LAPORAN KASUS
ULKUS KORNEA
Oleh:
Putu Dian Pratita Lestari (1102005028)
I Gusti Ayu Mardewi (110200104)
Pembimbing:
dr. Putu Budhiastra, Sp.M(K)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan
dan ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini
dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini
dan diobati secara memadai.1
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi
relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel
dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel
dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih
berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema
kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila selsel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari film air mata prakornea berakibat
film air mata menjadi hipertonik; proses itu dan penguapan langsung adalah
faktor-faktor
yang
menarik
air
dari
stroma
kornea
superfisial
untuk
Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan
penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.2
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata
sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.
Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa
bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak
tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut
yang luas.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal
sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar
11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbedabeda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris),
lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara
sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung
dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu
sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar
sehingga penderita akan melihat halo.1
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi
sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan
sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula okluden;
ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang
merupakan barrier.
2. Membran Bowman
3. Jaringan Stroma
4. Membran Descement
5. Endotel
2.3 Patofisologi
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan
seratnya teratur dan tidak ada pembuluh darah. Biasanya cahaya terutama terjadi
di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan
kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh
karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan
penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 4
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus kornea.4
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea
baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia.
Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra
superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif,
regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang
terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan
dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. 1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik.4
2.4 Etiologi5,6
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus
Fusarium,
Aspergilus,
Cephalosporium,
dan
oleh Candida,
spesies
mikosis
fungoides.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk
khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel
yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi
pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di bagian sentral.
Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola, vacinia (jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air
yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi
kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal
pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila memakai larutan
garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan
pemakai lensa kontak yang terpapar air atau tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
terjadi
pengendapan
protein
permukaan
sehingga
bila
kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara lain
amonia,
cairan
pembersih
yang
mengandung
kalium/natrium
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis
sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat
disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid),
kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang menyebabkan
timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada keadaan lebih lanjut
dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada epitel kornea terpulas
dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan
ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan
yang
menurunkan
mekanisme
imun,
misalnya;
Pajanan (exposure)
Neurotropik
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
2.5 Klasifikasi1,5
10
11
12
13
14
Sekret mukopurulen
15
Pandangan kabur
Mata berair
Silau
Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat
pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel
kornea.
Gejala Objektif
Injeksi siliar
Hipopion
Kornea edema
Infiltrat
2.7 Diagnosis1,4,5
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar,
kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat
dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
16
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
17
gram ulkus
bacteria akantamoeba
2.8 Penatalaksanaan1,2,6
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea.
Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes
mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, dan sikloplegik.
Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat
sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik.
a.
b.
Penatalaksanaan medis
Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan.
Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
18
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau
tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salep, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salep mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang
dihadapi bisa dibagi :
1.
2.
3.
19
4.
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan
sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi sekunder analgetik
bila terdapat indikasi.Untuk herpes simplex diberikan pengobatan
Acyclovir, Trifluridine, Idoxuridine.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena
dapat menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan
media yang baik terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya.
Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna
mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1.
Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik,
larutan murni trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion): memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai
berwarna keputih-putihan.
dan
nutrisi
pada
ulkus
untuk
mempercepat
20
berbaring
dan
jangan
melakukan
gerakan-gerakan.
Bila
Iris reposisi
mengganggu
penglihatan,
kekeruhan
kornea
yang
21
Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan
basah
Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut.
2.10
Komplikasi6
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
2.11
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder
Prognosis6
22
23
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
: KS
Umur
: 40 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Bebandeng, Karangasem
Pekerjaan
: Petani
Tanggal pemeriksaan
: 14 April 2015
No RM
:-
3.2 Anamnesa
Keluhan Utama
Anamnesa
24
mulai merah, bengkak , muncul putih dan penglihatan mulai kabur. Lalu pasien di
rujuk ke RSUD Karangasem, disana pasien kontrol setiap minggu. Pasien
diberikan obat salep Cyprus dan beberapa obat tetes lainnya. Karena mata pasien
tidak membaik, jadi pasien dirujuk ke RSUP Sanglah. Pasien mengatakan tidak
memiliki riwayat tekanan darah tinggi maupun diabetes melitus.
Riwayat Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat Sosial
Pasien adalah seorang buruh tani yang menggarap sawah milik orang lain.
Pasien
terkadang
mengonsumsi
kopi
jika
dia
merasa
mual.
Riwayat
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 120/70 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Respirasi
: 16 x/menit
Temperatur axial
: 36,5o C
Visus
Refraksi/Pin Hole
6/6
-
2/60
-
Supra cilia
Madarosis
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra superior
Edema
Hiperemi
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra inferior
25
Edema
Hiperemi
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Pungtum lakrimalis
Pungsi
Benjolan
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Sklera
Warna
Pigmentasi
Putih
Tidak ada
Putih
Tidak ada
Limbus
Arkus senilis
Tidak ada
Tidak ada
Kornea
Odem
Infiltrat
Ulkus
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Sentral,
Konjungtiva
palpebra
superior
Hiperemi
Folikel
Sikatriks
Benjolan
Sekret
Papil
Konjungtiva
palpebra
inferior
Hipermi
Folikel
Sikatriks
Benjolan
Konjungtiva bulbi
Kemosis
Hiperemi
- Konjungtiva
- Silier
Perdarahan
konjungtiva
Pterigium
Pingueculae
di
bawah
3x3mm,
ukuran
tepi
26
Sikatriks
Keratik presifitat
Fluoresensi
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
meninggi.
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Jernih
Normal
Jernih
Normal
Iris/Pupil
Warna
Bentuk
Coklat
Bulat, reguler
Coklat
Irregular, midilatasi,
(+)
(+)
sinekia anterior
Lambat
Lambat
Lensa
Kejernihan
Dislokasi/subluksasi
Jernih
Tidak ada
Jernih
Tidak ada
Pemeriksaan Penunjang
Pergerakan bola mata
Funduskopi
baik,
makula (+)
Normal/palpasi
Tidak
ada
lapang
penglihatan
Normal/palpasi
defek
pandang
Tidak
ada
lapang
defek
pandang
penglihatan
3.4 Resume
Perempuan 40 tahun datang dengan keluhan mata kiri terasa sangat nyeri sejak
2 bulan yang lalu. Keluhan mata diawali dengan demam 2 bulan yang lalu. Sejak
1 bulan yang lalu mata kiri mulai merah, bengkak, muncul putih da pandangan
juga dikatakan buram. Dari pemeriksaan fisik ditemukan visus OD 6/6, OS 2/60.
Pada Okular sinistra didapatkan konjunctiva dengan CVI (+),PCVI (+), jaringan
fibrovascular (+) grade III, kornea didapatkan ulkus sentral dengan ukuran
3x3mm dan tepi meninggi, bilik mata depan dangkal, iris irreguar, sinekia
27
anterior, reflek pupil (-), lensa jernih, dan pada fundukopi didapatkan reflek
fundus positif, detail sulit dievaluasi.
Pemeriksaan lokal
OD
Pemeriksaan
OS
6/6
Visus
2/60 PH Ni
Normal
Palpebra
Oedema (+)
Tenang
Konjungtiva
Jernih
Kornea
Normal
Normal
Bulat, reguler
Iris
Refleks (+)
Pupil
Refleks lambat
Jernih
Lensa
Jernih
Jernih
Vitreous
Jernih
Funduskopi
sulit dievaluasi
3.6 Diagnosis
OS Ulkus Kornea e.c Suspek Jamur Impending Perforasi + Pterygium Grade 2
3.7 Planning
-
28
3.8 Prognosis
Ad vitam
: Dubius
Ad fungsionam
: Dubius ad malam
Ad Sanationam
: Dubius ad malam
29
BAB IV
PEMBAHASAN
Perempuan 40 tahun datang dengan keluhan mata kiri terasa sangat nyeri
sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan mata diawali dengan demam 2 bulan yang lalu.
Sejak 1 bulan yang lalu mata kiri mulai merah, bengkak, muncul putih dan
pandangan juga dikatakan buram serta silau. Hal ini didukung dari hasil
pemeriksaan status oftalmologi, didapatkan visus mata kiri hitung jari pada jarak 2
meter, injeksi siliar dan perisiliar, serta dengan terlihat ulkus sentral dengan
ukuran 3x3mm dengan tepi meninggi. Selain itu didapatkan bentuk iris yang
iregular dan sinekia anterior. Reflek pupil pasien negatif.
Dari pemeriksaan yang dilakukan didapatkan gejala-gejala yang sesuai
dengan diagnosis ulkus kornea. Pasien mengeluh nyeri, silau, mata merah,
pandangan kabur, serta muncul bintik putih kornea sesuai dengan lokasi ulkus.
Pasien merasa nyeri dan silau dikarenakan kornea mempunyai banyak serabut
saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat
menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya
gesekan palpebra, terutama palbebra superior, pada kornea dan menetap sampai
sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea
merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada
pembuluh iris.
Pandangan kabur pada pasien disebakan karena kornea merupakan salah
satu media refraksi yang memiliki kekuatan lensa terbesar. Kornea merupakan
bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan
pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya
tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di
permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea,
segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya
kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan
yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. Pada pasien ini ulkus terletak di
sentral sehingga sangat menganggu pengelihatan pasien.
30
Penatalaksanaan dari ulkus kornea pada pasien ini adalah Cendo Ulcory
yang mengandung ciprofloxacin. Ciprofloxacin merupakan antibiotik spektrum
luas yang aktif pada bakteri gram positif dan negatif. Pemberian obat ini bertujuan
untuk mengatasi infeksi pada ulkus. Cendo Lyteers merupakan air mata buatan.
Pemberian tetes ini bertujuan untuk menjaga mata agar tetap lembab sehingga
mencegah perlukaan yang lebih dalam lagi. Atropin merupakan sikloplegik.
Sikloplegik memiliki fungsi untuk mengistirahatkan otot badan siliaris sehingga
mata tidak mempunyai daya akomodsi untuk mencegah sinekia posterior. Pasien
diberikan sikloplegik untuk mencegah perluasan dan melepas sinekia anterior.
Natrium diclofenac diberikan untuk mengatasi nyeri yang dirasakan pasien.
Prognosi ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Pasien ini memiliki ulkus yang luas dengan tepi
yang meninggi bersifat kronis, sehingga memerlukan waktu penyembuhan yang
lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Ulkus pasien terletak di sentral
sehingga sangat menganggu kemampuan pengelihatan pasien sehari-hari. Proses
penyembuhan dipengaruhi oleh kepatuhan pasien dalam berobat. Apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi. Selain itu pada mata kiri pasien juga ada pterygium grade
3. Hal ini juga dapat memperburuk pandangan pasien.
31
BAB V
SIMPULAN
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma.Etiologi dari ulkus kornea adalah infeksi dan non infeksi.
Infeksi dapat disebabkan oleh baktero, jamur, virus, dan Acanthamoeba.
Sedangkan non infeksi dapat disebabkan oleh bahan kimia, radiasi atau suhu,
obat-obatan, trauma. Berdasarkan lokasi ulkus dibedakan menjadi ulkus sentral
dan perifer.Gejala subjektif berupa eritema pada kelopak mata dan konjungtiva,
sekret mukopurulen, merasa ada benda asing di mata, pandangan kabur, mata
berair, bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus, silau, nyeri, injeksi siliar,
hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat, hipopion. Ulkus kornea
dapat didiagnosis berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
laboratorium.Pengobatan pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan
obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, dan
sikloplegik. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi
obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat sistemik. Pencegahan
terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli mata
setiap ada keluhan pada mata, melindungi mata dari segala benda yang mungkin
bisa masuk kedalam mata, dan gunakan tetes mata agar mata selalu dalam
keadaan basah. Komplikasi yang paling sering timbul adalah kebutaan,
endoptalmitis, prolaps iris, sikatrik kornea, glaukoma sekunder. Prognosis ulkus
kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat
pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi
yang timbul.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Paul, R.E. John, P.W. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi
17.2012. Penerbit Buku Kedokteran ECG:Jakarta
2. Sidarta,I. Yuliantini,R. Ilmu Penyakit Mata.2014. Fakultas Kedokteran
Indonesia:Jakarta
3. Coaster, J.D. Fundamental of Clinical Ophthalmology Cornea. 2002.
London: BMJ:41-64
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi 2.
2002. Penerbit Sagung Seto, Jakarta.
5.