Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI
MODUL METABOLIK ENDOKRIN

KELOMPOK PRAKTIKUM B4
Samialhuda R. Fitria

I11110060

Yosep Andrianu Loren

I11112050

Octa Tirandha

I11112077

Gilang Pramanayudha

I1011131006

Sundari

I1011131012

Anggi Sulistiawati

I1011131033

Wenny Juniarni Tripani

I1011131061

Lisa Florencia

I1011131072

Maylisa Santauli Manurung

I1011131087

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2015

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
I.
Suhu Tubuh dan Pengaturannya
Termoregulasi adalah proses fisiologis yang merupakan kegiatan integrasi dan
koordinasi yang digunakan secara aktif untuk mempertahankan suhu inti tubuh melawan
perubahan suhu lingkungan yang dingin atau hangat1.
Tubuh manusia yang sehat memiliki suhu tubuh tubuh yang konstan walaupun pada
kondisi lingkungan yang berubah-ubah. Oleh karena itu panas yang dihasilkan pada berbagai
proses metabolisme harus seimbang dengan panas yang dikeluarkan dari tubuh. Hal tersebut
dikarenakan manusia memiliki sistem pengatur suhu tubuh yang terdiri atas tiga bagian yaitu
integrator di dalam hipotalamus, reseptor pada kulit, dan bagian tubuh lainnya, dan efektor
sistem yang mengatur produksi panas dengan kehilangan panas 1. Disamping panas yang
dihasilkan oleh tubuh sendiri, tubuh juga memperoleh panas dari lingkungan sekitar. Suhu
tubuh manusia bervariasi diantara individu dan berkisar 35,5C 37,7C dengan rerata
keseluruhan 36,7C2. Sel-sel saraf dalam hipotalamus sangat peka terhadap perubahan suhu
internal (darah) baik karena pengaruh suhu lingkungan atau dari dalam tubuh itu sendiri.
Proses mekanisme pengaturan panas tersebut berjalan sangat cepat karenaterlibat mekanisme
neuroendokrin, dan sistem negatif feedback (umpan balik negatif)3.
Berdasarkan pengaruh suhu pada lingkungan, hewan dibagi menjadi dua golongan,
yaitu homoiterm dan poikiloterm. Pada praktikum ini, katak digunakan sebagai contoh
organisme poikiloterm, yang suhu tubuhnya dapat berubah dipengaruhi oleh lingkungannya.
Hal ini disebabkan karena hewan ini tidak memiliki pengatur suhu tubuh. Adaptasi katak
terhadap suhu sangat panas dengan meningkatkan laju pendinginan dengan penguapan
melalui kulitnya karena memili kulit yang senantiasa lembab. Pada lingkungan panas seekor
katak akan naik suhu tubuhnya, dan pada suhu lingkungan dingin seekor katak suhu
tubuhnya akan turun3,4.

II.

Syok Insulin Pada Ikan Guppy


Seluruh sel menggunakan ATP dan memerlukan pasokan bahan bakar secara terus
menerus untuk menghasilkan energi yang digunakan untuk membentuk ATP. Insulin dan

glukoagon adalah dua hormon utama yang mengatur mobilisasi dan penyimpanan bahan
bakar. Fungsi keduanya adalah untuk memastikan bahwa sel mendapat pasokan glukosa,
asam lemak dan asam amino secara terus menerus untuk membentuk ATP dan untuk
memelihara sel. Pemeliharaan kadar glukosa darah yang homeostasis memerlukan kedua
hormon ini untuk mengatur metabolism karbohidrat, lemak dan asam amino sesuai
kebutuhan dan kapasitas dari masing-masing jaringan. Insulin dikeluarkan sebagai respons
terhadap ingesti karbohidrat, mendorong penggunaan glukosa sebagai bahan bakar serta
untuk penyimpaan glukosa sebagai glikogen dan lemak5.
Glukosa dalam darah akan digunakan sebagai energi yang dibutuhkan untuk otak dan
jaringan lainnya dari sistem saraf yang sangat bergantung terhadap metabolism glukosa.
Hipoglikemia atau kadar glukosa yang rendah dalam darah dapat melemahkan daya tahan
tubuh seseorang dalam jangkan waktu yang cukup lama5.
Pada praktikum ini, dilakukan pengamatan syok insulin pada ikan guppy. Sebelumnya
diamati terlebih dahulu pergerakan ikan guppy sebelum diberikan insulin.
III.

Suhu dan Kelembaban Ruang


Kelembaban adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat
diekspresikan dalam kelembaban absolut, kelembaban spesifik atau kelembaban relatif.Alat
untuk mengukur kelembaban disebut higrometer.Sebuah humidistat digunakan untuk
mengatur tingkat kelembaban udara dalam sebuah bangunan6.

1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
1. Memahami perbedaan antara binatang homoitermik dan poikilotermik.
2. Memahami cara mengukur tubuh manusia.
3. Memahami kerja insulin dan memahami keadaan hipoglikemia serta pengaruhnya
pada organ.
4. Memahami cara menetapkan kelembaban relatif udara.
b. Tujuan Khusus
1. Menerangkan cara mengukur suhu ketiak dan suhu mulut.
2. Menerangkan pengaruh bernafas melalui mulut dan berkumur air es terhadap suhu
mulut.
3. Menerangkan pengaruh suhu keliling pada suhu tubuh binatang poikilotermik.
4. Menerangkan pengaruh pemberian insulin dan pemberian glukosa setelahnya.

5. Menerangkan cara menetapkan kelembaban relatif udara dengan menggunakan


termometer bola basah dan bola kering serta psychrometric chart.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Suhu Tubuh dan Pengaturannya1
Suhu merupakan ukuran atau derajat panas atau dinginnya suatu benda atau sistem.
Suhu didefinisikan sebagai suatu besaran fisika yang dimiliki bersama antara dua benda atau

lebih yang berada dalam kesetimbangan ternal. Suatu benda yang dalam keadaan panas
dikatakan memiliki suhu yang tinggi, dan sebaliknya, suatu benda yang dalam keadaan
dingin dikatakan memiliki suhu yang rendah. Untuk mengkuatitatifkan besaran suhu dan dan
menyatakan seberapa tinggi atau rendahnya nilai suhu suatu benda diperlukan pengukuran
yang dinamakan termometer. Secara umum dilihat dari tampilannya, ada dua jenis
termometer yaitu termometer analog dan termometer digital. Termometer analog merupakan
termometer zat cair (termometer raksa atau terrmometer alkohol), sedangkan untuk
termometer digital umumnya menggunakan sensor elektronik. Suhu adalah besaran yang
menyatakan derajat panas dingin suatu benda dan alat yang digunakan untuk mengukur suhu
adalah termometer. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat untuk mengukur suhu
cenderung menggunakan indera peraba. Tetapi dengan adanya perkembangan teknologi maka
diciptakanlah termometer untuk mengukur suhu dengan valid.
Suhu tubuh manusia diatur oleh system thermostat di dalam otak yang membantu
suhu tubuh yang konstan antara 36.5C dan 37.5C. Suhu tubuh normal manusia akan
bervariasi dalam sehari. Seperti ketika tidur, maka suhu tubuh kita akan lebih rendah
dibanding saat kita sedang bangun atau dalam aktivitas. Dan pengukuran yangdiambil
dengan berlainan posisi tubuh juga akan memberikan hasil yang berbeda. Pengambilan suhu
di bawah lidah (dalam mulut) normal sekitar 37C, sedang diantara lengan (ketiak) sekitar
36.5C sedang directum (anus) sekitar 37.5C. Tubuh manusia merupakan organ yang
mampu

menghasilkan

panas

secara

mandiri

dan

tidak

tergantung

pada

suhu

lingkungan. Tubuh manusia memiliki seperangkat sistem yang memungkinkan tubuh


menghasilkan, mendistribusikan, dan mempertahankan suhu tubuh dalam keadaan konstan.
Panas yang dihasilkan tubuh sebenarnya merupakan produk tambahan proses metabolisme
yang utama.
Beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan suhu tubuh,antara lain:
1. Kecepatan metabolisme basal, kecepatan metabolisme basal tiap individu berbedabeda. Hal ini memberi dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda
pula. Sebagaimana disebutkan pada uraian sebelumnya, sangat terkait dengan laju
metabolisme.

2. Rangsangan saraf simpatis, rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan


metabolisme menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu,rangsangan saraf simpatis dapat
mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hamper
seluruh metabolisme lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya,rangsangan saraf
simpatis ini dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan produksi
epineprin dan norepineprin yang meningkatkan metabolisme.
3. Hormon pertumbuhan, hormon pertumbuhan ( growth hormone ) dapat menyebabkan
peningkatan kecepatan metabolisme sebesar 15-20%.Akibatnya, produksi panas tubuh
juga meningkat.
4. Hormon tiroid fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua reaksi
kimia dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju
metabolisme menjadi 50-100% diatasnormal.
5. Hormon kelamin, hormon kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme
basal kira-kira 10-15% kecepatan normal,menyebabkan peningkatan produksi panas.
Pada perempuan,fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena pengeluaran
hormone progesterone pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 0,6C
di atas suhu basal.
6. Demam ( peradangan ). Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan
peningkatan metabolisme sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu 10C.
7. Status gizi. Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20
30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidakada zat makanan yang dibutuhkan untuk
mengadakan metabolisme. Dengan demikian, orang yang mengalami malnutrisi mudah
mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia).Selain itu, individu dengan lapisan
lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena lemak merupakan
isolator.
Dalam produksi panas tubuh memperoleh panas sebagai akibat dari aktivitas
metabolisme jaringan tubuh dan dari lingkungan luar bila lingkungan luar itu lebih tinggi

temperaturnya (lebih panas) ketimbang temperatur tubuh. Bentuk penyesuaian fisiologinya


adalah bahwa panas yang dihasilkan oleh tubuh akan meningkat dengan menurunnya
temperatur luar. Sebaliknya, temperatur sekitar (ambient temperature) yang tinggi akan
menurunkan jumlah panas yang panas yang dihasilkan oleh tubuh. Hal itu dapat dikaitkan
melambatnya aktivitas metabolisme, menurunnya luaran kerja, dan menurunnya tonus otot.
Secara umum, mekanisme yang berlangsung untuk menghasilkan panas meliputi peningkatan
aktivitas

metabolisme

jaringan,

peningkatan

aktivitas

otot,

dan

produksi

panas

(thermogenesis) tanpa aktivitas menggigil. Panas dari dalam tubuh dapat ditransfer ke
lingkungan luar. Demikian juga sebaliknya, panas dari lingkungan luar dapat ditransfer ke
dalam tubuh. Kecepatan transfer panas ke dalam atau ke lingkungan luar tergantung pada 3
faktor:
1.

Luas permukaan. Luas permukaan per gram jaringan berbandiing terbalik dengan

peningkatan massa tubuh.


2.
Perbedaan suhu. Semakin dekat seekor hewan memelihara suhu tubuhnya ke
lingkungan, makan semakin sedikit panas yang mengalir ke dalam atau ke lingkungan luar.
3.
Konduksi panas spesifik permukaan tubuh hewan. Permukaan jaringan poikiloterm
memiliki konduktansi panas yang tinggisehingga hewan ini memiliki suhu tubuh mendekati
suhu lingkungannya.
Suhu tubuh tergantung pada neraca keseimbangan antara panas yang diproduksi atau
diabsorbsi dengan panas yang hilang. Panas yang hilang dapat berlangsung secara radiasi,
konveksi, konduksi dan evaporasi.
1.

Radiasi adalah transfer energi secara elektromagnetik, tidak memerlukan medium

untuk merambat dengan kecepatan cahaya.


2.
Konduksi merupakan transfer panas secara langsung antara dua materi padat yang
berhubungan lansung tanpa ada transfer panas molekul. Panas menjalar dari yang suhunya
tinggi kebagian yang memiliki suhu yang lebih rendah.
3.
Konveksi adalah suatu perambatan panas melalui aliran cairan atau gas. Besarnya
konveksi tergantung pada luas kontak dan perbedaan suhu.
4.
Evaporasi merupakan konveksi dari zat cair menjadi uap air, besarnya laju konveksi
kehilangan panas karena evaporasi.

Termoregulasi manusia berpusat pada hypothalamus anterior terdapat tiga komponen


pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas, yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan
saraf eferen serta termoregulasi. Suhu tubuh manusia berkisar antara 36,6 C 36,9 C. Hal ini
adalah keadaan seimbang dalam pengeluaran dan pembuatan panas oleh tubuh.
Termoregulasi manusia berpusat pada hypothalamus anterior terdapat tiga komponen
pengatur atau penyusun sistem pengaturan panas, yaitu termoreseptor, hypothalamus, dan
saraf eferen serta termoregulasi.
2.2 Syok Insulin pada Ikan Guppy5
Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Insulin dapat menurunkan kadar glukosa, lemak dan asam amino dalam darah serta
mendorong penyimpanan nutrien-nutrien tersebut. Sewaktu molekul-molekul nutrien ini
memasuki darah dalam keadaan absorbtif, insulin meningkatkan penyerapannya oleh sel dan
konversi masing-masing menjadi glikogen, trigliserida, dan protein. Hormon ini menjalankan
efeknya yang beragam dengan mengubah transportasi nutrien spesifik dari darah ke dalam sel
atau dengan mengubah aktivitas enzim-enzim yang terlibat dalam jalur metabolik tertentu.
Hampir seluruh energi yang digunakan oleh sel otak disuplai oleh glukosa yang
berasal dari darah, karena otak tidak dapat mensintesis glukosa dan hanya mampu sekitar dua
menit menyimpan suplai glukosa dalam bentuk glikogen di neuron pada setiap saat. Untuk
mengambil glukosa dari darah, sel otak tidak membutuhkan insulin seperti kebanyakan sel
lainnya. Sel otak memperoleh glukosa dari darah secara difusi. Ketika konsentrasi glukosa
darah turun dari kisaran fisiologis, transport glukosa dari pembuluh darah ke otak menjadi
inadekuat untuk metabolisme energi dan fungsi otak. Apabila terjadi hiperinsulinemia, maka
konsentrasi glukosa darah menjadi sangat rendah, karena kelebihan insulin menyebabkan
hampir seluruh glukosa dalam darah ditranspor secara cepat ke dalam sel-sel non-neural
sensitif insulin ke seluruh tubuh, khususnya sel-sel otot dan sel-sel hati. Apabila hal ini
terjadi, maka glukosa yang tertinggal dalam darah tidak cukup untuk mensuplai neuronneuron dan fungsi mental kemudian menjadi sangat terganggu, kadang-kadang sampai
menyebabkan koma, tetapi lebih sering terjadi ketidakseimbangan mental dan gangguan
psikotik.
2.3 Suhu dan Kelembaban Ruang7,8

Kelembaban adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat
diekspresikan dalam kelembaban absolut, kelembaban spesifik atau kelembaban relatif. Alat
untuk mengukur kelembaban disebut higrometer.Sebuah humidistat digunakan untuk
mengatur tingkat kelembaban udara dalam sebuah bangunan.
Tingkat kelembaban bervariasi menurut suhu. Semakin hangat suhu udara, semakin
banyak uap air yan dapat ditampung. Semakin rendah suhu udara, semakin sedikit jumlah
uap air yang dapat ditampung. Jadi pada siang hari yang panas dapat menjadi lebih lembab
dibandingkan dengan hari yang dingin. Kemampuan udara untuk menampung uap air
dipengaruhi oleh suhu. Jika udara jenuh uap air dinaikkan suhunya, maka udara tersebut
menjadi tidak jenuh uap air. Sebaliknya, jika udara tidak jenuh uap air suhunya diturunkan
dan kerapatan airnya dijaga konstan, maka udara tersebut akan mendekati kondisi jenuh uap
air. Jadi ketika udara hangat naik dan mulai mendingin, lama kelamaan akan kehilangan
kemampuan untuk menahan / menampung uap air.
Kelembaban udara dalam ruang tertutup dapat diatur sesuai dengan keinginan.
Pengaturan kelembaban udara ini didasarkan atas prinsip kesetaraan potensi air antara udara
dengan larutan atau dengan bahan padat tertentu. Jika dalam suatu ruang tertutup dimasukkan
larutan, maka air dari larutan tersebut akan menguap sampai terjadi keseimbangan antara
potensi air pada udara dengan potensi air larutan. Demikian pula halnya jika suatu hidrat
kristal garam-garam (salt cristal bydrate) tertentu dimasukkan dalam ruang tertutup maka air
dari hidrat kristal garam akan menguap sampai terjadi keseimbangan potensi air.
Kelembaban udara dapat dinyatakan sebagai kelembaban absolut, kelembaban nisbi
(relatif), maupun defisit tekanan uap air.
1. Kelembaban mutlak adalah massa uap air dalam udara per satuan volume.
2. Kelembaban relatif / Nisbi yaitu perbandingan jumlah uap air di udara dengan yang
terkandung di udara pada suhu yang sama
3. Defisit tekanan uap Air (vpd) Selisih antara tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap
aktualnya menyatakan tekanan uap air (vpd). Defisit ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi nilainya udara semakin kering.

BAB 3
METODOLOGI
3.1 Suhu Tubuh dan Pengaturannya
A. Alat Dan Binatang Percobaan Yang Diperlukan
1) Kodok
2) Air hangat 400C
3) Alcohol dan kapas

4) Air es untuk kumur


5) Psychrometric chart
6) Waskom besar berisi es
7) Papan fiksasi kodok/ katak dariu tali
8) Termometer maksimum
9) Termometer bola basah dan bola kering
10) Termometer kimia dengan skla -100C sampai +500C atau+100C sampai +1000C
B. Cara Kerja
a. Pengukuran Suhu Mulut
a) Bersihkan termometer maksimum dengan alcohol
b) Turunkan meniscus air raksa sampai dibawah skala dengan mengayunsentakkan termometer tersebut beberapa kali
c) Letakkan reservoir termometer dibawah lidah dan suruh orang percobaan
menutup mulutnya rapat-rapat
d) Setelah 3 menit baca dan catat suhu mulut orang percobaan
e) Turunkan meniscus air raksa sampai di bawah skala seperti butir 2
f) Letakkan reservoir termometer dibawah lidah seperti butir 3
g) Baca dan catat suhu mulut OP setelah 6 menit
b. Pengaruh Bernafas Melalui Mulut dan Berkumur Air Es Pada Suhu Mulut
a) Turunkan meniscus air raksa sampai di bawah skala dengan cara percobaan
pengukuran suhu mulut seperti langkah 2
b) Letakkan reservoir termometer dibawah lidah orang percobaan
c) Baca dan catat suhu mulut setelah 3 menit
d) Suruh orang percobaan bernafas tenang melalui mulut selam 2 menit sambil
menutup lubang hidung. Segera setelah tundakan ini ulangi langkah 1 s/d 3
e) Suruh orang percobaan berkumur berulang-ulang dengan air es selama 1
menit. Segera setelah tindakan ini ulangi langkah 1 s/d 3.
c. Pengukuran Suhu Ketiak
a) Keringkan ketiak orang percobaan
b) Usahakan meniscus air raksa termometer maksimum terletak di bawah skala
dengan mengayun-sentakkan termometer tersebut beberapa kali
c) Suruh orang percobaan berbaring terlentang
d) Letakkan reservoir termometer maksimum di ruang ketiak dan suruhlah OP
menjepit dengan baik
e) Setelah 3 menit baca dan catat suhu ketiak orang percobaan
d. Pengaruh Suhu Lingkungan Pada Suhu Tubuh Binatang Poikilotermik
a) Tetapkan suhu ruang dengan termometer kimia (-100C sd +500C)
b) Ikatkan dengan tali seekor kodok telentang diatas papan fiksasi
c) Masukkan termometer kimia tersebut kedalam esofagusnya
d) Setelah 3 menit baca dan catat suhu kodok
e) Dengan termometer tetap didalam esofagusnya, benamkan kodok kedalam
air es setinggi lehernya (jangan sampai air es masuk kedalam mulut kodok)

f) Baca dan catat suhunya setelah 3 menit


g) Keluarkan termometer dari osefagus kodok dan tetapkan suhu air es
h) Keluarkan kodak dari air es dan biarkan beberapa menit dalam suhu ruang,
sementara itu sediakan air hangat (400C)
i) Masukkan kembali termometer ke osefagus kodok. Kemudian benamkan
kodok ke air hangat setinggi leher (jaga jangan sampai air masuk kedalam
mulut kodok)
j) Baca dan catat suhu kodok setelah 3 menit

3.2 Syok Insulin pada Ikan Guppy


A. Alat Dan Binatang Percobaan Yang Diperlukan
1) Ikan guppy
2) Gelas ukur 100 ml diisi dengan 500 ml air ledeng
3) Peralatan untuk aerasi air ledeng dalam gelas ukur
4) Larutan glukosa 20%
5) Insulin
6) Spuit insulin
7) Pipet
B. Cara Kerja
a) Masukkan ikan guppy kedalam gelas ukur 100 ml yang sudah diisi dengan
air ledeng 50 ml
b) Perhatikan gerakan ikan guppy dalam gelas ukur dan catatlah hasil observasi
saudara
c) Teteskan insulin 1 mU kedalam air dan tunggu selama 3 menit
d) Perhatikan dan catatlah setiap perubahan gerakan yang terjadi pada ikan
guppy
e) Jika tidak terjadi perubahan pada ikan guppy, tambahkan kembali insulin 1
mU kedalam air dan tunggu selama 3 menit
f) Ulangi langkah diatas hingga terlihat adanya perubahan gerakan pada ikan
guppy
g) Catatlah setiap perubahan pada ikan guppy
h) Setelah terlihaat adanya perubahan gerakan pada ikan guppy, segera
masukkan 1 ml larutan glukosa 20% kedalam air
i) Tunggu selama 3 menit untuk melihat apakah gerakan ikan guppy telah
berubah dan kembali normal
j) Jika gerakan ikan guppy belum kembali ke gerakan normal, ulangi kembali
langkah 8 dan 9 hingga gerakan ikan guupy kembali normal.

3.3 Suhu dan Kelembaban Ruang


a) Bacalah suhu pada termometer bola basah dan bola kering pada ruangan
PERLAKUAN
Pengukuran suhu

WAKTU
3 menit

37,60C

HASIL

6 menit

37,9C

Bernapas melalui

3 menit

370C

mulut dan berkumur

Bernapas tenang

370C

air es pada suhu

melalui mulut selama

mulut

2 menit

mulut

Berkumur dengan air

36,30C

es
Suhu aksila

37,30C

Pengaruh suhu

Suhu ruangan

300C

keliling pada suhu

Setelah 3 menit

300C

Saat dimasukkan

240C

Pengukuran suhu
ketiak

tubuh binatang
poikilotermik

dalam es
Suhu air es

140C

Saat dimasukkan

310C

dalam air hangat


Suhu air hangat

400C

b) Kemudian bacalah kelembaban relative udara (%) pada psychrometric chart,


berdasarkan suhu bola basah dan bola kering pada ruangan tersebut.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Suhu Tubuh dan Pengaturannya
4.1.1 Hasil

4.1.2 Pembahasan1,2
a)

Pengukuran Suhu Mulut Dan Suhu Ketiak


Pada praktikum ini dilakukan pengukuran suhu oral dan suhu aksila. Pengukuran di
kedua tempat ini diharapkan mewakili suhu inti (mulut) dan suhu kulit (kulit ketiak). Pada
praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil yang berbeda dari kedua tempat

pengukuran tersebut. Pada OP 1, didapatkan suhu oral sebesar 37,60C sedangkan suhu di
aksila 37,30C selama 3 menit dan 37,90C
Perbedaan anatar kedua tempat ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya. Tubuh
yang dapat dianggap sebagai suatu inti di tengah (central core) dengan lapisan pembungkus
di sebelah luar (outer shell). Selain itu suhu inti di bagian dalam yang terdiri dari organ-organ
abdomen dan toraks, sistem saraf pusat, serta otot rangka, umumnya relatif konstan. Hal ini
mengakibatkan tempat untuk mengukur suhu juga dapat membuat perbedaan, karena suhu
inti tubuh mungkin lebih tinggi dari pada suhu lapisan yang membungkusnya yaitu kulit dan
jaringan subkutis. Rentang suhu tubuh normal bervariasi yaitu berada pada kisaran 36,1
37,80C. Meskipun hasil pengukuran di kedua tempat sama-sama berada dalam rentang
normal, nilai yang lebih mencerminkan suhu inti tubuh adalah suhu oral. Hal ini dikarenakan
semua panas (kalor) yang terukur oleh termometer di dalam mulut, secara keseluruhan
berasal dari tubuh kita sendiri. Jadi suhu yang terukur di dalam rongga mulut tidak
dipengaruhi oleh kalor/panas dari luar tubuh kita.. Aksila merupakan bagian luar tubuh yang
mewakili suhu kulit. Suhu di aksila tidak dapat digunakan untuk menentukan suhu tubuh
dikarenakan besarnya pengaruh suhu lingkungan pada aksila. Aksila merupakan salah satu
lokasi kulit yang selalu tertutup ditambah tumbuhnya rambut saat pubertas. Jadi, suhu 37 0C
dalam oral dapat dikatakan memang mencermikan suhu inti probandus. Sedangkan suhu
36,70C di aksila tidak dapat diambil sebagai suhu kulit secara umum, sebab suhu yang tinggi
tersebut mungkin saja disebabakan faktor anatomis dan teknik.

b) Pengaruh Bernapas Melalui Mulut dan Berkumur Air Es Pada Suhu Mulut
Pada praktikum yang dilakukan, terdapat dua perlakuan, yaitu bernapas melalui mulut
selama dua menit menit dan berkumur dengan air es selama satu menit. Sebelum dilakukan
kedua perlakuan, Probandus disuruh bernapas selama 3 menit Setelah bernapas melalui
mulut, suhu oral kedua probandus mengalami penurunan yang tidak terlalu jauh (370C).
Sedangkan setelah berkumur dengan air es, suhu oral probandus mengalami penurunan yang
lebih tinggi menjadi 36,3 0 C.
Pada perlakuan pertama, terjadi perubahan suhu oral. Hasil ini berbeda dengan
Hakikatnya, yaitu tidak terjadi penurunan pada suhu oral. Tidak terjadinya penurunan
diakibatkan perbedaan suhu yang dipaparkan ke rongga mulut dan suhu tubuh tidak berbeda

terlalu jauh meskipun terjadi penurunan Saat bernapas melalui mulut, rongga mulut terpapar
oleh dua komponen udara napas, yaitu udara inspirasi dan udara ekspirasi. Suhu udara
inspirasi dapat dianggap sama dengan suhu ruangan , sedangkan suhu udara ekspirasi seikit
lebih tinggi (peningkatan suhu diakibatkan oleh pelepasan kra-kira 2 % kalor tubuh melalui
pernapasan). Jadi dapat dikatakan bahwa suhu kedua udara pernapasan tersebut suhu nya
tidaik berbeda jauh dengn suhu tubuh. Perbedaan suhu yang kecil ini dapat dikatakan tidak
merepotkan bagi hipotalamus. Sehingga mekanisme pengaturan yang dijalankan oleh
hipotalamus mampu mempertahankan suhu oral probandus.Terlalu cepatnya memasukkan
termometer saat perlakuan dan belum turunnya suhu sebelum dilakukan perlakuan
mengindikasikan terjadinya perubahan suhu oral.
Sedangkan pada perlakuan kedua, kedua probandus diminta untuk berkumur dengan
air es selama satu menit. Dari hasil yang didapatkan, diketahui suhu oral turun sebesar 1,30C
pada OP. Hal ini disebabkan selisih suhu yang dipaparkan relatif besar. Suhu untuk air es
batu pada praktikum ini tidak diukur namun diperkirakan kurang dari 20 0C .Oleh karena itu
ketika berkumur dengan air es maka tubuh terpapar oleh suhu yang rendah sehingga terjadi
perpindahan panas secara konduksi. Kecepatan perpindahan panas melalui konduksi
bergantung pada perbedaan suhu antara benda-benda yang bersentuhan dan konduktivitas
termal bahan-bahan yang terlibat. Sesuai hukum termodinamika, kalor dari benda bersuhu
tinggi akan berpindah ke benda bersuhu rendah saat keduanya bersentuhan, hingga tercapai
suhu keseimbangan. Karena terjadi perpindahan panas tersebut maka suhu oral ketika
diperiksa setelah berkumur akan lebih rendah

c) Pengaruh Suhu Keliling Pada Tubuh Binatang Poikilotermik


Dari praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil suhu tubuh kodok saat berada
dalam suhu ruangan (300C), tidak berbeda jauh dengan suhu ruangan (300C), kemudian saat
dimasukkan ke dalam air es (24 0C) tidak berbeda jauh dengan suhu air es nya sendiri (14 0C),
serta saat tubuh kodok dimasukkan dalam air hangat (31 0C) dengan suhu air hangat nya
sendiri (400C). Dari hasil praktikum dapat diketahui bahwa kodok memang merupakan
hewan poikilotermik, yang berarti bahwa kodok dapat mengubah suhunya mendekati suhu
lingkungan eksternal yang terpajan kepadanya. Saat ia dimasukkan ke dalam air es maka
suhu tubuhnya pun turun mendekati suhu air es tersebut dan ketika dimasukkan ke dalam air

hangat, suhu tubuhnya juga mendekati suhu air hangat tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
kodok tidak menjaga suhu tubuhnya dalam kisaran nilai yang konstan seperti pada manusia
yang merupakan contoh hwan homoiotermik. Pada hewan homoiotermik, mereka selalu
menjaga suhu tubuh dalam rentang nilai konstan terhadap pajanan suhu eksternal ataupun
internal melalui mekanisme pengaturan suhu, seperti pada manusia yang suhu tubuhnya
selalu diatur dalam rentang nilai normal yang konstan oleh hipotalamus dengan bantuan
berbagai mekanisme tubuh lainnya seperti sistem saraf. Walaupun demikian tetap harus ada
mekanisme pada hewan poikilotermik ini untuk bertahan pada kondisi ekstrim baik sangat
panas atau pun sangat dingin. Kodok misalnya, beradaptasi terhadap suhu sangat panas
dengan meningkatkan laju pendinginan dengan penguapan melalui kulitnya yang lembab.
4.2 Syok Insulin pada Ikan Guppy
4.2.1 Hasil
PERLAKUAN

Menit

PERGERAKAN IKAN GUPPY

keSebelum diberi perlakuan


Pemberian insulin 1 mU

0-3

Lincah, aktif bergerak


Masih aktif

ke-1
Pemberian insulin 1 mU

3-6

Masih aktif

ke-2
Pemberian insulin 1 mU

6-9

Masih aktif

ke-3
Pemberian insulin 1 mU

9-12

Masih aktif

ke-4
Pemberian insulin 1 mU

12-15

Pergerakan melambat (keaktifan berkurang)

ke-5
Pemberian glukosa 20% 1

0-3

Kembali aktif dan lincah

ml

4.2.2 Pembahasan2,9
Pada praktikum ini, dilakukan pengamatan syok insulin pada ikan guppy. Sebelumnya
diamati terlebih dahulu pergerakan ikan guppy sebelum diberikan perlakuan. Pergerakan ikan
guppy awalnya lincah dan aktif bergerak.

Pada ikan guppy setelah diberikan insulin

sebanyak 1 mU dan diamati pergerakannya setelah 3 menit pemberian pertama, pergerakan


ikan guppy masih aktif dan lincah. Begkitu pula setelah pemberian kedua, ketiga, dan

keempat, pergerakan ikan guppy cenderung masih aktif. Setelah pemberian insulin kelima,
pergerakan ikan guppy melambat dan cenderung diam, keaktifannya berkurang. Hal ini
disebabkan oleh karena terjadi hiperinsulinemia pada ikan guppy tersebut. Hiperinsulinemia
tersebut menyebabkan kadar glukosa darah menjadi turun karena efek dari insulin seperti
yang telah diketahui yaitu membantu transport glukosa ke dalam sel, maka pada keadaan ini,
glukosa darah ikan tersebut kebanyakan ditranspor ke sel-sel non neural sensitif insulin,
sehingga pasokan glukosa ke otak menjadi sangat berkurang. Hal ini menyebabkan Ikan
mulai kehilangan keseimbangannnya dan merupakan suatu tanda bahwa ikan telah
mengalami

hipoglikemia.

Hilangnya

keseimbangan

merupakan

salah

satu

gejala

hipoglikemia yang apabila dibiarkan terus menerus dapat mengakibatkan berlanjutnya


kondisi tersebut menjadi koma atau kematian.
Hiperinsulinemia dapat menyebabkan hipoglikemik pada otak. Simpanan karbohidrat
dalam jaringan saraf sangat terbatas, dan fungsi normal bergantung pada pasokan glukosa
yang kontinu. Bila kadar glukosa plasma turun gejala awal adalah berdebar-debar,
berkeringat dan kegelisahan karena efek saraf autonom. Pada kadar plasma yang lebih rendah
, gejala neuroglikopenik mulai muncul. Gejala-gejala ini mencakup rasa lapar, kebingungan
dan kelainan kognitif lain. Pada kadar glukosa plasma yang lebih rendah lagi, terjadi letargi,
koma, kejang dan akhirnya kematian.
Untuk mencegah hiperinsulinemia berkelanjutan pada ikan guppy maka diberikan
perlakuan pemberian larutan glukosa 20%. Ketika ditambahkan larutan glukosa 20%
sebanyak 1 ml pada air dan diamati setelah 3 menit pemberian, pergerakan ikan kembali
seperti semula, keseimbangan ikan telah kembali. Hal ini menunjukkan terjadinya
peningkatan glukosa di dalam tubuh ikan guppy sehingga pasokan glukosa ke otak telah
kembali. Sel-sel otak mendapatkan glukosa sebagai pasokan energinya kembali dari glukosa
eksogen tersebut.

4.3 Suhu dan Kelembaban Ruang


4.3.1 Hasil
Kelembaban relatif

Suhu ruangan
Suhu termometer bola

30,50C
30,50C

udara ruangan

kering
Suhu termometer bola

270C

basah
Kelembaban relatif

80 %

udara
4.3.2 Pembahasan6,7,10
Kelembaban adalah jumlah uap air yang terkandung dalam udara. Istilah kelembaban
biasanya digunakan dalam kehidupan sehari-hari berupa kelembaban relatif. Kelembaban
relatif adalah perbandingan antara tekanan uap air actual (yang terukur) dengan tekanan uap
air pada kondisi jenuh.
Kelembaban relatif dapat diukur dengan menghembuskan udara pada dua buah
termometer, salah satu diantarnya dibungkus dengan kain basah (bola basah) dan lainnya
kering (bola kering), termometer ini dinamakan psikrometer. Kelembaban relatif udara
dipastikan dengan pembacaan kelembaban relatif udara pada psychrometric chart.
Pengukuran kelembaban relatif udara dilakukan di ruangan laboratorium nonmikroskopik. Pada pembacaan suhu termometer bola basah dan bola kering ruangan
didaptkan nilai kelembaban sebesar 80C yang mana hasil ini didapatkan dari hasil suhu bola
kering yang menunjukan angka 30,50C dan suhu bola basah yang berada di angka 27 0C,
selisih nilai tersebut diambil dan dilihat pada kolom 3 mendapatkan hasil 80C. Kemudian
didapatkan juga suhu ruangan laboratorium non-miksroskopik menunjukkan suhu 30,50C
berdasarkan suhu bola kering. Kelembaban relatif udara dipastikan dengan pembacaan
kelembaban relatif udara pada psychrometric chart, yang mana nilai kelembaban relatif udara
berada diangka 80%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil kelembaban lingkungan relatif cukup
tinggi. Tingkat kelembaban udara yang terdapat pada lingkungan atau ruangan dapat
mempengaruhi tingkat penyerapan atau pelepasan panas tubuh seseorang melalui proses
evaporasi pada permukaan kulit. Jika kelembaban udara tinggi, evaporasi tidak dapat
berlangsung sehingga mengakibatkan naiknya suhu tubuh. Kelembaban udara juga
mempengaruhi asupan air yang harus dikonsumsi agar tidak sampai pada keadaan dehidrasi.
Jika kelembaban tinggi maka asupan air yang dibutuhkan tidak terlalu besar karena tidak
banyak air dari tubuh yang diubah menjadi bentuk uap. Sebaliknya jika kelembaban udara

rendah harus banyak asupan air yang dibutuhkan karena banyak air dalam tubuh yang diubah
menjadi bentuk uap untuk pengeluaran panas tubuh.

DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton A.C. and J.E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
3. Team Teaching. 2014. Penuntun Praktikum Fisiologi Hewan. Gorontalo: Laboratorium
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Gorontalo

4. Isnaen, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Kanisius. Jakarta


5. Mark, Dawn B, dkk. 2007. Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
6.

Lakitan. 2002. Dasar-dasar Klimatologi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

7. Handoko, 1986. Pengantar Unsur-unsur Cuaca di Stasiun Klimatologi Pertanian,


Jurusan Geofisika dan Metereologi FMIPA-IPB: Bogor
8. Benyamin Lakitan, 1994. Dasar-dasar Klimatologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
9. Ganong, W. F., 2000. Fisiologi Kedokteran, terjemahan Adrianto, P., Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
10.

Soemarto, C.D. 1986. Hidrologi Teknik. Erlangga. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai