Oleh :
AGNI ISTIGHFAR
PARIBRATA
ERI HENDROKUSUMA
HANIF NURCAHYO
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2014
I.
Latar Belakang
Lahirnya Undang-Undang No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan informasi
(UU KIP) telah membawa angin segar bagi partisipasi masyarakat dalam
pengambilan kebijakan, minimal hak kita untuk memperoleh informasi dari
instansi penyelenggara negara menjadi terlindungi berkat aturan ini.
Kurang lebih 8 (delapan) tahun proses yang perlu ditempuh oleh koalisi
masyarakat sipil yang tergabung dalam Freedom Of Information Network
Indonesia (FOINI), untuk mengawal proses lahirnya UU KIP hingga Beberapa hal
baru dilahirkan seperti : 1) definisi mengenai Badan Publik; 2) ruang sengketa
informasi Publik; 3) Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi; hingga 4)
lahirnya Komisi Informasi baik pusat maupun Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Hal-hal tersebut diatas sebelumnya tidak pernah diatur atau disebut dalam UU
terdahulu misalnya terkait Definisi Badan Publik, dulu hanya kita kenal ada Badan
Hukum sebagai Subjek hukum namun hari ini dalam proses penyelesaian sengketa
informasi di Komisi Informasi kita akan bertemu dengan badan Publik selaku
Termohon Informasi.
Dalam dimensi kajian Politik hukum menarik untuk mempelajari beberapa
aspek terkait UU KIP diantaranya : 1) latar belakang kondisi lahirnya UU KIP
(konteks (legal dan sosiologis)); 2) hal yang dikehendaki diatuur dengan UU KIP
(politik hukum pengaturannya); dan 3) penerapan dalam UU KIP.
Ketiga hal tersebut akan dikaji dalam makalah berjudul Kajian politik
Hukum Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik.
II.
Rumusan Masalah
Makalah ini akan mengkaji mengenai :
1. Apa yang menjadi latar belakang lahirnya UU KIP ?;
2. Apa Tujuan Pengaturan dalam UU KIP ?;
III.
Isi
A. Latar Belakang Kondisi Lahirnya UU KIP
Esensi Demokrasi Indonesia terjabarkan dalam Pancasila selaku state
fundamental norm ketatanegaraan kita utamanya Sila ke 4 Kerakyatan yang
dimpimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Memberikan petunjuk dalam berfikir, bersikap dan bertingkahlaku bahwa
yang berdaulat dalam Negara republic Indonesia adalah seluruh rakyat,
sehingga rakyat harus didudukkan secara terhormat dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara1.
Melihat ungkapan tentang kedaulatan rakyat dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Menunjukkan keluasan cakupan
dimensi kedaulatan rakyat. Bukan hanya demokrasi dalam arti sempit
(memilih dan dipilih) namun juga dalam segala aspek kegiatan berbangsa dan
bernegara, secara teknis dalam hal ini perwujudan Demokrasi yang diinginkan
bangsa ini termasuk pada keterlibartan aktif masyarakat dalam setiap
pengambilan kebijakan public.
Pengakuan terhadap akses informasi sebagai bagian dari hak asasi
manusia nyaris tanpa penolakan. Pada saat pembahasan amandemen kedua
UUD 1945, Pasal 28 F relatif tidak menimbulkan banyak perdebatan berarti.
Semua Fraksi sependapat bahwa hak atas informasi merupakan hak asasi
manusia yang perlu dirumuskan dalam konstitusi. Kalangan pers serta
sejumlah asosiasi dan organisasi memberikan masukan ke MPR selama rapatrapat pada Februari 2000 bahwa kebebasan berbicara dan memperoleh
informasi adalah bagian dari hak asasi manusia atau hak warga negara2
Disarikan dari naskah Pidato Presiden soekarno tentang Pancasila tanggal 1 Juni 1945.
Pada Prinsip dan Nilai Pancasila oleh Lembaga Pengkasi dan Pengembangan Kehidupan
Bernegara (LPPKB); anonymus; tt.
2
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Naskah Komprehensif Perubahan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan MKRI, 2008; hlm 171.
jawaban
dan
kesan
bahwa
semua
informasi
terkait
Temuan ini diperkuat oleh hasil penelitian hak atas informasi, partisipasi, dan keadilan
(3 Akses) di bidang pengelolaan lingkungan hidup; bahwa salah satu sebab lemahnya
implementasi 3 Akses di bidang pengelolaan lingkungan hidup adalah lemahnya jaminan
hukum secara komprehensif bagi akses publik terhadap hak informasi, partisipasi, dan
keadilan yang telah dinyatakan dalam UU.
akuntabilitas.
Pada saat
reformasi,
diskursus
tentang
wacana
publik
tentang
pentingnya
jaminan
hukum
yang
yang
fungsi
dan
tugas
pokoknya
berkaitan
dengan
yang
dihasilkan
dan
mengenai
penyelenggaraan
yang
dirahasaikan
adalah
merupakan
C. Penerapan UU KIP
Dalam
penerapannya
yuntuk
menegakkan
pokok
pengaturan
(lihat Pasal 21 Ayat (7) huruf e UU KIP) dan masa keberlakukannya sehingga
memunculkan aturan masa retensi sebagaimana diatur pada Pasal 20 UU KIP
Kesimpulan
Berdasar kajian yang sudah dilakukan maka Penulis menyimpulkan beberapa
hal sebagai berikut :
Pertama, UU KIP pada dasarnya lahir dalam kondisi pasca reformasi dimana
ingin merubah kondisi sempitnya ruang partisipasi dan akses masyarakat terhadap
informasi public pada zaman Orde Baru, kemudian juga adanya ruang kosong
dalam hokum terkait informasi public, sementara di lain sisi sebagai bentuk
jabaran dari Pancasila dan UUD 1945 bahwa makna Demokrasi yang kita
kehendaki tersebar luas dalam aspek kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan
termasuk
didalamnya
adalah
1)
aspek
akuntabilitas
public
dalam
V.
Daftar Pustaka
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik;
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Naskah Komprehensif Perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Jakarta:
Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MKRI, 2008.
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik;
download di SetDPRRI.go,id