyata
terjadi. Kesenjangan ini dapat terjadi karena berbagai sebab, yaitu orang (siswa, guru),

sarana (misalnya media pengajaran dan fasilitas fisik) dan organisasi (misalnya:
perubahan jadwal, pergantian guru, dsb.). Pembahasan berikutnya akan dibatasi pada
masalah pengelolaan kelas yang timbul dari siswa.
Masalah pengelolaan kelas yang bersumber pada siswa dapat dikelompokkan menjadi
dua macam yaitu masalah individual dan masalah kelompok. Menurut R. Dreikurs dan P.
Cassel masalah pengelolaan kelas individual dibedakan menjadi 4 macam/siasat yaitu:
1. Memancing perhatian, misalnya dengan membadut atau ramai di kelas.
2. Konfrontasi atau mencari kuasa, misalnya: membandel, membantah, bertindak
emosional.
3. Balas dendam dengan menyakiti/mengejek orang lain yang lebih kecil/lemah.
4. Memboikot, berlagak menyerah atau tak berdaya, pasif, apatis, acuh tak acuh,
atau bahkan menolak sama sekali melakukan apapun.
L. V. Johnson dan M.A. Bany mengemukakan tujuh kategori masalah kelompok dalam
pengelolaan kelas yaitu:
5. Kelas kurang kompak, timbul klik-klik dalam kelas.
6. Kelas mbandel, sukar diatur, suka berontak.
7. Kelas bereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya.
8. Kelas membombong anggota kelas yang melanggar norma kelompok.
9. Kelas mudah sekali dialihkan perhatiannya.
10.
Semangat kerja rendah, lamban dan malas.
11.Kelas sukar menyesuaikan diri dengan keadaan baru, misalnya: perubahan
jadwal,pergantian guru.
d. Penyelenggaraan manajemen kelas dapat dilakukan dalam tiga tindakan yaitu:
1. Menciptakan iklim kelas yang baik (tindakan positif atau preventif).
Guru memberikan pelajaran dengan baik dan lancar, serta melibatkan siswa
dalam kegiatan belajar di kelas dan dengan demikian mencegah timbulnya
gangguan atau penyelewengan.
Unsur ketrampilan guru:
a. sikap tanggap
b. membagi perhatian
c. memusatkan perhatian kelompok/kelas
d. memberi petunjuk yang jelas
e. menghindari kesalahan dalam mengatur kelancaran proses belajar mengajar
f. menghindar kesalahan dalam mengatur kecepatan proses belajar mengajar.
2. Menanggapi permulaan gangguan untuk mempertahankan keterlibatan siswa
dalam kegiatan kelas (tindakan korektif) yang dapat dilaksanakan dengan cara:
a. menegur siswa
b. memberi bombongan
c. menghindari kesalahan dalam mengatur kelancaran proses belajar mengajar.
d. menghindari kesalahan dalam mengatur kecepatan proses belajar mengajar.
e. menghindari kesalahan-kesalahan lain
f. sikap guru dalam berinteraksi.

3. Mengembalikan kondisi belajar yang baik dengan tindakan


remedial/kuratif/represif bila terjadi gangguan yang berlangsung lama atau siswa
tidak terlibat lagi dalam tugasnya.
Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan:
a. modifikasi perilaku siswa
b. menciptakan iklim sosio - emosional
c. pengelolaan proses kelompok
d. kombinasi dari pendekatan-pendekatan tersebut.
e. Pengelolaan kelas yang baik akan menciptakan disiplin kelas yang baik. Kelas
dinyatakan disiplin apabila setiap siswanya patuh pada aturan main/tata tertib yang ada,
sehingga dapat terlibat secara optimal dalam kegiatan belajar. Kelas yang disiplin tidak
sama dengan kelas yang tenang.
Penanggulangan pelanggaran disiplin dapat dilakukan dengan:
1. Pengenalan siswa
2. Tindakan korektif yang meliputi:
a. lakukan tindakan dan bukan ceramah
b. do not bargain
c. gunakan kontrol kerja
d. menyatakan peraturan dan konsekuensinya dengan jelas.
3. Tindakan penyembuhan
Membahas tentang disiplin maka tidak dapat lepas dengan hukuman. Pada pokoknya
segala hukuman diberikan karena ada kesalahan dan bertujuan agar siswa jangan berbuat
salah lagi, dengan demikian mengandung nilai positip. Menghukum tidak sama dengan
balas dendam atau bertindak sewenang- wenang.
Macam hukuman:
4.
5.
6.
7.
8.

Hukuman badan
Penahanan di kelas
Menulis sekian kali
Menghilangkan hak tertentu (tidak boleh ikut ulangan, pelajaran)
Lain-lain seperti tatapan mata, teguran, ancaman, dsb.

Perlu diingat bahwa berdasarkan penelitian, pengaruh ganjaran atau reinforcement lebih
kuat dari pada hukuman, karena itu sebaiknya guru lebih banyak memberi ganjaran atau
reinforcement kepada siswa dari pada menghukumnya.
Akhirnya dapatlah diakhiri bahwa guru lebih banyak berperan sebagai manajer
(pengelola) kelas, agar kegiatan belajar siswa dapat berlangsung dengan efisien dan
efektif. Hal ini sejalan dengan tuntutan perkembangan, bahwa guru harus lebih berperan
sebagai fasilitator, motivator, dinamisator, dan bukan lagi sebagai penyampai informasi
(orator).
11.
Dalam penilaian ada 3 norma yang kita kenal yaitu Penilaian Acuan Patokan (PAP),
Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Kombinasi (PAK).
12.

Profesi Guru
a. Profesi: pekerjaan yang pelaksanaannya
1. memerlukan keahlian tertentu; maka pelaksananya perlu mendapat pendidikan
dan pelatihan khusus yang biasanya makan waktu cukup lama;

2. terikat oleh standar-standar etis tertentu (yang lazim disebut Kode Etik)
3. dijaga mutunya oleh suatu Organisasi Profesi.
Profesional:
4. dengan/secara berkeahlian (tidak amatiran).
5. orang yang mampu mengerjakan sesuatu (tertentu) secara berkeahlian;
untuk keahliannya itu ia menerima bayaran.
Profesionalisasi:
Upaya untuk meningkatkan status suatu pekerjaan agar menjadi dan dikenal
sebagai profesi.
Profesionalitas:
Profesionalisme: penyikapan positif/kecintaan/devosi kepada ke-profesional-an.
b. Apakah pekerjaan sebagai guru layak disebut profesi?
Ya. Buktinya antara lain:
1. Ada kode etiknya, yaitu Kode Etik Guru Indonesia (1973).
2. Ada organisasi profesinya, yaitu Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
yang dibentuk pada tahun 1945.
3. Para calon pejabatnya harus menjalani pendidikan pra- jabatan di LPTK
(Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan); dan sebagai tanda/simbol resmi
bahwa mereka telah menamatkan pendidikan tersebut, mereka menerima yang
disebut Akta, di samping Ijazah.
c. Kode Etik Guru Indonesia (dirumuskan oleh PGRI dalam Kongresnya yang ke-13 di
Jakarta pada bulan November 1973):
1. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia
pembangunan yang ber-Pancasila.
2. Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai
dengan kebutuhan anak didik masing- masing.
3. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi, tentang
anak didik tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan
orangtua murid dengan sebaik- baiknya bagi kepentingan anak didik.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya
maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
6. Guru secara sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama berusaha mengembangkan
dan meningkatkan mutu profesinya.
7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru baik
berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
8. Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan organisasi
guru profesional sebagai sarana pengabdiannya.
9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijakan Pemerintah
dalam bidang pendidikan.
d. Jabatan guru disebut jabatan fungsional karena secara esensial dilihat dari sudut
fungsinya sangat dibutuhkan oleh masyarakat/negara dan orientasi pengembangannya
bersifat kualitatif bukan terutama berdasar pada masa kerja.
e. Sebagai seorang profesional, guru harus memiliki kompetensi keguruan yang
memadai. Seorang guru dinyatakan kompeten bila: mampu menerapkan sejumlah
konsep, asas kerja, dan teknik dalam situasi kerjanya; mampu mendemonstrasikan

ketrampilannya yang dapat menghandle lingkungan kerjanya dan dapat menata


seluruh pengalamannya untuk meningkatkan efisiensi kerjanya. Tuntutan
kompetensi seorang guru dapat dirunut dalam penguasaan segi konseptual,
penguasaan berbagai ketrampilan, dan dalam keseluruhan sikap profesionalnya.
Secara singkat dapatlah dikemukakan bahwa seorang guru dinyatakan kompeten
jika secara nyata ia mampu menjalankan tugas keguruannya secara berkeahlian
sesuai dengan tuntutan jabatan keguruannya yaitu mampu membelajarkan siswa
yang dibimbingnya secara efisien efektif dan terpadu. Kompetensi keguruan tidak
sekedar menunjuk kuantitas kerja, tetapi lebih-lebih menunjuk/menuntut kualitas
kerja keguruan.
Kompetensi keguruan meliputi: Kompetensi personal, kompetensi sosial dan kompetensi
"profesional". Kompetensi personal berkaitan dengan kematangan kepribadian guru
yang bersangkutan. Kompetensi sosial adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan
orang lain. Adapun kompetensi "profesional" erat kaitannya dengan pelaksanaan
kegiatan belajar-mengajar di kelas/sekolah. Ketiga kemampuan dasar tersebut
menyatu dan tampak dalam pelaksanaan tugas guru dalam mengampu kegiatan
pendidikan/pengajaran. Dalam banyak analisis tentang kompetensi keguruan,
kompetensi personal dan kompetensi sosial umumnya disatukan. Hal ini wajar karena
sosialitas manusia (termasuk guru) merupakan pengejawantahan pribadinya. Dengan
diilhami pendapat A.S. Lardizabal, 1978 sebagaimana dikutip oleh A. Samana, 1994,
macam (ciri) kompetensi personal - sosial yang perlu dikuasai serta diamalkan oleh
guru, adalah:
1. Guru menghayati serta mengamalkan nilai hidup yang luhur (termasuk nilai
moral dan iman). Pengalaman nilai luhur tersebut dalam situasi tahu, mau, dan
berbuat nyata. Pendidikan selalu bersifat normatif (memperjuangkan nilai luhur)
yang bersifat mendasar serta universal. Tindakan pendidikan hendaknya bertolak
pada keyakinan nilai tertentu dan yang perlu direflesikan terus- menerus.
2. Guru hendaknya bertindak jujur dan bertanggungjawab. Kejujuran dan kesediaan
bertanggungjawab atas segala tindak keguruan tersebut merupakan realisasi
kesusilaan hidup seorang guru, dan sekaligus merupakan pengakuan atas
berbagai keterbatasan-nya yang perlu dibenahi/diperbaiki terus-menerus.
3. Guru mampu berperan sebagai pemimpin, baik di dalam sekolah maupun di luar
sekolah. Secara nyata guru dituntut mampu menciptakan situasi belajar yang
kondusif dan mampu mengorganisir seluruh upaya pembelajaran siswanya secara
efektif-efisien. Kepemimpinan guru di luar sekolah hendaknya menggejala pada
kualitas guru yang mampu menjadi pemilik, penyimpan, dan sekaligus penyebar
kiat pembaharuan/pembangunan masyarakatnya.
4. Guru bersikap bersahabat dan mampu berkomunikasi - bekerjasama dengan siapa
pun demi tujuan yang baik. Modal dasar agar sukses berkomunikasi serta
bekerjasama dengan sesama adalah: menghargai partner, bersikap terbuka,
mampu berempati, dan menguasai teknik berkomunikasi.
5. Guru mampu berperan serta aktif dalam pelestarian dan pengembangan budaya
masyarakatnya. Budaya masyarakat selalu digerakkan oleh sistem nilai tertentu.
Pendidikan nilai adalah klarifikasi nilai hidup yang dijalani oleh siswa, yang jika
berhasil maka siswa semakin mampu mengamalkan nilai yang diyakininya secara
mandiri (berdasar keputusan serta kemauannya sendiri). Pendidikan adalah
pembudayaan manusia muda. (N. Driyarkara, S.J. 1980:78).
6. Dalam persahabatan dan bekerjasama dengan siapa pun, guru hendaknya tidak

kehilangan prinsip serta nilai hidup luhur yang diyakininya. Tentu saja guru juga
dituntut mampu menghargai pribadi lain secara tulus yang berbeda dengan
dirinya.
7. Guru bersedia ikut berperan serta dalam berbagai kegiatan sosial, baik dalam
lingkup kesejawatannya maupun di luar kesejawatannya. Guru bersedia
menyumbangkan kemampuannya bagi sesama tanpa memperhitungkan
keuntungan diri sendiri secara berlebihan.
8. Guru hendaknya bermental sehat dan stabil. Ciri orang yang bermental sehat
serta stabil antara lain: realistis, mengenali diri serta potensinya, sadar akan
kelebihan dan kelemahannya, dan ulet mendayagunakan seluruh kemampuannya
untuk kebaikan diri serta karirnya.
9. Guru tampil secara pantas dan neces (dalam tatacara bertindak, bertutur,
berpakaian, dan kebiasaan- kebiasaan lainnya).
10.
Guru mampu berbuat kreatif dengan penuh perhitungan. Tugas
keguruan tidak dapat dipolakan secara mekanik, eksak, dan dengan resep
tunggal. Tindak keguruan yang meliputi: pendekatan pribadi, perencanaan,
metode pengajaran, strategi, dan teknik pembelajaran menuntut kreativitas
serta kemampuan berpikir alternatif.
11.Dalam keseluruhan relasi sosial dan profesionalnya guru hendaknya mampu
bertindak tepat waktu dalam janji serta penyelesaian tugas-tugasnya. Guru
dituntut mampu mengelola waktunya secara rasional dan berdisiplin.
12.
Guru diharap mampu menggunakan waktu luangnya secara bijaksana dan
produktif (misal: aktif dalam kepengurusan warga di lingkungannya,
pengembangan hobi, membina kehangatan hidup dalam keluarganya, kegiatan
rekreatif, dan mencari tambahan penghasilan yang halal sejauh tidak
mengganggu tugas pokoknya.)
Kompetensi profesional terdiri:
13.
Guru dituntut menguasai bahan ajar.
Bahan ajar adalah media pencapaian tujuan pengajaran, pendalaman
bahan ajar memiliki kemungkinan banyak dalam pembentukan diri siswa.
Guru hendaknya menguasai bahan ajar wajib (pokok), bahan ajar
penunjang, dan bahan ajar pengayaan secara mendalam, berpola
(berstruktur), dan fungsional. Dalam menjabarkan serta mengorganisir
bahan ajar (dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan pengajaran), guru
hendaknya memperhatikan asas-asas sebagai berikut: relevan dengan
tujuan (misal: TIK), selaras dengan taraf perkembangan mental siswa,
selaras dengan tuntutan perkembangan IP-TEK, selaras dengan kondisisituasi lingkungan siswa, dan guru mampu menggunakan aneka sumber
secara terpadu. Ideal jika setiap guru memiliki perpustakaan pribadi yang
mendukung penguasaan keilmuan ini.
14.
Guru mampu mengelola program belajar-mengajar. Guru hendaknya
menguasai secara fungsional tentang pendekatan sistem dalam
perencanaan-pelaksanaan pengajaran, menguasai asas-asas pengajaran,
menguasai prosedur-metode-strategi-teknik pengajaran, menguasai bahan
ajar, mampu merancang-mendayagunakan fasilitas- media-sumber
pengajaran; secara akumulatif guru diharap mampu menyusun rencana
pengajaran (SP) yang berbobot (dalam pengembangan unsurnya dan
sistematiknya).

15.
Guru mampu mengelola kelas yang kondusif untuk belajar siswa.
Pengelolaan fisik (tata ruang kelas dan pengaturan tempat duduk dengan
memperhatikan sifat- sifat perorangan siswa, relatif mudah), yang lebih
sulit adalah upaya membina motivasi belajar (perorangan atau kelompok),
kerjasama kelas, kompetisi yang sehat, tertib-disiplin kelas, dan
penanganan siswa yang bersifat khusus (bandel, pengacau kelas, badut
kelas, minder, dan kenakalan yang menjurus kriminal atau asusila). Inti
pengelolaan kelas adalah menciptakan situasi sosial kelas yang kondusif
untuk belajar secara efektif-efisien.
16.
Guru mampu menggunakan media dan sumber pengajaran. Media
pengajaran adalah alat penyalur pesan pengajaran baik secara langsung
maupun secara tidak langsung (melalui rekaman). Sumber pengajaran
adalah acuan dalam menjabarkan serta mengorganisasikan bahan ajar
yang dilakukan oleh guru. Sumber pengajaran dapat berupa orang,
rekaman, lingkungan, alat, strategi serta teknik pengajaran dan berbagai
pesan/informasi. Guru masa kini hendaknya selalu siap untuk belajar
keilmuan secara berkesinambungan dan juga harus menyadari bahwa guru
bukanlah satu-satunya sumber pengajaran bagi siswanya. Guru diharap
mampu mendayagunakan serta mengorganisasikan aneka sumber
pengajaran secara kreatif serta terpadu.
17.
Guru menguasai landasan-landasan kependidikan. Yang tergolong
kajian landasan kependidikan adalah: Ilmu Pendidikan, Psikologi
Pendidikan, Administrasi Pendidikan, Bimbingan Konseling, dan Filsafat
Pendidikan. Penguasaan rumpun ilmu kependidikan tersebut menjadi
perangkat analisis-sintesis dalam mengorganisasikan pengajaran (baik
tahap perencanaan maupun pelaksanaannya), guru yang menguasai dasar
keilmuan dengan mantap akan dapat memberi jaminan bahwa siswanya
belajar sesuatu yang bermakna dari guru yang bersangkutan.
18.
Guru mampu mengelola interaksi belajar-mengajar. Pengajaran dapat
disebut pembelajaran siswa. Di antara siswanya, guru hendaknya mampu
berperan sebagai motivator, inspirator, organisator, fasilitator, dapat
berperan serta dalam pelayanan bimbingan konseling, dan secara teknis
mampu mengajar/membelajarkan siswa secara efektif-efisien. Guru
menguasai bahan dan cakap melaksanakan asas-asas pengajaran secara
tepat dan produktif.
19.
Guru mampu mengelola penilaian hasil belajar siswa demi kepentingan
pembelajaran siswa. Penilaian hasil belajar adalah bagian integral dari sistem
pengajaran. Hasil penilaian ini merupakan umpan balik dan promosi
keberhasilan belajar siswa. Penyusunan butir tes, penyelenggaraan tes,
koreksi hasil kerja siswa, pengolahan serta penentuan hasil,
pengadministrasian nilai, dan penggunaan data nilai untuk bimbingan
belajar lebih lanjut hendaknya ditangani oleh guru secara berkeahlian.
Dalam hal ini guru juga dituntut belajar keras serta berkesinambungan.
20.
Guru mengenai fungsi bimbingan dan konseling, serta mampu berperan
serta di dalamnya. Fungsi utama dari program/pelayanan BK membantu
siswa untuk mengenali serta menerima diri beserta potensinya, membantu
siswa untuk membuat pilihan/keputusan yang tepat bagi dirinya membantu
siswa agar berani serta mampu menghadapi masalah hidupnya secara
bertanggungjawab, membantu siswa agar mampu belajar secara efisien,

dan akhirnya secara keseluruhan membantu siswa untuk menemukan


kebahagiaan hidupnya. Sukses pengembangan diri siswa yang terkait
dengan jasa layanan BK adalah optimalisasi perkembangan diri, integritas
diri, sosialisasi diri yang lancar serta normatis, dan siswa penuh percaya
diri untuk menyongsong masa depannya.
21.
Guru mengenal dan mampu berperan aktif dalam penyelenggaraan
administrasi sekolah. Peran serta guru dalam kegiatan adminitrasi sekolah
hendaknya mencakup pengertian adminitrasi secara luas (yaitu:
pengelolaan) dan pengertian adminitrasi secara sempit (yaitu:
ketatausahaan). (Lihat: PP., No.30/1980, bab II, ps. 2 dan 3). Perlu juga
diingat oleh para guru bahwa jabatan adminitrator-supervisor pendidikan
sekolah akan dibibit dari guru yang berkeahlian/cakap dalam tugasnya.
(Lihat: PP No. 38/1992, bab VI, ps 20).
22.
Guru memahami prinsip-prinsip penelitian pendidikan dan mampu
melaksanakan/mentafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan
pengajaran. Kondisi guru di masyarakat kita sekarang ini cenderung belum
siap untuk mengemban tuntutan kompetensi ini, tetapi kompetensi ini tetap
merupakan tantangan kualitatif bagi semua guru di masa depan.
Persoalannya adalah apakah guru dilatih selama prajabatannya, apakah
guru mendapat bimbingan selama telah berdinas, dan apakah guru
memiliki fasilitas untuk melibatkan diri dalam kompetensi ini secara
berkeahlian?
f. Bagaimana kiat mengembangkan kompetensi guru?
Ada dua cara yaitu:
1. Melalui pendidikan prajabatan, konkretnya: melalui kegiatan kurikuler
(intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstra-kurikuler) dan melalui "the hidden
curriculum", serta.
2. Melalui pendidikan dalam jabatan yang dapat berupa:
a. Supervisi (=bantuan/pembinaan) secara teratur dari Kepala Sekolah,
dengan tujuan untuk meningkatkan profesionalitas guru sehingga mutu
situasi belajar- mengajar dapat ditingkatkan.
b. Menjadi anggota aktif organisasi profesi.
Cara tersebut hanya akan efektif jika guru bersedia untuk terus menerus secara aktif
belajar. Dengan demikian dapat diungkapkan bahwa yang bertanggungjawab terhadap
pengembangan kompetensi guru adalah calon guru/guru yang bersangkutan, LPTK yang
mendidik calon guru, lembaga pemakai lulusan guru, organisasi profesi guru dan
masyarakat.
Guru adalah salah satu faktor penting dalam proses pendidikan di sekolah. Maka
meningkatkan mutu pendidikan harus berarti juga meningkatkan mutu guru;
bukan hanya kesejahteraannya, melainkan juga profesionalitasnya. Peningkatan
mutu guru akan berkaitan erat dengan administrasi/manajemen sekolah yang
bersangkutan.
Sumber:
Judul Makalah: STRATEGI PENGAJARAN
(Disampaikan dalam rangka Seminar - Lokakarya
Dosen Sekolah Tinggi Theologia "INTHEOS"

Pengarang
Penerbit
Halaman

Surakarta di Tawangmangu
: Drs. P. Purnomo, M.Si.
: UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA, 12 Juli 1996
: 1 - 10

http://pepak.sabda.org/pustaka/print/?id=0321030214

Anda mungkin juga menyukai

  • Mas Anton Publikasi 1
    Mas Anton Publikasi 1
    Dokumen12 halaman
    Mas Anton Publikasi 1
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen10 halaman
    Presentation 1
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Surat Rekomendasi Kepsek
    Surat Rekomendasi Kepsek
    Dokumen2 halaman
    Surat Rekomendasi Kepsek
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Cover Qur'An
    Cover Qur'An
    Dokumen11 halaman
    Cover Qur'An
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Surat Pernyataan
    Surat Pernyataan
    Dokumen1 halaman
    Surat Pernyataan
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • RPP Ipa SMP Berkarakter Kelas Viii
    RPP Ipa SMP Berkarakter Kelas Viii
    Dokumen111 halaman
    RPP Ipa SMP Berkarakter Kelas Viii
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Isobar Dan Adiabat
    Isobar Dan Adiabat
    Dokumen4 halaman
    Isobar Dan Adiabat
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Ti219 111061 684 10
    Ti219 111061 684 10
    Dokumen13 halaman
    Ti219 111061 684 10
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • SMK ULANGAN
    SMK ULANGAN
    Dokumen5 halaman
    SMK ULANGAN
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Jawaban No 2
    Jawaban No 2
    Dokumen3 halaman
    Jawaban No 2
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • TEGANGAN EFEKTIF
    TEGANGAN EFEKTIF
    Dokumen4 halaman
    TEGANGAN EFEKTIF
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Soal Uts Genap Fisika Kls Xi 2016 Kisi2
    Soal Uts Genap Fisika Kls Xi 2016 Kisi2
    Dokumen3 halaman
    Soal Uts Genap Fisika Kls Xi 2016 Kisi2
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • RPP Tema 1 Subtema 3 Pembelajaran 5 TUGAS KELOMPOK 17
    RPP Tema 1 Subtema 3 Pembelajaran 5 TUGAS KELOMPOK 17
    Dokumen18 halaman
    RPP Tema 1 Subtema 3 Pembelajaran 5 TUGAS KELOMPOK 17
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Latihan Soal UAS Kls 12
    Latihan Soal UAS Kls 12
    Dokumen3 halaman
    Latihan Soal UAS Kls 12
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Tgs Agama
    Tgs Agama
    Dokumen2 halaman
    Tgs Agama
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Kti Pekka 2
    Kti Pekka 2
    Dokumen9 halaman
    Kti Pekka 2
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Silabi Fisika Dasar II
    Silabi Fisika Dasar II
    Dokumen2 halaman
    Silabi Fisika Dasar II
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Tugas Pak Khamid
    Tugas Pak Khamid
    Dokumen2 halaman
    Tugas Pak Khamid
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • PEWARISAN GOLONGAN DARAH
    PEWARISAN GOLONGAN DARAH
    Dokumen32 halaman
    PEWARISAN GOLONGAN DARAH
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Hal Awal Makalah Jar Dan Organ
    Hal Awal Makalah Jar Dan Organ
    Dokumen3 halaman
    Hal Awal Makalah Jar Dan Organ
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Cermin Hati
    Cermin Hati
    Dokumen3 halaman
    Cermin Hati
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Bio Jar N Organ
    Bio Jar N Organ
    Dokumen26 halaman
    Bio Jar N Organ
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Dialog 1
    Dialog 1
    Dokumen2 halaman
    Dialog 1
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Bahasa Arab
    Bahasa Arab
    Dokumen4 halaman
    Bahasa Arab
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • BERKHASIAT
    BERKHASIAT
    Dokumen2 halaman
    BERKHASIAT
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Cara Membuat DIY CO2
    Cara Membuat DIY CO2
    Dokumen3 halaman
    Cara Membuat DIY CO2
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Indah Na Ramadan
    Indah Na Ramadan
    Dokumen4 halaman
    Indah Na Ramadan
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Prestasi Taekwondo
    Prestasi Taekwondo
    Dokumen11 halaman
    Prestasi Taekwondo
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat
  • Tugas
    Tugas
    Dokumen1 halaman
    Tugas
    Riezka Silviana Hartanti
    Belum ada peringkat