Bab 3
Bab 3
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kehilangan gigi biasa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain trauma,
karies, penyakit periodontal dan iatrogenik. Kehilangan gigi akan menyebabkan
gangguan fungsi fonetik, mastikasi, dan estetik serta menyebabkan perubahan
lingir alveolar.1
Tanggalnya gigi dapat mengakibatkan kemampuan menelan dan mencerna
makanan berkurang. Kelemahan dan tidak adanya koordinasi dari lidah akan
menyebabkan terjadinya retensi makanan di bagian bukal mulut. Sisa makanan
yang terus tertimbun dapat mengakibatkan bau mulut, kerusakan gigi, penyakit
periodontal, bone loss, dan jika tidak segera diganti dengan gigitiruan maka dapat
menyebabkan bergesernya gigi alami ke ruang bekas gigi yang hilang. Dan bila
keadaan ini terus berlanjut, akan terjadi disorientasi dari sendi temporomandibula
yang dapat menimbulkan rasa nyeri. Kelainan yang mungkin timbul akibat
hilangnya gigi yang tidak segera diganti adalah resorbsi tulang alveolar, perubahan
dimensi vertikal, dan status kesehatan gigi dan mulut.
Dengan terjadinya kehilangan beberapa gigi alami dari lengkung gigi,
maka gigi yang telah hilang itu harus digantikan dengan menempatkan gigitiruan
pada bagian dari lengkung gigi yang telah kehilangan gigi
hanya mengandalkan tukang gigi untuk melayani kebutuhan dalam hal yang
mencakup gigi dan mulut.4
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti
pelayanan kesehatan gigi dan mulut masyarakat di Pulau Kodingareng, khususnya
kesehatan gingiva pada pengguna GTC di Pulau Kodingareng. Karena jika terjadi
kelainan kesehatan jaringan periodontal pada penggunaan GTC, akan lebih terlihat
pada daerah gingiva.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian ini yaitu bagaimanakah kesehatan jaringan gingiva pada pengguna GTC
pada masyarakat Pulau Kodingareng.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum.
Untuk mengetahui kesehatan jaringan periodontal pada pengguna GTC
masyarakat di Pulau Kodingareng.
1.3.2
Tujuan Khusus.
Manfaat Praktis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat
ini
diharapkan
dapat
menambah
wawasan
dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GIGITIRUAN CEKAT
Gigitiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada
gigi yang masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis
restorasi ini telah lama disebut dengan gigitiruan jembatan.5
2.1.1
retainer, konektor, abutment, dan sadel, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Pontik, adalah gigi buatan pengganti dari gigi atau gigi-geligi yang hilang.
Dapat dibuat dari porselen, akrilik atau logam, atau gabungan dari bahanbahan ini.
2. Retainer, adalah restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer dapat dibuat
intrakoronal atau ekstrakoronal.
a. Fixed-fixed bridge
Suatu gigitiruan yang pontiknya didukung secara kaku pada kedua sisi oleh
satu atau lebih gigi penyangga. Pada bagian gigi yang hilang yang terhubung
dengan gigi penyangga, harus mampu mendukung fungsional dari gigi yang
hilang. GTC merupakan restorasi yang kuat dan retentif untuk menggantikan
gigi yang hilang dan dapat digunakan untuk satu atau beberapa gigi yang
7
perlekatan
intracoronal
yang
memungkinkan
derajat
kecil
pergerakan antara komponen rigid dan penyangga gigi lainnya atau gigi
Tottenham:
Churchill
10
c. Cantilever bridge
Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau lebih
abutment. Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi beban
oklusal dari gigitiruan.
e. Compound bridge
Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan cekat
dan bersatu menjadi suatu kesatuan.
2.1.3
berbeda
2.2.1. Gingiva.
Gingiva adalah bagian dari mukosa mulut yang melapisi tulang alveolar dari
rahang atas dan rahang bawah serta di sekeliling leher gigi. Gingiva secara
13
anatomi dibagi menjadi marginal gingiva (tepi gusi), sulkus gingiva, attached
gingiva (bagian dari yang melekat), serta interdental gingiva atau interdental
papilla.
1. Marginal gingiva
Marginal gingiva atau unattched gingiva adalah sambungan tepi atau pinggiran
dari gingiva yang mengelilingi gigi berbentuk seperti lingkaran. Dalam 50%
kasus, marginal gingiva dibatasi dengan attached gingiva oleh depresi linear
yang dangkal disebut free gingiva groove. Biasa lebarnya sekitar 1 mm dari
dinding jaringan lunak sulkus gingiva. Marginal gingiva dapat dipisahkan dari
permukaan gigi dengan probe periodontal.9
2. Sulkus gingiva
Sulkus gingiva adalah celah dangkal atau ruang di sekitar gigi yang dibatasi
oleh permukaan gigi pada satu sisi dan lapisan epitel margin bebas dari sisi lain
gingiva. Sulkus ini berbentuk V dan hanya sedikit saja yang dapat dimasuki
oleh probe periodontal. Determinasi klinik dari kedalaman sulkus gingiva
merupakan parameter diagnostik yang penting. Dalam kondisi benar-benar
normal atau ideal, maka kedalaman sulkus gingiva dapat mencapai 0.9
3. Attached gingiva.
Attached gingiva merupakan suatu lanjutan dari marginal gingiva. Attached
gingiva berbatas tegas, elastik dan melekat erat pada periosteum dari tulang
alveolar. Aspek permukaan dari attached gingiva meluas ke mukosa alveolar
14
15
a. Tidak adanya rest, dan rest yang jelek atau patah karena preparasi yang tidak
cukup, umumnya dapat mengakibatkan migrasi dari komponen-komponen
logam ke apikal sehingga terjadi gingivitis hiperplasia. Jika migrasi dibiarkan
berlanjut, maka dapat terjadi dehiscence dan penetrasi akar..11
b. Celah antara lengan cengkram dan tepi gingiva menyebabkan makanan
terperangkap dan meningkatkan kemungkinan besar pembusukan makanan
dan gingivitis.11
c. Penempatan cengkram atau konektor yang terlalu cepat ke tepi gingiva.11
d. Adanya penimbunan sisa makanan diantara pinggiran basis gigitiruan dan gigi
alami. Timbunan sisa makanan akan mendorong tepi gingiva keluar dari
perlekatannya terhadap inflamasi jaringan akibat toksin yang dibentuk oleh
mikroorganisme yang berinkubasi.11
e. Penekanan atau penutupan basis yang terlalu menekan pada tepi gingiva dapat
mengakibatkan trauma mekanik, respon inflamasi dan jika dalam keadaan
kronik, dapat mempercepat terbentuknya poket.11
f. Kontrol plak yang kurang dari pasien11
g. Kurangnya perawatan di rumah, baik pada kebersihan gigitiruan cekat
maupun kebersihan mulut yang menyebabkan respon tidak menguntungkan
karena makanan terperangkap. Dengan berkurangnya perawatan di rumah,
maka masalah jaringan periodontal sering mengikuti gingivitis dan karies
gigi.11
h. Konstruksi GTC yang tidak benar mempengaruhi kondisi kesehatan rongga
mulut, menghambat kemampuan saliva sebagai self-cleaning, trauma mekanis
17
rendah di luar kota besar. Pada saat yang sama, mereka yang tinggal di daerah
terpencil dan masyarakat adat, sering memiliki tingkat kerusakan gigi dan
edentulous yang lebih tinggi daripada populasi metropolitan. Kurangnya kesadaran
kesehatan gigi menjadi faktor utama dalam tingginya kerusakan
gigi yang
terjadi.14,15
Pulau Kodingareng merupakan salah satu pulau di Kota Makassar
dengan jumlah penduduk sekitar 4170 jiwa, dengan mata pencaharian 90%
sebagai nelayan, dan sisanya usaha lainnya. Warga menggunakan listrik
dengan generator yang beroperasi selama 12 jam, dengan fasilitas
kesehatan berupa 1 buah
pelaksanaan perawatan
penting lainnya yaitu tepi restorasi yang tidak berlebihan (over hanging),
karena akan menyebabkan mudahnya terjadi retensi plak penyebab utama
timbulnya peradangan. Sehingga faktor yang paling penting untuk
mengendalikan dampak dari restorasi terhadap kesehatan gigi adalah
lokalisasi dari tepi mahkota relatif terhadap tepi gingiva. 3,17
Preparasi tepi servikal merupakan tahap preparasi yang paling
penting yang menentukan keberhasilan perawatan GTC, karena pada tahap
preparasi ini ditempatkan pada daerah pertemuan antara jaringan gigi
penyangga dengan tepi restorasi. Letak akhiran servikal di sekitar leher
gigi yang berbatasan dengan gingiva, sehingga plak mudah terakumulasi
dan hal ini merupakan tahap awal terjadinya penyakit periodontal.
Preparasi tepi servikal dapat diletakkan di supragingiva, subgingiva,
atau setinggi puncak gingiva. Namun dari beberapa ahli bidang
prostodonsia dan periodonsia menganjurkan penempatan tepi preparasi di
supragingiva, karena batas preparasinya cukup jelas terlihat, lebih mudah
dibersihkan dan dikontrol serta tidak mengiritasi gingiva.4
21
22
23
BAB III
KERANGKA KONSEP
Gigitiruan Cekat adalah suatu gigitiruan yang menggantikan satu atau
lebih gigi alami yang hilang, yang dilekatkan secara permanen dengan
menggunakan semen ke gigi penyangga yang telah dipreparasi. Tujuan utama dari
perawatan GTC adalah memelihara gigi dan jaringan di sekitarnya yang masih ada
agar tetap sehat. Dengan tujuan tersebut, maka yang harus dipertimbangkan agar
menghasilkan keberhasilan perawatan dari GTC diantara pertimbangan faktor
periodontal dari gigi-gigi penyangga.
Masyarakat Kodingareng
Edentulus
Gigitiruan Cekat
23
BAB IV
BAHAN METODE
4.1
RANCANGAN PENELITIAN
4.1.1
: Lapangan
4.1.2
Jenis Penelitian
: Observasional
4.1.3
: Deskriptif
4.1.4
Rancangan penelitian
Tempat Penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Kodingareng, Kelurahan Kodingareng,
Waktu Penelitian.
Penelitian ini dilakukan pada 29 April - 01 Mei 2011
Populasi.
24
25
4.3.2
Sampel Penelitian.
Populasi penelitian ini adalah seluruh penduduk Pulau Kodingareng yang
Kriteria sampel.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
25
Rumusan Masalah
Pengumpulan Data :
Kuisioner
Pemeriksaan klinis
26
Skor 0
Skor 1
Skor 2
Skor 3
sebagai
28
BAB V
HASIL PENELITIAN
Setelah dilakukan penghitungan kuisioner yang mengkhususkan
pada pengguna gigitiruan, baik pengguna GTC, GTP, maupun GTSL, maka
didapatkan data yaitu terdapat 103 responden yang menggunakan
gigitiruan di Pulau Kodingareng, dan diantara 103 responden tersebut,
terdapat 12 responden yang menggunakan GTC.
Terkhusus pada pengguna GTC, setelah dilakukan observasi umum,
wawancara, dan pemeriksaan dengan menggunakan indeks gingiva
terhadap 12 orang responden , maka hasil penelitian dikelompokkan dalam
tabel-tabel berikut ini.
TABEL V.1. Distribusi frekuensi dan persentase pengguna GTC pada
masyarakat Pulau Kodingareng.
Pengguna GTC
Frekuensi
Persentase
Jenis Kelamin
Laki-laki
3
25
Perempuan
9
75
Tingkat Pendidikan
SD
SMP
SMA
Pekerjaan
IRT
Nelayan
Pedagang
Total
12
-
7
4
1
12
100
-
58,3
33,3
8,3
100
29
Frekuensi
Persentase
8
4
66,7
33,3
7
3
2
58,3
25
16,7
2
1
7
2
12
16,7
8,3
58,3
16,7
100
Pada penelitian ini, responden lebih banyak mengalami kehilangan 1-5 gigi
dengan persentase 66,7%. Persentase usia pertama kali pencabutan gigi lebih besar
pada usia 20 tahun, dengan lama pemakaian GTC 1-5 tahun yaitu sebanyak
58,3%
30
Frekuensi
Persentase
5
7
41,7
58,3
6
4
2
50
33,3
16,7
7
2
3
58,3
16,7
25
12
100
Total
Sumber : Andhira AD. Data primer. 2011
31
Pembuatan GTC
Tempat pembuatan GTC
Puskesmas Pembantu
Rumah Sakit
Praktek Dokter Gigi
Rumah Pasien
Rumah Tukang Gigi
Frekuensi
1
11
Persentase
8,3
91,7
Pembuat GTC
Dokter Gigi
Tukang Gigi
Mahasiswa
Puskesmas Pembantu
12
-
100
-
2
10
16,7
83,3
Total
12
100
GTC di Pulau Kodingareng menggunakan GTC yang terbuat dari akrilik yang
hanya direkatkan ke gigi dengan melalui proses self-curing.
Pengguna GTC
Pemberian Nasehat atau Instruksi
Ya, jelas
Ya, tidak jelas
Tidak ada
Frekuensi
1
11
Total
12
Persentase
8,3
91,7
100
Frekuensi
2
5
5
Persentase
16,7
41,7
41,7
25
75
25
75
100
33
Frekuensi
2
9
1
-
Total
12
Persentase
16,7
75
8,3
100
BAB VI
34
PEMBAHASAN
Tujuan utama perawatan gigi-geligi dengan restorasi cekat terutama
mahkota tiruan dan gigitiruan cekat adalah memelihara gigi-gigi yang masih ada
dan seluruh sistem pengunyahan. Perawatan ini akan berhasil bila pertimbangan
faktor periodontal dari gigi penyangga dan restorasi cekat diperhatikan. Restorasi
cekat dan kesehatan jaringan penyangga gigi mempunyai ikatan yang tidak
terpisahkan. Adaptasi tepi dan kontur restorasi, kehalusan permukaan, embrasure,
dan disain pontik gigitiruan cekat, mempunyai dampak biologis pada jaringan gusi
dan jaringan periodontal. Restorasi cekat mempunyai peranan yang jelas dalam
mempertahankan kesehatan jaringan gingiva dan jaringan periodontal. Kontrol
plak harus dilakukan secara teratur dan oklusi harus diperiksa secara teratur pula,
setelah pemasangan restorasi cekat.2
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan melakukan
penghitungan jumlah kuisioner yang mencakup tentang pengguna gigitiruan baik
yang menggunakan GTC, GTP, maupun GTSL, tampak bahwa dari 103
masyarakat Pulau Kodingareng yang memakai gigitiruan, hanya terdapat 12 orang
sampel yang menggunakan GTC. Dari penelitian ini tampak bahwa bahwa lebih
banyak perempuan yang menggunakan GTC dibanding laki-laki (tabel 1). Data ini
menunjukkan bahwa perempuan lebih cenderung mementingkan
estetik dibandingkan pada laki-laki. Ini sesuai dengan hasil penelitian yang
mendapatkan bahwa laki-laki kurang peduli terhadap edentulus mereka, dan kecil
36
penelitian ini juga menunjukkan bahwa kebanyakan jumlah kehilangan gigi pada
masyarakat Pulau Kodingareng yaitu 1-5 gigi (tabel 2).
Hasil penelitian pada tabel 4 menunjukkan bahwa hampir semua responden
membuat GTC di rumah tukang gigi itu sendiri, dan selebihnya membuatnya di
rumah responden masing-masing. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa tampak kepercayaan masyarakat Pulau Kodingareng terhadap tukang gigi
untuk membuat gigitiruannya. Ada tiga faktor yang mempengaruhi individu atau
masyarakat mencari pelayanan kesehatan. Adapun faktor tersebut diantaranya
adalah sebagai berikut, (1) faktor predisposisi, meliputi pengetahuan individu,
sikap kepercayaan, nilai atau pandangan/persepsi, tradisi, normal sosial,
pendapatan, pendidikan, umur, dan status sosial; (2) faktor pendukung yang
meliputi fasilitas, personal, pelayanan kesehatan, dan kemudahan untuk
mencapainya; (3) faktor pendorong, meliputi sikap perilaku petugas kesehatan,
dorongan yang berasal dari keluarga, atau masyarakat disekitarnya. Berdasarkan
faktor-faktor tersebut, maka salah satu faktor yang berperan sehingga masyarakat
Pulau Kodingareng memilih untuk membuat GTC pada tukang gigi, yaitu faktor
38
39
40
nya selama 1 sampai 5 tahun memiliki persentase tertinggi. Selain itu jika dilihat
dari persentase menempelnya sisa makanan, maka menunjukkan bahwa lebih
banyak pengguna GTC mengeluhkan menempelnya sisa makanan dibandingkan
dengan persentase yang tidak mengeluhkan menempelnya sisa makanan. Pada
umumnya, pengguna mengeluhkan sisa makanan tersebut menempel pada bagian
interdental dan palatal. Kenyamanan yang dirasakan pengguna GTC tersebut
mungkin dikarenakan kurangnya mengalami kesulitan dalam hal pembersihan
gigitiruannya. Seperti pada hasil penelitian tentang kesulitan dalam membersihkan
GTC, menunjukkan bahwa sebagian besar pengguna GTC tidak mengalami
kesulitan dalam membersihkan GTC. Meskipun pada hakikatnya, penggunaan
GTC seharusnya akan merasa tidak nyaman yang dikarenakan menempelnya sisa
makanan, tetapi
sariawan sejak pemakaian GTC. Jika dilihat dari hasil penelitian tentang
pengalaman sariawan semenjak menggunakan GTC, maka dapat dilihat bahwa
terdapat sedikit
pemakaian GTC dan setelah memakai GTC. Begitupun dengan gusi kemerahan
sejak penggunaan GTC, persentase responden yang merasa gusinya tidak menjadi
kemerahan sejak penggunaan GTC lebih tinggi dibandingkan dengan responden
yang merasa gusinya menjadi kemerahan. Sehingga dari hasil pada tabel ini,
menunjukkan bahwa tidak terjadi gangguan yang berarti di dalam rongga mulut
pengguna GTC. Hal ini dapat terjadi karena faktor makanan yang dikonsumsi
masyarakat Pulau Kodingareng dalam kesehariannya. Meskipun demikian tidak
dapat dikatakan pula, bahwa konsumsi makanan yang sudah baik tidak dapat
memicu terjadinya sariawan, karena terdapat faktor lain yang dapat memicu
terjadinya sariawan yaitu trauma akibat tergigit, faktor sistemik ataupun faktor
hormonal.
Dari hasil penelitian pada tabel 7, tampak bahwa setelah dilakukan
pemeriksaan gingiva secara langsung dengan menggunakan probe dan
menggunakan kriteria pada indeks gingiva pada pengguna GTC masyarakat Pulau
Kodingareng, maka terlihat bahwa responden yang mengalami inflamasi ringan
(skor 1) dengan tanda terjadinya perubahan ringan pada warna gingiva dan sedikit
edema, serta tidak ada perdarahan saat diprobe, memiliki presentase tertinggi,
sedangkan hanya sebagian kecil responden yang mengalami inflamasi moderat
(skor2) dengan tanda kemerahan, edema, dan mengkilat serta berdarah saat
42
diprobe serta responden yang tidak mengalami tidak mengalami inflamasi pada
jaringan gingivanya yang dapat dikatakan sehat (skor 0).
Jika dilihat dari hasil penelitian pada tabel ini, menunjukkan bahwa
keadaan gingiva pada pengguna GTC masyarakat Pulau Kodingareng masih dalam
keadaan yang relatif sehat, karena terlihat dari hasil pemeriksaan gingiva bahwa
lebih besar pengguna GTC mengalami inflamasi ringan, dan hanya terdapat satu
responden dari 12 responden yang mengalami inflamasi moderat. Keadaan ini
terjadi karena tingkat kebersihan mulut pengguna GTC cukup baik, misalnya pada
kebiasaan penyikatan gigi yang dilakukan secara teratur dalam sehari. Menurut
Wyatt yang dikutp oleh Lesmana, bila semua syarat dalam pembuatan GTC
dipenuhi, yaitu syarat biologis, syarat mekanis, dan syarat estetis, maka gigi-gigi
yang menyangga suatu GTC tidak terbukti secara signifikan akan kehilangan
tulang lebih daripada gigi bukan penyangga, dengan catatan semua subyek bebas
dari penyakit periodontal dan kontrol plak dipertahankan selama observasi. 2
Namun penelitian ini terdapat kekurangan, yaitu pada pembuatan GTC yang
dilakukan oleh tukang gigi tidak melalui proses-proses pembuatan GTC yang
selayaknya dilakukan sebagai syarat dari perawatan GTC, misalnya pada tahap
preparasi gigi. Pada tahap preparasi gigi menurut Silness dan Ohm yang dikutip
oleh Lesmana, menunjukkan bahwa reaksi peradangan pada tepi gusi lebih sering
dan lebih berat bila preparasi dilakukan di bawah tepi gingiva. 2 Tukang gigi yang
membuat GTC tidak melakukan tahap preparasi gigi, yang menurut pernyataan di
atas bahwa tahap ini memiliki ruang untuk menimbulkan peradangan pada tepi
gusi jika tidak dilakukan dengan baik. Dalam hal ini, tukang gigi dan pengguna
43
suatu
perawatan
sesuai
pengetahuan
yang
terbatas
tanpa
nya terkesan seperti sebuah gigitiruan lepasan tetapi gigitiruan tersebut terpasang
mati. Banyak pengguna GTC yang mengeluhkan menempelnya sisa makanan
dibandingkan dengan persentase yang tidak mengeluhkan menempelnya sisa
makanan. Meskipun demikian, pengguna GTC sebagian besar masih merasa
nyaman dalam penggunaan gigitiruannya. Kenyamanan yang dirasakan mungkin
dikarenakan pengguna tidak mengalami kesulitan dalam hal pembersihannya,
selain itu faktor kesibukan atau pekerjaan sehari-hari dari masyarakat pengguna
GTC yang membuat merasa nyaman dan menganggap seperti hal yang biasa
dalam menggunakan GTC.
Setelah dilakukan pemeriksaan keadaan gingiva pada pengguna GTC,
maka didapatkan hasil bahwa keadaan gingiva masih dalam keadaan relatif sehat,
karena dalam hasil pemeriksaan menunjukkan lebih besar pengguna GTC
mengalami inflamasi ringan, dan hanya satu dari 12 responden yang mengalami
inflamasi moderat. Keadaan ini terjadi karena tingkat kebersihan mulut pengguna
GTC yang cukup baik, misalnya pada kebiasaan penyikatan gigi yang dilakukan
secara teratur dalam sehari. Ini juga dapat terlihat dari hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa terdapat sedikit perubahan antara frekuensi terjadinya
sariawan sebelum pemakaian GTC dan setelah pemakaian GTC. Selain faktor
kebersihan mulut, faktor makanan yang dikonsumsi sehari-hari juga dapat ikut
berperan terhadap kesehatan rongga mulut khususnya pada kesehatan gingiva.
Kekurangan nutrisi diketahui dapat memberi efek terhadap fungsi imun dan
kemungkinan memberi pengaruh terhadap kemampuan host untuk melindungi diri
45
berhubungan
dengan
mata
pencaharian
masyarakat
Pulau
BAB VII
PENUTUP
7.1 KESIMPULAN
7.2 SARAN
persiapan
dengan
sebaik-baiknya
sebelum
melaksanakan
DAFTAR PUSTAKA
46
1. Jubhari EH. Upaya untuk mengurangi preparasi gigi : Fung shell bridge.
Jurnal Kedokteran Gigi Dentofasial 2007;6(1):27-9.
2. Lesmana RA. Faktor-faktor periodontal dengan gigitiruan cekat. Jurnal
Kedokteran Gigi Universitas Indonesia 1999;6(3):35-40.
3. Machmud E. Desain preparasi gigitiruan cekat mempengaruhi kesehatan
jaringan periodontal. Jurnal Kedokteran Gigi Dentofasial 2008;7(1):13-4.
4. Pemkot rehabilitasi puskesmas di Pulau Kodingareng. Available
from:http://www.antara-sulawesiselatan.com/berita/22838/pemkotrehabilitasi-puskesmas-di-pulau-kodingareng. Accessed on: Desember 20,
2010
5. Shilingburg H, Hobo S, Whitsett L, Richard J, Brackett S. Fundamentals of
fixed prosthodontics. 3rd Ed. North Kimberly Drive: Quintessence Publishing
Co, Inc; 1997.p.1
6. Allan DN, Foreman PC. Mahkota dan jembatan (crown and bridge
prosthodontics:an illustrated handbook). Alih bahasa: Djaya A. Editor;
Juwono L. Jakarta : Hipokrates, 1994; p.81
7. Barclay CW, Walmsley AD. Fixed and removable prosthodontics. 2 nd ed.
Tottenham: Churchill livingstone;2001.p. 115-22
8. Fiorellini JP, Kim DM, Ishikawa SO. The tooth-supporting structures. In:
Newman MG, Takei HH, Carranza FA, editors. Carranzas clinical
periodontology. 10th Ed. Philadelphia: WB Saunder Co;2005. p.68
9. Fiorellini JP, Kim DM, Ishikawa SO. The gingival. In: Newman MG, takei
HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia: WB
Saunder Co; 2002. p.46.
10. Itoiz ME, Carranza FA. The gingival. In: Newman MG, takei HH, Carranza
FA, editors. Clinical periodontology. 9th ed. Philadelphia : WB Saunder Co;
2002. p.16-7.
11. Manhold, John A, Balbo MP. Ilustrated dental terminology with spansh,
French, and german correlation. 7th ed. Philadelphia: JB Lippincott;1985.p.76
12. Zigurs G, Vidzis A, Brinkmane A. Halitosis manifestation and prevention
means for patients with fixed teeth dentures. J Stomatologija, Baltic Dental
and Maxillofacial 2005;7:3-6
48
13. Carranza FA, Rapley JW, Haake SK. Gingival inflammation. In : Newman
MG, Takei HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology.9 th ed.
Philadelphia: WB Saunder Co;2002.p.263-4
14. Public dental services in Australia:whose responsibility. Available from :
http://nrha.ruralhealth.org.au/cms/uploads/publications/public%20dental
%20services%20in%20australia.pdf. Accessed on: Mei 18, 2011
15. Dental
public
health.
Available
from:
http://www.vch.ca/media/Performance_Plan_Dental.pdf. Accessed on: Mei,
18 2011
16. Pulau Kodingareng Lompo. Available from : http://griyawisata.com/ Accessed
on: Desember 20, 2010
17. Padburg Jr A, Eber R, Wang H-L. Interactions between the gingiva and the
margin of restorations. J Clin Periodontal 2003;30:379-85
18. Hubungan karakteristik pengguna gigi palsu dengan pemanfaatan jasa tukang
gigi.
Available
from
:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14734/1/09E00980.pdf.
Accessed on: Mei, 18 2011
19. Beck JD, Arbes SJ. Epidemiology of gingival and periodontal diseases. In:
Newman MG, Takei HH, Carranza FA, editor. Carranzas clinical
periodontology. 10th ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2005.p.115.
20. Pan S, Awad M, Thomason JM, Dufresne E, Kobayashi T, Kimoto S, et all.
Sex differences in denture satisfaction. Journal of Dentistry 2008;36:302.
21.
22. Situmorang N. Perilaku sakit: suatu tinjauan sosial cultural. Dentika Dent J
2003;2(8):265
23. Fabiola I. Faktor-faktor yang berhubungan dengan angka kunjungan
masyarakat ke klinik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada.
Jurnal Persatuan Dokter Gigi Indonesia 2006;56(1):37-8.
24. Novak MJ. Classification of diseases
45