Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seperti yang sama-sama kita telah ketahui, transportasi memerlukan suatu sarana
dan prasarana seperti moda dan jalan. Khusus untuk jalan, dibutuhkan suatu perkerasan
yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan beban transportasi yang akan dipikul. Hal-hal
yang melatar-belakangi diperlukannya perkerasan jalan adalah sebagai berikut:
1. Permukaan tanah yag tidak selalu datar;
2. Daya dukung di permukaan tanah tidaklah sama;
3. Tidak semua permukaan tanah mampu menerima beban lalu lintas terutama pada
saat basah (hujan).
Atas dasar latar belakang tersebut, maka para ahli transportasi telah mendapatkan
solusinya yaitu dengan memperbaiki daya dukung tanah melalui perkerasan jalan dengan
menggunakan bahan atau material yang memiliki daya dukung besar, kuat, dan awet.
Bahan tersebut kemudian dikenal sebagai Agregat.
Agregat didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang keras dan pejal (solid).
Menurut ASTM, agregat merupakan suatu bahan yang terdiri dari mineral padat berupa
massa berukuran besar atau berupa fragmen/partikel. Agregat juga merupakan komponen
dari lapisan permukaan jalan yang mengandung 90-95% berdasarkan persentase berat
atau 75-85% berdasarkan persentase volume.( http://asphaltconcrete.wordpress.com).

1.2.
Manfaat dan Tujuan
1.2.1. Mafaat
1. Menambah pengetahuan tentang salah satu material perkerasan jalan raya.
1.2.2. Tujuan
1. Mengetahui jenis-jenis agregat.
2. Memahami sistem pengklasifikasian agregat.
3. Mampu memilih agregat yang baik sebagai bahan perkerasan jalan raya.

1.3. Batasan Masalah


Dalam makalah ini penulis membatasi pokok bahasan hanya seputar jenis-jenis
agregat, klasifikasi dan jenis agregat yang baik sebagai bahan perkerasan jalan raya.

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Agregat

Agregat merupakan campuran dari pasir, gravel, batu pecah, slag atau material
lain dari bahan mineral alami atau buatan. Agregat merupakan bagian terbesar dari
campuran aspal. Material agregat yang digunakan untuk konstruksi perkerasan jalan
utamanya untuk menahan beban lalu lintas. Agregat dari bahan batuan pada umumnya
masih diolah lagi dengan mesin pemecah batu (stone crusher) sehingga didapatkan
ukuran sebagaimana dikehendaki dalam campuran. Agar dapat digunakan sebagai
campuran aspal, agregat harus lolos dari berbagai uji yang telah ditetapkan. (Purwadi,
2009).

BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Klasifikasi Agregat
3.1.1. Ditinjau dari asal kejadian Agregat
3.1.1.1. Batuan Beku (Igneus Rock)

(Contoh batuan beku)


Berasal dari magma yang mendingin dan membeku, dibedakan atas batuan belu
luar dan batuan beku dalam. Batuan beku luar terbentuk dari material yang keluar dari
permukaan bumi di saat gunung api meletus. Biasanya berbutir halus seperti batu apung,
endesit, dan lain-lain. Batuan beku dalam terbentuk dari magma yag tidak dapat keluar
dari perut bumi. Magma tersebut mengalami pendinginan dan membeku secara perlahan,
umumnya bertekstur kasar. Batuan beku dalam ini biasanya sering didapati akibat erosi
dan gerakan bumi lainnya. Contoh batuan beku dalam antara lain granit, diorite, dan lainlain.

3.1.1.2.Batuan Sedimen

(Contoh Batuan Sedimen)


Berasal dari endapan partikel mieral sisa-sisa hewan dan tumbuhan. Ada pula sumber lain
yang mengatakan bahwa batuan sedimen berasal dari batuan beku yang terendapkan di
sungai atau danau. Umumnya merupakan lapisan pada kulit bumi yang terendapkan di
laut, sungai , danau, sebagainya. Berdasarkan cara terbentuknya, batuan sedimen
dibedakan menjadi
4. Batuan Sedimen yang terbentuk secara mekanik, batuan jenis ini banyak
mengandung silica.
5. Batuan sedimen yang terbentuk secara organis, seperti batu bara dan aspal
6. Batuan Sedimen yang terbentuk secara kimiawi, spertu batu gamping, gips,
dan lain-lain.
3.1.1.3. Batuan Metamorf
Berasal dari bauan sedimen ataupun batuan beku yang mengalami proses
perubahan akibat adanya perubahan bentuk akibar adanya perubahan tekanan dan
temperatur kulit bumi. Berdasarkan strukturnya, dapat dibedakan atas bauan metamorf
yang masif seperti marmer, kuarsit, dan batuan metamorf yang berfoliasi/berlapis sperti
sabak, filit, sekis.
3.1.2. Ditinjau berdasarkan sumbernya
Agregat untuk campuran perkerasan jalan juga diklasifikasikan berdasarkan
sumbernya (Purwadi, 2009):
1. Pit atau bank run materials (pit-run), biasanya gravel dari ukuran 75 mm (3 in)
sampai ukuran 4.75 mm (No. 4). Pasir yang terdiri partikel ukuran 4.75 mm
(No. 4) hingga partikel berukuran 0.075 mm (No. 200). Ada juga silt yang
berukuran 0.075 mm kebawah. Batu-batuan tersebut tersingkap dan terdegradasi oleh alam baik secara fisik maupunkimiawi. Produk proses

degradasi ini kemudian diangkut oleh angin, air atau es (gletser yang
bergerak) dan diendapkan disuatu lahan.
2. Agregat hasil proses, merupakan hasil proses pemecahan batubatuan dengan
stone-crusher machine (mesin pemecah batu) dan disaring. Agregat alam
biasanya dipecah agar dapat digunakan sebagai campuran aspal. Agregat yang
dipecah tersebut kualitasnya kemungkinan bertambah, dimana pemecahan
akan merubah tekstur permukaan, merubah bentuk agregat dari bulat ke
bersudut, menambah distribusi dan jangkauan ukuran partikel agregat.
Pemecahan batu bias dari ukuran bedrocks atau batu yang sangat besar. Pada
ukuran bedrocks sebelum masuk mesin stone-crusher maka pengambilannya
melalui blasting (peledakan dengan dinamit).
3. Agregat sintetis/buatan (synthetic/artificial aggregates), sebagai hasil
modifikasi, baik secara fisik atau kimiawi. Agregat demikian merupakan hasil
tambahan pada proses pemurnian biji tambang besi atau yang spesial
diproduksi atau diproses dari bahan mentah yang dipakai sebagai agregat.
Terak dapur tinggi (blast-furnace slag) adalah yang paling umum digunakan
sebagai agregat buatan. Terak yang mengapung pada besi cair adalah bukan
bahan logam (non-metallic), kemudian ukurannya diperkecil dan didinginkan
dengan udara. Pemakaian agregat sintetis untuk pelapisan lantai jembatan,
karena agregat sintetis lebih tahan lama dan lebih tahan terhadap geseran dari
pada agregat alam.
3.2. Pengujian Agregat
Pemilihan terhadap bahan agregat yang akan digunakan untuk bahan perkerasan
jalan tergantung pada ketersediaan (volume) agregat yang ada di-lokasi, kualitasnya dan
harga yang layak. Evaluasi mutu agregat agar layak dipakai untuk bahan perkerasan
antara lain:
1. Ukuran dan gradasi
2. Kebersihan
3. Kekerasan/keausan
4. Tekstur dari partikel
5. Bentuk butiran agregat
6. Penyerapan (absorption)
7. Daya lekat untuk aspal
3.2. 1. Ukuran dan gradasi.
Ukuran butiran yang maksimum dari agregat ditunjukkan dengan saringan
terkecil dimana agregat tersebut masih bisa lolos 100%. Ukuran nominal maksimum
agregat adalah ukuran saringan yang terbesar dimana diatas saringan tersebut terdapat
sebagian agregat yang tertahan. Ukuran butiran maksimum dan gradasi agregat dikontrol

oleh spesifikasi. Agregat sering kali dikontrol oleh gradasinya. Sebagai contoh gradasi:
agregat bergradasi rapat (dense graded), bergradasi terbuka (open graded), bergradasi
seragam (single size), bergradasi senjang (gap graded), bergradasi kasar (coarse graded)
dan bergradasi halus (fine graded). Gambar 5.1 merupakan contoh kurva gradasi
campuran agregat untuk aspal beton surface course.

Gambar Kurva gradasi campuran agregat untuk aspal beton surface


Course

3.2.2. Kebersihan
Kadangkala dijumpai agregat yang mengandung kotoran (lumpur, tumbuhtumbuhan dan partikel lunak), kotoran ini sangat berpengaruh terhadap keawetan
perkerasan jalan. Kandungan kotoran tersebut oleh spesifikasi dibatasi. Kebersihan
agregat dapat dilihat secara visual, tetapi lebih pasti lagi hasilnya bila kita lakukan analisa
saringan basah. Test sand-equivalent (AASHTO T-176) merupakan salah satu cara untuk
menentukan bagian dari material berbutir halus atau lempung (clay) yang ada pada
agregat yang lolos saringan No. 4 (4.75 mm).
3.2.3. Kekerasan.
Agregat harus tahan terhadap gaya-gaya abrasi selama agregat tersebut dalam
masa produksi. Proses pelaksanaan pekerjaan jalan meliputi: penempatan, pemadatan dan
dipakai untuk lalu lintas sementara maupun tetap sesudah jalan dalam masa pelayanan
mengharuskan agregat harus kuat menahan gaya abrasi. Untuk agregat yang ditempatkan
pada permukaan jalan (surface layer) maka kekerasannya harus lebih besar dari pada
lapisan dibawahnya. Kekerasan tersebut diukur dengan mesin abrasi Los-Angeles,
hasilnya berupa abrasi atau ketahanan dari mineral agregat. Peralatan dan tata cara
pengujian ada pada spesifikasi AASHTO T-96 dan ASTM C-131. Gradasi agregat yang
akan diperiksa ditimbang beratnya dan dipisah pada saringan No. 12 (1.70 mm). Bagian

yang tertahan saringan No. 12 ditimbang kemudian keseluruhannya (yang tertahan


maupun yang lolos) dimasukkan ke drum mesin abrasi Los Angeles yang berisi bola-bola
baja. Mesin kemudian diputar 500 kali putaran. Setelah itu agregat dikeluarkan dan diayak lagi. Bagian yang tertahan saringan No. 12 ditimbang. Perbedaan antara berat awal
dan berat akhir dibagi berat keseluruhan dihitung sebagai persentase dari berat awal.
Harga ini menyatakan persentase dari pemakaian (kekerasan).

Gambar 5.2 memperlihatkan mesin abrasi Los Angeles.


Gambar

BAB III
PEMBAHASAN

Anda mungkin juga menyukai